• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

ANA PELAKS Desa K K ALISIS GE SANAAN

(Kasus: B

Kembang K KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND

l wa Tamwi

ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T

(2)

Kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, Mamahku tersayang Jubaedah

dan Papahku tersayang Tjeng Min Latif yang telah mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu

mendoakanku dalam setiap doa mereka.

(3)

ABSTRACT

DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Gender Analysis for CSR Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province). (Supervised by TITIK SUMARTI).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are different between the participants of women and men.

(4)

RINGKASAN

DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim

Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa

Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi merupakan salah satu

bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pemberdayaan ekonomi

lokal yang telah berhasil dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Dua produk

BMT Swadaya Pribumi, yaitu produk pembiayaan dan produk simpanan. Salah

satu produk dari BMT Swadaya Pribumi yang diteliti dalam penelitian ini adalah

produk pembiayaan atau kredit. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur oleh

pihak BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk melalui peningkatan

aset dan jumlah peserta dari tahun ke tahun, namun apakah produk pembiayaan

BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan

kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki?

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Karakteristik

individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang

meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat

pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT

Swadaya Pribumi, 2) Peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi

dalam rumahtangga peserta, 3) Kesetaraan gender yang meliputi akses dan

kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dinikmati peserta produk

pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 4) Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi

dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan

strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi, 5) Hubungan antara

kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor

dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan

(5)

program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan

usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Pendekatan

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survai

dan didukung oleh pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam

terhadap narasumber serta observasi. Sampel penelitian berjumlah 30 responden

yang diambil secara acak non-proposional (non-propotional random sampling)

dan terdiri atas 15 orang responden perempuan dan 15 responden laki-laki.

Pengujian hipotesis dalam penelitan ini menggunakan uji non-parametik Chi

Square dan uji korelasi Rank Spearman. Pemilihan informan dilakukan secara

sengaja (purposive)dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah

pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya

Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning,

Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya

Pribumi.

Teknik analisis gender yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1)

analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk

pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 2) analisis akses peserta terhadap

sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 3) analisis kontrol peserta terhadap

sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 4) analisis manfaat yang dinikmati

peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, dan 5) analisis keberhasilan

BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan

strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.

Hasil penelitian terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga

peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi menunjukkan bahwa peserta

perempuan memiliki beban kerja yang berlebih (over burden) daripada peserta

laki-laki, disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga (kegiatan

reproduktif), serta mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar

peserta perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan

mencari nafkah (kegiatan produktif). Tingkat akses atau peluang peserta

perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya

Pribumi sama-sama tinggi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses

(6)

banyak daripada peserta perempuan. Selain memliki akses yang tinggi, peserta

laki-laki juga memiliki kontrol atau kendali yang lebih tinggi daripada peserta

perempuan dalam memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. Hal

yang menarik dalam penelitian ini adalah peserta laki-laki merasa bahwa manfaat

yang mereka nikmati lebih rendah daripada manfaat yang dinikmati oleh peserta

perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat akses dan kontrol yang

tinggi dari peserta laki-laki ternyata tidak memberikan manfaat yang sama

tingginya bagi peserta laki-laki.

Akumulasi dari ketiga variabel, yaitu akses, kontrol, dan manfaat

menjadi penilaian dalam mengukur kesetaraan gender dalam BMT Swadaya

Pribumi. Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama

menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah

setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan

produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi

daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses

terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap

sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki

oleh peserta perempuan.

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur melalui

pemenuhan kebutuhan gender, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis

gender. Pemenuhan kebutuhan praktis yang dirasakan oleh peserta perempuan

lebih tinggi daripada yang dirasakan peserta laki-laki sedangkan dari segi

pemenuhan kebutuhan strategis, peserta laki-laki merasakan tingkat pemenuhan

kebutuhan strategis yang lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hasil dari

pendekatan secara kuantitatif menunjukkan bahwa baik peserta laki-laki maupun

peserta perempuan menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah

berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan

dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah

responsif gender. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman yang

menunjukkan tingkat kesetaraan gender gender yang setara dalam BMT Swadaya

Pribumi berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam

(7)

ANA PELAKS Desa K Sebagai B K ALISIS GE SANAAN C

(Kasus: B

Kembang K Bagian Per Fakulta KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE rsyaratan u dan Pen as Ekologi DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND

l wa Tamwi

ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 SKRIP untuk Mem ngembanga Pada Manusia, I PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T

(8)

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama Mahasiswa : Debbie Luciani Prastiwi

NIM : I34080059

Judul Studi :Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan

Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal

PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa

Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS NIP. 19610927 198601 2001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(9)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA TBK (KASUS: BAITUL MAAL WA TAMWIL/ BMT SWADAYA PRIBUMI, DESA KEMBANG KUNING, KECAMATAN KLAPANUNGGAL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA

SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2012

Debbie Luciani Prastiwi

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah penulis

bernama Tjeng Min Latif dan Ibu penulis bernama Jubaedah. Adik-adik penulis

bernama Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah. Penulis lahir di

Bogor pada tanggal 6 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan Taman

Kanak-Kanak di TK Akbar Bogor pada tahun 1995-1996, SD Negeri Gunung

Gede Bogor pada tahun 1996-2002, SMP Negeri 8 Bogor pada tahun 2002-2005,

dan SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA, penulis

melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Angkatan 45.

Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi asisten

praktikum Mata Kuliah (MK) Sosiologi Umum (KPM 130) pada program Tingkat

Persiapan Bersama (TPB) dan mengikuti kursus Bahasa Mandarin level 1A di

Lembaga Bahasa IPB. Penulis juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat

Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai

anggota Divisi Public Relation (2009-2010).

Kegiatan magang yang dilakukan penulis, yaitu magang sebagai pengajar

di Playgroup and Childcare Rumah Kita Bogor, magang di Pusat Studi Pengembangan Pedesaan dan Pertanian (PSP3) IPB, dan saat ini menjadi pengajar

di lembaga bimbingan belajar BTA 8 Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis

mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Prestasi yang

diperoleh penulis, yaitu juara III Lomba Public Speaking yang diadakan BEM

FEM 2009, Finalis Duta Fema 2011, dan mengikuti Program Akselerasi

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat

Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim

Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa

Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat). Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, serta

bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, serta memberikan

arahan, masukan, dukungan, dan saran yang membangun selama

penulisan studi pustaka, proposal penelitian, dan skripsi.

2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama yang telah

memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi peneliti.

3. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dan

penguji petik skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang

sangat bermanfaat terhadap penulisan skripsi peneliti.

4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

5. Keluarga tercinta: Mamah tersayang Jubaedah, Papah tersayang Tjeng

Min Latif, Tante Isam, dan Kedua adikku tersayang Ferdy Arrahman

Damin dan Adelia Angeline Hafidzah, yang telah memberikan

motivasi yang begitu besar bagi penulis melalui doa dan kasih

sayangnya serta melalui dukungan baik secara moril maupun materil.

6. dr. Sri Maryati yang telah memotivasi, mendukung, dan menjadi

inspirasi bagi penulis.

7. Andhi Reza Atmadiputra yang selalu memberikan warna hidup bagi

penulis, memberikan motivasi dan menemani penulis dalam

(12)

8. Bapak Ary Wahyu (Koordinator Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk), Bapak Sulaeman (Manajer BMT Swadaya Pribumi),

Ibu Neneng (Sekretaris Desa) yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian, memberikan informasi, dan membimbing

penulis dalam melakukan penelitian.

9. Mas Siwi dan Mba Hana yang telah membimbing dan memberikan

gambaran mengenai lokasi penelitian kepada penulis.

10.Desy Sasana Utami Putri sahabat peneliti sejak kecil yang selalu setia

menjadi sahabat hingga saat ini.

11.Brownies Crew (Andhin, Mba Dea, Fardil, Desyang, Didit, Gladis)

yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti sejak

SMA hingga saat ini.

12.Teman-teman Program Akselerasi SKPM 45 (Irna, Yessy, Nisa, Ary,

Dini, Didit, Mareta, Shella, Selvi, Mila, Febli, Agus, Putri, Rika, Ifa)

yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan

memberikan semangat bagi penulis.

13. Seluruh teman-teman SKPM 45 yang telah memberikan motivasi dan

keceriaaan selama penulis menyelesaikan kuliah di SKPM IPB.

14.Masyarakat Desa Kembang Kuning yang telah banyak membantu

memberikan informasi terkait penelitian ini.

15.Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Bogor, Januari 2012

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ... 10

2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil ... 15

2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs ... 16

2.1.4 Definisi Gender ... 18

2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender ... 19

2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender ... 21

2.1.7 Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal 22 2.2 Kerangka Pemikiran ... 28

2.3 Hipotesis Pengarah ... 31

2.4 Definisi Konseptual ... 32

2.5 Definisi Operasional ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2 Pendekatan Penelitian ... 37

3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden ... 38

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39

3.5.1 Uji Chi Square ... 40

3.5.2 Uji Korelasi Rank Spearman ... 41

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 43

(14)

5.1 Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi ... 48

5.2 Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi ... 49

5.3 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49

5.4 Produk Pembiayaan ... 50

5.5 Produk Simpanan ... 51

5.6 Kepedulian Sosial ... 52

5.7 Persyaratan ... 53

5.8 Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 56

5.8.1 Umur ... 56

5.8.2 Status Pernikahan ... 58

5.8.3 Tingkat Pendidikan ... 59

5.8.4 Jenis Usaha ... 61

5.8.5 Tingkat Pendapatan ... 64

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 66

6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta ... 66

6.2 Ikhtisar ... 69

BAB VII ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI ... 71

7.1 Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 71

7.2 Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 75

7.3 Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 77

7.4 Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 80

7.5 Ikhtisar ... 82

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI ... 83

8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 84

8.2 Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 86

8.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 87

8.4 Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 88

(15)

8.6 Ikhtisar ... 90

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 93

9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender ... 93

9.2 Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi ... 97

9.3 Ikhtisar ... 102

BAB X PENUTUP ... 103

10.1 Kesimpulan ... 103

10.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 

Tabel 1   Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan ... 12 

Tabel 2  Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs ... 17 

Tabel 3  Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif,

dan Peran Sosial ... 22 

Tabel 4   Konsep dan Pengertian Istilah Gender ... 23 

Tabel 5  Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat

Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk ... 33 

Tabel 6  Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 39 

Tabel 7  Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang

Kuning, 2009 ... 44 

Tabel 8  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009 ... 45 

Tabel 9  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan

Mata Pencaharian, 2009 ... 46 

Tabel 10  Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan

Tingkat Pendidikan, 2009 ... 47 

Tabel 11  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur

Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 56 

Tabel 12  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur

Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57 

Tabel 13  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan

dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58 

Tabel 14  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang

Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60 

Tabel 15  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang

Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60 

Tabel 16  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan

Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 62 

Tabel 17  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan

Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63 

Tabel 18  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 64 

Tabel 19  Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga

(17)

Tabel 20  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis

Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72 

Tabel 21  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap

Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 75 

Tabel 22  Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati

oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis

Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78 

Tabel 23  Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan

Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 81 

Tabel 24  Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara

Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam

BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 83 

Tabel 25  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur

(Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 85 

Tabel 26  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 86 

Tabel 27  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 87 

Tabel 28  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 88 

Tabel 29  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89 

Tabel 30  Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT

Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89 

Tabel 31  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94 

Tabel 32  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 95 

Tabel 33  Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 97 

Tabel 34  Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol,

Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT

Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 98 

Tabel 35  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi

menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya

(18)

Tabel 36  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya

BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100 

Tabel 37  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi

menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT

Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100 

Tabel 38  Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Triple Bottom Line ... 13

Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender ... 19

Gambar 3 Bagan Analisa SWOT ... 27

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi ... 30

Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian ... 43

Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49

Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 55

Gambar 8 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57

Gambar 9 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58

Gambar 10 Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 59

Gambar 11 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 61

Gambar 12 Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63

Gambar 13 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 65

Gambar 14 Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72

Gambar 15 Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 76

Gambar 16 Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78

Gambar 17 Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 81

Gambar 18 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94

Gambar 19 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 96

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 111

Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam ... 118

Lampiran 3 Hasil Olah Data Primer ... 122

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan

pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI),

dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta

mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia

tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia

mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium

Human Development1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96

dari 177 negara2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup

manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN

lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada

pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68

dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah

Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human

Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM

Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 164. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM

Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender

(gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan.

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja),

akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional.

Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun

2000-2004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender

(KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan       

1

[HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf  2

[HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet]. [diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf  

3 Ibid. 4

(22)

pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional.

Pengarusutamaan Gender adalah:

“Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional”.

PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui

Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara,

termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan

pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs

mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun

2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan

kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3)

memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi

tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6)

memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian

lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan.

Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang

merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan

dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan

upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007).

Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini

adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung

jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable

Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi,

(23)

keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR

merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan

(stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya.

Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke

waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan

dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli

2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan

yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan

sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan

(TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan

kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom

line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar

utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people),

dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat

(Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga

dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program

CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)

usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan,

program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR.

PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan

aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari

penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang

aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang

pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama

(24)

Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan

dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih

penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for

safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya

bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak

operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui

program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan

pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada

masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang

dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional

tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak

yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3.

Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim

Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan

pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil

(BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang

pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan

pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya

Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola

keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari’ah dalam pengelolaan dan

pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat

sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring

2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa

Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi

penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu

desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional

Holcim Indonesia Pabrik Narogong.

Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai

pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat

melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut

(25)

BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses

dan berkelanjutan5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar

Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan

dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya.

Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi

pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya

Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah

mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta

perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis

gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk

pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi

telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta

laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi

masih bersifat bias gender6, netral gender7, atau telah responsif gender8?

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian

keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala

keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga

dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi

tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak

mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan

memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah

tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di

rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro,

seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu

       5

Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong pada tanggal 9 September 2011.

6

Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin.

7

Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin.

8

(26)

pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal

usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut

Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh

perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap

sumber-sumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan

seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas

dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh

perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh

laki-laki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka

lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan

memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti,

2008).

Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan

pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang

pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk

pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah,

ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi

juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana

segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan

pembiayaan lainnya.

Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim

Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009)

melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT

Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat,

dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya

Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro,

merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi,

serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi

memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima

(27)

Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya

pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh

Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan

BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga

kontrol masyarakat.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi,

dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam

peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya

Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun

peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan

dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya

Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan

analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah

berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta

produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan

peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis

usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status

perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya

Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki

sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya

Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki9, namun apakah kuantitas

peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut

mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang

juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan

usaha) dari BMT Swadaya Pribumi?

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan

pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT

Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis

       9

(28)

usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin

(perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat

kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi?

2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi

dalam rumahtangga peserta?

3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi

dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta

serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya

Pribumi?

4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari

ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan

strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender

dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam

pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta

laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser).

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengidentifikasi dan menganalisis:

1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai

faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat

pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta

hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya

Pribumi.

2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu

pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian

kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta.

3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang

(29)

4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya

pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam

pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.

5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT

Swadaya Pribumi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan

bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR

bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman

dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan

analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR

pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif

gender.

2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya

Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran

evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya

BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi

program CSR selanjutnya.

3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender

dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan

(30)

BAB II

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di

tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan

sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat

sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau

menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan

usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an

istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di

Inggris, tepatnya pada tahun 1948. Pengembangan masyarakat merupakan

pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah,

swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat

tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi

perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap

kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang

lebih luas dan lingkungan10.

Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR

dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang

diberi judul “ Social Responsibilities of The Businessman”. Dua hal yang menjadi

perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum

mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu

masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum

laki-laki (businessman).

       10

(31)

Tanggung jawab sosial didefinisikan oleh Bowen dalam Solihin (2009) sebagai:

“The obligations of businessman to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desireable in terms of the objectives and values of our society”.

Tahun 1960-an, Keith Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial

perusahaan diluar tanggung jawab ekonomi. Tahun 1970-1980-an, para pimpinan

perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti membentuk Commite for

Economic Development (CED). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan

ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yaitu inner circle of responsibilities:

tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, intermediate circle

responsibilities: tanggung jawab melaksanakan fungsi ekonomi dan secara

bersamaan juga peka terhadap nilai-nilai atau prioritas sosial, dan outer circle of

responsibilities: mencakup kewajiban perusahaan dalam meningkatkan kualitas

lingkungan sosial. Tahun 1992, diadakan Earth Summit yang dilaksanakan di Rio

de Janeiro. Earth Summit dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama

“Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan”. Pertemuan tersebut

menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil

akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya

eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama dalam berbisnis dan menjalankan

pemerintahan11.

Definisi CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah “Segala upaya

manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan,

dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak-dampak

positif di setiap pilar”. Definisi CSR menurut ISO 26000 adalah:

“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the enviroment throught transparent and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; tasks into       

(32)

account the expectation of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization”.

Tingkatan tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan (korporat)

menurut Carroll dan Wood (1991) dalam Zainal (2006) adalah sebagai berikut

ini:

Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan

Tingkatan/ Level Uraian

Level Ekonomi Dimana perusahaan bertanggung jawab untuk

memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keinginan masyarakat, dan menjualnya kepada masyarakat dengan motif profit.

Level Legalitas Perusahaan mematuhi semua peraturan dan kebijakan

yang dibuat oleh pemerintah (contoh: pajak, regulasi).

Level Etika Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi

keinginan dan ekspektasi dari masyarakat terhadap bisnis yang dijalankannya, melebihi apa yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab legalitasnya.

Level Keterbukaan Perusahaan melakukan tanggung jawabnya melebihi dari

apa yang diinginkan masyarakat, dan menganggap perusahaan adalah bagian dari komunitas.

Dua tahapan pertama banyak terjadi pada era tahun 1970 dan 1980 dimana

perusahaan hanya mementingkan dan mengutamakan pada aspek ekonomi dan

legalitas dalam pemenuhan tanggung jawabnya. Pendekatan ini sering disebut

juga sebagai pendekatan corporate philantrophy, yaitu pelaksanaan CSR oleh

perusahaan hanya sebatas dalam bentuk derma atau charity yang diberikan oleh

perusahaan kepada komunitas lokal di sekitar perusahaan. Pada era 1990, arah

tanggung jawab perusahaan beralih ke inisiatif perusahaan itu sendiri untuk

melakukan CSR yang mengedepankan etika.

Triple Bottom Line merupakan tiga prinsip dasar yang terdapat dalam CSR. Istilah ini dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui

bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century

(33)

Sumber: Wibisono (2007).

Gambar 1 Triple Bottom Line

Profit atau ekonomi menjadi salah satu aspek terpenting dan menjadi tujuan dalam setiap kegiatan usaha karena merupakan tanggung jawab ekonomi

yang paling esensial terhadap para pemegang saham. People atau sosial

merupakan tanggung jawab sosial dari perusahaan terhadap masyarakat. Planet

atau lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab perusahaan atas dampak

negatif dari operasi perusahaannya terhadap lingkungan.

Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan penerapan CSR,

yaitu: 1) Tahap perencanaan: tahapan awal dari penerapan CSR, langkah-langkah

yang biasa dilakukan pada tahapan ini antara lain menetapkan visi, misi, tujuan,

kebijakan CSR, merancang struktur organisasi, menyediakan SDM,

merencanakan program operasional, membuat wilayah, dan mengelola dana.

Tahapan ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR

assesement, dan CSR manual building; 2) Tahap implementasi: tahapan ini terdiri atas tiga langkah, yaitu sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi

merupakan tahap memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai

berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Implementasi kegiatan

dilakukan sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Internalisasi adalah tahap

jangka panjang yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di

dalam seluruh proses bisnis perusahaan; 3) Tahap evaluasi: tahap ini merupakan

tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur

Sejauhmana efektivitas penerapan CSR; dan 4) Tahap pelaporan: tahap pelaporan Ekonomi (Profit) Lingkungan (Planet)

(34)

diterapkan untuk membangun sistem informasi material dan relevan mengenai

perusahaan.

Pengembangan masyarakat (community development) merupakan salah

satu upaya bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan. Pengembangan masyarakat dalam CSR melibatkan berbagai

stakeholders dan shareholders dalam implementasinya. Menurut Princes of Wales Foundationdalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi

implementasi CSR, yaitu 1) menyangkut human capital atau pemberdayaan

manusia, 2) environments (lingkungan), 3) good corporate governance, 4) social

cohesion, yaitu pelaksanaan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan

sosial, 5) economic strenght atau memberdayakan lingkungan menuju

kemandirian di bidang ekonomi.

Peningkatan ekonomi masyarakat lokal adalah konsentrasi CSR pada

eksternal stakeholders. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi komunitas sekitar perusahaan, maka perusahaan telah turut berpartisipasi mengurangi

kemiskinan yang merupakan tujuan pertama yang tercantum dalam MDGs.

Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat

mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi

perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat

digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk

pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam

bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital)

dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati, 2008). Menurut Hubeis (2010),

pemanfaatan dana CSR dalam konteks ekonomi makro merupakan sarana cerdas

dan tangguh dalam memberdayakan perempuan menuju ketahanan ekonomi

keluarga melalui pendidikan dan model PENDANAAN PLUS (Pelatihan dan

Pendampingan Usaha). Pemberdayaan ekonomi lokal menjadi salah satu program

CSR PT Holcim Indonesia Tbk melalui pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil

(35)

2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil

Sistem ekonomi dan perbankan yang dominan dikembangkan di

Indonesia adalah sistem perbankan konvensional yang menggunakan teori dari

Negara Barat. Perbankan konvesional memberikan permodalan kepada peminjam

modal dengan peraturan yang rumit dan kewajiban membayar bunga yang

ditentukan oleh pihak bank. Berbeda dengan sistem perbankan dari Negara Barat,

sistem perbankan dengan syariat Islam berprinsip pada saling mempercayai antara

pelaku ekonomi sehingga apabila mendapatkan keuntungan ataupun kerugian

akibat jalinan kerjasama akan ditanggung bersama (Koesoemowidjojo, 2000).

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga

keuangan mikro berbasis syariat Islam. Baitul Maal wa Tamwil atau padanan kata

Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan

dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil,

dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat serta membela kepentingan

kaum fakir miskin. Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi:

1) Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi

dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil

terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang

pembiayaan kegiatan ekonominya.

2) Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan

peraturan dan amanahnya12.

Lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah, seperti bank syari’ah,

koperasi syari’ah, atau Baitul Maal wa Tamwil memiliki jenis produk yang tidak

lepas dari akad (perjanjian). Menurut Ascarya (2008), berbagai jenis akad dapat

dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu:

1) Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah;

2) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;

       12

Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012].

(36)

3) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah;

4) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;

5) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan

6) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

Salah satu Baitul Maal wa Tamwil yang merupakan bagian dari CSR

suatu perusahaan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. BMT

Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro

yang berbasis syari’ah yang dibentuk secara bersama oleh pihak Community

Relation PT Holcim Indonesia Tbk dan tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal. BMT Swadaya Pribumi memiliki dua jenis produk, yaitu produk

pembiayaan (murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah) dan produk

simpanan (simpanan swadaya pribumi, simpanan pendidikan, simpanan Idul Fitri,

simpanan qurban, dan simpanan berjangka mudharabah). Penjelasan mengenai

BMT Swadaya Pribumi dan jenis produk yang ada di BMT Swadaya Pribumi

dijelaskan pada BAB V.

2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs

MDGs memiliki delapan tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015,

diantara kedelapan tujuan tersebut terdapat tujuan yang berkaitan dengan

kesetaraan gender, yaitu tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam.

Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara lebih spesifik diuraikan

pada tujuan ketiga MDGs: mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah

mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam meningkatkan kualitas hidup

manusia tanpa membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Meskipun

telah banyak pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa

kesenjangan gender (gender gap) masih ada dalam sebagian besar bidang (UNDP

Indonesia, 2007). Perempuan dan laki-laki memang berbeda, namun tidak untuk

dibeda-bedakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai

kesetaraan dan keadilan gender diantaranya dengan menghilangkan ketimpangan

(37)

formal maupun informal, dan berbagai kegiatan atau program lainnya, termasuk

program CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Hocim Indonesia Tbk.

Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs

Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Target 4 Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari dari tahun 2015

4.1 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang

diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak

laki-laki (%)

4.2Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24

tahun, yang diukur melalui angka melek huruf

perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%)

4.3Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%)

4.4T ingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (%)

4.5Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%)

4.6T ingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PPP) pada

kelompok perempuan (%)

4.7Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik

(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%).

Sumber: UNDP Indonesia (2007).

Tabel 2 menunjukkan indikator atau pengukuran terhadap pencapaian

tujuan ketiga MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan. Indonesia dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan ketiga apabila

indikator tersebut telah tercapai dengan optimal. Beberapa tantangan yang

dihadapi untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu: 1) menjamin kesetaraan gender

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota,

terutama dibidang-bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,

ekonomi, hukum, dan politik; 2) meningkatkan kualitas hidup dan peran

perempuan melalui aksi afirmasi (affirmative action) di berbagai bidang

pembangunan; 3) meningkatkan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan

pengarusutamaan gender; 4) meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam

(38)

kebijakan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan (UNDP,

2007).

2.1.4 Definisi Gender

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19

Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Nasional yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada

pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat

dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender

menurut Hubeis (2010) adalah:

“Suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati atau mutlak”.

Selain itu, menurut Hubeis (2010) gender lebih mengacu pada perbedaan

peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan

karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada

pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya

dinilai dan dihargai. WHO (2011) memberi batasan gender sebagai13:

"Gender refers to the socially constructed roles, behaviours,

activities, and attributes that a given society considers appropriate for men and women”.

(Gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat).

Menurut Simatauw et al. (2001) gender dan jenis kelamin (sex) memiliki

konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak

dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh

       13

[WHO] World Health Organization. 2011. What do we mean by "sex" and "gender"?. [Internet].

(39)

budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan memasak, mengurus

rumahtangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin

(sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah, seperti

perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya.

Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya.

Sumber: Depkeu (T.t).

Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender

2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender

Instruksi Presiden dalam Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional

mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan

laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar

mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial

budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil

pembangunan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap

perempuan dan laki-laki.

Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain (Simatauw et al. 2001):

1) Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi

Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan

terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti tanah, kredit, pasar. Seks

Tidak dapat dipertukarkan (kodrat)

Laki-laki Perempuan Ciri dan fungsi Ciri dan fungsi

Penis Vagina Jakun Sel telur Sperma Menyusui Membuahi Melahirkan

Gender

Dapat dipertukarkan dan merupakan bentukan manusia

Laki-laki Perempuan Citra/jati diri Citra/jatidiri /peran /peran

(40)

Perempuan dipinggirkan dalam berbagai kegiatan yang lebih

memerlukan laki-laki.

2) Subordinasi (penomorduaan)

Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau

lebih diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat

batasan-batasan yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan

terhadap perempuan dalam melakukan sesuatu. Perempuan tidak

memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut

dengan dirinya. Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang

dibuat oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama (a main

breadwinner) sedangkan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan (secondarybreadwinner).

3) Beban kerja berlebih (over burden)

Pembagian peran dibagi menjadi produktif, reproduktif, memelihara

masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya memiliki tiga

peran (triple role), yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara

masyarakat. Perempuan lebih dominan pada tiga peran tersebut

sedangkan laki-laki lebih dominan pada peran produktif dan politik

masyarakat.

4) Cap-cap negatif (stereotype)

Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, umumnya perempuan.

Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional,

lemah, dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti itu.

Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan

berdampak buruk pada salah satu pihak.

5) Kekerasan (violence)

Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai kekerasan terhadap

perempuan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa kekerasan fisik

maupun psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi

(41)

2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender

Peran (pembagian kerja) gender terlihat dari perbedaan peran atau

kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai

sosial-budaya yang berlaku. Perempuan dan laki-laki dibeda-bedakan dalam melakukan

peran atau kegiatan karena persepsi masyarakat yang lazim terbentuk secara

umum. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok di

dalam masyarakat tertentu dan seringkali mengalami perubahan setiap saat. Peran

gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya

tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu atau jenis

kelamin tertentu, namun secara perseorangan ada kemungkinan bahwa seorang

perempuan dan/atau lelaki memiliki peran aktual gender yang bertentangan

dengan peran gender per jenis seks yang dipandang tepat dan lazim serta

disepakati di masyarakat bersangkutan (Hubeis, 2010).

Peran perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga jenis peran,

yaitu peran reproduktif, produktif, dan sosial. Menurut Simatauw et al. (2001)

peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau mengahasilkan

barang-barang lainnya yang tidak dikonsumsi atau digunakan sendiri, misalnya

bertani, beternak, berburu, menjadi buruh, berdagang. Peran reproduktif adalah

kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat dan mengurusi keperluan keluarga

seperti, merawat anak, mengambil air, memasak (Simatauw et al. 2001). Peran

sosial terdiri dari peran merawat masyarakat dan politik masyarakat. Peran

merawat masyarakat, yaitu kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjalin

kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti

arisan, pengajian, upacara adat. Peran politik masyarakat yaitu kegiatan-kegiatan

yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan

masyarakat, seperti pemilihan kepala desa, rapat pembagian tanah, dan lain-lain

(Simatauw et al. 2001).

Menurut Hubeis (2010) peran reproduktif (domestik) adalah peran yang

dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan

pemeliharaan sumberdaya insani (

Gambar

Tabel 4   Konsep dan Pengertian Istilah Gender
Gambar 4   Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan
Tabel 6 Jenis dan Sumber Data Penelitian  
GAMBARAN UMUM LOKASI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usahawan wanita atas talian dalam kajian ini didapati menunjukkan tingkahlaku inovatif dari segi membentuk dan memantapkan hubungan sosial dengan pelbagai aktor

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 102 Laikang yang bertujuan untuk melihat secara umum pengaruh media elektronik TV terhadap hasil belajar

Kesimpulan penelitian ini adalah: Sistem pengendalian intern penerimaan pajak daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) di

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian Skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Beban Kerja Terhadap

hasil belajar matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dengan kelompok siswa yang mengikuti

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penanaman tumbuhan berbunga terhadap keragaman dan kelimpahan serangga polinator serta persentase pembentukan buah

komunikasi antar perusahaan dengan para pelanggan tanpa harus memikirkan antara jarak, waktu dan lokasi. Internet dapat menjadi sarana penyaluran sumber informasi yang

Sutomo Surabaya Pemetaan daerah rawan penumonia Sistem Informasi Geografis Guna Pemetaan Data Kejadian Penyakit Untuk Keperluan Surveilens dan Kewaspadaan Dini Di