• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Perilaku Konsumen ( Consumer Behaviour)

Konsumen dapat dikatakan bebas memilih produk dan merek yang akan dibelinya. Keputusan membeli ada pada diri konsumen. Konsumen akan menggunakan berbagai kriteria dalam membeli produk dan merek tertentu. Diantaranya adalah dengan membeli produk yang sesuai dengan kebutuhan, selera, dan daya belinya.Selain itu, konsumen biasanya memilih produk yang bermutu baik dengan harga yang lebih murah. Produk dan merek yang dipilih oleh konsumen sebagai bagian dari proses keputusan pembelian membuat perilaku konsumen ini menjadi penting untuk dipelajari.

Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan kegiatan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Engel et al. (1994) mengartikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan di atas.

Perilaku konsumen dalam mendapatkan barang atau jasa tersebut perlu dipelajari untuk: (1) mendefenisikan dan menentukan segmen pasar, (2) menentukan kebutuhan konsumen, (3) mengembangkan strategi berdasarkan kebutuhan konsumen, (4) mengevaluasi strategi pemasaran, dan (5) memperkirakan perilaku konsumen di masa yang akan datang.

Engel et.al., (1994) dalam bukunya mengatakan bahwa proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor pengaruh lingkungan, proses psikologi dan perbedaan individu sebagaimana tergambarkan pada gambar model perilaku konsumen di bawah ini. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen terbagi atas lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Pembuatan keputusan konsumen bervariasi dengan keputusan membeli. Pembelian yang rumit dan

14

mahal kemungkinan besar akan melibatkan pertimbangan pembelian dan partisipan pembeli yang lebih banyak.

Tugas pemasar tidak berhenti begitu penjualan terjadi karena pembeli akan mengevaluasi alternatif sesudah pembelian seperti halnya sebelum pembelian. Jika keterlibatan tinggi, bukan tidak lazim pembeli mengalami periode yang seketika dan sementara berupa penyesalan atau keraguan sesudah keputusan yang berdampak pada kepuasan/ ketidakpuasan dengan pembeliannya. Keyakinan dan sikap yang terbentuk pada tahap ini akan langsung mempengaruhi niat pembelian masa datang, komunikasi lisan dan perilaku keluhan.

Dalam bidang pemasaran penting untuk menyadari bahwa penyesalan pembeli dapat terjadi.Strategi untuk mengukuhkan kebijaksanaan pilihan konsumen antara lain:

1. Menekankan superioritas produk dan sumber keunikan lain sekali lagi 2. Pemberian garansi

3. Mengirimkan surat pribadi atau telepon dari pabrik atau penyalur

Penyesalan pascapembelian akan berakibat negatif bagi perusahaan, hal ini dikarenakan tidak ada pembelian ulang, kemungkinan besar produknya akan dikembalikan, kemungkinan adanya komunikasi lisan yang negatif. Perlu diingat bahwa keraguan ini bersifat sementara dan tidak atau belum menandakan ketidakpuasan. Keraguan ini merupakan konsekuensi normal ketika ada alternatif menarik yang tidak dipilih.

Gambar 3 Model perilaku konsumen Sumber: Engel et al. 1994

15 Rahastuti (1999) dalam Zumi (2006) menyatakan bahwa tingkat konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen yang berasal dari dalam diri konsumen. Pada saat proses pengambilan keputusan sebelum melakukan pembelian, konsumen biasanya terlebih dahulu menilai berbagai alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan membeli suatu produk sangat dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya adalah faktor proses psikologis, yang menentukan tingkat perhatian responden berdasarkan sikap penilaian responden terhadap atribut produk. Sikap tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, informasi, dan manfaat produk bagi masyarakat.

Namun perlu diingat, bahwa kepuasan ataupun ketidakpuasan baru muncul setelah proses pembelian. Perilaku pasca pembelian merupakan proses evaluasi setelah seseorang konsumen mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang produk yang dibeli. Tiga kemungkinan hasil evaluasi pasca pembelian yaitu kepuasan, ketidakpuasan, dan pertentangan (dissonance).Indikator adanya kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dapat dilihat dari tingkat pembelian ulang terhadap produk perusahaan. Konsumen cenderung melakukan pembelian ulang apabila ia mendapat kepuasan atas produk yang dibeli, demikian sebaliknya. Sedangkan dissonance adalah penerimaan informasi yang negatif atau bertentangan terhadap merek produk yang sudah dibeli.Seringkali informasi tersebut diakibatkan timbulnya keraguan terhadap produk setelah pembelian.

Perasaan puas setelah pembelian pada umumnya mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang atau bahkan menjadi kebiasaan pembelian. Kebiasaan (habit) adalah cara konsumen untuk memuaskan kebutuhan atas dasar pengalaman dan berupaya menghindari pengambilan keputusan baru melalui pengurangan atau mengeliminasi pencarian informasi dan evaluasi terhadap suatu merek produk tertentu. Dalam jangka panjang, kebiasaan membeli akan mendorong untuk menjadi loyal terhadap merek produk (brand loyality). Hal ini dapat terjadi karena konsumen mempunyai komitmen yang tinggi terhadap suatu merek produk tertentu sebagai akibat timbulnya kepuasan masa lalu.

Sikap

Sikap dapat diartikan sebagai evaluasi dari seseorang seperti yang dikemukakan oleh Peter dan Olson (2002):

as a person’s overall evaluation of a concept”.

Sikap juga menunjukan apa yang konsumen suka dan yang tidak disukai menurut Schiffman dan Kanuk (2004):

an expression of inner feelings that reflect whether a person is favorably or unfavorably predisposed to some object”.

Sikap merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam diri individu yang mencerminkan apakah sesorang senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek.

Bila dikatakan sikap sebagai evaluasi menyeluruh hal ini memungkinkan orang untuk berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang ada.

Sikap memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku, misalnya untuk memutuskan merek yang akan dibeli, atau toko mana yang akan dijadikan langganan. Dalam hal memilih toko ataupun merek produk yang akan dibeli,

16

konsumen akan memilih dari berbagai alternatif yang dianggap paling menguntungkan. Dengan mempelajari dan mengetahui sikap konsumen, ada manfaat yang diperoleh bagi produsen diantaranya untuk menilai keefektifan kegiatan pemasaran yang telah dilakukan, dan membantu mengevaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di dalam pasar, juga membentuk pangsa pasar dan memilih target pasar.

Sikap bersifat dinamis.Sikap dikatakan akan berubah bersama waktu,dan perubahan gaya hidup. Pemasar perlu mengetahui apakah konsumen memiliki sikap yang mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu produk.Sifat juga merupakan keseluruhan evaluasi (dari ekstrim positif hingga ekstrim negatif). Sikap konsumen biasanya bervariasi dalam intensitas (kekuatan) dan dukungan (favorability): sangat suka, sedang, sangat tidak suka. Kepercayaan juga berpengaruh dalam memegang sikap.Kepercayaan dapat mempengaruhi kekuatan hubungan diantara sikap dan perilaku.Kepercayaan juga dapat mempengaruhi kerentanan sikap terhadap perubahan.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif, atau negatif terhadap objek, situasi, konsep ataupun orang.Dalam hal ini penting untuk dipahami bahwa sikap mungkin dihasilkan dari perilaku, namun sikap sebenarnya tidaklah sama dengan perilaku. Sikap dapat mendorong konsumen kearah perilaku tertentu atau menarik konsumen dari perilaku tertentu.

Karakteristik sikap antara lain:

1. Sikap memiliki objek; dalam konteks pemasaran sikap konsumen harus terkait dengan objek, hal tersebut dapat berupa konsep konsumsi, dan atribut pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan media, dan sebagainya.

2. Konsistensi sikap; Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa sikap adalah gambaran dari perasaan seorang konsumen, dan perasaan tersebut tercermin pada perilakunya. Karena itulah sikap memiliki konsistensi dengan perilaku. Meski demikian walau memiliki konsistensi sikap tidak selalu harus permanen, artinya sikap dapat berubah dan perubahan sikap ini dapat berupa sikap positif, negatif maupun netral.

Engel (1994) menjabarkan dimensi sikap sebagai berikut:

1. Arah (Valence) :Dimensi ini mengacu pada sikap positif, sikap negatif, atau netral. Dimensi ini menunjukkan keterkaitan dengan kecenderungan sikap, apakah ke arah positif, negatif atau netral.

2. Ekstremitas (Extermity): Keekstriman merupakan intensitas ke arah positif atau negatif. Dimensi ini didasari asumsi bahwa perasaan suka atau tidak suka memiliki tingkatan-tingkatan. Adanya ekstremitas memungkinkan konsumen untuk membandingkan sikap.

3. Resistensi (Resistance): Resistensi merupakan tingkat kekuatan sikap untuk tidak berubah. Sikap memiliki perbedaan konsistensi. Ada yang mudah berubah (tidak konsisten) ada yang sulit berubah (konsisten). 4. Persistensi (Persistence): Dimensi ini berkaitan dengan perubahan

sikap secara gradual yang disebabkan oleh waktu. Sikap tidak abadi. Seiring perubahan waktu, sikap juga berubah

17 5. Tingkat Keyakinan (Confidence): Dimensi ini berkaitan dengan seberapa yakin seseorang akan kebenaran sikapnya. Dimensi ini dekat hubungannya dengan perilaku. Suatu sikap yang diikuti oleh keyakinan tinggi, selain lebih sulit berubah, juga besar kemungkinannya diwujudkan dalam perilaku.

Sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu obyek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten.Karakteristik sikap antara lain :

1. Sikap memiliki objek: dalam konteks pemasaran, sikap konsumen harus terkait dengan objek, objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, media dan sebagainya.

2. Konsistensi sikap; sikap merupakan gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Karena itu sikap memiliki konsistensi dengan perilaku.Tetapi, walaupun mempunyai konsistensi, sikap tidak selalu harus permanen artinya sikap dapat berubah.Dalam hal ini sikap bisa positif, negatif, dan netral.

3. Intensitas sikap: sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan ada yang begitu sangat tidak menyukainya. Ketika konsumen menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka ia mengungkapkan intensitas sikapnya.

4. Resistensi sikap adalah seberapa besar sikap seorang konsumen bisa berubah.

5. Persistensi sikap adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan berubah karena berlalunya waktu

6. Keyakinan sikap adalah kepercayaan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya

7. Sikap dan situasi : situasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek. Situasi tertentu dapat menyebabkan para konsumen berperilaku dengan cara yang kelihatannya tidak konsisten dengan sikap mereka.

Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Pengertian kesan kualitas (perceived quality) menurut Aaker (1997), adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas secara umum berhubungan dengan prestise dan penghargaan terhadap suatu merek. Persepsi kualitas hampir selalu menjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen. Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan argumen bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibandingkan dengan yang dimiliki pesaing.

Kualitas keseluruhan yang diukur pada brand perceived quality adalah kualitas dari atribut yang dimiliki oleh produk. Persepsi kualitas mempunyai peranan penting dalam membangun suatu merek. Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek produk akan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Keterbatasan informasi, uang dan waktu akan membuat keputusan pembelian seorang

18

konsumen sangat dipengaruhi oleh persepsi kualitas suatu merek yang ada di benak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembelian hanya didasarkan pada kesan kualitas merek yang akan dibelinya.

Pada proses pembelian, konsumen tidak hanya mempertimbangkan pada faktor kualitas dan harga dari sebuah merek, tetapi juga faktor lain, termasuk negara asal merek (country of origin) (Lin dan Kao, 2004). Banyak konsumen mempunyai stereotype mengenai country of origin terhadap suatu merek, misalnya, masyarakat Indonesia percaya bahwa mobil buatan Jepang mempunyai mesin yang tangguh dan baik. Demikian juga dengan barang elektronik, masyarakat Indonesia cenderung memilih barang-barang elektronik buatan Jepang dibandingkan dengan buatan negara lain. Dalam hal makanan, konsumen langsung mengkaitkan Pizza dengan Italia, dan mereka percaya bahwa Pizza Italia adalah yang paling asli dan lezat. Hal tersebut memberikan bukti bahwa label ’made in’ yang terdapat dalan suatu produk, menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu barang ataupun jasa (Yasin et al, 2007). Dapat diambil kesimpulan bahwa suatu produk itu bersifat superior atau inferior berdasarkan pada persepsi konsumen terhadap suatu negara. Produk dari suatu negara yang diminati lebih mudah diterima oleh konsumen (Yasin et al, 2007).

Kesan kualitas dapat memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Gambar 4 Diagram Nilai dari Kesan Kualitas Sumber: Rangkuti, 2002

Terdapat lima keuntungan kesan kualitas, antara lain:

1. Alasan membeli. Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Diferensiasi. Artinya, suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.

3. Harga optimum. Keuntungan ketiga ini memberikan pilihan-pilihan di dalam menetapkan harga optimum (premium price).

4. Meningkatkan minat para distributor. Hal ini sangat membantu perluasan distribusi.

Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Alasan untuk Membeli Differensiasi/ Posisi Harga Optimum

Minat Saluran Distribusi Perluasan Brand

19 5. Perluasan merek. Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru.

Selanjutnya apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu, yang disebut dengan loyalitas merek (brand loyalty).

Arti Merek (Brand Meaning)

Merek menjadi lebih dipertimbangkan oleh perusahaan dewasa ini, terutama pada kondisi persaingan merek yang semakin tajam. Perusahaan semakin menyadari arti penting merek bagi suksesnya sebuah produk. Bagi konsumen maupun produsen, merek suatu produk memberikan arti penting. Produsen perlu memberikan merek kepada produk-produknya agar produk yang dihasilkan dapat dibedakan dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan yang lain. Merek menjadi sangat penting ketika produsen menghadapi pasar persaingan yang sangat ketat. Produk tersebut harus dipasarkan dan dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu juga, merek harus dikenal dan dipahami oleh konsumen. Keller (2003) memperkenalkan konsep pengetahuan merek (brand knowledge) yang mengacu pada representasi kognitif seoarang konsumen terhadap merek, termasuk didalamnya adalah informasi mengenai merek yang senantiasa ada sepanjang waktu, seperti kesadaran akan merek (brand awareness), atribut produk, manfaat, citra, sikap, persepsi,dan pengalaman.

Bagi konsumen, merek memiliki beragam arti. Merek dapat melambangkan kualitas suatu produk yang dihasilkan produsen tertentu. Merek juga dapat memberikan suatu citra tertentu bagi konsumen, serta memberikan arti differensiasi tertentu bagi konsumen, sehingga konsumen dapat membedakan suatu produk dengan produk lainnya yang sejenis (Aaker, 1997).

Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction)

Kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang ditawarkan dalam dunia bisnis merupakan elemen yang sangat penting.Seperti yang diungkapkan oleh Kotler (2008) bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapannya. Chen C, (2008) juga mengemukakan definisi kepuasan secara keseluruhan yakni

overall satisfaction refers to the customer’s subjective overall post-consumption evaluation judgement based on all encounters and experiences with a particular

organization”.

Sementara Delgado dan Manuera (2005) mengatakan bahwa kepercayaan merek (brand trust):

as a feeling of security held by the customer in his/her interaction with the brand, that it is based on the perception that the brand is reliable and responsible for the

interest and welfare of the customers”.

Delgado dan Manuera (2005) juga menjelaskan bahwa kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi dari suatu merek. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh konsumen dan pelanggan agar mereka senantiasa merasa puas, dan akhirnya akan melakukan

20

pembelian secara berulang pada produk yang telah memenuhi harapan mereka. Lam dan Burton (2006) mengatakan bahwa kepuasan konsumen telah sering disarankan menjadi salah satu determinan yang mendorong loyalitas, dan ada hubungan positif yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas konsumen.

Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Loyalitas merek merupakan ukuran keterkaitan seorang konsumen pada sebuah merek. Ukuran tersebut memberikan jawaban tentang mungkin atau tidaknya seorang pelanggan beralih ke produk lain, terutama jika merek tersebut mengalami perubahan, baik yang menyangkut harga maupun atribut yang lain. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentanan kelompok konsumen dari serangan pesaing dapat dikurangi. Hal tersebut merupakan suatu indikator dari ekuitas merek yang berkaitan dengan perolehan laba dari masa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Loyalitas merek adalah tingkat pelanggan yang mempunyai sikap positifterhadap merek, mempunyai tanggung jawab untuk itu, dan bermaksud untuk melakukan pembelian secara kontinu dimasa depan (Mowen dan Minor, 1998). Ada dua perspektif, yaitu perspektif perilaku dan perspektif sikap. Dalam perspektif perilaku, loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang suatumerek secara konsisten oleh pelanggan. Dalam kenyataannya jarang pelangganyang setia 100 persen hanya pada merek tertentu, maka loyalitas merek dapatdiukur misalnya melalui proporsi dan rentetan pembelian. Perspektif sikap,menerangkan bahwa pembelian ulang tidak dapat menjelaskan apakah konsumen benar-benar lebih menyukai atau karena berbeda dalam situasi dipengaruhi oleh aspek lain. Oleh karena itu dalam pengukuran loyalitas merek, sikap pelangganterhadap merek juga harus diteliti. Bila pelanggan favorable terhadap merek tertentu dibandingkan dengan merek-merek lain, maka dikatakan loyal terhadap merek yang bersangkutan. Pengukuran brand loyalty dalam penelitian ekuitas merek suatu produk dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu perhitungan brand switching pattern matrix dan perhitungan brand loyalty setiap merek.

Loyalitas dikembangkan secara terus menerus dari waktu ke waktu dari hasil pencatatan yang konstan bahkan melebihi harapan konsumen (Teich, 1997). Bloemer dan Kasper (1995) mengutarakan bahwa loyalitas diinterpretasikan sebagai bentuk sikap loyal yang sesungguhnya dibandingkan dengan perilaku pembelian secara berulang, karena pembelian kembali (re-buying) suatu merek tanpa disertai komitmen yang kuat. Zeithaml et.al., (1996) menyatakan bahwa loyalitas bersifat konstruksi multi-dimensional dan merupakan respons baik yang positif maupun negatif.

Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Loyalitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan kriteria tingkatan loyalitas. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini:

21

Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:

1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).

3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek (liking the brand).

Committed Liking the Brand

Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Buyer

Gambar 5 Piramida loyalitas merek Sumber: Aaker,1997

22

5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya (committed buyers).

Terdapat empat keuntungan loyalitas merek, yaitu:

1. Perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mendapatkan pelanggan baru.

2. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer untuk memajang di rak-raknya, karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya.

3. Dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko.

Loyalitas merek memberikan waktu, semacam ruang bernafas, pada suatu perusahaan untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut setia akan memberi waktu pada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Seiring dengan meningkatnya aktifitas penduduk dan perubahan gayahidup masyarakat sekarang ini membuat pola konsumsi masyarakat pun berubah.Pola konsumsi masyarakat dalam menikmati teh juga ikut berubah. Data Asosiasi Industri Minuman Ringan menunjukkan terjadinya peningkatan pasar minuman teh siap saji meningkat 7.5 persen dari total produksi 1.55 milyar liter pada tahun 2010 menjadi 1.67 milyar liter, dan mencapai 2.0 milyar liter pada tahun 2014. Peningkatan konsumsi teh kemasan siap minum mendorong perusahaan-perusahaan yang memproduksi produk minuman dari teh

Dokumen terkait