• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Pikir

relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi, 2003).

Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya perusahaan besar mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan, hal tersebut membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika berinvestasi pada perusahaan tersebut (Yolana dan Martini, 2005) Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk melakukan akses ke pasar modal. Selain itu, ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor, semakin besar perusahaan semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan (Hartono, 2003).

2.3. Kerangka Pikir

2.3.1 Pengaruh Imbalan Pasca-kerja terhadap ERC

Imbalan pasca-kerja adalah imbalan kerja (selain pesangon Pemutusan Kontrak Kerja) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya. Akibat penerapan PSAK 24 revisi ini, perusahaan harus menghitung kewajiban pasca kerja berdasarkan ketentuan UU 13 tentang Ketenagakerjaan selain

perhitungan berdasarkan peraturan internal perusahaan. Adopsi revisi PSAK 24 membawa dampak kepada penyajian laporan keuangan perusahaan. Adopsi revisi PSAK 24 juga menyebabkan respon investor terhadap pelaporan earnings meningkat. Hal ini didasari oleh peningkatan explanatory power dari kandungan pada laporan keuangan yang direspon investor dan juga dikarenakan adanya penyajian ulang dari laba rugi perusahaan akibat penyesuaian pelaksanaan standar akuntansi baru. Terdapat adanya pengaruh yang signifikan antara perubahan akun kewajiban imbalan pasca-kerja dengan nilai ERC perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kualitas dari laba rugi akibat penerapan standar akuntansi yang semakin mutakhir dan juga dapat dikarenakan berubahnya laba rugi perusahaan secara proposional dengan perubahan pada kewajiban imbalan pasca-kerja, sehingga nilai ERC yang berubah lebih banyak dipengaruhi oleh dampak fluktuasi laba rugi ketimbang fluktuasi kewajiban imbalan pasca-kerja.

2.3.2 Pengaruh Struktur Modal Terhadap ERC

Struktur modal menurut Husnan dan Pujiastuti (1996 : 293) ialah “kombinasi hutang dan ekuitas”. Berdasarkan penjelasan tersebut, struktur modal memperlihatkan bagaimana perusahaan mengombinasikan modal yang dimilikinya dari hutang ataupun modal sendiri sehingga ditemukan komposisi yang baik bagi perusahaan. Struktur modal menurut Martin et.al (1999 : 385) ialah “bauran segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan.” Berdasarkan penjelasan tersebut, struktur modal memperlihatkan

30

bauran ataupun kombinasi dari sumber-sumber pendanaan perusahaan baik dari hutang jangka panjang ataupun modal sendiri.

Perusahaan menggunakan struktur modal dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya yang akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Struktur modal dilihat dari leveragenya. Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut dan berarti perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang maka financial leverage juga akan semakin besar. Berarti resiko yang dihadapi perusahaan akan semakin besar karena utangnya tersebut. Sehingga semakin buruk kondisi laba perusahaan maka semakin negatiflah respon pasar (pemegang saham) karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menguntungkan kreditur. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Jang dkk, (2007) yang menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh negatif terhadap earnings response coefficients (sebagai alat ukur kualitas laba). Selain itu Dhaliwal etal (1991) hasil penelitian Noviyanti dan Erni (2008) juga menyatakan bahwa struktur modal yang diukur dengan leverage berpengaruh signifikan negatif terhadap earnings response coefficients (alat ukur kualitas laba). Perusahaannya dengan berupaya meningkatkan kualitas labanya. Dengan demikian semakin besar ukuran perusahaan yang dilihat dari total aktivanya, akan membuat investor semakin merespon laba yang diumumkan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Jang dkk, (2007) yang menyatakan bahwa ukuran

berpengaruh positif terhadap earnings response coefficients (sebagai alat ukur kualitas laba).

2.3.3 Pengaruh Size Terhadap ERC

Menurut Miswanto dan Husnan (1999: 33) perusahaan yang lebih besar mempunyai kemudahan akses ke pasar modal. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar cenderung lebih sering dibandingkan perusahaan kecil untuk beraktivitas dipasar modal. Pasar modal ini digunakan perusahaan sebagai sarana untuk menarik para calon investor atau calon pemegang saham. Persaingan dalam pasar modal tersebut mendorong perusahaan untuk dapat menyediakan informasi yang lebih guna menarik calon investor. Sebaliknya, perusahaan kecil terlibat secara signifikan dalam biaya-biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang besar dalam melakukan standar akunting rumit atau mengungkapkan suatu kepentingan (Wolk dan Tearny, 1997: 273 dalam Sandrawita, 2006). Hal ini menyebabkan terbatasnya pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan kecil karena untuk menghemat biaya yang dikeluarkan, akibatnya kurang banyak informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan kecil.

Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ERC (Naimah dan Utama, 2008). Pada perusahaan besar, tersedia banyak informasi non-akuntansi sepanjang tahun. Informasi tersebut digunakan oleh pemodal sebagai alat untuk menginterprestasikan laporan keuangan dengan lebih baik, sehingga dapat dijadikan alat untuk memprediksi arus kas dan mengurangi

32

ketidakpastian. Pada saat pengumuman laba, informasi laba akan direspon positif oleh pemodal, pada umumnya perusahaan besar cenderung mempunyai reporting responbility yang lebih tinggi dan dan mengidentifikasikan bahwa pada saat perusahaan besar ERC akan meningkat pula. Penelitian Palupi (2006) dan Murwaningsari (2008) menunjukkan hasil yang sama, Palupi (2006) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien respon laba, dan menyimpulkan bahwa ERC dipengaruhi oleh resiko sistematik dan persistensi laba, dan pengaruh yang diberikan adalah positif. Sedangkan faktor prediktabilitas laba, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan risiko kegagalan memberikan pengaruh negatif atas koefisien respon laba. Demikian juga dengan Murwaningsari (2008) yang melakukan pengujian simultan terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi ERC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap ERC.

Size dalam ERC digunakan sebagai proksi atas keinformatifan harga saham. Easton dan Zmijewski (1989) menemukan variabel size tidak signifikan dalam menjelaskan ERC. Namun demikian, variabel ini dapat digunakan sebagai variabel kontrol atas perusahaan besar dan kecil. Chaney dan Jeter (1991) yang menunjukkan bahwa size berpengaruh secara signifikan negatif terhadap ERC. Maka size ini digunakan sebagai proksi dari keinformatifan harga saham. Untuk menguji hubungan ukuran perusahaan dengan ERC dalam jangka panjang (long window). Semakin banyak sumber informasi pada perusahaan besar, akan meningkatkan ERC. Collins dan Kothari (1989), menemukan bahwa size

berhubungan negatif dengan ERC. Hubungan negatif karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan, saat pengumuman laba pasar kurang bereaksi.

Dari pengaruh yang ada di kerangka pikir, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Hipotesis 1

Regresi Linier Berganda

Dokumen terkait