• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

C. Kerangka Pikir

Setiap daerah, kawasan, dan wilayah pasti mempunyai cerita sejarah yang tersendiri. Cerita sejarah suatu kawasan atau sekelompok masyarakat antara satu dengan yang lain berbeda-bada serta memiliki keunikan dan ke-khasan sendiri. Cerita-cerita tersebut biasanya menceritakan tentang asal-muasal kenapa suatu daerah mendapat nama atau julukan tertentu. Dalam cerita-cerita rakyat tersebut biasanya terdapat muatan nilai-nilai luhur yang hendak diwariskan kepada

generasi berikutnya. Nilai-nilai tersebut yang bisa terus berlanjut dan kuat dijaga dalam masyarakat akan memberikan identitas dengan karakter-karakter khas yang tidak dimiliki daerah lain. Misal tentang identitas Kudus sebagai Kota Santri, Kota Wisata, Kota barang dan jasa, serta Kota Kretek. Karakter yang menjadi identitas Kawasan Kudus, terutama Kudus Kulon dapat dipertahankan, dalam artian pewarisan nilai-nilai lokal yang bisa diambil dari cerita rakyat (fokllore) tetap diceritakan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pewarisan nilai ini bisa dilakukan melalui pilar pendidikan. Dalam hal ini pendidikan berfungsi sebagai agen dalam proses pewarisan nilai-nilai lokal yang menjadi identitas. Pendidikan yang dilihat adalah pendidikan dalam arti luas, yakni pendidikan yang dilakukan di sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat (pendidikan informal). Penggunaan pendidikan jalur formal atau sekolah bisa dilihat dari kurikulum serta muatan lokal yang digunakan. Apakah dalam pembelajaran sejarah guru mengajarkan nilai-nilai lokal? Apakah siswa antusias terhadap pembelajaran yang guru lakukan? Penanaman nilai-nilai lokal dalam cerita rakyat juga akan dilihat dari keluarga. Apakah siswa yang dalam hal ini berstatus sebagai anak pernah mendapatkan penanaman nilai dari keluarga? Dengan cara memberi nasehat atau mendongeng kepada anak sebelu tidur? Dan apakah keluarga juga antusias terhadap penanaman nilai melalui nasehat? Hal lain yang akan dikaji adalah bagaimana masyarakat Kudus Kulon juga melakukan proses penanaman nilai sejarah, serta bagaimana bentuk serta metode yang digunakan.

Luaran dari semua kegiatan pembelajaran formal dan informal adalah siswa mampu memainkan peran dalam masyarakat. Peran yang dimainkan siswa sebagai generasi penerus masyarakat akan sangat ditentukan proses yang berlangsung serta kondisi psikologis siswa itu sendiri.

Ketika ketiga macam pembelajaran sejarah di sekolah, keluarga, dan masyarakat bisa berjalan dengan baik dan sinergis maka dapat dipastikan akan terciptanya kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah dalam hal ini dapat dilihat bagaimana karakter masyarakat yang terbentuk dari cerita rakyat atau fokllore tetap bertahan dari generasi-generasi. Agar lebih jelas, berikut ini adalah gambaran atau alur pemikiran dalam penelitian ini.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian proses pewarisan nilai Sejarah lokal melalui pembelajaran sejarah jalur formal dan informal pada siswa SMA di Kudus Kulon.

Nilai-nilai sejarah Identitas Lokal Pemb. Sejarah Keluarga Formal Kesadaran sejarah Cerita/nasihat Masyarakat Mempertahankan identitas Upacara ritual Kurikulum Sekolah Informal Siswa

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kudus, tepatnya pada masyarakat Kudus Kulon. Secara administratif ada di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah. Penggunaan nama Kudus Kulon bukan merupakan batasan administratif, namun memberikan batasan secara kultural. Castles (1982: 78-79) menjelaskan bahwa di Kudus terdapat dua kawasan yakni Kudus Kulon dan Kudus Wetan. Pada awalnya pembagian wilayah ini sangat erat dengan muatan politik, dimana Kudus Kulon yang sebagian besar merupakan santri ortodoks mendukung partai Masjumi sedangkan Kudus Wetan meskipun juga matoritas santri namun lebih plural banyak yang mendukung PKI. Pembatasan wilayah ini sampai sekarang masih terjadi di Kota Kudus.

Alasan dipilihnya Kudus Kulon sebagai lokasi penelitian adalah karena di tempat tersebut nilai-nilai lokal masyarakat masih dipegang teguh. Masyarakat Kudus Kulon memiliki karakteristik khas yang membedakan dengan daerah lainya. Salah satu karakteristik Kudus Kulon terkenal dengan ajaran islam yang cukup kuat karena merupakan salah satu pusat penyebaran agama islam di Jawa dengan Sunan yang terkenal adalah Sunan Kudus. Makan Sunan Kudus dan Masjid Sunan Kudus juga terletak di Kudus Kulon. Keberadaan situs sejarah

tersebut membuat kawasan tersebut ramai dengan ritual-ritual keagamaan yang sampai sekarang masih berlangsung. Beberapa ritual seperti buka luhur dan dandangan

Selain terkenal sebagai masyarakat yang religius, masyarakat Kudus kulon juga terkenal sebagai pedagang dan pengusaha yang ulung. Dalam sejarahnya masyarakat Kudus Kulon terkenal dengan industri rokok yang dulu dipelopori oleh Nitisemito, dan sampai sekarang industri rokok di Kudus masih penyumbang pajak terbesar di Jawa Tengah. Selain bergelut di bidang industri rokok, masyarakat Kudus Kulon juga bergerak dalam industri konveksi dan banyak pula yang bergerak dalam bidang jasa.

Karakteristik tersebut merupakan identitas yang menunjukkan bahwa masyarakat Kudus Kulon berbeda dengan masyarakat yang lain. Karakteristik tersebut merupakan nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya agar identitas tersebut tetap terjaga.

2. Waktu Penelitian

Sejak proses penyusunan proposal sampai dengan penyusunan laporan akhir, Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan efektif yang bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Waktu Penelitian Tahap

Penelitian

Waktu

Penyusunan proposal Pengumpulan data Analisis data Penyusunan laporan

B. Bentuk dan strategi penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, penelitian ini mendeskripsikan secara rinci dan mendalam tentang proses pewarisan nilai yang dilakukan melalui pembelajaran sejarah jalur formal dan informal Bentuk dari penelitian ini adalah penelitian dasar, sedangkan berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini maka penelitian menggunakan bentuk penelitian kualitatif diskriptif sehingga akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tentang pelaksanaan pendidikan sejarah secara formal dan informal pada masyarakat di Kudus Kulon. Artinya data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif (Moleong, 2002:3). Sutopo (2006:39) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan mampu memicu timbulnya pemahaman yang lebih nyata daripada sekadar sajian angka atau frekuensi. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara utuh (holistik), tidak

boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal karena hanya ada satu objek penelitian meskipun dilakukan pada tiga tempat yang berbeda, yakni siswa SMA 2 Negeri Kudus, MA NU Banat dan masyarakat di wilayah Kudus Kulon. Selain itu, karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan sebelumnya maka lebih lanjut Strategi penelitian dalam bentuk studi kasus terpancang (embedded case study).

Dokumen terkait