• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

D. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi

3.4. KERANGKA REGULASI

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, terdapat beberapa regulasi yang perlu diterbitkan maupun direvisi yang menjadi bidang tugas dan terkait dengan bidang tugas di Bidang Pangan dan Agribisnis selama 2020-2024. Rincian regulasi dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2009 jo Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

2. Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura

3. Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

4. Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

5. Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam

6. RPP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan

7. RPP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan

8. RPP tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan

9. RPP tentang Label dan Iklan Pangan

10. RPerpres tentang Strategi Ketahanan Pangan dan Gizi

11. RPerpres tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu

12. RPerpres tentang Asuransi Pertanian 13. RPerpres tentang Penyuluhan Pertanian 14. RPerpres tentang Penumbuhan dan

Pengembangan Korporasi Petani

15. RPerpres tentang Roadmap Industri Perunggasan Nasional

16. RPerpres tentang Roadmap Pengembangan Persusuan Nasional 17. RPerpres tentang Roadmap

Pengembangan Rumput Laut

Urgensi penerbitan dan revisi regulasi di Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis adalah sebagai berikut:

1. Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Merupakan bagian dari RUU Cipta Kerja dan berkaitan dengan WTO

2. Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura

Merupakan bagian dari RUU Cipta Kerja dan berkaitan dengan WTO

3. Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Merupakan bagian dari RUU Cipta Kerja dan berkaitan dengan WTO

4. Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Merupakan bagian dari RUU Cipta Kerja dan berkaitan dengan WTO

5. Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam

Merupakan bagian dari RUU Cipta Kerja 6. RPP tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan

Sesuai amanah ketentuan Pasal 5 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), Pasal 12 ayat (3), Pasal 20 ayat (3), Pasal 24 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 29 ayat (3), Pasal 32 ayat (2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 58 ayat (3), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat (3), Pasal 64 ayat (2), Pasal 65 ayat (2), Pasal 66 ayat (2), Pasal 67 ayat (6), Pasal 70 ayat (7), Pasal 72 ayat (2), Pasal 75, Pasal 77 ayat (2), Pasal 79 ayat (3), dan Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

7. RPP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan

Sesuai amanat ketentuan Pasal 13 ayat (3), Pasal 15 ayat (3), Pasal 16 ayat (4), Pasal 24, Pasal 27 ayat (6), Pasal 28 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), Pasal 46 ayat (2), Pasal 50 ayat (2), Pasal 54, Pasal 55 ayat (3), Pasal 62, Pasal 63 ayat (2), Pasal 64 ayat (2), Pasal 70 ayat (4), Pasal 74, Pasal 81, Pasal 90, Pasal 108 ayat (3), dan Pasal 131 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.

8. RPP tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan

Sesuai amanat ketentuan Pasal 32 ayat (3), Pasal 57 ayat (3), Pasal 61 ayat (4), Pasal 62 ayat (3), Pasal 73 ayat (3), dan Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. 9. RPP tentang Label dan Iklan Pangan

Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian.

10. RPerpres tentang Strategi Ketahanan Pangan dan Gizi

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG), Peraturan Presiden tersebut berlaku untuk jangka waktu tahun 2017-2019 dan selanjutnya KSPG ditetapkan oleh Dewan Ketahanan Pangan untuk jangka waktu setiap 5 (lima) tahun dan Keputusan Presiden Nomor 5 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2020 mengamanatkan untuk menyusun Rancangan Peraturan

Presiden tentang Strategi Ketahanan Pangan dan Gizi.

11. RPerpres tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu

a. Mendorong pemanfaatan dan pengembangan jamu agar menjadi budaya, unsur kesehatan dan perekonomian nasional, jati diri dan kebanggaan bangsa.

b. Jamu belum secara eksplisit diatur secara rinci dalam undang-undang karena dianggap hanya merupakan bagian dari obat/obat tradisional, padahal jamu memiliki ruh dan substansi spesifik yang memerlukan penterjemahan sendiri dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.

c. Potensi sumber daya alam yang melimpah belum termanfaatkan secara optimal untuk mendukung pengembangan jamu.

d. Industri bahan baku, industri kesehatan, industri kecantikan dan kebugaran, industri pangan, industri pariwisata sebagai muara ekonomi pemanfaatan jamu belum tergarap dan tumbuh dengan optimal.

12. RPerpres tentang Asuransi Pertanian a. Dasar hukum asuransi pertanian

dalam UU nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani belum terdapat peraturan turunannya.

b. Asuransi Pertanian diperlukan untuk memberikan jaminan kelangsungan kehidupan petani dalam menghadapi beragam ketidakpastian faktor eksternal dan kerugian usaha tani akibat serangan OPT serta bencana alam.

c. Komoditas yang dapat diasuransikan masih sangat terbatas (padi, jagung, sapi dan kerbau) sehingga diharapkan dengan adanya dasar hukum yang lebih spesifik, asuransi pertanian dapat mencakup komoditas lainnya. 13. RPerpres tentang Penyuluhan Pertanian

Untuk melakukan optimalisasi Penyuluhan pertanian diperlukan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya.

14. RPerpres tentang Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani dan Nelayan

a. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan ditindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, salah satu Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project)

diarahkan pada penguatan Jaminan Usaha serta Korporasi Petani dan Nelayan yang dilakukan dengan penguatan kelembagaan berbentuk badan usaha milik petani/nelayan berbadan hukum.

b. Belum terbentuk business model korporasi petani/nelayan dengan skala ekonomi yang menerapkan konsep society 5.0

c. Belum terintegrasinya klaster pertanian/perikanan berbasis produksi dengan akses pasar.

d. Akses sumber daya produktif masih rendah: adanya keterbatasan petani dan nelayan untuk mengakses skema perkreditan, permodalan, teknologi dan pasar.

e. Rantai pasok komoditas panjang sehingga ada perbedaan harga yang jauh antara harga di petani dengan harga di konsumen akhir.

15. RPerpres tentang Roadmap Industri Perunggasan Nasional

a. Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2014 tetang Perdagangan, mengatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mengendalikan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting di seluruh wilayah NKRI dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau. b. Daging dan Telur Ayam Ras

merupakan Barang Kebutuhan Pokok

yang ditetapkan dalam Perpres No. 59 Tahun 2020 jo. Perpres Nomor 71 Tahun 2015, sehingga Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengendalikan sesuai Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

c. Pada 2019, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 14,10% sementara itu populasi unggas nasional (ayam pedaging) sebesar 87% dengan pertumbuhan sebesar 7% per tahun, artinya industri unggas mengalami peningkatan meskipun sektor pertanian mendapat tekanan. Disamping itu, terdapat pergeseran pola konsumsi produk peternakan di masyarakat terutama dari red meat ke white meat (produk daging ayam dan telur).

d. Industri perunggasan, khususnya ayam broiler, akan terus bertumbuh untuk mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat, seiring dengan peningkatan pendapatan, perkembangan jumlah penduduk, dan kesadaran masyarakat terkait nilai gizi dan kesehatan dari daging ayam. Dinamika ekonomi dan penyakit hewani berimplikasi pada pentingnya penggunaan teknologi untuk proses budidaya, agar menghasilkan produk yang lebih efisien, produktif, dan berkualitas.

e. Permasalahan ayam ras pedaging (broiler) yang belum tuntas hingga hari ini terutama Peternak berskala kecil (Peternak rakyat) belum mendapat jaminan keberlangsungan usaha dilihat dari harga ayam hidup yang fluktuatif dan seringkali di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), namun harga karkas ayam relatif stabil tinggi di tingkat konsumen. Disisi lain, tingkat konsumsi perkapita masyarakat untuk daging ayam dan telur ayam masih rendah dibanding konsumsi masyarakat di Negara di Asia Tenggara. Hal ini menjadikan kondisi surplus broiler di Indonesia sehingga harga ayam berfluktuatif sehingga banyak peternak rakyat merugi dan tutup usahanya.

f. Diperlukan peta panduan industri perunggasan nasional yang mampu memayungi kepentingan semua stakeholder sehingga Industri perunggasan Indonesia tetap tumbuh, berdaya saing, berkelanjutan dan peternak rakyat akan tetap eksis keberadaannya.

16. RPerpres tentang Roadmap Pengembangan Persusuan Nasional

a. Peningkatan kualitas SDM yang unggul merupakan salah satu Program Prioritas Nasional dalam Misi Kabinet Indonesia Maju, terutama dalam mencegah stunting dan

meningkatkan Human Development

Index (HDI)

b. Pengembangan persusuan nasional memiliki multiflier effect bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat mulai dari perdesaan, daerah tertinggal, wilayah perbatasan hingga perkotaan

c. Konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2019 sebesar 16,32/kg/kapita/ tahun menurun dibanding tahun 2018 sebesar 16,49/kg/kapita/tahun jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang sudah di atas 20 kg/ kapita/tahun (BPS, 2020).

d. Produktivitas sapi perah peternak adalah 12,5 liter/ekor/hari (GKSI, 2020). Jumlah ini masih sangat rendah dibandingkan produktivitas sapi perah di Australia atau New Zealand yang mencapai 30 liter/ekor/hari.

e. Tingginya impor susu sebagai bahan baku industri pengolah susu. Produksi susu nasional tahun 2019 memenuhi 22% dari kebutuhan nasional sehingga 78%nya dipenuhi dari impor (BPS, 2020).

f. Dalam rentang 10 tahun, harga SSDN hanya mengalami kenaikan sebesar Rp 1.800 – 2.800/liter atau Rp 180 – 280/liter /tahun (GKSI,2020). Harga rata-rata SSDN tahun 2010 sebesar

Rp 3.008/liter, sedangkan tahun 2020, harga jual susu di tingkat peternak berkisar Rp 4.800-6.200/ liter tergantung pada kualitas.

g. Sejak dihapusnya Inpres No 2 Tahun 1985 yang mengatur kewajiban serap SSDN serta adanya perubahan terhadap Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, tidak ada payung hukum yang menjadi acuan dalam pengembangan persusuan nasional. h. Telah disusun Cetak Biru Persusuan

Indonesia 2013-2025, yang memuat visi, misi, sasaran, kebijakan dan strategi serta roadmap dalam pencapaian Persusuan Nasional. Dokumen ini dapat dijadikan panduan bagi para stakeholder dalam upaya pengembangan persusuan nasional. Diperlukan payung hukum dalam bentuk Perpres Cetak Biru Perusuan Nasional sebagaimana Inpres No. 4 tahun 1984 tentang Koordinasi Pengembangan Persusuan Nasional. 17. RPerpres tentang Roadmap

Pengembangan Rumput Laut

Merupakan kelanjutan dari Perpres No. 33 Tahun 2019 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021.

Dokumen terkait