• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

Lampiran 4 Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian

No.

Urut Nama Jenis Usaha Alamat

01 Atih M Warung Kp.Tegal Rt 19/04

02 Siti Fatimah Warung Kp.Tegal Rt 19/04

03 Heni Yanti Warung Kp.Tegal Rt 20/06

04 Yanah S* Penjual es campur Kp.Kembang Kuning Rt12/04

05 Popon F* Warung Kp.Narogong Rt10/03

06 Siti Badriah Penjual pulsa Kp.Tegal Rt 21/06

07 Yati R Penjual sayuran Kp.Tegal Rt 21/06

08 Husni* Penjual beras Kp.Tegal Rt 20/06

09 Elly N* Warung Kp.Tegal Rt 23/07

10 Enah* Penjual gorengan Kp.Tegal Rt 19/06

11 Wulan* Warung, penjual

pulsa

Kp.Kembang Kuning Rt11/04

12 Rohayati* Warung, penjual

jajanan anak, dodol

Kp.Kembang Kuning Rt19/06

13 Dedeh R Penjual nasi Uduk Kp.Tegal Rt 21/06

14 Enih Warung nasi Kp.Tegal Rt 21/06

15 Patim* Warung nasi Kp.Tegal Rt 19/06

16 Manah Penjual sayuran Kp.Tegal Rt 19/06

17 Dina Jajanan anak Kp.Tegal Rt 19/06

18 Marnah Warung nasi Kp.Tegal Rt 19/06

19 Nemih* Warung nasi Kp.Narogong Rt 10/03

20 Wansih Warung nasi Kp.Tegal Rt 24/07

21 Ratna Warung Kp.Narogong Rt 06/02

22 Sondari Warung Kp.Narogong Rt 02/01

23 Susilawati* Warung Kp.KembangKuning Rt12/04

24 Kaspiah Jajanan anak Kp.Narogong Rt 03/01

25 Ika Atika Warung Kp.Narogong Rt 03/01

26 Siti K Kusen Kp.Narogong Rt 08/03

27 Yeni H* Warung Kp.Narogong Rt 08/03

29 Sawi Warung Kp.Narogong Rt 03/01

30 Peny R Fotokopi Kp.KembangKuning Rt 11/04

31 Sundari* Warung Kp.KembangKuning Rt 02/01

32 Entin Komariah

Penjual pakaian Kp.KembangKuning Rt 12/04

33 Sopiah Penjual ikan mas Kp.KembangKuning Rt 18/05

34 Mintarsih Warung nasi Kp.KembangKuning Rt 14/04

35 Siti Sanatun* Warung nasi Kp.Narogong Rt 03/01

36 Miminuraida Warung Kp.KembangKuning Rt 18/05

37 Rohmah* Warung nasi Kp.Tegal Rt 20/06

38 Setyaningsih Pemborong Kp.KembangKuning Rt 02/01

39 Herni Warung Kp.KembangKuning Rt 15/05

40 Sri Sugini Warung nasi Kp.KembangKuning Rt 18/05

41 Sukmini Penjual keripik Kp.KembangKuning Rt 12/04

42 Enung Penjual gado-gado Kp.Narogong Rt 02/01

43 Lilis A Penjual keripik Kp.KembangKuning Rt 13/04

44 Ijah* Penjual gado-gado Kp.Tegal Rt 24/07

45 Ipit S Penjual gado-gado Kp.Kembang Kuning Rt 15/05

Tabel 41 Kerangka Sampling Laki-laki

No.

Urut Nama Jenis Usaha Alamat

01 Ugan S* Warung & pangkas

rambut

Kp.Narogong Rt 09/03

02 Hendrik* Ketoprak Kp.Narogong Rt 10/03

03 Endan M Warung Kp. Tegal Rt 19/04

04 Amirudin* Kerajinan mebel Kp.Kembang Kuning Rt 08/05

05 Suparta* Warung Kp.KembangKuning Rt 18/05

06 Hasyim* Penjual minyak

wangi

Kp.Narogong Rt 02/01

07 Salijan* Penjual sate keliling Kp.Kembang Kuning Rt 19/06

08 Sutrisno* Penjual bakso

keliling

Kp.Kembang Kuning Rt 12/04

10 Taufik H* Warung Kp.KembangKuning Rt 12/04

11 Sumanta* Penjual madu Kp.Narogong Rt 03/01

12 Slamet U* Warung Kp.Kembang Kuning Rt 20/06

13 Gunawan Warung Kp. Narogong Rt 08/03

14 Aceng Penjual ayam potong Kp. Narogong Rt 02/ 01

15 Aep S* Penjual bakso

goreng

Kp.Narogong Rt 03/01

16 Abdul R Warung Kp.Kembang Kuning Rt 12/04

17 Utay Penjual kayu Kp.Kembang Kuning Rt12/ 04

18 Taslem Penjual besi tua Kp.Kembang Kuning Rt12/ 04

19 Yudo A S* Percetakan Kp.Kembang Kuning Rt 18/05

20 Wahyu H* Kain perca Kp.Narogong Rt 03/01

21 Djajat* Penjual pulsa Kp.Kembang Kuning Rt 15/05

Keterangan : *) Sampel penelitian

ABSTRACT

DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Gender Analysis for CSR Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province). (Supervised by TITIK SUMARTI).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are different between the participants of women and men.

Key words: local economic empowerment, gender analysis, roles (division of labor) in the household, access, control, benefits, practical needs and strategic needs.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan

pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI),

dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia

mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium

Human Development1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96

dari 177 negara2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup

manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68

dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah

Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human

Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM

Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 164. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM

Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender

(gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan.

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja), akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional.

Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000- 2004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan       

1

[HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf  2

[HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet]. [diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf  

3 Ibid.

pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender adalah:

“Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional”.

PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara, termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan

pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs

mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun 2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3) memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi

tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6)

memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian

lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan.

Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007).

Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini

adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung

jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable

Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan

keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya.

Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom

line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar

utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people),

dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat

(Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program

CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)

usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan, program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR.

PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang

aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang

pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama

Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih

penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for

safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3.

Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan

pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil

(BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola

keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari’ah dalam pengelolaan dan

pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring 2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa

Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi

penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional Holcim Indonesia Pabrik Narogong.

Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut

BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses

dan berkelanjutan5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar

Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya.

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi

masih bersifat bias gender6, netral gender7, atau telah responsif gender8?

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga

dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi

tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro, seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu       

5

Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong pada tanggal 9 September 2011.

6

Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin.

7

Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin.

8

pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut

Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh

perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap sumber- sumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh laki- laki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti, 2008).

Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk

pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah,

ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan pembiayaan lainnya.

Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009) melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat, dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro, merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi, serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima pembiayaan dan menjalankan usahanya.

Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga kontrol masyarakat.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya

Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki9, namun apakah kuantitas

peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan usaha) dari BMT Swadaya Pribumi?

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaan- pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT

Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis       

usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi?

2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi

dalam rumahtangga peserta?

3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi

dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi?

4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari

ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser). Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis:

1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai

faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu

pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta.

3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang

4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.

5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT

Swadaya Pribumi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender.

2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi program CSR selanjutnya.

3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan gender.

BAB II

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an

istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di

Inggris, tepatnya pada tahun 1948. Pengembangan masyarakat merupakan pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah, swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang

lebih luas dan lingkungan10.

Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR

dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang

diberi judul “ Social Responsibilities of The Businessman”. Dua hal yang menjadi

perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum

Dokumen terkait