• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

B. Penelitian yang Relevan

Kudus merupakan kota yang menarik. Berbagai keunikan telah menarik perhatian beberapa peneliti untuk mengkaji kota tersebut dari sudut pandang yang berbeda-beda. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh

bebepara ahli tersebut telah memberikan banyak gambaran kepada peneliti untuk melangkah dengan benar. Penelitian yang cukup terkenal dan klasik adalah penelititian Lance Castles (1982) yang meneliti tentang Tingkah Laku Agama dan Ekonomi: Industri Rokok Kudus. Dalam penelitian ini Castles sampai pada tiga kesimpulan. Pertama adalah keberhasilan golongan pedagang masyarakat santri di Kudus, terutama adalah Kudus Kulon haruslah diakui. Mereka ini, telah berhasil menciptakan industri dan melancarkan serentetan guncangan serta tantangan untuk mengubah kehidupan ekonomi dan politik. Kedua, industri (dalam hal ini adalah terutama rokok) telah gagal dimekanisasi. Mungkin ini berhubungan dengan politik pemerintah dan serikat buruh yang mencegahnya, dengan mempertahankan mata pencaharian mereka. Ketiga, pengusaha-pengusaha di Kudus hanya sedikit berhasil memajukan bentuk-bentuk organisasi ekonomi yang lebih kompleks daripada firma keluarga. Penelitian Castles ini sangat membantu peneliti untuk mengetahui pembagian wilayah di Kudus yang didasarkan atas batas kultural. Castles menjelaskan bahwa Kudus terbagi menjadi dua kawasan, yakni kawasan Kudus Barat atau Kudus Kulon dan Kudus Timur atau Kudus Wetan. Pembagian ini mewakili kultur masing-masing dimana Kudus Kulon identik dengan kawasan orang-orang santri yang secara politis mendukung Masjumi serta roda perekonomian bergerak dalam bidang industri, perdagangan, dan jasa. Sedangkan Kudus Wetan identik dengan kawasan abangan dan orang- orang pemerintahan yang secara politis pada waktu itu mendukung PKI

dengan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Secara geografis pembagian wilayah ini dipisahkan oleh sungai (kali) Gelis yang masih ada sampai sekarang. Kawasan Kudus Kulon merupakan kawasan yang akan menjadi obyek dalam penelitian ini.

Penelitian yang hampir sama adalah yang ditulis oleh Wasino (2007). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa sejak dulu sudah ada kapitalisme Bumi Putra, salah satunya adalah Nitisemito yang merupakan cikal bakal industri rokok modern di Kudus. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam perilaku ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat adalah perilaku agama, terutama masyarakat Kudus Kulon. Semangat ber-agama dan berwiraswasta telah membentuk karakter masyarakat Kudus Kulon.

Mengenai etos kerja masyarakat Kudus Kulon lebih lengkap dikupas dalam tesis yang ditulis oleh Soeharso (1994). Soeharso meneliti tentang masyarakat Kudus Kulon dalam pembangunan ekonomi yang ternyata dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni kesadaran sejarah, pola pengasuhan anak, dan etos kerja. Yang menarik dari penelitian ini adalah ternyata pembangunan ekonomi yang maju di Kudus Kulon sangat dipengaruhi oleh etos kerja. Etos kerja muncul akibat dari kesadaran sejarah masyarakat yang dalam penelitian tersebut disebutkan akibat dari kompensasi atas “dendam” Sunan Kudus terhadap Sunan Kedu. Dalam penelitian ini juga banyak dikupas mengenai cerita-serita rakyat (fokllore) yang memiliki nilai pembentuk karakter masyarakat Kudus, terutama Kulon Kulon. Pada bagian akhir pembahasan

Soeharso menceritakan bahwa pelestarian nilai yang dapat membentuk kesadaran sejarah di Kudus Kulon adalah berkat pola asuh yang dilakukan oleh Ibu. Pendekatan dan penekanan yang dilakukan oleh Ibu dalam mengasuh anaknya adalah dengan menggunakan Agama Islam. Sejak kecil anak-anak Kudus Kulon diajarkan bahwa semangat berwirausaha sama dengan ibadah, sehingga sudah menjadi kewajiban.

Peneltian ini sepertinya cukup memberikan kajian yang lengkap mengenai Kudus Kulon dalam perspektif pembelajaran informal dalam masyarakat dan keluarga, namun belum dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana proses pembalajaran formal berlangsung, serta dampaknya terhadap masyarakat Kudus Kulon. Karena bagaimanapun proses pendidikan formal sedikit banyak akan memperngaruhi kepribadian dan pilihan siswa untuk melanjutkan hidup. Apalagi jika dikaitkan dengan konteks sekarang di mana (kurang lebih sudah 15 tahun Soeharso melakukan penelitian) keadaan jaman sudah sedikit berubah. Sekarang peran pendidikan formal lebih menonjol, bahkan pengukuran kelulusan siswa dari bangku sekolah sekarang dilakukan dengan sistem ujian nasional.

Penelitian mengenai cerita rakyat (fokllore) di Kudus juga pernah dilakukan oleh Suhadi (2006). Dengan pendekatan sosiologi dan antropologi Suhadi mencoba mencari nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat (fokllore) untuk dikaitkan dengan etos kerja. Dalam penelitian tersebut ada dua kesimpulan Pertama, di tengah-tengah masyarakat yang memiliki daya

tarik dan tampilan potensi yang ideal seperti Kota Andalan Jawa Tengah, Kota Simbol (kota wisata religi, kota pusat oleh-oleh, kota industri dan perdagangan, kota wali, kota kretek), Pembagian Letak Secara Kultural, tepat pada jantung pantura, kota transit, mata pencaharian yang beragam, kehidupan keberagamaan yang harmoni, dan bahasa yang komunikatif, ternyata di Kabupaten Kudus kaya akan cerita rakyat yang mengandung nilai etos kerja. Kedua, secara umum dari dua puluh cerita rakyat yang tersebar di kabupaten Kudus terdapat kandungan nilai etos kerja, namun kandungan nilai etos kerjanya bervariasi. Adapun kandungan etos kerja yang paling kental adalah pada berita rakyat yang berjudul Gunung Pati Ayam dengan nilai etos kerja sejumlah enam buah serta kandungan nilai etos kerja terbanyak adalah nilai mampu bersaing dengan gesit dan tak kenal menyerah. Kekurangan penelitian ini adalah tidak dijelaskan bagaimana cerita rakyat itu sampai sekarang masih bertahan dan bagaimana strategi yang harus digunakan agar nilai yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut tetap eksis untuk masa- masa yang akan datang.

Penelitian yang terakhir yang menjadi rujukan adalah penelitian tesis yang dilakukan oleh Suwoto (2009) dengan judul Folklore Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus Sebagai Materi Pembelajaran Sejarah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Folklore yang terdapat di kawasan Kudus Kulon tersebut memiliki nilai-nilai moral dan keagamaan yang sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran di Madrasah Aliyah Nahdatul Ulama Banat

Kudus sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengayaan materi sejarah. Penelitian Suwoto ini menjadi referensi yang sangat berguna bagi penelitian ini karena memberikan informasi tentang pembelajaran sejarah formal yang dilaksanakan di Kudus Kulon.

Penelitian Castlel (1982), R. Soeharso (1994), Suhadi (2006), Wasino (2007), dan Suwoto (2009) sedikit banyak memberikan peta kepada peneliti untuk mengetahui “arah” dan bisa menguasai medan terhadap penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki tekanan serta sudut pandang yang berbeda dengan penelitian-penelitian yang terdahulu. Penelitian ini akan mencari jawaban tentang pelaksanaan pewarisan nilai-nilai sejarah melalui dua jalur pendidikan sekaligus yakni jalur pendidikan formal (di sekolah) dan jalur pendidikan informal (keluarga dan masyarakat) dengan objek utamanya adalah siswa SMA yang tinggal di Kudus Kulon.

Dokumen terkait