• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN

Pekerja WUS merupakan salah satu kelompok produktif dalam masyarakat yang rentan terkena anemia gizi besi (AGB). Kekurangan zat besi dan anemia dapat mengurangi kapasitas kerja atau kapasitas aerobik maksimum (VO2maks) serta mengakibatkan menurunnya produktivitas pekerja melalui menurunnya ketersediaan oksigen bagi jaringan. Suplai oksigen ditentukan oleh seberapa sering jantung berdenyut, volume darah yang ditransportasikan oleh tiap denyutan dan jumlah oksigen di dalam darah. Nilai VO2maks adalah volume oksigen yang dikonsumsi tubuh per menit (ml/kg/menit) selama bekerja pada kecepatan jantung maksimum dan mengkan seberapa bugar (fit) seseorang.

Menurut WHO (2008) prevalensi AGB di Indonesia pada WUS yang tidak hamil tahun 2006 mencapai 33% atau kategori sedang. Adapun pada wanita yang hamil dan anak-anak ditemukan lebih tinggi lagi yakni 44.5% dan 44.3% atau kategori berat. Prevalensi anemia di Indonesia pada tahun berikutnya memang sudah menurun namun masih tetap berada pada kategori sedang, yakni menurut data Riskedas tahun 2007 (BPPK Depkes RI 2008) pada wanita, wanita hamil dan anak balita berturut-turut mencapai 19.7%, 24.5% dan 27.7%.

Upaya untuk menurunkan prevalensi kekurangan zat besi pada bayi dan wanita hamil dianjurkan dimulai jauh sebelum seorang wanita hamil dengan mengkonsumsi tablet besi. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa pemberian zat besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan produktivitas pekerja wanita yang anemik (Edgerton et al. 1981; Soehardjo 1986). Selain itu, pemberian zat besi 60 mg juga dapat meningkatkan hemoglobin dan serum ferritin serta menurunkan denyut jantung dan pengeluaran energi saat bekerja serta meningkatkan produktivitas kerja dan pengeluaran energi saat istirahat (Li 1993)

Berbagai penelitian lainnya membuktikan pemberian zat besi pada remaja putri atau WUS yang dikombinasikan dengan zat gizi mikro antara lain vitamin A, vitamin C, vitamin B12, asam folat, seng dan tembaga dapat memperbaiki status gizi besi (kadar hemoglobin, hematokrit dan serum ferritin darah) dan menurunkan prevalensi anemia (Mulyawati 2003; Ekayanti 2005; Briawan 2008).

Adapun pemberian zat besi dikombinasi dengan folat atau multi vitamin dan mineral kepada remaja putri yang anemik membuktikan bahwa selain mampu meningkatkan hemoglobin dan serum ferritin juga secara nyata dapat menurunkan prevalensi kekurangan beberapa vitamin (Ahmed et al. 2005)

Menurut WHO (2007), anemia selain disebabkan karena kekurangan zat besi juga diakibatkan oleh kekurangan zat gizi mikro lain terutama asam folat, vitamin B12 dan vitamin A, serta rendahnya asupan zat gizi lain yang berperan dalam metabolisme besi dan eritropoisis (vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, tembaga, seng dan mineral mikro lainnya). Selain itu, pendarahan dan menstruasi yang berlebihan pada WUS juga dapat menyebabkan anemia. Karena itu INACG (2003) menganjurkan suplemen zat gizi mikro yang dipilih untuk diberikan kepada WUS adalah zat besi ditambah asam folat (BF); adapun UNICEF/WHO/UNU (1999) menganjurkan multi vitamin dan mineral (MVM) yang berisi 15 macam vitamin dan mineral.

Dari hasil studi pendahuluan di perusahaan nanas di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung ditemukan bahwa dari 338 sampel pekerja WUS yang sudah menikah namun tidak sedang hamil memiliki kadar Hb rata-rata sebesar 129 g/l. Meskipun rata-rata tersebut tergolong normal namun secara individu ditemukan 16.9 persen mengalami anemia dengan kadar Hb<120 g/l dan 16.0 persen di ambang batas anemia karena memiliki kadar Hb antara 120-125 g/l (Indriani, Riyadi dan Zuraida 2011). Kadar Hb yang rendah pada pekerja WUS tersebut sudah terdeteksi pada selama pemeriksaan yang dilakukan dua bulan sebelum bulan puasa tahun 2010. Pada pemeriksaan berikutnya yang dilakukan sebulan setelah bulan puasa, sebagian besar kadar Hb mereka terdeteksi semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami dan melalui diet sehari- harinya, tubuh mereka belum mampu meningkatkan kadar Hbnya. Meskipun program suplementasi tablet tambah darah yang berisi zat besi dan asam folat bagi remaja putri dan WUS terutama pekerja telah dicanangkan dengan panduan yang lengkap, namun ternyata belum pernah dilakukan di perusahaan tersebut. Oleh karena itu diperlukan ada suatu tindakan yaitu pemberian suplemen BF sebagaimana disarankan oleh INACG (2003) atau MVM yang disarankan UNICEF/WHO/UNU (1999) untuk memperbaiki status besi, status gizi dan

kebugaran fisik mereka. Hal ini penting dilakukan karena para pekerja WUS tersebut perlu mempersiapkan kesehatan dan kebugaran dirinya seawal mungkin sebelum hamil lagi serta sebagai usaha preventif karena pekerjaan mereka termasuk cukup berat dan dilakukan secara terus-menerus..

Frekuensi pemberian suplemen yang disarankan untuk WUS tidak hamil adalah satu kali per minggu dan setiap hari pada selama menstruasi. Dengan asumsi masa menstruasi seorang pekerja WUS selama 4-8 hari, maka dalam satu bulan dia harus mengonsumsi 8-12 kapsul/pil suplemen. Dalam penelitian ini frekuensi pemberiannya adalah tiga kali per minggu atau 12 kapsul per bulan. Jumlah ini berarti sama dengan jumlah maksimal anjuran di atas namun tidak ada yang diberikan dengan frekuensi setiap hari selama menstruasi. Pertimbangannya adalah memberi kesempatan pada mukosal usus untuk berganti dan beradaptasi, selain itu jika diberikan setiap hari akan menimbulkan banyak keluhan sehingga tingkat kepatuhannya akan rendah (Angeles-Agdeppa et al. 1997). Adapun jika frekuensinya hanya dua kali per minggu (8 kapsul/pil per bulan) pada penelitian terdahulu (Ahmed et al. 2005) belum memberikan perbedaan yang nyata pada peningkatan kadar hemoglobin.

Pemberian zat gizi mikro sebagai perlakuan diberikan untuk memperbaiki status besi kepada pekerja WUS dengan kadar Hb marginal, terutama untuk meningkatkan kadar Hb sehingga tidak lagi marginal. Selain itu, diharapkan perlakuan tersebut dapat meningkatkan kebugaran fisik dan status gizi pekerja WUS. Untuk mengetahui efek bersih atas perlakuan yang diberikan yaitu BF dan MVM maka diperlukan satu perlakuan lain yaitu plasebo (P) sebagai kontrol. Dengan demikian terdapat tiga perlakuan yaitu BF, MVM dan P. Proses metabolisme ketiga jenis perlakuan dalam tubuh pada penelitian ini tidak diukur dan dianalisis. Namun demikian dampak proses tersebut diukur dan dianalisis melalui indikator status besi dalam simpanan dan transpor tubuh (serum feritin dan serum transferin reseptor) serta hemoglobin dan hematokrit. Selain itu juga diukur dan dianalisis dampaknya terhadap kebugaran fisik melalui indikator VO2maks. Pada Gambar 4 dapat dilihat kerangka pemikiran penelitian ini sebagaimana penjelasannya ada di sub-bab sebelumnya.

Gambar 4 Skema kerangka pemikiran pengaruh pemberian gizi mikro terhadap status besi dan kebugaran fisik pekerja

Keterangan: dianalisis deskriptif dan statistik dianalisis deskritif

BF = Kapsul berisi zat besi + asam folat MVM = Kapsul berisi multivitamin dan mineral IMT = Indeks massa tubuh

RPP = Rasio pinggang pinggul LILA = Lingkar lengan atas

Status Besi

Hemoglobin, Hematokrit, Serum Feritin, Serum Transferin Reseptor Metabolisme Penyerapan Transportasi, Pemanfaatan Penyimpanan Ekskresi Status Gizi dan

Komposisi tubuh IMT, RPP, LILA % lemak badan % air badan Kebugaran Fisik Denyut jantung VO2maks Total Asupan Energi dan Zat Gizi

Protein Vitamin A Vitamin C Kalsium Fosfor Zat Besi

Konsumsi makanan Pemberian Zat Gizi Mikro BF MVM Plasebo

Status Besi

Hemoglobin, Hematokrit, Serum Feritin, Serum Transferin Reseptor Metabolisme Penyerapan Transportasi, Pemanfaatan Penyimpanan Ekskresi Status Gizi dan

Komposisi tubuh IMT, RPP, LILA % lemak badan % air badan Kebugaran Fisik Denyut jantung VO2maks

Dokumen terkait