Agoes (2012:4) mendefinisikan auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Hery (2013:1) standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya sehubungan dengan audit yang dilakukan atas laporan keuangan historis kliennya. Standar ini cukup mencakup pertimbangan mengenai kualitas profesional, seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bahan bukti audit. Standar dalam auditing yang berlaku secara umum ada tiga, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.
Menurut Sunyoto (2014:296) laporan auditor merupakan produk utama dari suatu proses audit. Meskipun audit mungkin memakan waktu ratusan atau ribuan jam sampai penjelasannya, namun para pengguna laporan keuangan yang telah diaudit biasanya hanya menerima laporan audit yang terdiri dari tiga paragraf yang cukup ringkas. Tahap terakhir dalam proses auditing adalah menyiapkan laporan audit (audit report), laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak berkepentingan.
Menurut Sunyoto (2014:297) laporan auditor merupakan produk utama dari suatu proses audit. Meskipun audit mungkin memakan waktu ratusan atau
ribuan jam sampai penjelasannya, namun para pengguna laporan keuangan yang telah diaudit biasanya hanya menerima laporan audit yang terdiri dari tiga paragraf yang cukup ringkas. Institut Akuntan Publik Indonesia (2013) menyatakan dalam SA Seksi 700 dan 705, bahwa ada empat jenis pendapat akuntan, yaitu:
1. Opini wajar tanpa modifikasian 2. Opini wajar dengan pengecualian 3. Opini tidak wajar
4. Opini tidak memberikan pendapat
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/02/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa adalah auditing, akuntansi, administrasi dan komunikasi, disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan organisasi yang diperiksanya. Kompetensi sendiri menurut Wibowo (2007:86) adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan itu tersebut.
Menurut teori tersebut dapat di hubungan bahwa kompetensi dari seorang auditor sangat mempengaruhi keputusan auditor untuk menyatakan pendapat dimana pendapat tersebut haruslah tepat sesuai dengan kondisi dari laporan keuangan tersebut. Terdapat dua indikator dari kompetensi menurut konsep dari
Mulyadi (2008:20) yaitu, pendidikan dan pengalaman. Kedua indikator tersebut telah dibuktikan berdasarkan penelitian Novianti (2014) dimana kompetensi auditor beserta indikatornya berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit.
Menurut penelitian Zu’amah (2009) kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan antara independensi dan kompetensi auditor terhadap hasil opini audit. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki oleh auditor semakin tepat opini yang akan diberikan
Sunyoto (2014:141) mendefinisikan materialitas yaitu pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Menurut Agoes (2012:149), pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Sesuatu dianggap material apabila dapat mempengaruhi putusan para pemakai laporan keuangan.
Berdasarkan teori diatas dapat diambil hubungan dimana pertimbangan tingkat materialitas merupakan salah satu faktor dari tepat atau tidaknya opini yang diberikan oleh auditor. Terdapat empat indikator dari tingkat materialitas yaitu, pertimbangan awal materialitas, materialitas pada tingkat laporan keuangan, materialitas pada tingkat saldo akun, dan alokasi materialitas laporan keuangan ke akun. Jika keempat indikator tersebut tidak dapat dipenuhi oleh auditor dalam pelaksanaan auditnya maka laporan keuangan yang diaudit tidak dapat diketahui
terdapat kesalahan material atau tidak. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan auditor.
Sebagaimana penelitian Tjandrawinata dan Pudjolaksono (2013) dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara prinsip profesionalisme ruang lingkup dan sifat jasa auditor dengan pemahaman tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dengan kata lain semakin tinggi kompetensi yang dimiliki seorang auditor semakin tepat pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
2.4 Hipotesis Penelitian 2.4.1 Kompetensi Auditor
Kompetensi adalah keahlian seorang auditor profesional yang dilihat dari hasil pendidikan formal, ujian profesional, keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-lain.
Menurut penelitian Zu’amah (2009) kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan antara independensi dan kompetensi auditor terhadap hasil opini audit. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki oleh auditor semakin tepat opini yang akan diberikan, maka hipotesis yang dibangun adalah:
H1: Kompetensi auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keetepatan opini audit.
2.4.2 Pertimbangan Tingkat Materialitas
Tingkat materialitas adalah besarnya salah saji atau kesalahan informasi
yang terdapat pada laporan keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan pada pengguna laporan keuangan. Menurut Sunyoto (2014:141) materialitas yaitu
pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang tepat untuk diterbitkan.
Menurut penelitian Tjandrawinata dan Pudjolaksono (2013) dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara prinsip profesionalisme ruang lingkup dan sifat jasa auditor dengan pemahaman tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dengan kata lain semakin tinggi kompetensi yang dimiliki seorang auditor semakin tepat pula pertimbangan tingkat materialitasnya, maka hipotesis yang dibangun adalah:
H2: Pertimbangan tingkat materialitas berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit.
2.4.3 Ketepatan Pemberian Opini Audit
Tujuan dari audit sendiri adalah memberikan keyakinan yang memadai
bahwa laporan keuangan bebas secara profesional dalam laporan auditnya. dari salah saji yang material. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan pendapat.
Menurut penelitian Suraida (2005) dinyatakan bahwa etika, kompetensi pengalaman audit, resiko audit dan skeptisisme profesional auditor secara parsial maupun simultan berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat etika, kompetensi pengalaman audit, resiko audit dan skeptisisme profesional auditor maka akan semakin tepat pula opini audit yang dikeluarkan oleh auditor. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang dibangun adalah:
H3: Kompetensi auditor dan pertimbangan tingkat materialitas berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit.
Gambar 2.1 Model Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyajikan model hipotesis sebagai berikut: KOMPETENSI AUDITOR (X1) Zu’amah (2009) PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS (X2)
Tjandrawinata dan Pudjolaksono (2013)
KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT
(Y)
Suraida (2005)
H1: Kompetensi auditor berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit
H2: Pertimbangan tingkat materialitas berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit
H3: Kompetensi auditor dan pertimbangan tingkat materialiat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit