ANALISIS TATANIAGA JAMBU MADU
(Studi Kasus : Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
OLEH:
NOVAWATI SILALAHI 130304114
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Provinsi Sumatera Utara) Nama : Novawati Silalahi
NIM : 130304114 Program Studi : Agribisnis
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Lily Fauzia, M.Si Ir. M. Jufri, M.Si NIP.196308221988032003 NIP.196011101988031003
Mengetahui
Program Studi Agribisnis Ketua
(Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec) NIP.196302041997031001
Tanggal Lulus : 19 Oktober 2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
Analisis Tataniaga Jambu Madu (Studi Kasus : Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara). Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dan Diterimma Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana.
Pada Tanggal, 19Oktober 2017
Panitia Penguji Skripsi :
Ketua : (Ir. Lily Fauzia, M.Si)
NIP.196308221988032003 ……...………
Anggota : 1. (Ir. M. Jufri, M.Si)
NIP.196011101988031003 ………
2. (Dr. Ir.Rahmanta Ginting, M.Si) ………
NIP.196309281998031001
3. (Ir.Sinar Indra Kesuma,M.Si) ………
NIP.196509261993031002
Mengetahui, Ketua Program Studi
(Dr.Ir.Satia Negara Lubis,M.Ec) NIP.196302041997031001
i
ABSTRAK
Novawati Silalahi (130304114) dengan judul Analisis Tataniaga Jambu Madu Di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si dan Bapak Ir.M. Jufri, M.Si.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 bertujuan Untuk mengetahui bagaimana saluran tataniaga jambu madu, biaya tataniaga, price spread dan share margin disetiap saluran tataniaga jambu madu dan tingkat efisiensi tataniaga jambu madu di daerah penelitian.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus.
Hasil penelitian ini adalah terdapat 3 saluran tataniaga jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang yaitu (petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer - konsumen), (petani - pedagang pengecer - konsumen), (petani - konsumen) .
Pada saluran tataniaga I di tingkat petani, price spread untuk profit petani sebesar Rp13.204,12 dengan share margin sebesar 37,73% dan price spread untuk biaya produksi dan tataniaga sebesar 13.795,88 dengan share margin sebesar 39,42.
Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp1.623,07 dengan share margin sebesar 4,64%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp821,29 dengan share margin sebesar 2,33%. Pada saluran tataniaga II di tingkat petani, price spread untuk profit petani sebesar Rp14.204,12 dengan share margin sebesar 40,58% dan price spread untuk biaya produksi dan tataniaga sebesar 13.795,88 dengan share margin sebesar 39,42. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp913,30/Kg dengan share margin sebesar 2,61%. Pada saluran tataniaga III di tingkat petani, price spread untuk profit petani sebesar Rp16.204,12 dengan share margin sebesar 54,01% dan price spread untuk biaya produksi dan tataniaga sebesar 13.795,88 dengan share margin sebesar 39,42.Ketiga saluran tataniaga didaerah penelitian adalah efisien yang dilihat dari enam metode efisiensi tataniaga.
Kata kunci : tataniaga, share margin, price spread, Efisiensi tataniaga
ABSTRACT
Novawati Silalahi (130304114) with the title Marketing Analysis of Jambu Madu In Delitua Village, Namo Rambe Sub-district, Deli Serdang District, North Sumatera Province. This research is guided by Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si and Bapak Ir.M. Jufri, M.Si.
This research done in 2017 aimed to find out how the marketing channel of honey guava is, the cost of marketing, price spread and share margin in every marketing channel of honey guava and the efficiency of the honey guava in the research area.
Determination of research area conducted using the purposive method. The figures used were primary and secondary data by using the descriptive analysis.
Determination of sample done by census sampling. The results of this research are three marketing channels of honey guava in Delitua Village, Namorambe Subdistrict, Deli Serdang District (farmers - collecting traders - retailers - consumers), (farmers - retailers - consumers), (farmers - consumers).
Marketing channel I at the farmer level, price spread for farmer profit is Rp13.204,12 with 37.73% share margin and price spread for production and marketing cost Rp13,795.88 with share margin equal to 39,42%. At the collecting trader level, the price spread for marketing costs is Rp1,623.07 with a share margin of 4.64%. As for retailers, the price spread for marketing costs is Rp821.29 with a share margin of 2.33%. Marketing channel II , price spread for farmer profit is Rp14.204,12 with share margin of 40,58% and price spread for production and marketing cost 13,795,88 with share margin equal to 39,42%. As for retailers, the price spread for trading costs is Rp913.30 / kg with a share margin of 2.61%. Marketing channel III, price spread for farmer profit is Rp16.204,12 with 54.01% share margin and price spread for production and marketing cost Rp13,795.88 with share margin equal to 39,42%. The third marketing channel arrangement the research area is efficient which is seen from six methods of efficiency of marketing.
Keywords: marketing, price spread, share margin, efficiency of marketing.
iii
RIWAYAT HIDUP
NOVAWATI SILALAHI lahir di Paneitongah pada tanggal 25 September 1995.
Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari Bapak Murdi Silalahi dan Ibu Nurmaulina Siburian.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 2001 masuk SD Negeri 091285 Paneitongah dan tamat tahun 2007.
2. Tahun 2007 masuk SMP Negeri 1 Paneitongah dan tamat tahun 2010.
3. Tahun 2010 masuk SMA Negeri 4 Pematang Siantar dan tamat tahun 2013.
4. Tahun 2013 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.
Kegiatan yang diikuti penulis selama duduk di bangku kuliah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Tahun 2015-2016
2. Sebagai pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara unit pelayanan Fakultas Pertanian UKM KMK USU UP FP) tahun 2016 dan Ketua Tim Hari Ulang Tahun Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara ke-37.
3. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai pada Juli-Agustus 2016
4. Melaksanakan penelitian skripsi di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Tataniaga Jambu Madu (Studi Kasus: Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)”. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP-USU dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam perkuliahan.
4. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis FP-USU yang telah membekali ilmu
v
5. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, khususnya pegawai di Program Studi Agribisnis.
6. Orangtua tercinta, Bapak Murdi Silalahi dan Ibu Nurmaulina Siburian yang selalu memberikan nasihat, kasih sayang dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan selama menjalani perkuliahan.
7. Untuk Kakak dan Abang penulis yaitu Elina Silalahi, S.IP, Romayanti Silalahi, S.KM, Elisda Silalahi, S.Pd dan Irwansyah Febri Silalahi, S.Pt yang telah menyayangi dan memotivasi penulis untuk terus berusaha menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) tercinta Abeth Desika Simbolon, Angel Santana Tarihoran, Debora Hotmauli Sirait, Eva Susi Sastra Silaban, Santa Agnes H. Manik dan Sahabat tercinta Friskila Elsy Simbolon, Joni Ennervon Taraja, Marya Herlina Panjaitan dan Novita Clara yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga dan doa kepada penulis.
9. Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) tercinta Anna Eka Situmeang, SP, Riki Juliansen Girsang, SP, Christy Sitepu, SP yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis.
10. Teman-teman Agribisnis angkatan 2013
sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, September 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... …i
RIWAYAT HIDUP ... ...ii
KATA PENGANTAR ... ..iii
DAFTAR ISI ... ....v
DAFTAR TABEL ... ..vii
DAFTAR GAMBAR ... ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ....x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... ..1
1.2 Identifikasi Masalah ... ..3
1.3 Tujuan Penelitian ... ..3
1.4 Kegunaan Penulisan ... ..4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... ..5
2.2 Landasan Teori ... ..6
2.3 Penelitian Sebelumnya ... 16
2.4 Kerangka Pemikiran ... 17
2.5 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21
3.2 Metode Penentuan Sampel ... 21
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.4 Metode Analisis Data ... 22
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 24
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 29
4.1.1 Luas Wilayah dan Letak Geografis ... 29
4.1.2 Keadaan Penduduk ... 29
4.1.3 Sarana dan Prasarana ... 31
4.2 Karakteristik Petani Sampel ... 32
4.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul ... 32
4.4 Karakteristik Pedagang Pengecer ... 33
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu ... 34
5.2 Lembaga dan Fungsi Tataniaga ... 36
5.3 Analisis Biaya, Margin dan Keuntungan Tataniaga Jambu Madu ... 37
5.4 Efisiensi Saluran Tataniaga ... 43
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 48
6.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Delitua 2016
28
2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Delitua 2016
29
3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Delitua 2016
30
4. Sarana dan Prasarana di Desa Delitua 2016 30
5. Karakteristik Petani Sampel 31
6. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Desa Delitua 32
7. Karakteristik Pedagang Pengecer 32
8. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Jambu Madu di Daerah Penelitian
36
9. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran I
39
10. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran II
40
11. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran III
41
12. Price Spread dan Share Margin pada Masing- Masing Saluran Tataniaga
42
13. Tingkat Efisiensi Tataniaga pada Setiap Saluran 43
15. Efisiensi dengan Menggunakan Metode Sheperd 44 16. Tingkat Efisiensi dengan Menggunakan Metode
Acharya dan Aggarwal
45
17. Tingkat Efisiensi dengan Menggunakan Metode Marketing Efficiency Index Method
46
18. Tingkat Efisiensi Menurut Soekartawi (2002) 46 19. Tingkat Efisiensi Berdasarkan Masing-Masing
Metode Efisiensi
47
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Rantai Tataniaga Hasil Pertanian 10
2. Proses Terciptanya Margin Tataniaga 16
3. Skema Kerangka Pemikiran 19
4. Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang
33
No. Judul
1. Karakteristik Petani Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang
2. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang
3. Karakteristik Pedagang Pengecer Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang
4. Biaya Penggunaan Bibit Jambu Madu per Petani di Desa Delitua 5. Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Jambu Madu dalam Satu
Tahun
6. Biaya Penggunaan Pestisida pada Usahatani Jambu Madu dalam Satu Tahun
7. Curahan dan Biaya Tenaga Kerja usahatani Jambu Madu 8. Biasa Penyusutan Peralatan Usahatani Jambu Madu 9. Penggunaan Plastik dalam Satu Tahun
10. Biaya Produksi Usahatani Jambu Madu dalam Satu Tahun 11. Produksi dan Biaya Usahatani Jambu Madu dalam Satu Tahun 12. Volume Pembelian dan Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul di
Daerah Penelitian
13. Volume Pembelian dan Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian
1
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura di dunia adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman serealia atau tanaman pangan lainnya. Luas lahan budidaya tanaman hortikultura kurang dari 10% dari total lahan pertanian dunia.
Di Indonesia, luas lahan pertanian dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura juga relatif kecil dibandingkan dengan luas yang dimanfaatkan untuk jenis tanaman pangan lainnya (Lakitan, 2000).
Walaupun demikian, budidaya tanaman hortikultura tidak dapat diabaikan, karena tanaman ini penting perannya sebagai sumber gizi yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya. Jambu air termasuk salah satu jenis tanaman buah-buahan yang mengandung cukup banyak gizi, sehingga sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat. Jambu madu merupakan salah satu jenis jambu air yang memiliki varietas unggul yang mempunyai rasa yang lebih manis.Selain rasanya enak, juga mengandung gizi yang cukup tinggi serta lengkap. Dalam 100 g buah jambu madu terdapat kadar air sekitar 81,59%, kadar vitamin C 210,463 mg/100g, tekstur daging 0,830 g/mm² (Astuti, 2015).
Jambu madu merupakan varieas jambu air unggulan dari Kabupaten Deliserdang, tepatnya di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe. Jambu madu memang
bukanlah produksi buah tertinggi di Namorambe tetapi jambu madu ini sedang dikembangkan di Kecamatan Namorambe.
Produk hortikultura umumnya sangat gampang rusak, oleh karena itu waktu tempuh antara lahan produksi dengan pasar menjadi faktor yang amat penting untuk dipertimbangkan. Waktu tempuh ditentukan oleh jarak aktual dan kondisi prasarana transportasi. Karena sifatnya yang gampang rusak, maka produk hortikultura harus segera dipasarkan dalam bentuk segar atau diolah menjadi bahan pangan yang lebih tahan simpan (Lakitan, 2000).
Setiap produsen selalu berusaha agar produk yang dihasilkannya dapat terjual atau dibeli oleh konsumen akhir dengan tingkat harga yang memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam jangka panjang. Melalui produk yang dapat dijualnya, perusahaan dapat menjamin kehidupannya atau menjaga kestabilan usahanya dan berkembang. Dalam rangka inilah setiap produsen harus memikirkan kegiatan pemasaran produknya, jauh sebelum produk ini dihasilkan sampai produk tersebut di konsumsi oleh konsumen akhir (Assauri, 2009).
Tataniaga adalah proses yang merupakan serangkaian kegiatan ekonomi berturut- turut yang terjadi selama perjalanan sesuatu barang (komoditi) mulai dari produsen primer sampai ke tangan konsumen. Yang dimaksud dengan produsen primer ialah mata rantai pertama dalam rantai produksi. Dilihat dari segi masyarakat secara umum, tataniaga itu dikatakan bermanfaat penuh (efektif), jika ada penyesuaian produksi secara optimal kepada kebutuhan konsumsi (Departemen Pertanian, 1986).
3
Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli, dan lain sebagainya. Kondisi ini sudah pasti merugikan pihak produsen. Disadari bahwa kondisi tersebut masih banyak dan sering kita temui di seluruh bagian nusantara ini. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang pemasaran dalam negeri kita masih rendah (Daniel, 2004).
Harga jambu madu di pasaran dapat mencapai Rp35.000/kg, ini termasuk harga yang cukup mahal dibandingkan jenis jambu air lainnya, diduga penyebabnya adalah penyaluran komoditi yang belum baik dan biaya produksi yang masih tinggi. Dari permasalahan ini lah penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis jalur tataniaga jambu madu dan mengetahui efisiensi jalur tataniaga di daerah penelitian dan penulis tertarik melakukan penelitian ini juga dikarenakan jambu madu yang saat ini sedang diminati masyarakat.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari hasil uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimana saluran tataniaga jambu madu di daerah penelitian?
2. Bagaimana marjin tataniaga, price spread, dan share margin, yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga di daerah penelitian?
3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana saluran tataniaga jambu madu di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui bagaimana marjin tataniaga, price spread, dan share margin, yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi tataniaga di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pelaku tataniaga jambu madu.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dan perkembangan komoditas jambu madu dari mulai produksi hingga pemasaran.
3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Menurut Susilo (2014) dalam Rahmadhayanti (2017), jambu air adalah tumbuhan dalam suku jambu-jambuan atau Myrtaceae yang berasal dari Asia Tenggara.
Adapun taksonomi jambu air adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aqueum
Menyebut nama jambu air atau Watery Rose Apple, hanya dimengerti oleh orang- orang tertentu, khususnya di Indonesia dan Inggris. Menyebut nama latinnya para ahli buah-buahan dari berbagai negara dengan cepat akan membayangkan sesosok buah mirip genta, berdaging, dan berair banyak. Sebetulnya yang dimaksud dengan jambu air yang asli adalah jambu air yang rasa buahnya masam.
Sedangkan yang rasanya manis bukan digolongkan sebagai jambu air, tetapi jambu semarang (Syzygium semarangense). Entah mengapa pada akhirnya jambu semarang disebut juga jambu air. Bahkan hingga sekarang ini yang lebih
berkembang adalah justru kelompok jambu yang rasanya manis (Hariyanto, 2000).
Karakteristik tanaman jambu air yaitu batang tanaman bengkok dan bercabang.
Bunga tumbuh malai diujung ranting atau di ketiak daun yang telah gugur.
Buahnya termasuk tipe buah buni, berbentuk gasing, pangkal kecil, dan ujung melebar. Kulit luar berwarna putih sampai merah. Daging buah berwarna putih, mengandung banyak air, tetapi tidak beraroma (Rahmat, 2011).
Sifat tanaman jambu air tidak terlalu rewel menyebabkan jambu air mampu tumbuh di hampir semua tempat di Indonesia. Tanaman jambu air mudah menyesuaikan diri dengan segala jenis tanah asalkan tanah itu subur, gembur, dan berair banyak. Namun perlu diingat bahwa tanah tempat tumbuh tanaman jambu perlu diupayakan bersistem pembuangan air (drainase) yang baik (Hariyanto, 2000).
Tanaman jambu menyukai tempat tumbuh diketinggian 5-500 m diatas permukaan laut, lebih dari ketinggian tersebut, produksi buahnya tidak optimal. Intensitas pencahayaan berkisar 40-80%, suhu yang dibutuhkan berkisar 18-28o C dengan kelembapan 50-80% (Rahmat, 2011).
2.2 Landasan Teori
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tataniaga pertanian.
Istilah tataniaga sering juga disebut pemasaran yang bersumber dari kata marketing. Marketing adalah semua kegiatan usaha untuk memperlancar arus barang/jasa dari produsen kegiatan konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif (Sihombing, 2011).
7
Limbong dan Sitorus (1987) dalam Hidayat (2010) berpendapat bahwa saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen.
Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen.
Strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan.
Dengan kata lain, strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah (Assauri, 2009).
Menurut Hanafiah et al. dalam mempelajari sistem tataniaga, ada tiga pendekatan yang dipergunakan secara umum, yaitu:
1. Pendekatan serba barang 2. Pendekatan serba lembaga 3. Pendekatan serba fungsi.
Pendekatan tataniaga dari segi barang ini membahas proses dari masalah-masalah tataniaga dari sudut jenis dan golongan barang-barang yang disalurkan dari sumberdaya (produsen) hingga ke tangan konsumen. Sebagaimana telah diketahui bahwa di dalam masyarakat beredar beranekaragam barang untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Setiap macam barang jelas memiliki sifat-sifat yang
berbeda pula, seperti perbedaan sifat sumbernya, cara memproduksinya, daya tahannya, kegunaannya, dan sebagainya. Kemudian perbedaan pada cara dan waktu penyediaannya (supply), sifat permintaan atas barang itu (demand elasticity) harganya, volumenya, luas dan daerah pemasaran, pengangkutannya, dll. Untuk memudahkan penanganan barang-barang di dalam tataniaga dibuatlah penggolongan atau pengelompokan (klasifikasi) barang-barang.
Pendekatan dari segi fungsi bertitik tolak dari pembahasan tiap-tiap fungsi yang diperankan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang berperan didalam proses penyampaian barang-barang dan jasa-jasa dari sektor produsen ke sektor konsumen. Setiap fungsi yang ada ditelaah, dianalisa untuk mendapatkan sejauh mana sifat fungsi tersebut, pentingnya fungsi dan peranannya didalam proses penyampaian barang/jasa dari sektor produksi sampai ke tangan konsumen akhir (Sihombing, 2011).
Pendekatan dari segi lembaga mempelajari fungsi pemasaran dilihat dari segi organisasi yang terlibat dalam kegiatan pemasaran:
Produsen sebagai penghasil barang jadi
Supplier sebagai penyedia bahan baku
Perantara pedagang
Perusahaan saingan
Konsumen, dan sebagainya (Daryanto, 2011).
Sistem pemasaran (tataniaga/marketing) dikatakan efisien apabila:
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya, dan
9
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut (Daniel, 2004).
- Saluran dan Lembaga Tataniaga
Yang dimaksud dengan lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga, menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Tugas lembaga tataniaga ialah melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga dan memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin dan pihak konsumen akan memberikan jasa kepada lembaga tataniaga.
Lembaga niaga adalah orang atau badan ataupun perusahaan yang terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian. Di tingkat desa, ada tengkulak dan ada pedagang perantara serta ada pengecer. Di tingkat kecamatan juga ada perantara, pengumpul, dan pengecer. Keadaan ini juga terjadi di tingkat kabupaten dan provinsi. Masing-masing lembaga tataniaga mengeluarkan biaya tataniaga dan akan memperoleh keuntungan yang disebut bagian dari margin tataniaga (marketing margin).
Berbagai badan yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen merupakan saluran tataniaga. Skema saluran tataniaga disalurkan melalui masing-masing badan perantara di dalam saluran tataniaganya. Saluran tataniaga ini berbeda-beda dan berubah-ubah tergantung dari:
1. Waktu
2. Kemajuan teknologi 3. Daerah
4. Macam barang (Sihombing, 2011).
Ada berbagai macam rantai tatamiaga hasil pertanian yang dapat terjadi seperti yang terlihat dalam gambar 1 berikut ini:
Ket:
Secara langsung
Gambar 1. Rantai Tataniaga Hasil Pertanian
Lembaga niaga bisa merupakan salah satu alternatif untuk memperkecil margin tataniaga dan memperkecil harga yang harus dibayarkan konsumen atau memperbesar harga yang diterima produsen. Pada Gambar 1 diperlihatkan beberapa macam rantai tataniaga dan gambaran margin tataniaga yang terjadi.
Tampak bahwa system tataniaga A tidak melalui perantara ataupun pengecer, dalam hal ini produsen langsung menjual hasil pertaniannya ke konsumen. Sistem ini tidak membutuhkan biaya tataniaga karena tidak ada lembaga niaga yang terlibat. Harga yang dibayar konsumen sama dengan harga yang diterima produsen. Kalaupun ada, produsen hanya memerlukan sedikit biaya angkut hasilnya dari ladang ke pasar.
Sedangkan pada sistem B, barang hasil pertanian dari produsen melalui pengecer kemudian baru diteruskan kepada konsumen. Dalam hal ini akan terjadi biaya
11
Biaya yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang diterima pengecer merupakan margin tataniaga yang sudah pasti membuat jarak yang lebih lebar antara produsen dengan konsumen dibandingkan dengan sistem A. pada sistem C, rantainya lebih panjang lagi. Konsekuensinya adalah biaya tataniaga lebih tinggi dan sekaligus juga margin tataniaga semakin besar, karena masing-masing lembaga niaga akan mengambil keuntungan dari usaha yang dilakukannya.
Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin pendek rantai tataniaga suatu barang hasil pertanian maka:
1. Biaya tataniaga semakin rendah 2. Margin tataniaga juga semakin rendah
3. Harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, dan 4. Harga yang diterima produsen semakin tinggi (Daniel, 2004).
- Fungsi-fungsi Tataniaga
Setiap barang ekonomi mempunyai kegunaan atau manfaat bagi manusia bila ia berada pada suatu keadaan tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu, dan harga tertentu. Keempat poin tersebut merupakan syarat terjadinya transaksi jual beli antara penjual dengan pembeli (konsumen). Bila salah satu syarat tidak terpenuhi, katakanlah bentuk barang tidak sesuai, maka transaksi jual beli tidak akan terjadi, atau pada saat dibutuhkan barang tidak ada maka transaksi pun batal atau ditunda (Daniel, 2004).
Menurut Daryanto (2011), fungsi tataniaga terdiri dari:
a. Pembelian
Pembelian ini bisa diartikan pembeli barang-barang untuk dijual maupun pembelian barang-barang yang merupakan bahan masukan lainnya untuk menghasilkan produk suatu perusahaan.
b. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan barang baik dari bahan baku ke proses produksi maupun setelah menjadi barang jadi dari pabrik ke konsumen.
Kegunaan fungsi ini adalah mempercepat proses pendistribusian barang ke segmen-segmen pasar yang dipilih maupun memperlancar proses produksi dan kontinuitas kegiatan operasional perusahaan sehari-hari.
c. Penjualan
Penjualan adalah kegiatan pemasaran yang paling pokok karena penjualan dapat mempengaruhi naik turunnya pendapatan perusahaan, sedangkan mati hidupnya perusahaan amat bergantung pada pencapaian target penjualan yang diharapkan dapat mengubah masukan pendapatan perusahaan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah menyimpan barang produksi perusahaan atau barang yang akan dijual untuk sementara waktu sebelum dipasarkan.
13
e. Pembelanjaan
Pembelanjaan merupakan fungsi untuk mendapatkan dana atau modal, baik dari supplier bahan baku, maupun dana (kredit) jangka pendek dari bank atau lembaga keuangan lainnya.
f. Penanggungan risiko
Fungsi ini merupakan kegiatan untuk menghindari dan mengurangi risiko yang berkaitan dengan pemasaran misalnya risiko akibat gempa bumi, banjir, rusak, turunnya kualitas dan melesetnya pasar dan lain-lain.
g. Standarisasi dan grading
Standarisasi (normalisasi) adalah penentuan batas-batas dasar dalam bentuk khusus terhadap barang-barang baik berdasarkan jumlah, kualitas, kapasitas, kekuatan ataupun ukuran fisik barang. Sedangkan grading adalah kegiatan mengelompokkan barang kedalam kelompok standar kualitas yang sudah diakui secara internasional.
h. Pengumpulan informasi pasar
Informasi pasar menyangkut secara keseluruhan situasi pasar yang akan dimasuki perusahaan untuk menawarkan barang. Informasi pasar ini biasanya meneliti dan mengevaluasi bagaimana tingkah laku konsumen yang akan dilayani, bagaimana penentuan harga jualnya agar dapat bersaing dengan barang sejenis, bagaimana daya beli konsumen dan sebaliknya.
Tanpa adanya tataniaga hasil pertanian, maka pertanian tidak akan bergerak (statis) dan tidak akan pernah maju, selain hanya dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani saja. A.T. Mosher seorang ahli pembangunan pertanian
memasukkan fungsi pemasaran sebagai salah satu syarat mutlak berjalannya proses pembangunan pertanian (Daniel, 2004).
- Efisiensi Tataniaga
Salah satu kegunaan dari perhitungan price spread adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga. Marketing margin memiliki hubungan yang sangat erat dengan efisiensi tataniaga. Menurut Mubyarto, dikatakan sistem tataniaga efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut (Sihombing, 2011).
Pengertian efisiensi tataniaga yang dimaksudkan oleh pengusaha berbeda dengan yang dimaksudkan oleh konsumen. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dan konsumen. Pengusaha menganggap suatu sistem tataniaga efisien apabila penjualan produknya dapat mendatangkan keuntungan tinggi baginya. Sebaliknya konsumen menganggap sistem tataniaga efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga rendah (Hanafiah et. al, 2006).
Mosher berpendapat bahwa sistem tataniaga itu efisien jika harga jual hasil petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil ditambah dengan “sekian rupiah” (HP x Rp. X). Semakin besar harga, maka semakin tinggi tingkat efisiensi sistem tataniaga (Sihombing, 2011).
15
Hanafiah et. al (2006) mengemukakan cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi tataniaga yaitu:
1. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat 2. Mengurangi jumlah middleman pada saluran vertikal 3. Memakai metode cooperative
4. Memberi bantuan kepada konsumen 5. Standarisasi dan simplifikasi.
- Margin Tataniaga
Biaya tataniaga suatu macam produk biasanya diukur secara kasar dengan margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Hanafiah et. al, 2006).
Marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan oleh pengecer, profit margin yaitu besarnya keuntungan/balas jasa yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tataniaga, dll. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa marketing margin sama dengan ongkos tataniaga (marketing cost) dan sama artinya dengan price spread dan sama dengan marketing charge (Sihombing, 2011).
Gambar 2. Proses Terciptanya Margin Tataniaga
Keterangan :
Pf : Harga di tingkat produsen Pr : Harga ditingkat Konsumen M : Margin Tataniaga (Pr-Pf)
2.3 Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai tataniaga dilakukan oleh Siregar (2015) dengan judul
“Analisis Tata Niaga Rambutan Di Kota Binjai”. Didaerah penelitian terdapat 2 saluran pemasaran rambutan yaitu saluran I adalah saluran pemasaran yang melalui pedagang pengumpul sebesar 69,05 % dan saluran II adalah saluran pemasaran yang melalui pedagang pengecer 30,95 %. Rambutan hasil produksi petani seluruhnya dikonsumsi secara langsung. Saluran I, margin petani adalah 50,85%, margin pedagang 41,29%, biaya tataniaga 7,86 dan Saluran II, margin petani adalah 82,32%, margin pedagang 15,57%, biaya tataniaga
17
yang tertinggi 12,99 %. Dari segi petani tingkat efisiensi belum cukup baik, dilihat dari harga jual petani yang relatif rendah dan struktur pasar yang dihadapi.
Penelitian selanjutnya mengenai “Analisis Saluran Tataniaga Sawi Putih (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun) oleh Damanik (2016). Terdapat 3 saluran tataniaga sawi putih di Kecamatan Purba yaitu : Saluran I (Petani – Pedagang - Pengecer Desa – Konsumen) , Saluran II (Petani –Pedagang Pengumpul –Pedagang Luar Daerah –Konsumen), Saluran III (Petani –Agen – Pengecer Siantar –Konsumen). Margin pemasaran pada saluran I Rp 1537,5/Kg, pada saluran II sebesar Rp 2100/Kg, dan pada saluran III sebesar Rp 4500/Kg.
Dari metode perhitungan efisiensi tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran I kemudian saluran II, dan saluran III.
2.4 Kerangka Pemikiran
Saluran tataniaga pada dasarnya berfungsi untuk menciptakan efisiensi dalam penyaluran barang sampai ke tangan konsumen. Ketika saluran ini baik maka tingkat efisiensinya juga tinggi. Akibatnya barang juga dapat diterima konsumen dengan harga yang pantas dan tercapai pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.
Dalam jalur tataniaga jambu madu terdapat empat pihak yang terlibat, yaitu petani sebagai penyedia komoditi, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk jambu madu yang
ditujukan untuk segmen pasar konsumen. Beberapa petani menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang pengecer lalu pedagang pengecer menjual ke konsumen dan juga Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer, dari pedagang pengecer ke konsumen akhir. Panjang–pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.
Dari alur tataniaga tersebut, masing-masing lembaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan,marketing loss, dan informasi pasar yang mengakibatkan timbulnya biaya pemasaran (cost of marketing). Biaya pemasaran ini dapat mempengaruhi harga akhir konsumen dan pembagian keuntungan (share margin) yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Selanjutnya, dari nilai share margin tersebut dihitung seberapa besar nilai efisiensi tataniaga yang tercipta. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
19
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Ket:
: Pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga : Saluran tataniaga
: Pengaruh
Petani Jambu Madu
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
Share Margin
Efisiensi Pedagang
Pengecer
Fungsi Tataniaga:
Pembelian
Penjualan
Pengangkutan
Penyimpanan
Marketing Loss
Informasi Pasar
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah:
1. Saluran tataniaga jambu madu di daerah penelitian lebih dari satu saluran pemasaran.
2. Tataniaga jambu madu di daerah penelitian adalah efisien.
21 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive), hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Namo Rambe sedang mengembangkan produksi jambu madu dan jambu madu yang tersebar dipasaran berasal dari Kecamatan Namo Rambe, tepatnya di Desa Delitua.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh petani jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode sensus dimana seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi relative kecil maka penulis menggunakan metode sensus. Adapun jumlah sampel petani dalam penelitian adalah 7 petani, jumlah sampel pedagang pengumpul adalah 1 pedagang, dan jumlah sampel pedagang pengecer adalah 4 orang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani yang ada di Desa Delitua melalui survei maupun kuisioner yang sudah disiapkan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor atau instansi terkait seperti Kantor Desa Delitua, Kantor Camat Namo Rambe, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis identifikasi masalah 1 akan digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis saluran tataniaga jambu madu dengan petani yang terdapat di daerah penelitian.
Untuk menganalisis identifikasi masalah 2 akan digunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang diterima petani atau pedagang dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut share margin.
Margin pemasaran dan distribusinya pada masing-masing lembaga perantara dapat digunakan model sebagai berikut:
M = Pr - Pf atau
Keterangan :
M = Margin Pemasaran
Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat produsen
= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i
= Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i
Share biaya (Sbi) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:
23
Share keuntungan (Ski) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:
Share petani produsen (Sf) masing-masing lembaga perantara menggunakan model:
Nisbah margin keuntungan secara matematis dapat dicari dengan model:
N = I Bti
Keterangan :
Bti : Biaya tataniaga masing-masing lembaga pemasaran tingkat ke-i I : Keuntungan masing-masing lembaga pemasaran tingkat ke-i
(Soekartawi, 2002).
Untuk identifikasi identifikasi masalah 3 akan diuji dengan metode analisis deskriptif dengan menganalisis efisiensi tataniaga jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Menurut Soekartawi (2002), efisiensi pemasaran yang efisien adalah jika biaya pemasaran lebih rendah
daripada nilai produk yang dipasarkan, maka semakin efisien melaksanakan pemasaran.
Menurut Herman Southworth di dalam buku Gultom (1996), cara untuk menghitung efisiensi tataniaga adalah dari share margin pengolah/produsen dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
S =Share Margin Produsen (pengolah) Pf =Harga jual petani
Pr =Harga beli konsumen M = Marketing margin
Apabila S > 50% maka dikatakan efisien dan S < 50% maka dikatakan tidak efisien.
Menurut Sihombing (2011), Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga digunakan rumus :
E= Jt + Jp Ot + Op
Keterangan:
E = Efisiensi
Jt = Keuntungan lembaga tata niaga Jp = Keuntungan Produsen
25
Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen
Dimana jika:
E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.
Dengan menggunakan Metode Shepherd, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:
ME =( ) - 1
Keterangan :
ME = Efisiensi Tataniaga V = Harga Konsumen (Rp/kg) I = Biaya Tataniaga (Rp/kg)
Nilai ME yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh konsumen maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien.
Dengan menggunakan Metode Acharya dan Aggarwal, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:
ME =
Keterangan :
ME = Efisiensi Tataniaga FP = Harga Produsen (Rp/kg) MC = Biaya Tataniaga (Rp/kg)
V I
FP . MC+MM
MM = Margin Keuntungan (Rp/kg)
Nilai ME yang tinggi menunjukkan efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya.
Di dalam metode ini efisiensi tataniaga dilihat dari perbandingan harga yang diterima produsen dengan biaya tataniaga ditambah margin keuntungan. Sehingga jika harga yang diterima produsen besar maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut.
Dengan menggunakan Metode Marketing Efficiency Index Method, untuk menganalisis efisiensi tataniaga dapat digunakan dengan rumus:
ME = 1 +
Efisiensi tataniaga yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan sebaliknya. Pada metode ini efisiensi tataniaga terjadi jika biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil dari marjin keuntungan lembaga tataniaga.
Menurut Soekartawi (2002), efisiensi tataniaga juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ep = x 100 %
Dimana: Jika nilai Ep semakin kecil, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi saluran tataniaga.
Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi kalau:
1. Biaya tataniaga semakin besar, dan
2. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Margin Keuntungan (Rp/Kg) Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
Biaya Tataniaga (Rp/Kg) Harga Konsumen (Rp/Kg)
27
1. Biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi.
2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami penelitian ini maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional. Adapun defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Definisi
1. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan jambu madu dari produsen ke konsumen melalui perantara atau lembaga tataniaga.
2. Petani dalam penelitian ini adalah pelaku usahatani yang menanam jambu madu sebagai usahataninya.
3. Pedagang perantara dalam penelitian ini adalah pedagang yang menyalurkan jambu madu yang ada di daerah penelitian hingga ke konsumen.
4. Konsumen adalah orang yang membeli jambu madu.
5. Fungsi-fungsi tataniaga adalah pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan jambu madu dari produsen/petani hingga ke konsumen.
6. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan jambu madu dari produsen ke konsumen yang dinyatakan dalam rupiah.
7. Harga adalah nilai suatu barang yang berlaku pada saat dilakukan penelitian dan ditentukan dengan uang.
8. Share Margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.
9. Price Spread atau sebaran harga adalah sekelompok harga beli dan harga jual juga biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tataniaga dan margin keuntungan dari tiap lembaga tataniaga.
10. Efisiensi tataniaga adalah pembagian antara biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap unit produk dengan nilai produk yang dipasarkan dan dinyatakan dalam persen.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Daerah Penelitian adalah Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli serdang.
2. Sampel penelitian adalah petani dan pedagang jambu madu di daerah penelitian.
3. Waktu Penelitian tahun 2017
29 BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Luas Wilayah dan Letak Geografis
Desa Delitua merupakan desa yang memiliki areal terluas yang ada di Kecamatan Namo Rambe dengan luas wilayah sebesar 544 Ha. Jarak Desa Delitua dengan ibu kota Kecamatan Namo Rambe adalah 5,70 Km. Desa Delitua memiliki iklim tropis dengan suhu 18o-36o C yang berada pada ketinggian 50-200 m dpl. Desa ini terletak antara 20o50’ LU dan 98o50’ BT. Adapun batas-batas Desa Delitua adalah:
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor (Kota Medan)
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kuala Simeme
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ujung Labuhan
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidirejo
4.1.2 Keadaan penduduk
Penduduk yang ada di daerah penelitian tergolong heterogen, karena keragaman penduduk yang terdiri atas suku Jawa, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Toba, dan lainnya. Keadaan penduduk di Desa Delitua menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Delitua 2016
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Laki-laki 7.803 49,40
2. Perempuan 7.993 50,60
Jumlah 15.796 100,00
Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017
Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 7.803 jiwa dengan persentase sebesar 49,40% sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 7.993 jiwa dengan persentase sebesar 50,60%. Jumlah penduduk Desa Delitua tahun 2016 sebanyak 15.796 jiwa.
Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Delitua 2016
No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. 0-4 1.973 12,3
2. 5-9 1.733 10,9
3. 10-14 1.429 9,0
4. 15-19 1.359 8,6
5. 20-24 1.373 8,7
6. 24-29 1.397 8,8
7. 30-34 1.569 10,1
8. 35-39 1.431 9,1
9. 40-44 1.251 7,9
10. 45-49 811 5,1
11. 50-54 544 3,4
12. 55-59 403 2,5
13. >60 523 3,3
Jumlah 15.796 100,00
Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017
Tabel 2 diatas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dimana usia 0-4 tahun memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 1.973 jiwa dengan persentase sebesar 12,3% dan usia 55-59 memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu sebanyak 403 jiwa dengan persentase sebesar 2,4%. Adapun usia produktif adalah usia 20-59 tahun dengan jumlah sebanyak 8.806 dengan persentase sebesar 55,74%.
31
Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Delitua 2016
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1. Petani 497 7,2
2. Perdagangan 1.104 16,0
3. PNS 512 7,4
4. ABRI 7 0,1
5. Buruh/Lainnya 4.760 69,3
Jumlah 6.873 100
Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017
Tabel diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di Desa Delitua beragam, dan penduduk yang bekerja sebagai petani sebanyak 497 jiwa.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang perkembangan dan pengembangan masyarakat khususnya di Desa Delitua diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar tercapai tujuan pembangunan di desa tersebut. Adapun keadaan sarana dan prasarana di Desa Delitua dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Delitua 2016
No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)
1. TK 6
2. SD 6
3. SMP 1
4. SMA 1
5. Puskesmas Pembantu 1
6. Posyandu 6
7. Praktek Dokter/Bidan 3
8. Masjid 2
9. Langgar 1
10 Gereja 9
11. Jalan Aspal (Km) 5
12. Jalan Kerikil (Km) 2
13. Jalan Tanah (Km) 2
Sumber: Kecamatan Namo Rambe dalam Angka, 2017
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana di Desa Delitua sudah cukup baik sehingga kebutuhan masyarakat sudah hampir dapat
terpenuhi dengan baik, baik itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan maupun social budaya sehingga dapat meningkatkan perkembangan desa serta masyarakat yang ada di desa tersebut agara lebih maju.
4.2 Karakteristik Petani Sampel
Petani dalam penelitian ini adalah petani jambu madu atau orang yang membudidayakan jambu madu di Desa Delitua. Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi Luas lahan, umur petani sampel, lama berusahatani dan jumlah tanggungan.
Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel
No Karakteristik Satuan Range Rataan
1. Lahan Ha 0,5-2,5 1,14
2. Umur Tahun 38-65 48
3. Lama Berusahatani Tahun 2-5 4
4. Jumlah Tanggungan Jiwa 1-4 3
Sumber: Lampiran I
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa luas lahan rata-rata petani sampel adalah 1,14 Ha, ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian memiliki luas lahan yang cukup tinggi untuk produksi jambu madu.
Rata-rata umur petani sampel dala 48 tahun, artinya usia yang dimiliki oleh petani sampel cukup produktif untuk membudidayakan jambu madu.
4.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul adalah pedagang yang mengumpulkan hasil panen dari berbagai petani, biasanya pedagang pengumpul menjualnya kembali ke pedagang pengecer. Adapun karakteristik pedagang pengumpul dalam penelitian ini
33
Tabel 6. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Desa Delitua
Sumber: Lampiran II
Dalam tabel 6 dilihat umur dari pedagang pengumpul adalah 35 tahun dala pengalaman berdagang selama 5 tahun, hal ini menunjukan bahwa pedagang pengumpul memiliki pengalaman yang mendukung dalam berdagang.
4.4 Karakteristik Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer dalam penelitian ini adalah pedagang yang menjual jambu madu langsung ke konsumen akhir. Adapun karakteristik pedagang pengecer dalam penelitian ini adalah umur dan lama berdagang.
Tabel 7. Karakteristik Pedagang Pengecer
No Karakteristik (Tahun) Range Rataan
1. Umur 19-43 31
2. Lama Berdagang 2-8 5
Sumber: Lampiran
Dari tabel 7 diatas dilihat bahwa rata-rata umur pedagang pengecer adalah 31 tahun dan lama berdagang rata-rata 5 tahun. Pendidikan rata-rata pedagang pengecer adalah SMA, hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengecer memiliki pengetahuan yang baik untuk berdagang.
Nomor Sampel
Umur (tahun) Pendidikan Terakhir Pengalaman Berdagang (tahun)
1. 35 SD 5
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang terdapat 3 saluran tataniaga Jambu Madu. Saluran tataniaga yang dapat ditelusuri seperti terlihat pada gambar 3 dibawah ini:
Gambar 3. Pola Saluran Tataniaga Jambu Madu di Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deliserdang P
E T A N I
Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen
Pedagang Pengecer Konsumen
Konsumen
Keterangan:
: Arah Penjualan Jambu Madu
35
Pola Saluran Tataniaga I
Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir
Pada saluran tataniaga jambu madu yang pertama memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang mengambil hasil panen dari petani yang berbeda-beda kemudian menjual ke pedagang pengecer di berbagai tempat salah satu nya yang ada di daerah sekitaran CBD Polonia hingga sampai ke konsumen.
Pola Saluran Tataniaga II
Petani Pedagang Pengecer Konsumen Akhir
Pada saluran tataniaga jambu madu yang kedua memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer yang mengambil hasil panen dari petani kemudian menjual ke konsumen akhir.
Pola Saluran Tataniaga III
Petani Konsumen Akhir
Pada saluran tataniaga jambu madu yang ketiga memperlihatkan bahwa ada petani jambu madu di daerah penelitian yang menjual hasil jambu madunya langsung ke konsumen akhir yang datang ke ladang jambu madu milik petani.
Saluran tataniaga jambu madu di Desa Delitua, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang adalah 3 saluran tataniaga, jadi dalam penelitian ini hipotesis 1 dapat diterima yaitu saluran tataniaga dalam penelitian ini lebih dari satu saluran tataniaga.
5.2 Lembaga dan Fungsi Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga yang mana barang-barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga yang berperan dalam kegiatan tataniaga jambu madu di daerah penelitian yaitu petani jambu madu, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer.
Dalam melaksanakan kegiatan tataniaga, lembaga tataniaga melakukan fungsinya masing-masing. Fungsi-fungsi ini dilakukan untuk memperlancar penyampaian jambu madu ke tangan konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga jambu madu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 8. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Jambu Madu di Daerah Penelitian
Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga
Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer
Penjualan √ √ √
Pembelian - √ √
Pengangkutan - √ -
Penyimpanan - √ √
Penanggungan Resiko - √ -
Standardisasi √ - √
Pengemasan √ √ √
Informasi Pasar √ √ √
Marketing Loss - √ √
37
Berdasarkan tabel 8 diatas bahwa petani melakukan fungsi penjualan yaitu petani melakukan penjualan jambu madu baik kepada pedagang pengumpul, pedagang pengecer maupun ke konsumen akhir, standardisasi yaitu petani melakukan pemilihan jambu madu yang baik dan bercacat, jambu madu yang bercacat dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan yang jambu madu yang bagus, pengemasan yaitu petani melakukan pengemasan dalam menjual jambu madu dengan mengepak jambu madu di dalam plastik ataupun kotak kardus dan informasi pasar yaitu petani mengetahui harga berdasarkan harga penjualan dipasaran dan mempertimbangkan biaya produksi yang ada.
Pedagang pengumpul dalam penelitian ini melakukan fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan jambu madu kepada pedagang pengecer, fungsi pembelian yaitu pedagang pengumpul melakukan pembelian jambu madu dari petani jambu, fungsi pengangkutan yaitu pedagang pengumpul melakukan pengangkutan jambu madu dengan menggunakan mobil untuk dipasarkan kepada pedagang pengecer, fungsi penyimpanan yaitu melakukan penyimpanan jambu paling lama 1 hari sebelum memasarkan jambu madu kepada pedagang pengecer, penanggungan resiko yaitu adanya resiko yang dapat terjadi kepada pedagang pengumpul seperti terjadinya kecelakaan dalam memasarkan jambu madu, fungsi pengemasan yaitu pedagang pengumpul melakukan pengemasan dengan mengepak jambu madu dalam kotak kardu, dalam 1 pak terdapat 21 Kg jambu madu, informasi pasar yaitu harga yang diketahui dengan melihat harga jambu madu dipasaran dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan jambu madu dan Marketing Loss yaitu jambu madu yang rusak dan tidak dapat dijual lagi oleh pedagang pengumpul dan biasanya sekitar 3% dari penjualan jambu madu.dan
pedagang pengecer melakukan fungsi penjualan yaitu melakukan penjualan kepada konsumen akhir, fungsi pembelian yaitu melakukan pembelian dari petani dan pedagang pengumpul, fungsi penyimpanan yaitu pedagang pengecer melakukan penyimpanan jambu madu sebelum laku dijual kepada konsumen akhir informasi pasar yaitu mengetahui harga berdasarkan pedagang-pedagang yang disekitar tempat penjualan dan Marketing Loss yaitu jambu madu yang tidak dapat dijual lagi oleh pedagang karena jambu madu madu yang rusak. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin banyak fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut.
5.3 Analisis Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Jambu Madu
Dalam sistem tata niaga ini,fungsi-fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga jambu madu menimbulkan biaya-biaya tata niaga dari setiap lembaga tata niaga yang terlibat dalam saluran tata niaga dapat dianalsis untuk melihat besarnya bagian yang diterima setiap lembaga tata niaga. Analisis lembaga tataniaga dapat digunakan untuk melihat margin tata niaga yang terdiri dari biaya dan keuntungan. Share margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen di pasaran dan Price spread adalah kelompok harga beli dan biaya- biaya tataniaga menurut fungsi tataniaga yang dilakukan dan margin keuntungan dari setiap lembaga tataniaga.
Untuk menganalis biaya tataniaga, sebaran harga (price spread), persentase margin (share margin) akan di hitung berapa besar biaya tata niaga yang akan di
39
Tabel 9. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran Tataniaga I
No Uraian Harga (Rp/Kg) %
1 Harga Jual Petani 27.000,00
Biaya Produksi 13.700,64 39,14
Biaya Tataniaga 95,24 0,27
Margin Keuntungan 13.204,12 37.73
Nisbah Margin Keuntungan 0.96
2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 27.000,00
3 Harga Jual Pedagang Pengumpul 30.000,00
Biaya Transportasi 623,08 1,78
Marketing Loss (3%) 999,99 2,86
Margin Keuntungan 1.376.93 3,93
Nisbah Margin Keuntungan 0,85
4 Harga Beli Pedagang Pengecer 30.000,00
5 Harga Jual Pedagang Pengecer 35.000,00
Biaya Kemasan 279,66 0.79
Retribusi 367,90 1,05
Marketing Loss (0,5%) 173.73 0,49
Margin Keuntungan 4.178,71 11,93
Nisbah Margin Keuntungan 5,08
6 Harga Beli Konsumen 35.000,00 100,00
Sumber: Data Diolah dari Lampiran
Pada tabel petani menjual hasil panen jambu madu persatu kilogram seharga Rp.
27.000, petani mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp13.700,64/Kg dan biaya tataniaga sebesar Rp95,24/Kg. Sehingga keuntungan (profit) yang didapat oleh petani sebesar Rp13.204,12Kg.
Pedagang pegumpul membeli jambu madu dari petani seharga Rp. 27.000 dan pedagang pengumpul menjual jambu madu tersebut kepada pedagang pengecer.
Biaya Transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp623,08/Kg dan marketing loss sebesar Rp999,99/Kg. Pedagang pengumpul menjual jambu madu kepada pedagang pengecer seharga Rp30.000/Kg. Dengan demikian pedagang pengumpul memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp1.376.93/Kg.
Pedangang pengecer lalu membeli jambu madu tersebut dari pedagang pengumpul seharga Rp30.000/Kg. Untuk menjual jambu madu tersebut pedagang pengecer harus mengeluarkan biaya antara lain kemasan yaitu sebesar Rp279,66/Kg, biaya retribusi yaitu sebesar Rp367,90/Kg dan marketing loss sebesar Rp173.73/Kg.
Jadi biaya tata niaga yang harus dikeluarkan pedagang pengecer adalah sebesar Rp821,29/Kg jambu madu. Pedagang pengecer menjual jambu madu kepada konsumen seharga Rp35.000/Kg. Sehingga pedagang pengecer memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp4.178,71/Kg.
Marketing loss pedagang pengumpul merupakan biaya terbesar yang terdapat pada saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp999,99 /Kg (2,86% dari harga yang diterima oleh konsumen. Total biaya yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp2.444,36/Kg dengan total keuntungan sebesar Rp18.855/Kg.
Tabel 10. Analisis, Margin, dan Keuntungan Tataniaga pada Saluran Tataniaga II
No Uraian Harga (Rp/Kg) %
1 Harga Jual Petani 28.000,00
Biaya Produksi 13.700,64 39,14
Biaya Tataniaga 95,24 0,27
Margin Keuntungan 14.204,12 40,58
Nisbah Margin Keuntungan 1,04
2 Harga Beli Pedagang Pengecer 28.000,00
3 Harga Jual Pedagang Pengecer 35.000,00
Biaya Kemasan 266,67 0,76
Biaya Transportasi 430,00 1,23
Retribusi 83,30 0,24
Marketing loss (0,5%) 133,33 0,38
Margin Keuntungan 6.086,70 17,39
Nisbah Margin Keuntungan 6,66
4 Harga Beli Konsumen 35.000,00 100,00
Sumber: Data Diolah dari Lampiran