• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan (Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan (Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Manusia di dalam perjalanannya didunia mengalami tiga peristiwa penting

yaitu, lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat

hukum tertentu. Manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak lahir sampai

meninggal, namun terdapat pengecualiannya yaitu anak yang masih di dalam

kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan si anak menghendakinya2

Ukuran kedewasaan seseorang sebagai subjek hukum yang cakap dan telah

dikatakan dewasa apabila ia telah mampu bekerja sendiri atau mandiri, cakap

mengurus harta benda keperluannya sendiri, serta cakap melakukan segala tata cara

pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk pertanggungjawaban segala tindakannya .

3

Seseorang akan melaksanakan perkawinan setelah beranjak dewasa dengan

pasangan hidupnya yang bertujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia baik

lahiriah maupun batiniah serta mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi

dalam keluarganya. Budaya perkawinan atau aturan yang berlaku bagi suatu

masyarakat, atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan

lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya

.

4

2

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, Hlm. 233 3

Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981 Hlm. 78 4

Hilman Hadikusma I, Hukum Perkawinan Indonesia, CV. Manda Maju, Bandung, 2007, Hlm. 1

(2)

Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan manusia adalah meninggal dunia

yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu, peristiwa ini

mengakibatkan timbulnya persoalan dan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang di

tinggalkan oleh si mati. Peraturan yang menampung segala akibat dari meninggalnya

seseorang ini adalah sangat diperlukan.Peraturan-peraturan yang mengatur

perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya,

hal ini disebut dengan Hukum Waris5

Hukum waris Indonesia bersifat majemuk, hal tersebut terjadi karena Indonesia

belum mempunyai undang-undang hukum waris nasional yang berlaku bagi seluruh

rakyat Indonesia. Istilah masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan

istilah masyarakat plural atau pluralistic, biasanya hal itu di artikan sebagai

masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat yang

berbhinneka

.Peraturan ini umumnya mengatur mengenai

hal-hal yang bersifat pribadi, conothnya seperti adanya anggota keluarga yang tidak

termasuk sebagai ahli waris dan ahli waris itu sendiri.

6

Hukum waris adat di Indonesia bersifat pluralistic disebabkan oleh karena

sistem garis keturunan yang berbeda-beda yang menjadi dasar sistem suku-suku

bangsa dan kelompok-kelompok etnik.Sehubungan dengan belum adanya

Undang-Undang tersebut di Indonesia masih diberlakukan tiga sistem hukum kewarisan yakni

hukum kewarisan KUHPerdata, Islam dan Adat. .

5

J. Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992, Hlm. 9 6

(3)

Kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia yang serba beragam dimasa kini

dan masa yang akan datang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka di perlukan

adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat.

Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan

bagi pembangunan hukum nasional kearah hukum yang terutama akan di laksanakan

melalui perbuatan peraturan perundang-undangan7.Hukum waris adat adalah hukum

yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris,

tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta bagaiamana cara harta warisan

tersebut dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris8

7

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hlm.1 8

Ibid, Hlm. 7

.

Masalah pembagian warisan di sebagian besar masyarakat Indonesia, pada

umumnya dilakukan dalam susunan kekeluargaan. Akan tetapi, sering timbul juga

suatu permasalahan antara para ahli waris, terutama bila mereka tidak puas atas

pembagian harta warisan masing-masing atau ada keluarga yang mempunyai niat

jahat atau buruk, ingin menguasai harta yang bukan menjadi haknya, oleh karena itu,

bila terjadi suatu perselisihan dalam pembagian harta warisan, biasanya diselesaikan

terlebih dahulu dengan musyawarah mufakat. Akan tetapi bila cara tersebut tidak

berhasil, maka sering pula terjadi sengketa warisan yang diteruskan pada adanya

(4)

Masyarakat Tapanuli Selatan memiliki sistem perwarisan yang berakar pada

sistem kekerabatan Patrilineal sehingga menyebabkan sistem pertalian kekeluargaan

lebih dititikberatkan menurut garis keturunan laki-laki. Maka, kedudukan laki-laki

lebih diutamakan dari pada perempuan. Laki-laki adalah penerus dari ayahnya yang

ditarik dari satu garis keturunan nenek moyang laki-laki, sedangkan perempuan di

siapkan menjadi anak orang lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Oleh

karena itu, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak

mempunyai keturunan dikatakan “putus keturunan”.

Masyarakat Angkola Barat, menganut sistem kekeluargaan patrilineal atau

menarik garis keturunan dari pihak pihak ayah atau garis dari nenek moyang laki-laki,

dalam hal ini anak laki-lakilah yang menjadi ahli waris orang tuanya sedangkan anak

perempuan bukan merupakan ahli waris, tetapi di masyarakat Angkola Barat

mengenal Holong Ateatau pemberian berdasarkan kasih sayang semata kepada pihak

perempuan. Pembagian warisan di masyarakat Angkola barat bisa dilakukan dengan

dua cara yaitu sebelum dan setelah meninggalnya si pewaris.

Sebelum meninggalnya si pewaris, Hal ini dilakukan apabila ahli waris telah

berumah tangga atau sudah menikah, oleh karena itu pewaris membagikan sebagian

hartanya ke ahli waris yang telah menikah tersebut, supaya ahli waris bisa

menghidupi anak dan istrinya, dan tidak bergantung lagi dengan orang tua (tidak

ketergantungan) serta telah memiliki penghasilan sendiri, tetapi ahli waris tidak di

perbolehkan untuk menjual warisan tersebut tanpa persetujuan dari pewaris, karena

(5)

lain pewaris masih memiliki hak atas warisan yang telah ia berikan ke ahli waris, dan

pewaris bisa sewaktu-waktu menarik kembali warisan yang ia berikan ke ahli waris.

Dengan catatan apabila ahli waris tidak bisa merawat dan memelihara warisan

yang telah diberikan pewaris, misalnya seorang pewaris membagikan hartanya

terhadap ahli waris yang telah berumah tangga atau menikah dengan cara

membagikan kebun dan sawah kepada ahli waris supaya bisa menghidupi anak dan

istrinya dengan jalan menggarap kebun dan sawah tersebut, tetapi apabila kebun dan

sawah tersebut tidak mampu di rawat oleh ahli waris sehingga menyebabkan kebun

atau sawah tersebut tidak bisa lagi diambil hasilnya, maka pewaris bisa meminta

kembali kebun atau sawah yang tidak bisa di rawat oleh ahli waris9

Setelah meninggalnya si pewaris, Hal ini dilakukan setelah meninggalnya

pewaris, pembagian harta waris biasanya di awali dengan musyawarah para ahli waris

terlebih dahulu, dan musyawarah tersebut biasanya dilakukan setelah tiga hari

terhitung sejak meninggalnya si pewaris, setelah tiga hari tersebut barulah para ahli

waris bermusyawarah tentang bagaimana cara pembagian harta warisan tersebut

kepada masing-masing ahli waris, biasanya musyawarah berjalan dengan lancar tapi

tidak menutup kemungkinan juga terjadi ketidak cocokan antara para ahli waris

mengenai pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris. Apabila telah

terjadi permasalah maka hal yang paling pertama sekali di lakukan oleh para ahli

waris adalah dengan memanggil mora, kahanggi, anak boru, tujuan pemanggilan ini .

9

(6)

supaya kiranya mora, kahanggi, anak boru tersebut bisa memberikan usulan atau

pendapat bagaimana baiknya masalah tentang pembagian harta warisan tersebut10

Dalam pembagian harta warisan di Tapanuli Selatan khususnya di Kecamatan

Angkola Barat, kebanyakan masyarakat tidak melakukan pembagian warisan dengan

gugatan ke pengadilan, selama masih bisa menggunakan musyawarah mufakat,

karena sistem kekerabatan di tapanuli selatan masih kental. Jadi masyarakat dalam

hal ini ahli waris tidak mau memperdebatkan atau memperebutkan harta warisan yang

di tinggalkan oleh pewaris. Ahli waris lebih memilih jalan kekeluargaan demi

persatuan dan keutuhan keluarga

.

Apabila tidak menemui titik terang atau masih terjadi permasalahan maka

langkah selanjutnya adalah memanggil hatobangon (dalam hatobangon ini telah

merangkap harajaon, alim ulama dan kepala desa maupun perangkat desa). Selain

dengan cara di atas, para ahli waris yang masih merasa tidak adil dalam pembagian

harta warisan dan mengajukan gugatan ke pengadilan, dan kemudian pengadilan yang

berhak memutuskan dan menetapkan sebaik-baik dan seadil-adilnya tentang

pembagain harta warisan tersebut, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau

merasa tidak adil.

11

Masyarakat Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dalam melakukan

pembagian harta warisan berdasarkan Hukum Waris Adat yang telah belaku dan di

jalankan turun-temurun dari leluhur mereka terdahulu. Dalam melaksanakan atau .

10

Hasil wawancara dengan Bapak. Bayuddin Rambe, tanggal 27 Desember 2016 11

(7)

membagi harta warisan, masyarakat menggunakan cara bermusyawarah untuk

mencapai mufakat, para ahli waris berkumpul untuk membicarakan harta warisan dari

si pewaris untuk segera membagikan kepada mereka (ahli waris).

Dalam musyawarah tersebut, para ahli waris menunjuk anak laki-laki yang

paling tua dan apabila anak yang paling tua adalah perempuan, maka tetap anak

laki-laki dari saudara-saudaranya yang perempuan sebagai juru pembagi harta warisan

tersebut. Memutuskan mengenai bagian-bagian warisan dari masing-masing

saudaranya.Pembagian harta warisan dari harta si pewaris berdasarkan musyawarah

mufakat para ahli waris dan tidak bisa atas kehendaknya sendiri12

Dalam musyawarah, para ahli waris tidak ada satupun yang boleh memprotes

keputusan dari bagian-bagian yang telah ditetapkan oleh juru bagi yang di tunjuk oleh

para ahli waris itu sendiri. Karena selain membagi dengan cara seperti ini mengikut i

jejak nenek moyang atau leluhur yang terdahulu yang telah mengajarkan hal tersebut

kepada mereka. Dimana masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

juga berpedoman kepada nasehat orang-orang tua yaitu yang menyebutkan bahwa

harta warisan atau harta peninggalan orang tua tidak boleh untuk di perdebatkan dan

perebutan

.

13

Hal ini disebabkan karena pihak laki-laki atau anak laki-lakilah yang

meneruskan silsilah marga dari ayahnya atau nenek moyangnya. Akan tetapi, tidak

berarti dalam hal ini pihak perempuan atau anak-anak perempuan tidak mendapat .

12

Hasil Wawancara dengan Bapak. H Abd Karim Hutasuhut, tanggal 18 Desember 2016 13

(8)

apapun dari harta warisan orang tuanya, untuk anak perempuan biasanya diberikan

harta benda yang berharga pada waktu ia menikah14

Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena faktor modrenisasi dan

emansipasi yang berbaur dengan perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan,

dan teknologi yang langsung membawa dampak kesadaran sosial dan hak asasi

manusia.Ada beberapa alasan atau argumentasi yang melandasi sitem hukum waris

adat pada masyarakat Tapanuli Selatan dengan sistem kekerabatan patrilineal, .

Perkembangan zaman yang pesat dan pola pikir manusia yangsemakin luas dan

modern, terutama bagi masyarakat Tapanuli Selatan yang banyak merantau keluar

daerah, memiliki paradigma baru yang lebih bebas yang terjadi karena pengaruh

adaptasi dan sosialisasi dengan masyarakat luar serta pengaruh pendidikan sehingga

mereka terkadang meninggalkan sistem pewarisan patrilineal yang mengakibatkan

proses pembagian harta warisan kepada para ahli warisnya tidak terlalu terpaku pada

ketentuan lama, dimana sebagian orang tua tidak membeda-bedakan pembagian harta

bagian anak laki dan anak perempuan ataupun jika tidak mempunyai anak

laki-laki dan hanya mempunyai anak perempuan, maka harta warisannya tetap jatuh atau

di berikan kepada anak perempuan tersebut. Namun, ada harta yang tidak dapat

dibagi secara menyeluruh misalnya harta pusaka yang masih dipakai atau digunakan

berdasarkan ketentuan lama yakni mengenai penerusan keturunan marga yang dibawa

langsung oleh pihak laki-laki sebagai generasi penerus dari ayahnya.

14

(9)

sehingga keturunan laki-laki saja yang berhak mewarisi harta peninggalan orang

tuanya yang meningggal, sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewaris harta

peninggalan orang tuanya. Hal ini di dasari pada anggapan kuno yang memandang

rendah kedudukan wanita dalam masyarakat Tapanuli Selatan15

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat

persoalan mengenai pembagian harta warisan menurut Hukum Adat khususnya

Hukum Adat Tapanuli Selatan untuk dijadikan penelitian pada skripsi dengan judul .

Melihat perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat Angkola Barat

pada masa sekarang ini, telah terjadi perubahan mengenai kedudukan perempuan

dalam pembagian harta warisan. Dimana anak perempuan sudah berhak menerima

warisan dari orang tuanya setelah adanya Lembaga Holong Ate.

BerdasarkanYurisprudensi Nomor 528K/SIP/1972 yang berisi : Di Tapanuli Selatan

terdapat suatu Lembaga Holong Ate, yaitu pemberian sebagian harta warisan menurut

rasa keadilan kepada anak perempuan, apabila seseorang meninggal dunia tanpa

keturunan anak laki-laki.

Hal ini didukung dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung RI No.

179/Sip/1961 yang merupakan yurisprudensi tetap di Indonesia, menyatakan bagian

janda dan anak-anak itu semua besarnya tanpa mempersoalkan anak laki-laki atau

anak perempuan. Keadaan tersebut semakin kuat dengan keluarnya UU No. 1 Tahun

1979 tentang Perkawinan yang mengakui bahwa adanya persamaan hak dan

kedudukan setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan.

15

(10)

“Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan,

(Studi Kasus Kecamatan Angkola Barat)”.

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan,

yaitu sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan hukum waris

adat Tapanuli Selatan?

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pembagian hukum waris di

masyarakat Adat Tapanuli Selatan?

3. Bagaimana akibat hukum dalam perkembangan hukum Waris Adat di

Angkola Barat ?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum

waris adat di Tapanuli Selatan ;

b. Untuk mengetahui mekanisme dalam penyelesaian pembagian harta warisan

dalam huku m waris di masyarakat Adat Tapanuli Selatan ;

c. Untuk mengetahui akibat hukum dari perkembangan hukum Waris Adat di

Tapanuli Selatan.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian skripsi ini adalah sebagai

(11)

a) Secara teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran

di bidang ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum di bidang

hukum waris, baik dari segi penerapan hukum waris adat, hukum waris islam

dan hukum waris perdata (BW) pada masyarakat Adat Batak Tapanuli

Selatan di Kecamatan Angkola Barat.

b) Secara praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum waris adat, hukum

waris islam dan hukum waris perdata (BW), sehingga dapat memberikan

bahan hukum bagi kalangan yang berminat mempelajarinya.

K. TinjauanKepustakaan

Warisan adalah yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas

hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta bagaiamana cara

harta warisan tersebut dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada

ahli waris16

16

Ibid, Hlm. 7

(12)

Hukum waris adat merupakan peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan dan barang-barang

yang tidak berwujud benda dari suatu generasi manusia kepada keturunannya17

1. Adanya harta peninggal atau harta peninggalan

.

Menurut Ter Haar bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang

mengatur tentang cara bagaimana dari masa kemasa proses penerusan dan peralihan

harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Dengan

demikian hukum waris itu mengandung tiga unsur yaitu :

2. Adanya pewaris yang meningggalkan harta kekayaan dan

3. Adanya ahli waris atau waris yang akan meneruskan pengurusannya atau

yang akan menerima bagiannnya.

Hukum adat waris di Indonesia tidak terlepas dari pengeruh susunan

masyarakat kekerabatannya yang berbeda.Sebagaimana dikatakan Hazairin bahwa

hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang

tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal,

matrilineal dan parental atau bilateral. Walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama

belum tentu berlaku sisitem kewarisan yang sama18

17

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987, Hlm. 79 18

Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003, Hlm. 211.

.

Masyarakat Hukum Adat menurut Hazairin, bahwa masyarakat hukum adat

(13)

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan

mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak

asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Apabila setiap masyarakat hukum adat tersebut telah ditelaah secara seksama

maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya. Menurut Soepomo, maka

masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia dapat dibagi atas dua golongan

menurut dasar susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu keturunan dan

berdasarkan lingkungan daerah. Dari sudut bentuknya, maka masyarakat hukum adat

tersebut ada yang berdiri sendiri, menjadi bagian dari masyarakat hukum adat yang

lebih tinggi atau mencakup beberapa masyarakat hukum adat yang lebih rendah, serta

merupakan perserikatan dari beberapa masyarakat hukum adat yang sederajat19

1) Suatu daerah atau kampungyang dipakai sebagai tempat kediaman oleh

hanya satu bagian golongan. Tidak ada golongan lain yang tinggal di dalam

daerah itu. Daerah atau kampung-kampungyang berdekatan juga dipakai

sebagai tempat tinggal oleh hanya satu bagian clan. Susunan rakyat seperti

ini terdapat di daerah pedalaman di pulau-pulau Enggano, Buru, Seram dan

Flores.

.

Menurut Soepomo, ada lima jenis masyarakat hukum adat, yaitu sebagai

berikut :

2) Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut :

19

(14)

Bagian clan (marga) masing-masing mempunyai daerah sendiri, akan tetapi di

dalam daerah tertentu dari suatu marga, didalam huta-huta yang didirikan

oleh marga itu, ada juga terdapat satu atau bebeapa marga lain yang masuk

menjadi anggota badan persekutuan huta di daerah itu. Marga yang semula

mendiami daerah itu, yang mendirikan huta-huta didaerah tersebut, disebut

marga asal, marga raja, atau marga tanah, yaitu marga yang menguasai

tanah-tanah di dalam daerah itu, sedangkan marga-marga yang kemudian

masuk dalam daerah itu, disebut marga rakyat. Antara marga asal dan marga

rakyat ada hubungan perkawinan yang erat20

3) Jenis ketiga dari susunan rakyat yang bersifat genealogis-teritorial, terdapat

di Sumba Tengah dan Sumba Timur. Disitu terdapat suatu clan yang

mula-mula mendiami suatu daerah yang tertentu dan berkuasa di daerah itu, akan

tetapi kekuasaan itu kemudian berpindah kepada clan lain, yang masuk ke

daerah tersebut dan merebut kekuasaan pemerintah dari clan yang asli

tersebut. Keduaclan tersebut kemudian berdamai dan bersama-sama

membentuk suatu kesatuan badan persekutuan daerah. Kekuasaan

pemerintah di pegang oleh clan yang datang, sementara clan yang asli tetap

menguasai tanah-tanah di daerah tersebut sebagai wali tanah. .

4) Susunan rakyat yang bersifat genealogis-teritorial juga terdapat di beberapa

daerah Minangkabau, dan di Bengkulu. Tidak ada golongan yang

menumpang atau golongan yang menguasai tanah, melainkan segala

20

(15)

golongan suku yang bertempat tinggal di dalam daerah tersebut

berkedudukan sama21

Proses penyelesaian pembagian harta warisan bisa dilakukan dengan dua cara

yaitu :

.

1. Melalui pengadilan

Terdapat banyak sengketa pembagian warisan yang tidak dapat di

selesaikan secara musyawarah keluarga dan musyawarah adat sehingga di

tempuhlah cara melalui gugatan ke pengadilan, sengketa yang sering terjadi

adalah karena para ahli waris merasa tidak puas akan bagian warisannya. Hal

ini dapat mengakibatkan perpecahan dalam keluarga tersebut oleh karena itu

mestinya mengenai masalah warisan ini agar selalu dapat terjadi pembagian

yang adil dan damai.

Seharusnya setiap anggota keluarga memiliki rasa kasih sayang dan

tanggung rasa yang kuat terhadap anggota keluarga yang lainnya dan

menyampingkan rasa ingin menang sendiri.Masyarakat modern sekarang ini

sering menjadikan pengadilan sebagai media untuk menyelesaikan

pembagian harta warisan, dimana para ahli waris menyerahkan seluruh

keputusan pembagian harta warisan ke pengadilan dengan harapan

pengadilan dapat memberikan rasa adil kepada para ahli waris dalam

menyelesaikan pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris.

21

(16)

2. Diluar pengadilan atau secara musyawarah

Penyelesaian diluar pengadilan juga dapat ditempuh melalui dua cara

yaitu :

a. Melalui musyawarah keluarga

Sengketa dalam pembagian harta warisan sering kita dengar terjadi.

Sengketa ini biasanya terjadi disebabkan karena ada pihak keluarga

yang merasa tidak puas dengan bagiannya terhadap harta warisan

yang ada atau bahkan dia tidak mendapat bagian dari harta warisan

yang ada.Perselisihan seperti inilah yang menyebabkan hubungan

antar keluarga menjadi retak kemudian tercipta permusuhan yang

mungkin dapat berlarut-larut selama bertahun-tahun lamanya.

b. Melalui musyawarah adat

Apabila dalam musyawarah keluarga tidak ditemukan kesepakatan,

maka cara yang ditempuh selanjutnya adalah dengan cara

musyawarah adat.

L. Metode Penulisan

Pengertian metode dapat di katakan berbagai proses, prinsip-prinsip dan tata

cara memecahkan suatu masalah. Sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara

hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan

manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan

(17)

Menurut Sutrisno Hadi, metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan

bagaimana caranya atau langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian

secara sistematis dan logis sehingga dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut:

a. Sifat penelitian

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian hukum dapat di bagi

dalam22

1. Penelitian Huku m Normatif, yang terdiri dari : :

a. Penelitian terhadap Asas-Asas Hukum

b. Penelitian terhadap Sistematika Hukum

c. Penelitian terhadap Taraf Sinkronisasi Hukum

2. Penelitian Huku m Sosiologis atau Empiris, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap Identifikasi Hukum

b. Penelitian terhadap Efektifitas Hukum

Penulisan ini bersifat deskriptif dalam arti tidak bertujuan mengkaji hipotesa

penelitian tetapi memberikan gambaran realitas mengenai pelaksanaan warisan pada

masyarakat adat Tapanuli Selatan.Penelitian ini juga berupaya melakukan pencarian

terhadap fakta dengan memberikan interpretasi yang tepat terhadapat data dengan

tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis dan

fakta-fakta mengenai persoalan.

22

(18)

Metode deskriptif di maksudkan untuk melukiskan keadaan objek semata-mata

apa adanya. Langkah ini di ambil sebagai awal yang penting karena menjadi dasar

bagi metode pembahasan selanjutnya.Mengingat bahwa pemikiran senantiasa

dipengaruhi oleh kondisi setempat, perlu untuk menggabarkan latar belakang sosial

yang relevan dengan judul di atas, khususnya terhadap pelaksanaan warisan pada

masyarakat adat Tapanuli Selatan, di Kecamatan Angkola Barat.

Metode penelitian yang di pakai adalah metode penelitian empiris, karena

penelitian empiris merupakan penelitian tentang hukum yang hidup di masyarakat,

yang di terapkan atau dilaksanakan oleh anggota masyarakat, permasalahan yang di

teliti menyangkut praktek nyata di dilakukan masyarakat adat Tapanuli Selatan

terhadap pelaksanaan Warisan. Sedangkan pendekatan yang di pakai adalah dengan

menggunakan pendekatan yuridis empiris, yakni pendekatan kenyataan hukum

masyarakat dengan mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak

aspek hukumnya.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis dalam menyelesaikan persayaratan

memperoleh gelar sarjana hukum yaitu di Kabupaten Tapanuli Selatan,

Kecamatan Angkola Barat.

c. Populasi dan Sampel

1) Populasi: Di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Angkola barat

khususnya di kelurahan Sitinjak ada sebanyak 785 kepala keluarga serta

(19)

2) Sampel : Masyarakat Tapanuli Selatan yang tinggal di Kecamatan Angola

Barat dan pernah melakukan pembagian harta warisan.

d. Responden dan Informan

1) Responden : Dari kelurahan Sitinjak dan kelurahan Simatorkis dimbillah

masing-masing 4 (empat) responden, dengan total berjumlah 8 (delapan)

orang, Masyarakat yang tingal di Kecamatan Angkola Barat.

2) Informan : Informan dalam penelitian ini adalah beberapa perlakilan

masyarakat yang bisa mewakili keseluruhan masyarakat di kelurahan

Sitinjak dan Kelurahan Simatorkis yaitu para tetua adat maupun orang

yang di anggap berpengaruh di daerah tersebut, dan juga kepala desa.

e. Sumber Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum umumnya sumber data di bedakan antara data

primer dan data sekunder yang dari kekuatan mengikatnya dapat di

golongkan dalam23

1. Data Primer, yaitu data-data hukum yang di peroleh secara langsung

dari masyarakat Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan . Misalnya seperti wawancara :

2. Data Sekunder, yaitu data yang di peroleh dari bahan-bahan

kepustakaan. Misalnya buku-buku tentang pembagian harta warisan

menurut hukum adat.

23

(20)

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data

sekunder, yang terdiri dari 24

1. Bahan Hukum Primer merupakan produk-produk hukum berupa

peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini berupa konvensi

hukum internasional, deklarasi, maupun protokol. :

2. Bahan Hukum Sekunder berupa bahan acuan yang bersumber dari

buku-buku, surat kabar, media internet, serta media massa lainnya

yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

3. Bahan Hukum Tersier berupa bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, berupa kamus dan sebagainya.

f. Teknik pengumpulan data

yang diambil dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap

informan, jumlah responden yang di teliti di lapangan berjumlah 8 (delapan)

orang. Wawancara dilakukan di rumah responden. Sebelum memulai

wawancara peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan

maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dan informan tidak

keberatan dengan pertanyaan yang akan diajukan. Selama proses

wawancara, selain menggunakan tipe recorder juga membuat catatan yang

24

(21)

bertujuan untuk menuliskan keadaan atau situasi saat berlangsungnya

wawancara.

Hal ini juga dimaksudkan untuk mencari pokok-pokok penting dalam

wawancara tersebut. Selain wawancara penelitian ini juga dilakukan dengan

cara penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu

dengan studi dokumen untuk memperoleh data skunder dengan membaca,

mempelajari, dan menganalisa data tersier yang berkaitan dengan penelitian

ini.

M. Keaslian penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah di lakukan, baik hasil-hasil

penelitian yang sudah ada maupun yang sedang di lakukan di Program Srata Satu

(S1) Fakultas Hukum USU Medan, adapun judul penelitan ini adalah “Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan, di Kecamatan Angkola Barat ” merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skipsi yang membahas tentang masalah ini. Berdasarkan

hasil yang di peroleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama dengan

judul skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum USU.Maka penelitian skipsi ini masih

orisinil dan dapat di pertanggungjawaban secara ilmiah. Namun dengan judul yang

berbeda tetapi meneliti tentang hal yang masa yaitu tentang pembagian harta warisan

(22)

Nama : Nopi Aryani Siregar

Nim : 110200487

Judul : Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan pada Masyarakat Adat

Batak Mandailing di Desa Binanga Kecamatan Barumun

Tengah Kabupaten Padang Lawas.

Dengan rumusan masalah :

A.Bagaimana Hukum Waris yang Hidup dalam Masyarakat

Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

B.Bagaimana Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan yang Berlaku

pada Masyarakat Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

C.Bagaimana Penyelesaian Sengketa Warisan pada Masyarakat

Mandailing di Kabupaten Padang Lawas ?

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian atau gambaran isi yang dimaksud adalah mengemukakan

garis-garis besar dari uraian skripsi. Secara garis besar pembahasan skripsi ini akan

dibagi dalam 5 (lima) Bab. Setiap Bab menguraikan masalah-masalah tersendiri

secara sistematis dan berhubungan antara satu Bab dengan Bab lainnya.

Masing-masing Bab dibagi lagi dalam Sub Bab sesuai dengan kebutuhan penelitian skripsi

(23)

Dengan pembagian tersebut, diharapkan akan mempermudah pemahaman

pembaca untuk mengetahui inti pembahasan secara keseluruhan. Sistematika

penelitian skripsi ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan Bab pendahuluan yang membahas mengenai latar

belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS ISLAM

DAN HUKUM WARIS ADAT TAPANULI SELATAN

Menguraikan tentang konsep hukum waris islam, yang kajiannya

berupa pengertian warisan menurut hukum waris islam, pembagian

warisan menurut hukum waris islam, sebab-sebab terhalangnya

seseorang mendapatkan warisan menurut hukum islam serta

pembagian warisan terhadap ahli waris tertentu menurut hukum islam.

Selain itu juga menguraikan tentang konsep hukum waris adat tapanuli

selatan yang kajiannya terdiri dari pengertian warisan menurut hukum

waris adat tapanuli selatan, sifat hukum waris adat tapanuli selatan,

dan sebab-sebab terhalangnya seseorang mendapatkan warisan

(24)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAGIAN HARTA

WARISAN DI KECAMATAN ANGKOLA BARAT

Menerangkan mengenai tinjauan umum tentang pembagian harta

warisan di kecamatan Angkola Barat yang terdiri dari sejarah

geografis dan topografi kecamatan angkola barat, jumlah penduduk,

mata pencaharian, serta agama yang dianut serta subjek dan objek

waris di kecamatan angkola barat.

BAB IV PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN

Menerangkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan hukum waris Adat Tapanuli Selatan, mekanisme

penyelesaian sengketa pembagian hukum waris di masyarakat Adat

Tapanuli Selatan, dan mengenai akibat hukum dari perkembangan

hukum Waris Adat di Angkola Barat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menguraikan Kesimpulan dan Saran dari Hasil Penelitian Skripsi

tentang Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat

Referensi

Dokumen terkait

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

Selain dipengaruhi oleh kadar air, rendemen juga dipengaruhi oleh komponen- komponen bahan organik yang hilang serta losses disebabkan oleh mengkudu yang

Dari pekerja yang didiagnosis akne, diklasifikasikan menurut tingkat keparahan akne dan diperoleh bahwa 31% didiagnosis dengan akne berat, 31%lainnya didiagnosis

of our local cultures in terms of world cultural stage, and the other way round, the world cultural stage in terms of local traditions..

Dasar-Dasar Kewirausahaan Panduan Bagi Mahasiswa Untuk Mengenal, Memahami, Dan Memasuki Dunia Bisnis..

Pada klon IND 68 pengamatan minggu kedua terjadi kenaikan intensitas serangan. sebesar 4,4% pada minggu kedua lalu naik kembali menjadi 8,2%

McDonaldisasi dan ‘Glokalisasi’ dalam Budaya Makan Masa Kini Sejumlah perkembangan dalam industri makanan dan kuliner pada masyarakat kontemporer dapat dilihat sebagai tolok

Pemilik berani mengambil keputusan tersebut karena didasari oleh produk yang dibuatnya antara lain, barang yang diberikan kepada konsumen merupakan barang yang masih baru,