• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis .1 Ekonomi Internasional

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .1 Ekonomi Internasional

Keunggulan komparatif maupun kompetitif berawal dari adanya hubungan ekonomi antar satu negara dengan negara yang lain. Terdapat tiga bentuk hubungan ekonomi yaitu pertukaran hasil atau output (barang dan jasa), sarana produksi (modal, tenaga kerja, dan teknologi), dan segi kredit atau utang-piutang (Boediono, 1997). Permasalahan utama yang akan ada dalam ekonomi internasional adalah :

a. Pola perdagangan yaitu faktor yang mempengaruhi suatu negara mengekspor atau mengimpor produk tertentu sehingga membentuk pola ekspor atau pola impor tertentu.

b. Harga ekspor dan impor menunjukkan faktor yang menentukan harga.

c. Manfaat perdagangan adalah pengaruhnya terhadap kesejahteraan nasional akibat adanya perdagangan.

d. Pengaruh makro yaitu pengaruh hubungan perdagangan terhadap tingkat harga, GDP, jumlah uang beredar dan lainnya,

e. Mekanisme Neraca Pembayaran yaitu proses penyesuaian neraca pembayaran bila terjadi perubahan situasi ekonomi seperti kenaikan harga ekspor dan kebijakan devaluasi.

f. Politik Perdagangan Luar Negeri meliputi kebijakan tarif bea masuk, pelarangan impor, kuota, subsidi dan pajak ekspor.

g. Persekutuan Perdagangan berkaitan dengan keuntungan maupun kerugian persekutuan perdagangan misalnya ASEAN.

h. Modal Luar Negeri meliputi dampak dari adanya investasi luar negeri dan bantuan serta sikap pemerintah menghindari akibat negatif bantuan luar negeri.

i. Pengalihan Teknologi yaitu bagaimana proses pengalihan teknologi menjadi efektif dan kebijakan pemerintah untuk memperlancar proses adopsi teknologi tersebut.

3.1.2 Keunggulan Komparatif

Perdagangan akan terjadi karena suatu daerah bisa memproduksi barang tertentu secara lebih efisien dibandingkan dengan daerah lain. David Rivardo diacu dalam Ball et al menyatakan bahwa suatu negara akan mengimpor suatu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif rendah dan akan mengekspor suatu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif lebih tinggi sehingga akan terjadi spesialisasi produk.

Pada kasus biaya tetap dalam menghasilkan setiap unit barang (constant cost), suatu negara akan berspesialisasi penuh yaitu negara tersebut akan mempergunakan seluruh sumber ekonominya untuk memproduksi barang tersebut dan mendapatkan barang lain dengan mengadakan perdagangan.

Menurut Budiono (1997), terdapat tiga faktor utama yang menentukan keunggulan komparatif suatu negara yaitu :

a. Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dengan jumlah dan macam yang berbeda antar negara satu dengan yang lain. Faktor produksi bisa berupa tenaga kerja, tanah (keadaan tanah dan kekayaan alam), barang modal dan kewirausahaan. Keunggulan komparatif akan lebih besar, jika suatu negara memiliki ketersediaan sarana produksi dalam jumlah yang relatif banyak.

b. Adanya kenyataan bahwa dalam cabang-cabang produksi tertentu bisa memproduksi secara lebih efisien apabila skala produksi makin besar (economic of scale). Kurva biaya per unit yang menurun dalam jangka panjang bisa menentukan keunggulan komparatif dan suatu negara bisa mencapaieconomic of scale jika berproduksi lebih dahulu daripada negara lain dan memiliki pasar domestik yang luas. Dari sisi pengekspor, pengusaha sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka untuk meningkatkan keuntungan membuka pasar baru, sedangkan dari segi pengimpor, akan membeli barang tersebut dengan harga yang murah, daripada memproduksi dengan skala kecil.

c. Adanya perbedaan dalam laju kemajuan teknologi. Teknologi adalah faktor produksi yang bisa mempengaruhi faktor produksi lain baik terhadap kualitas maupun kuantitas. Kemajuan teknologi dapat dibedakan menjadi

20 penghematan kapital, tenaga kerja dan bahan mentah setiap menghasilkan satu unit output.

3.1.3 Keunggulan Kompetitif

Suatu perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif adalah memiliki sesuatu yang berbeda, melakukan hal yang lebih baik daripada pesaing dan melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh pesaing. Menurut Kuncoro, M terdapat tiga model dalam keunggulan kompetitif yaitu model organisasi industri, berbasis sumberdaya dan gerilya, dan setiap model memiliki perbedaan dapat dilihat pada Tabel 58.

Tabel 5. Pendekatan Model Organisasi Industri, Berbasis Sumberdaya dan Gerilya

Keterangan Organisasi Industri

Berbasis sumberdaya Gerilya

Keunggulan kompetitif

Posisi dalam industri

Memiliki aset dan kapabilitas yang khas

Sementara Penentu profitabilitas Karakteristik industri, posisi perusahaan dalam industri

Jenis, jumlah dan sumberdaya alam yang dimiliki perusahaan

Kemampuan untuk berubah dengan tindakan strategik

Fokus Eksternal Internal Eksternal dan

internal Perhatian

utama

Persaingan Sumberdaya kompetensi

Situasi yang terus berubah secara radikal

Sumber : Coulter (2002)dalamKuncoro, M.

6 Kuncoro, M. Strategi bagaimana meraih keunggulan kompetitif. Erlangga. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:RWBkRVrPNAYJ:fe

Model berbasis sumberdaya dapat diimplementasikan apabila suatu perusahaan memiliki sesuatu yang khas sehingga berbeda dari perusahaan lain dan bisa dijadikan suatu keunggulan dibandingkan dengan pesaing. Dengan adanya sumberdaya yang khas, maka perusahaan dapat meminimalisasi biaya sehingga menciptakan harga yang bersaing.

Harga yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif adalah harga yang aktual diterima oleh konsumen maupun produsen. Dikarenakan asumsi perekonomian yang tidak mengalami distorsi sulit ditemukan, maka keunggulan komparatif tidak bisa dijadikan sebagai indikator daya saing, tetapi harus diimbangi dengan kelayakan finansial untuk mengukur keunggulan kompetitif.

Gittinger (1986), perhitungan dalam analisis finansial berbeda dengan analisis ekonomi berdasarkan lima hal yaitu :

a.Dalam analisis finansial, harga yang digunakan adalah harga pasar baik untuk sumber-sumber yang digunakan dalam proses produksi maupun untuk hasil-hasil produksi. Sedangkan dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan yaitu harga yang telah disesuaikan untuk menggambarkan nilai ekonomi yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut.

b.Dalam analisis finansial pajak dihitung sebagai biaya yang dikeluarkan kepada instansi pemerintah sehingga harus dikurangkan dari benefit. Sebaliknya dalam analisis ekonomi pajak merupakan pembayaran transfer karena merupakan bagian dari benefit produsen yang diserahkan kepada pemerintah.

c.Dalam analisis finansial, subsidi yaitu pengurangan biaya produksi yang diterima produsen, sedangkan dalam analisis ekonomi dianggap sebagai beban masyarakat sehingga tidak mengurangi biaya produksi.

d.Dalam analisis finansial, biaya investasi meliputi biaya pada tahap permulaan yang dibiayai dengan modal sendiri. Di lain pihak, yang menjadi beban produsen adalah arus pelunasan pinjaman beserta bunganya pada tahap produksi. Sedangkan dalam analisis ekonomi, seluruh biaya investasi baik berasal dari dalam maupun pinjaman. Pelunasan pinjaman diabaikan dalam perhitungan biaya ekonomi.

e.Dalam analisis finansial, bunga atas pinjaman dianggap sebagai biaya. Bunga atas modal sendiri bukan merupakan biaya. Sedangkan dalam analisis ekonomi,

22 bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya dan untuk pinjaman luar negeri diperhitungkan sebagai biaya.

3.1.4 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan adalah suatu instumen yang bisa mengubah outcome perekonomian, dalam pelaksanaannya ada kendala dan bisa menjadi penghambat atau pendukung tujuan yang akan dicapai serta akhirnya dievaluasi menjadi strategi. Kebijakan barang ekspor bertujuan untuk menstabilkan harga dengan mengatur barang agar barang tersebut ada di dalam negeri, sedangkan kebijakan barang impor yaitu melindungi produsen dari persaingan harga dengan barang luar yang lebih murah.

a. Kebijakan Output

Subsidi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap produsen dalam negeri dengan memberikan sumbangan keuangan yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk mendorong ekspor, bisa berupa pembayaran tunai dan pajak. Subsidi positif yaitu subsidi yang menyebabkan anggaran pemerintah berkurang, sedangkan subsidi negatif, pajak dan kuota menambah anggaran pemerintah,

Hambatan-hambatan impor bisa berupa tarif yaitu pajak atau bea impor dan non-tarif kuantitatif berupa kuota. Bea Impor terbagi menjadi tiga yaitu bea ad valoreum yaitu pajak impor berupa persentase dari nilai faktur barang yang diimpor, bea spesifik yaitu jumlah tetap yang dikenakan atas unit fisik yang diimpor dan bea kombinasi. Kuota merupakan batasan jumlah barang yang diimpor bisa berupa hambatan ekspor sukarela yang ditentukan oleh negara pengekspor dan persetujuan tertib pemasaran yang merupakan persetujuan resmi antara negara pengekspor dan pengimpor untuk melindungi produsen lokal.

b. Kebijakan Input

Pupuk merupakan input yang sangat penting dalam suatu proses produksi dan kebijakan pemerintah terhadap pupuk yaitu berupa subsidi positif yang dikeluarkan pemerintah dan negatif yang dibayarkan kepada pemerintah. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi

dari pemerintah untuk kebutuhan petani. Kebijakan yang dijalankan pemerintah bisa terhadap input tradable dan non tradable berupa intervensi pemerintah berupa subsidi dan pajak.

3.1.5 MetodaPolicy Analysis Matrix(PAM)

Metoda PAM digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat analisis (Monke and Pearson diacu dalam Nurmalina et al) yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran.

Kelebihan dari metode PAM yaitu perhitungan dilakukan secara keseluruhan, sistematis, output beragam, dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai daerah, tipe usahatani dan teknologi. Sedangkan kelemahannya tidak membahas masing-masing analisa secara mendalam dan hanya berlaku pada suatu saat saja (on the spot).

Metoda PAM (Pearson.S, Gotsch.C, dan Bahri.S, 2005) merupakan suatu analisis yang mengidentifikasi tiga isu sentral kebijakan yaitu sistem usahatani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada, apakah petani, pedagang, pengolah dan pemasar memiliki keuntungan pada harga aktual atau keuntungan privat. Isu kedua adalah dampak investasi publik dalam pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan tingkat efisiensi usahatani yang diukur pada tingkat keuntungan sosial dengan harga bayangan. Isu yang terakhir adalah dampak investasi baru baik dalam bentuk riset dan teknologi sehingga dengan adanya perbedaan sebelum dan sesudah investasi dapat menunjukkan ada tidaknya manfaat yang dapat diperoleh.

3.1.6 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung menganalisa pengaruh-pengaruh risiko dan ketidakpastian dalam analisa proyek. Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan yaitu terdapatnya cost overrun, perubahan

24 dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, mundurnya waktu implementasi dan kesalahan dalam perkiraan hasil per hektar (Kadariah et al, 1999).

Adapun kelemahan dari analisis sensitivitas yaitu tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisa parsial yang hanya mengubah satu parameter pada saat tertentu dan hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.

3.2 Kerangka Operasional

Adanya program OVOP (one village one product) merupakan suatu peluang dalam pengembangan komoditi ubi jalar yang menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Sumedang. Di Kabupaten Sumedang terdapat beberapa varietas ubi jalar diantaranya Cilembu. Permintaan ubi jalar semakin meningkat baik di kawasan domestik atau untuk ekspor dikarenakan adanya keunikan produk yang memberikan nilai tambah terhadap komoditi ubi jalar. Produksi di Kabipaten Sumedang hanya dapat memenuhi 50 persen permintaan di domestik maupun ekspor.

Berdasarkan indikator utama daya saing, Ubi jalar Cilembu memiliki peluang dan kendala yang bisa menentukan apakah usahatani tersebut bisa memiliki potensi daya saing daerah yang bisa meningkatkan perekonomian daerah dan bisa mensejahterakan para petani.

Kebijakan pemerintah daerah Sumedang terhadap output belum ada dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap komoditas tersebut dan tidak adanya alokasi anggaran pemerintah, sedangkan kebijakan input misalnya pupuk, mendapatkan subsidi, sehingga petani membayar lebih murah.

Adanya keunikan unsur hara yang dimiliki Desa Cilembu dan Nagarawangi bisa mempertahankan kualitas tetapi belum tentu menentukan keberlanjutan keberadaan produk dikarenakan produktivitas masih rendah sehingga tidak bisa memenuhi permintaan domestik maupun ekspor.

Analisis PAM digunakan untuk mengukur keuntungan baik secara finansial (privat) yang menjadi indikasi keunggulan kompetitif dan keuntungan

sosial yang menunjukkan keunggulan komparatif serta dampak kebijakan pemerintah dalam mendukung atau menciptakan hambatan-hambatan bagi keberlangsungan suatu usaha produksi. Sedangkan analisis sensitivitas digunakan untuk mereduksi kelemahan analisis PAM, dikarenakan pada kenyataannya pasti terdapat perubahan-perubahan biaya maupun manfaat seperti kenaikan upah tenaga kerja, penurunan produktivitas dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.

Gambar 2. Kerangka Operasional Analisis Daya Saing Ubi Jalar PELUANG

1.Program OVOP

2.Permintaan ubi jalar Cilembu belum terpenuhi

KENDALA

1.Kebijakan Pemerintah

2.Keberlanjutan ekspor tergantung kualitas dan kemampuan daya saing

Usahatani Ubi Jalar Cilembu

Analisis Sensitivitas

Analisis Daya Saing

Metoda Policy Analysis Matrix (PAM)

1. Analisis Keuntungan : a. Privat Keunggulan Kompetitif b. Sosial Keunggulan Komparatif

2. Kebijakan Pemerintah : Output, Input, Input-Output

26

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa Desa tersebut merupakan sentra produksi ubi jalar Cilembu dengan memiliki karakteristik tanah dengan berbagai kandungan mineral dan hara unik yang membuat ubi dapat tumbuh sempurna dengan kualitas terbaik. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan petani dan pedagang pengumpul dengan bantuan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur dari berbagai lembaga terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI, Perpustakaan Daerah Kabupaten Sumedang, dan lembaga terkait lainnya.

Tabel 6 . Jenis Data dan Sumber yang digunakan dalam Penelitian

Jenis Data Sumber

Data untuk perhitungan usahatani (Primer) Kuesioner (wawancara) BiayaFree on Board(FOB) Ubi Cilembu Eksportir di Cilembu

Biaya FOB untuk Urea Internet

Biaya CIF SP-36 dan KCL Internet (World Bank) Gambaran Umum lokasi penelitian Dinas Pertanian Sumedang Data ekspor dan impor, pajak, dan nilai tukar Badan Pusat Statistik Jakarta Penelitian terdahulu (Skripsi) Perpustakaan LSI

4.3 Metoda Pengambilan Sampel

Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 50 petani di Desa Cilembu dan Nagarawangi dengan carajudgement sampling. Karakterisitik yang menjadi responden yaitu petani yang memiliki lahan sendiri (pemilik penggarap) dengan luasan lahan 1400 m2 sampai 7.000 m2, telah melakukan usahatani ubi Cilembu minimal 5 tahun dan menjadi anggota kelompok tani , sedangkan untuk pedagang pengumpul dan eksportir dilakukan dengan carasnowball sampling. Di Desa Cilembu terdapat 5 pedagang pengumpul, sedangkan eksportir hanya 1 orang.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis 4.4.1 Membuat Tabel Privat Bujet

Langkah pertama yang dilakukan untuk mengisi baris pertama yaitu membuat tabel hubungan input dan output fisik yang dihasilkan dari wawancara petani dengan bantuan kuesioner serta informasi dari aparatur desa. Langkah kedua yaitu membuat tabel harga privat (harga aktual) untuk setiap input yang digunakan dan output yang dihasilkan, harga yang digunakan adalah harga pada saat penelitian dilakukan. Dan langkah yang ketiga adalah mengalikan jumlah fisik dengan harga privat sehingga didapat tabel privat bujet.

Dari tabel yang dibuat didapatkan pendapatan, biaya dan keuntungan yang dihitung pada harga privat (harga aktual atau harga pasar). Pendapatan merupakan hasil perkalian antara harga dan jumlah yang diproduksi, biaya merupakan seluruh harga yang harus dibayarkan petani pada saat produksi baik untuk inputtradable dannon tradablesedangkan keuntungan adalah pengurangan dari pendapatan dan biaya.

Input yang digunakan adalah input tradable yaitu input yang diperdagangkan di dalam negeri dan luar negeri serta selalu mengacu pada harga dunia misalnya pupuk Urea, TSP, KCL, Phoska, Furadan, Curacron. Sedangkan input non-tradable yaitu hanya diperdagangkan secara domestik seperti pupuk kandang, bibit, tenaga kerja pada saat persiapan lahan, penanaman, pemupukan,

30 c. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Harga bayangan tenaga kerja tidak terdidik disesuaikan dengan tingkat pengangguran di lokasi penelitian. Tingkat pengangguran di Kabupaten Sumedang yaitu 9 persen, sehingga harga bayangan upah tenaga kerja tidak terdidik yaitu 91 persen dari upah harga finansialnya.

d. Harga Bayangan Lahan

Tanah atau lahan merupakan inputnon tradable dalam usahatani sehingga didasarkan dengan nilai sewa lahan yang berlaku di daerah setempat dikurangi pajak.

e. Harga Bayangan Nilai Tukar

Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar Dollar menggunakan rumus yang telah diformulasikan oleh Squire dan Van Der TakdalamGittinger (1986) yaitu :

SER2010= OER2010

SCF2010

SER2010=Shadow exchange rate(nilai tukar bayangan) tahun 2010 OER2010=Official exchange rate(nilai tukar resmi) tahun 2010

SCF2010 =Standart conversion factor(faktor konversi standar) tahun 2010 Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio nilai impor dan ekspor ditambah pajak dapat ditentukan sebagai berikut :

SCF= M + X

(M+Tm) + (X-Tx)

Tabel 7. Perhitungan Standard Convertion Factor dan Shadow Price Exchange Rate Tahun 2006-2010 (milyar rupiah)

Tahun Xt Mt TXt TMt OERt SCFt SER

2006 909.204 550.810 636 56.938 9.020 0,963 9.367 2007 1.074.716 710.465 752 72.831 9.419 0,961 9.801 2008 1.500.374 1.414.711 1.050 107.838 10.950 0,965 11.347 2009 1.095.194 910.195 767 84.361 9.400 0,960 9.792 2010 1.416.856 1.218.256 992 110.876 8.980 0,960 9.354

f. Harga bayangan Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah cangkul, sabit, sprayer dan parang, pendekatan yang digunakan adalah penyusutan per musim menggunakan metode garis lurus (Fariyanti, 2008).

Dp = C- S N Dp = depresiasi (penyusutan)

C = harga beli (Rupiah) S = nilai sisa (5 % dan 10%) N = umur alat (tahun)

4.4.4 Metoda (Policy Analysis matrix / PAM)

Alat yang digunakan untuk melihat daya saing ubi jalar adalah Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis matrix / PAM). PAM merupakan matrik yang terdiri dari komponen penerimaan, biaya dan keuntungan. Metoda PAM terdiri dari tiga baris dan 4 kolom.

Baris 1 mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga yang berlaku yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam angka absolut ataupun rasio merupakan indikator keuntungan daya saing secara kompetitif.

Baris 2 mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing komparatif yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial dimana efek kebijakan atau distorsi tidak ada. Baris 3 merupakan selisih anatara baris 1 dan 2 yang menggambarkan devergensi atau penyimpangan.

Kolom pertama merupakan penerimaan, kolom kedua merupakan biaya input tradable, kolom ketiga biaya input non tradable dan kolom keempat merupakan keuntungan yaitu selisih antara penerimaan dan biaya.

Terdapat asumsi yang digunakan dalam PAM yaitu perhitungan berdasarkan harga privat yaitu harga yang benar-benar terjadi atau harga setelah kebijakan, harga sosial yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna,

32 output bersifattradabledan input yang dipisahkan ke dalam komponen asing dan domestik, serta eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.

Tabel 8 .Teori Matrik Analisis Kebijakan (Policy Anaysis Matrix)

Keterangan Penerimaan Biaya Keuntungan

Tradable Non

Tradable

Nilai finansial (privat) A B C D

Nilai Ekonomi (sosial) E F G H

Dampak kebijakan distorsi pasar

I J K L

Sumber : Nurmalina, et al (2009)

4.4.4 Implikasi Indikator Matrik Kebijakan

 Keunggulan Kompetitif

1. D = A-B-C (keuntungan privat), jika D > 0, maka sistem komoditas memperoleh keuntungan privat sehingga mampu berekspansi kecuali apabila sumberdaya terbatas atau ada alternatif komoditas lain yang menguntungkan. 2. PCR = C/A-B (rasio biaya privat), jika PCR <1 maka sistem komoditas

mampu membiayai faktor dimasukkannya pada harga privat, dengan kata lain komoditas tersebut memiliki daya saing secara kompetitif.

 Keunggulan Komparatif

1. H = E-F-G (keuntungan sosial), jika H > 0, maka usahatani telah berjalan efisien sehingga bisa berekspansi.

2. DRC = G/E-F (rasio biaya sumberdaya domestik), jika DRC < 1, maka sistem komoditi efisien dan memiliki keunggulan komparatif sehingga tanpa ada bantuan pemerintah masih tetap bisa berproduksi.

 Kebijakan Output

1. OT = I = A-E (Transfer output), menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan terhadap output yang mengakibatkan harga output berbeda dengan

harga input. Jika I > 0 menunjukkan besarnya insentif masyarakat terhadap produsen, artinya masyarakat membeli output dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya atau petani menerima harga output yang lebih tinggi daripada yang seharusnya.

2. NPCO = A/E (koefisien proteksi output nominal), digunakan untuk mengukur dampak insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output. Jika NPCO < 1 terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan.

 Kebijakan Input

1. J = B-F (Transfer input domestik), menunjukkan adanya kebijakan pemerintah pada input tradable, jika J < 0 adanya subsidi pemerintah terhadap input asing sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial yang seharusnya. Subsidi yang dibebankan kepada pemerintah menyebabkan keuntungan produsen secara privat.

2. NPCI = B/F (Koefisien proteksi input nominal), jika NPCI < 1 petani menerima subsidi atas input asing sehingga petani dapat membeli input asing dengan harga lebih rendah.

3. K = C-G (Transfer Faktor), K > 0 adanya kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi.

 Kebijakan Input-Output

1. EPC = (A-B)/(E-F) (Koefisien proteksi efektif) merupakan indikator dampak keseluruhan kebijakan input dan output. Sejauhmana kebijakan pemerintah melindungi atau menghambat produksi. EPC > 0 bahwa kebijkan pemerintah memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri.

2. TB = I – (K-J) (Transfer bersih) merupakan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani apakah merugikan atau sebaliknya. L > 0 menunjukkan adanya tambahan surplus produsen yang disebabkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan kepada input dan output.

3. PC = D/H (koefisien keuntungan) dampak insentif dari semua kebijakan output, input tradable dan domestik. PC > 1 secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. PC < 1 kebijakan

34 pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dibandingkan tanpa kebijakan.

4. SRP = L/E (Nilai rasio Subsidi bagi Produsen) mengidentifikasi akibat kebijakan pemerintah yang menunjukkan penambahan atau pengurangan penerimaan. SRP < 0 , produsen mengeluarkan biaya lebih besar dari biaya sosial untuk berproduksi.

4.4.5 Analisis Sensitivitas

Analisis ini dilakukan untuk melihat kelayakan suatu usaha apabila terdapat perubahan-perubahan dan berdasarkan keadaan di lokasi penelitian terjadi perubahan upah tenaga kerja, jumlah produksi menjadi turun akibat faktor cuaca menjadi 50 persen dan nilai tukar mengalami apresiasi. Selain itu, dilakukan untuk mereduksi kelemahan analisis PAM yang bersifat statis yang tidak memungkinkan terdapat perubahan-perubahan faktor-faktor penting dalam usahatani ubi jalar.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis

Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah 152.220 Ha yang terbagi kedalam luasan darat seluas 118.944 Ha (78,14%) dan pesawahan seluas 33.276 Ha (21,86%). Daerahnya berbukit-bukit dengan ketinggian tempat antara 25-1500 meter di atas permukaan laut, beriklim tropis terletak diantara garis Meridian 7050’ Bujur Barat, 68045’ Bujur Timur, 1023’ Lintang Selatan dan 1043’ Lintang Utara. Batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Indramayu