• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kerangka Pemikiran

Saluran tataniaga pada dasarnya berfungsi untuk menciptakan efisiensi dalam penyaluran barang sampai ke tangan konsumen. Ketika saluran ini baik maka tingkat efisiensinya juga tinggi. Akibatnya barang juga dapat diterima konsumen dengan harga yang pantas dan tercapai pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.

Dalam jalur tataniaga jambu madu terdapat empat pihak yang terlibat, yaitu petani sebagai penyedia komoditi, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk jambu madu yang

ditujukan untuk segmen pasar konsumen. Beberapa petani menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang pengecer lalu pedagang pengecer menjual ke konsumen dan juga Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer, dari pedagang pengecer ke konsumen akhir. Panjang–pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

Dari alur tataniaga tersebut, masing-masing lembaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan,marketing loss, dan informasi pasar yang mengakibatkan timbulnya biaya pemasaran (cost of marketing). Biaya pemasaran ini dapat mempengaruhi harga akhir konsumen dan pembagian keuntungan (share margin) yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Selanjutnya, dari nilai share margin tersebut dihitung seberapa besar nilai efisiensi tataniaga yang tercipta. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

19

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

Ket:

: Pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga : Saluran tataniaga

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Saluran tataniaga jambu madu di daerah penelitian lebih dari satu saluran pemasaran.

2. Tataniaga jambu madu di daerah penelitian adalah efisien.

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive), hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Namo Rambe sedang mengembangkan produksi jambu madu dan jambu madu yang tersebar dipasaran berasal dari Kecamatan Namo Rambe, tepatnya di Desa Delitua.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh petani jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode sensus dimana seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi relative kecil maka penulis menggunakan metode sensus. Adapun jumlah sampel petani dalam penelitian adalah 7 petani, jumlah sampel pedagang pengumpul adalah 1 pedagang, dan jumlah sampel pedagang pengecer adalah 4 orang.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani yang ada di Desa Delitua melalui survei maupun kuisioner yang sudah disiapkan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor atau instansi terkait seperti Kantor Desa Delitua, Kantor Camat Namo Rambe, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis identifikasi masalah 1 akan digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis saluran tataniaga jambu madu dengan petani yang terdapat di daerah penelitian.

Untuk menganalisis identifikasi masalah 2 akan digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang diterima petani atau pedagang dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut share margin.

Margin pemasaran dan distribusinya pada masing-masing lembaga perantara dapat digunakan model sebagai berikut:

M = Pr - Pf atau

Keterangan :

M = Margin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat produsen

= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i

= Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i

Share biaya (Sbi) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:

23

Share keuntungan (Ski) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:

Share petani produsen (Sf) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:

Nisbah margin keuntungan secara matematis dapat dicari dengan model:

N = I Bti

Keterangan :

Bti : Biaya tataniaga masing-masing lembaga pemasaran tingkat ke-i I : Keuntungan masing-masing lembaga pemasaran tingkat ke-i

(Soekartawi, 2002).

Untuk identifikasi identifikasi masalah 3 akan diuji dengan metode analisis deskriptif dengan menganalisis efisiensi tataniaga jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Menurut Soekartawi (2002), efisiensi pemasaran yang efisien adalah jika biaya pemasaran lebih rendah

daripada nilai produk yang dipasarkan, maka semakin efisien melaksanakan pemasaran.

Menurut Herman Southworth di dalam buku Gultom (1996), cara untuk menghitung efisiensi tataniaga adalah dari share margin pengolah/produsen dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

S =Share Margin Produsen (pengolah) Pf =Harga jual petani

Pr =Harga beli konsumen M = Marketing margin

Apabila S > 50% maka dikatakan efisien dan S < 50% maka dikatakan tidak efisien.

Menurut Sihombing (2011), Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga digunakan rumus :

E= Jt + Jp Ot + Op

Keterangan:

E = Efisiensi

Jt = Keuntungan lembaga tata niaga Jp = Keuntungan Produsen

25

Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

Dimana jika:

E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.

Dengan menggunakan Metode Shepherd, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:

ME =( ) - 1

Keterangan :

ME = Efisiensi Tataniaga V = Harga Konsumen (Rp/kg) I = Biaya Tataniaga (Rp/kg)

Nilai ME yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh konsumen maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien.

Dengan menggunakan Metode Acharya dan Aggarwal, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:

ME =

Keterangan :

ME = Efisiensi Tataniaga FP = Harga Produsen (Rp/kg) MC = Biaya Tataniaga (Rp/kg)

V I

FP . MC+MM

MM = Margin Keuntungan (Rp/kg)

Nilai ME yang tinggi menunjukkan efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya.

Di dalam metode ini efisiensi tataniaga dilihat dari perbandingan harga yang diterima produsen dengan biaya tataniaga ditambah margin keuntungan. Sehingga jika harga yang diterima produsen besar maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut.

Dengan menggunakan Metode Marketing Efficiency Index Method, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:

ME = 1 +

Efisiensi tataniaga yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan sebaliknya. Pada metode ini efisiensi tataniaga terjadi jika biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil dari marjin keuntungan lembaga tataniaga.

Menurut Soekartawi (2002), efisiensi tataniaga juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ep = x 100 %

Dimana: Jika nilai Ep semakin kecil, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi saluran tataniaga.

Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi kalau:

1. Biaya tataniaga semakin besar, dan

2. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Margin Keuntungan (Rp/Kg) Biaya Tataniaga (Rp/Kg)

Biaya Tataniaga (Rp/Kg) Harga Konsumen (Rp/Kg)

27

1. Biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi.

2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami penelitian ini maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional. Adapun defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan jambu madu dari produsen ke konsumen melalui perantara atau lembaga tataniaga.

2. Petani dalam penelitian ini adalah pelaku usahatani yang menanam jambu madu sebagai usahataninya.

3. Pedagang perantara dalam penelitian ini adalah pedagang yang menyalurkan jambu madu yang ada di daerah penelitian hingga ke konsumen.

4. Konsumen adalah orang yang membeli jambu madu.

5. Fungsi-fungsi tataniaga adalah pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan jambu madu dari produsen/petani hingga ke konsumen.

6. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan jambu madu dari produsen ke konsumen yang dinyatakan dalam rupiah.

7. Harga adalah nilai suatu barang yang berlaku pada saat dilakukan penelitian dan ditentukan dengan uang.

8. Share Margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.

9. Price Spread atau sebaran harga adalah sekelompok harga beli dan harga jual juga biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tataniaga dan margin keuntungan dari tiap lembaga tataniaga.

10. Efisiensi tataniaga adalah pembagian antara biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap unit produk dengan nilai produk yang dipasarkan dan dinyatakan dalam persen.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah Penelitian adalah Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli serdang.

2. Sampel penelitian adalah petani dan pedagang jambu madu di daerah penelitian.

3. Waktu Penelitian tahun 2017

29 BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Luas Wilayah dan Letak Geografis

Desa Delitua merupakan desa yang memiliki areal terluas yang ada di Kecamatan Namo Rambe dengan luas wilayah sebesar 544 Ha. Jarak Desa Delitua dengan ibu kota Kecamatan Namo Rambe adalah 5,70 Km. Desa Delitua memiliki iklim tropis dengan suhu 18o-36o C yang berada pada ketinggian 50-200 m dpl. Desa ini terletak antara 20o50’ LU dan 98o50’ BT. Adapun batas-batas Desa Delitua adalah:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor (Kota Medan)

 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kuala Simeme

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ujung Labuhan

 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidirejo

4.1.2 Keadaan penduduk

Penduduk yang ada di daerah penelitian tergolong heterogen, karena keragaman penduduk yang terdiri atas suku Jawa, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Toba, dan lainnya. Keadaan penduduk di Desa Delitua menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Delitua 2016

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Laki-laki 7.803 49,40

2. Perempuan 7.993 50,60

Jumlah 15.796 100,00

Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 7.803 jiwa dengan persentase sebesar 49,40% sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 7.993 jiwa dengan persentase sebesar 50,60%. Jumlah penduduk Desa Delitua tahun 2016 sebanyak 15.796 jiwa.

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Delitua 2016

Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017

Tabel 2 diatas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dimana usia 0-4 tahun memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 1.973 jiwa dengan persentase sebesar 12,3% dan usia 55-59 memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu sebanyak 403 jiwa dengan persentase sebesar 2,4%. Adapun usia produktif adalah usia 20-59 tahun dengan jumlah sebanyak 8.806 dengan persentase sebesar 55,74%.

31

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Delitua 2016

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1. Petani 497 7,2

Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017

Tabel diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di Desa Delitua beragam, dan penduduk yang bekerja sebagai petani sebanyak 497 jiwa.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang perkembangan dan pengembangan masyarakat khususnya di Desa Delitua diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar tercapai tujuan pembangunan di desa tersebut. Adapun keadaan sarana dan prasarana di Desa Delitua dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Delitua 2016

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1. TK 6

Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana di Desa Delitua sudah cukup baik sehingga kebutuhan masyarakat sudah hampir dapat

terpenuhi dengan baik, baik itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan maupun social budaya sehingga dapat meningkatkan perkembangan desa serta masyarakat yang ada di desa tersebut agara lebih maju.

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Petani dalam penelitian ini adalah petani jambu madu atau orang yang membudidayakan jambu madu di Desa Delitua. Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi Luas lahan, umur petani sampel, lama berusahatani dan jumlah tanggungan.

Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel

No Karakteristik Satuan Range Rataan

1. Lahan Ha 0,5-2,5 1,14

2. Umur Tahun 38-65 48

3. Lama Berusahatani Tahun 2-5 4

4. Jumlah Tanggungan Jiwa 1-4 3

Sumber: Lampiran I

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa luas lahan rata-rata petani sampel adalah 1,14 Ha, ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian memiliki luas lahan yang cukup tinggi untuk produksi jambu madu.

Rata-rata umur petani sampel dala 48 tahun, artinya usia yang dimiliki oleh petani sampel cukup produktif untuk membudidayakan jambu madu.

4.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah pedagang yang mengumpulkan hasil panen dari berbagai petani, biasanya pedagang pengumpul menjualnya kembali ke pedagang pengecer. Adapun karakteristik pedagang pengumpul dalam penelitian ini

33

Tabel 6. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Desa Delitua

Sumber: Lampiran II

Dalam tabel 6 dilihat umur dari pedagang pengumpul adalah 35 tahun dala pengalaman berdagang selama 5 tahun, hal ini menunjukan bahwa pedagang pengumpul memiliki pengalaman yang mendukung dalam berdagang.

4.4 Karakteristik Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer dalam penelitian ini adalah pedagang yang menjual jambu madu langsung ke konsumen akhir. Adapun karakteristik pedagang pengecer dalam penelitian ini adalah umur dan lama berdagang.

Tabel 7. Karakteristik Pedagang Pengecer

No Karakteristik (Tahun) Range Rataan

1. Umur 19-43 31

2. Lama Berdagang 2-8 5

Sumber: Lampiran

Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa rata-rata umur pedagang pengecer adalah 31 tahun dan lama berdagang rata-rata 5 tahun. Pendidikan rata-rata pedagang pengecer adalah SMA, hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengecer memiliki pengetahuan yang baik untuk berdagang.

Nomor Sampel

Umur (tahun) Pendidikan Terakhir Pengalaman Berdagang (tahun)

1. 35 SD 5

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang terdapat 3 saluran tataniaga Jambu Madu. Saluran tataniaga yang dapat ditelusuri seperti terlihat pada gambar 3 dibawah ini:

Gambar 3. Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang P

E T A N I

Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen

Pedagang Pengecer Konsumen

Konsumen

Keterangan:

: Arah Penjualan Jambu Madu

35

Pola Saluran Tataniaga I

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Pada saluran tataniaga jambu madu yang pertama memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang mengambil hasil panen dari petani yang berbeda-beda kemudian menjual ke pedagang pengecer di berbagai tempat salah satu nya yang ada di daerah sekitaran CBD Polonia hingga sampai ke konsumen.

Pola Saluran Tataniaga II

Petani Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Pada saluran tataniaga jambu madu yang kedua memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer yang mengambil hasil panen dari petani kemudian menjual ke konsumen akhir.

Pola Saluran Tataniaga III

Petani Konsumen Akhir

Pada saluran tataniaga jambu madu yang ketiga memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya langsung ke konsumen akhir yang datang ke ladang jambu madu milik petani.

Saluran tataniaga jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang adalah 3 saluran tataniaga, jadi dalam penelitian ini hipotesis 1 dapat diterima yaitu saluran tataniaga dalam penelitian ini lebih dari satu saluran tataniaga.

5.2 Lembaga dan Fungsi Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga yang mana barang-barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga yang berperan dalam kegiatan tataniaga jambu madu di daerah penelitian yaitu petani jambu madu, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer.

Dalam melaksanakan kegiatan tataniaga, lembaga tataniaga melakukan fungsinya masing-masing. Fungsi-fungsi ini dilakukan untuk memperlancar penyampaian jambu madu ke tangan konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga jambu madu dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Jambu Madu di Daerah Penelitian

Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer

Penjualan √ √ √

37

Berdasarkan tabel 8 diatas bahwa petani melakukan fungsi penjualan yaitu petani melakukan penjualan jambu madu baik kepada pedagang pengumpul, pedagang pengecer maupun ke konsumen akhir, standardisasi yaitu petani melakukan pemilihan jambu madu yang baik dan bercacat, jambu madu yang bercacat dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan yang jambu madu yang bagus, pengemasan yaitu petani melakukan pengemasan dalam menjual jambu madu dengan mengepak jambu madu di dalam plastik ataupun kotak kardus dan informasi pasar yaitu petani mengetahui harga berdasarkan harga penjualan dipasaran dan mempertimbangkan biaya produksi yang ada.

Pedagang pengumpul dalam penelitian ini melakukan fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan jambu madu kepada pedagang pengecer, fungsi pembelian yaitu pedagang pengumpul melakukan pembelian jambu madu dari petani jambu, fungsi pengangkutan yaitu pedagang pengumpul melakukan pengangkutan jambu madu dengan menggunakan mobil untuk dipasarkan kepada pedagang pengecer, fungsi penyimpanan yaitu melakukan penyimpanan jambu paling lama 1 hari sebelum memasarkan jambu madu kepada pedagang pengecer, penanggungan resiko yaitu adanya resiko yang dapat terjadi kepada pedagang pengumpul seperti terjadinya kecelakaan dalam memasarkan jambu madu, fungsi pengemasan yaitu pedagang pengumpul melakukan pengemasan dengan mengepak jambu madu dalam kotak kardu, dalam 1 pak terdapat 21 Kg jambu madu, informasi pasar yaitu harga yang diketahui dengan melihat harga jambu madu dipasaran dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan jambu madu dan Marketing Loss yaitu jambu madu yang rusak dan tidak dapat dijual lagi oleh pedagang pengumpul dan biasanya sekitar 3% dari penjualan jambu madu.dan

pedagang pengecer melakukan fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan kepada konsumen akhir, fungsi pembelian yaitu melakukan pembelian dari petani dan pedagang pengumpul, fungsi penyimpanan yaitu pedagang pengecer melakukan penyimpanan jambu madu sebelum laku dijual kepada konsumen akhir informasi pasar yaitu mengetahui harga berdasarkan pedagang-pedagang yang disekitar tempat penjualan dan Marketing Loss yaitu jambu madu yang tidak dapat dijual lagi oleh pedagang karena jambu madu madu yang rusak. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin banyak fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut.

5.3 Analisis Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Jambu Madu

Dalam sistem tata niaga ini,fungsi-fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga jambu madu menimbulkan biaya-biaya tata niaga dari setiap lembaga tata niaga yang terlibat dalam saluran tata niaga dapat dianalsis untuk melihat besarnya bagian yang diterima setiap lembaga tata niaga. Analisis lembaga tataniaga dapat digunakan untuk melihat margin tata niaga yang terdiri dari biaya dan keuntungan. Share margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen di pasaran dan Price spread adalah kelompok harga beli dan biaya-biaya tataniaga menurut fungsi tataniaga yang dilakukan dan margin keuntungan dari setiap lembaga tataniaga.

Untuk menganalis biaya tataniaga, sebaran harga (price spread), persentase margin (share margin) akan di hitung berapa besar biaya tata niaga yang akan di

39

Tabel 9. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran Tataniaga I

No Uraian Harga (Rp/Kg) %

1 Harga Jual Petani 27.000,00

Biaya Produksi 13.700,64 39,14

Biaya Tataniaga 95,24 0,27

Margin Keuntungan 13.204,12 37.73

Nisbah Margin Keuntungan 0.96

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 27.000,00

3 Harga Jual Pedagang Pengumpul 30.000,00

Biaya Transportasi 623,08 1,78

Marketing Loss (3%) 999,99 2,86

Margin Keuntungan 1.376.93 3,93

Nisbah Margin Keuntungan 0,85

4 Harga Beli Pedagang Pengecer 30.000,00

5 Harga Jual Pedagang Pengecer 35.000,00

Biaya Kemasan 279,66 0.79

Retribusi 367,90 1,05

Marketing Loss (0,5%) 173.73 0,49

Margin Keuntungan 4.178,71 11,93

Nisbah Margin Keuntungan 5,08

6 Harga Beli Konsumen 35.000,00 100,00

Sumber: Data Diolah dari Lampiran

Pada tabel petani menjual hasil panen jambu madu persatu kilogram seharga Rp.

27.000, petani mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp13.700,64/Kg dan biaya tataniaga sebesar Rp95,24/Kg. Sehingga keuntungan (profit) yang didapat oleh petani sebesar Rp13.204,12Kg.

Pedagang pegumpul membeli jambu madu dari petani seharga Rp. 27.000 dan pedagang pengumpul menjual jambu madu tersebut kepada pedagang pengecer.

Biaya Transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp623,08/Kg dan marketing loss sebesar Rp999,99/Kg. Pedagang pengumpul menjual jambu madu kepada pedagang pengecer seharga Rp30.000/Kg. Dengan demikian pedagang pengumpul memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp1.376.93/Kg.

Pedangang pengecer lalu membeli jambu madu tersebut dari pedagang pengumpul seharga Rp30.000/Kg. Untuk menjual jambu madu tersebut pedagang pengecer harus mengeluarkan biaya antara lain kemasan yaitu sebesar Rp279,66/Kg, biaya retribusi yaitu sebesar Rp367,90/Kg dan marketing loss sebesar Rp173.73/Kg.

Jadi biaya tata niaga yang harus dikeluarkan pedagang pengecer adalah sebesar Rp821,29/Kg jambu madu. Pedagang pengecer menjual jambu madu kepada konsumen seharga Rp35.000/Kg. Sehingga pedagang pengecer memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp4.178,71/Kg.

Marketing loss pedagang pengumpul merupakan biaya terbesar yang terdapat pada saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp999,99 /Kg (2,86% dari harga yang diterima oleh konsumen. Total biaya yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp2.444,36/Kg dengan total keuntungan sebesar Rp18.855/Kg.

Tabel 10. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran Tataniaga II

No Uraian Harga (Rp/Kg) %

1 Harga Jual Petani 28.000,00

Biaya Produksi 13.700,64 39,14

Biaya Tataniaga 95,24 0,27

Margin Keuntungan 14.204,12 40,58

Nisbah Margin Keuntungan 1,04

2 Harga Beli Pedagang Pengecer 28.000,00

3 Harga Jual Pedagang Pengecer 35.000,00

3 Harga Jual Pedagang Pengecer 35.000,00

Dokumen terkait