ANA PELAKS Desa K K ALISIS GE SANAAN
(Kasus: B
Kembang K KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND
l wa Tamwi
ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T
Kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku, Mamahku tersayang Jubaedah
dan Papahku tersayang Tjeng Min Latif yang telah mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu
mendoakanku dalam setiap doa mereka.
ABSTRACT
DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Gender Analysis for CSR Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province). (Supervised by TITIK SUMARTI).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are different between the participants of women and men.
RINGKASAN
DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim
Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa
Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi merupakan salah satu
bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pemberdayaan ekonomi
lokal yang telah berhasil dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Dua produk
BMT Swadaya Pribumi, yaitu produk pembiayaan dan produk simpanan. Salah
satu produk dari BMT Swadaya Pribumi yang diteliti dalam penelitian ini adalah
produk pembiayaan atau kredit. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur oleh
pihak BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk melalui peningkatan
aset dan jumlah peserta dari tahun ke tahun, namun apakah produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan
kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki?
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Karakteristik
individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang
meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat
pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi, 2) Peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi
dalam rumahtangga peserta, 3) Kesetaraan gender yang meliputi akses dan
kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dinikmati peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 4) Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi, 5) Hubungan antara
kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor
dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan
program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan
usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survai
dan didukung oleh pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam
terhadap narasumber serta observasi. Sampel penelitian berjumlah 30 responden
yang diambil secara acak non-proposional (non-propotional random sampling)
dan terdiri atas 15 orang responden perempuan dan 15 responden laki-laki.
Pengujian hipotesis dalam penelitan ini menggunakan uji non-parametik Chi
Square dan uji korelasi Rank Spearman. Pemilihan informan dilakukan secara
sengaja (purposive)dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah
pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya
Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya
Pribumi.
Teknik analisis gender yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1)
analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 2) analisis akses peserta terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 3) analisis kontrol peserta terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 4) analisis manfaat yang dinikmati
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, dan 5) analisis keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.
Hasil penelitian terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi menunjukkan bahwa peserta
perempuan memiliki beban kerja yang berlebih (over burden) daripada peserta
laki-laki, disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga (kegiatan
reproduktif), serta mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar
peserta perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan
mencari nafkah (kegiatan produktif). Tingkat akses atau peluang peserta
perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya
Pribumi sama-sama tinggi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses
banyak daripada peserta perempuan. Selain memliki akses yang tinggi, peserta
laki-laki juga memiliki kontrol atau kendali yang lebih tinggi daripada peserta
perempuan dalam memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. Hal
yang menarik dalam penelitian ini adalah peserta laki-laki merasa bahwa manfaat
yang mereka nikmati lebih rendah daripada manfaat yang dinikmati oleh peserta
perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat akses dan kontrol yang
tinggi dari peserta laki-laki ternyata tidak memberikan manfaat yang sama
tingginya bagi peserta laki-laki.
Akumulasi dari ketiga variabel, yaitu akses, kontrol, dan manfaat
menjadi penilaian dalam mengukur kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi. Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama
menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi
daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki
oleh peserta perempuan.
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur melalui
pemenuhan kebutuhan gender, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis
gender. Pemenuhan kebutuhan praktis yang dirasakan oleh peserta perempuan
lebih tinggi daripada yang dirasakan peserta laki-laki sedangkan dari segi
pemenuhan kebutuhan strategis, peserta laki-laki merasakan tingkat pemenuhan
kebutuhan strategis yang lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hasil dari
pendekatan secara kuantitatif menunjukkan bahwa baik peserta laki-laki maupun
peserta perempuan menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah
berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan
dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
responsif gender. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman yang
menunjukkan tingkat kesetaraan gender gender yang setara dalam BMT Swadaya
Pribumi berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam
ANA PELAKS Desa K Sebagai B K ALISIS GE SANAAN C
(Kasus: B
Kembang K Bagian Per Fakulta KOMUNIK ENDER TE CSR BIDA PT HOL Baitul Maal Kuning, Ke Pr DEBBIE rsyaratan u dan Pen as Ekologi DEP KASI DAN FAKULTA INSTITU ERHADAP ANG PEMB LCIM IND
l wa Tamwi
ecamatan K rovinsi Jaw Oleh E LUCIAN I340800 SKRIP untuk Mem ngembanga Pada Manusia, I PARTEME PENGEM AS EKOLO UT PERTA 2012 TINGKAT BERDAYA DONESIA T
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama Mahasiswa : Debbie Luciani Prastiwi
NIM : I34080059
Judul Studi :Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan
Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal
PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa
Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS NIP. 19610927 198601 2001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA TBK (KASUS: BAITUL MAAL WA TAMWIL/ BMT SWADAYA PRIBUMI, DESA KEMBANG KUNING, KECAMATAN KLAPANUNGGAL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2012
Debbie Luciani Prastiwi
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah penulis
bernama Tjeng Min Latif dan Ibu penulis bernama Jubaedah. Adik-adik penulis
bernama Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah. Penulis lahir di
Bogor pada tanggal 6 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan Taman
Kanak-Kanak di TK Akbar Bogor pada tahun 1995-1996, SD Negeri Gunung
Gede Bogor pada tahun 1996-2002, SMP Negeri 8 Bogor pada tahun 2002-2005,
dan SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA, penulis
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Angkatan 45.
Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi asisten
praktikum Mata Kuliah (MK) Sosiologi Umum (KPM 130) pada program Tingkat
Persiapan Bersama (TPB) dan mengikuti kursus Bahasa Mandarin level 1A di
Lembaga Bahasa IPB. Penulis juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat
Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai
anggota Divisi Public Relation (2009-2010).
Kegiatan magang yang dilakukan penulis, yaitu magang sebagai pengajar
di Playgroup and Childcare Rumah Kita Bogor, magang di Pusat Studi Pengembangan Pedesaan dan Pertanian (PSP3) IPB, dan saat ini menjadi pengajar
di lembaga bimbingan belajar BTA 8 Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis
mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Prestasi yang
diperoleh penulis, yaitu juara III Lomba Public Speaking yang diadakan BEM
FEM 2009, Finalis Duta Fema 2011, dan mengikuti Program Akselerasi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim
Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa
Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, serta
bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, serta memberikan
arahan, masukan, dukungan, dan saran yang membangun selama
penulisan studi pustaka, proposal penelitian, dan skripsi.
2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi peneliti.
3. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dan
penguji petik skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang
sangat bermanfaat terhadap penulisan skripsi peneliti.
4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
5. Keluarga tercinta: Mamah tersayang Jubaedah, Papah tersayang Tjeng
Min Latif, Tante Isam, dan Kedua adikku tersayang Ferdy Arrahman
Damin dan Adelia Angeline Hafidzah, yang telah memberikan
motivasi yang begitu besar bagi penulis melalui doa dan kasih
sayangnya serta melalui dukungan baik secara moril maupun materil.
6. dr. Sri Maryati yang telah memotivasi, mendukung, dan menjadi
inspirasi bagi penulis.
7. Andhi Reza Atmadiputra yang selalu memberikan warna hidup bagi
penulis, memberikan motivasi dan menemani penulis dalam
8. Bapak Ary Wahyu (Koordinator Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk), Bapak Sulaeman (Manajer BMT Swadaya Pribumi),
Ibu Neneng (Sekretaris Desa) yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian, memberikan informasi, dan membimbing
penulis dalam melakukan penelitian.
9. Mas Siwi dan Mba Hana yang telah membimbing dan memberikan
gambaran mengenai lokasi penelitian kepada penulis.
10.Desy Sasana Utami Putri sahabat peneliti sejak kecil yang selalu setia
menjadi sahabat hingga saat ini.
11.Brownies Crew (Andhin, Mba Dea, Fardil, Desyang, Didit, Gladis)
yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti sejak
SMA hingga saat ini.
12.Teman-teman Program Akselerasi SKPM 45 (Irna, Yessy, Nisa, Ary,
Dini, Didit, Mareta, Shella, Selvi, Mila, Febli, Agus, Putri, Rika, Ifa)
yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan
memberikan semangat bagi penulis.
13. Seluruh teman-teman SKPM 45 yang telah memberikan motivasi dan
keceriaaan selama penulis menyelesaikan kuliah di SKPM IPB.
14.Masyarakat Desa Kembang Kuning yang telah banyak membantu
memberikan informasi terkait penelitian ini.
15.Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Bogor, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ... 10
2.1 Tinjauan Pustaka ... 10
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ... 10
2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil ... 15
2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs ... 16
2.1.4 Definisi Gender ... 18
2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender ... 19
2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender ... 21
2.1.7 Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal 22 2.2 Kerangka Pemikiran ... 28
2.3 Hipotesis Pengarah ... 31
2.4 Definisi Konseptual ... 32
2.5 Definisi Operasional ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2 Pendekatan Penelitian ... 37
3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden ... 38
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 39
3.5.1 Uji Chi Square ... 40
3.5.2 Uji Korelasi Rank Spearman ... 41
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 43
5.1 Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi ... 48
5.2 Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi ... 49
5.3 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49
5.4 Produk Pembiayaan ... 50
5.5 Produk Simpanan ... 51
5.6 Kepedulian Sosial ... 52
5.7 Persyaratan ... 53
5.8 Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 56
5.8.1 Umur ... 56
5.8.2 Status Pernikahan ... 58
5.8.3 Tingkat Pendidikan ... 59
5.8.4 Jenis Usaha ... 61
5.8.5 Tingkat Pendapatan ... 64
BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 66
6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta ... 66
6.2 Ikhtisar ... 69
BAB VII ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI ... 71
7.1 Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 71
7.2 Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ... 75
7.3 Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 77
7.4 Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 80
7.5 Ikhtisar ... 82
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI ... 83
8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 84
8.2 Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 86
8.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 87
8.4 Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ... 88
8.6 Ikhtisar ... 90
BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI ... 93
9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender ... 93
9.2 Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi ... 97
9.3 Ikhtisar ... 102
BAB X PENUTUP ... 103
10.1 Kesimpulan ... 103
10.2 Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan ... 12
Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs ... 17
Tabel 3 Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif,
dan Peran Sosial ... 22
Tabel 4 Konsep dan Pengertian Istilah Gender ... 23
Tabel 5 Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk ... 33
Tabel 6 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 39
Tabel 7 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang
Kuning, 2009 ... 44
Tabel 8 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009 ... 45
Tabel 9 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan
Mata Pencaharian, 2009 ... 46
Tabel 10 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Tingkat Pendidikan, 2009 ... 47
Tabel 11 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur
Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 56
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur
Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57
Tabel 13 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan
dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58
Tabel 14 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60
Tabel 15 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 60
Tabel 16 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan
Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 62
Tabel 17 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan
Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63
Tabel 18 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 64
Tabel 19 Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga
Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72
Tabel 21 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap
Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 75
Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati
oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78
Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan
Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 81
Tabel 24 Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 83
Tabel 25 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur
(Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 85
Tabel 26 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 86
Tabel 27 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 87
Tabel 28 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 88
Tabel 29 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89
Tabel 30 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 89
Tabel 31 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94
Tabel 32 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 95
Tabel 33 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 97
Tabel 34 Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol,
Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 98
Tabel 35 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
Tabel 36 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100
Tabel 37 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 100
Tabel 38 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Triple Bottom Line ... 13
Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender ... 19
Gambar 3 Bagan Analisa SWOT ... 27
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi ... 30
Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian ... 43
Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ... 49
Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ... 55
Gambar 8 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 57
Gambar 9 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 58
Gambar 10 Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 59
Gambar 11 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 61
Gambar 12 Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 63
Gambar 13 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 65
Gambar 14 Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 72
Gambar 15 Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 76
Gambar 16 Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 78
Gambar 17 Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 81
Gambar 18 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 94
Gambar 19 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 96
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 111
Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam ... 118
Lampiran 3 Hasil Olah Data Primer ... 122
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan
pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI),
dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta
mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia
tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia
mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium
Human Development1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96
dari 177 negara2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup
manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN
lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada
pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68
dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah
Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human
Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM
Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 164. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM
Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender
(gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan.
Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja),
akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional.
Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun
2000-2004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
(KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan
1
[HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf 2
[HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet]. [diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf
3 Ibid. 4
pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional.
Pengarusutamaan Gender adalah:
“Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional”.
PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui
Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara,
termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan
pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs
mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun
2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan
kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3)
memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi
tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6)
memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian
lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan.
Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang
merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan
dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan
upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007).
Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini
adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung
jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable
Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi,
keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR
merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan
(stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya.
Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan
dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli
2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom
line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar
utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people),
dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat
(Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga
dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program
CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)
usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan,
program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR.
PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan
aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari
penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang
aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang
pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama
Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan
dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih
penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for
safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya
bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak
operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui
program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan
pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada
masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang
dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional
tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak
yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3.
Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim
Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan
pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang
pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan
pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya
Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola
keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari’ah dalam pengelolaan dan
pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat
sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring
2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa
Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi
penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu
desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional
Holcim Indonesia Pabrik Narogong.
Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai
pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat
melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut
BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses
dan berkelanjutan5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar
Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan
dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya.
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi
pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya
Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah
mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta
perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis
gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk
pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi
telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta
laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi
masih bersifat bias gender6, netral gender7, atau telah responsif gender8?
1.2 Perumusan Masalah
Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian
keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala
keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga
dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi
tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak
mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan
memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah
tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di
rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro,
seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu
5
Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong pada tanggal 9 September 2011.
6
Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin.
7
Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin.
8
pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal
usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut
Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh
perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap
sumber-sumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan
seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas
dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh
perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh
laki-laki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka
lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan
memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti,
2008).
Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan
pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang
pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk
pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah,
ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi
juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana
segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan
pembiayaan lainnya.
Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim
Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009)
melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT
Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat,
dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya
Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro,
merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi,
serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi
memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima
Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya
pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh
Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan
BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga
kontrol masyarakat.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi,
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam
peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun
peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan
dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya
Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan
analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah
berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan
peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis
usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status
perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya
Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki
sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya
Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki9, namun apakah kuantitas
peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut
mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang
juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan
usaha) dari BMT Swadaya Pribumi?
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan
pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis
9
usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin
(perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi?
2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi
dalam rumahtangga peserta?
3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi
dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta
serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi?
4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari
ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender
dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam
pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta
laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser).
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi dan menganalisis:
1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai
faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat
pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta
hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu
pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian
kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta.
3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang
4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya
pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.
5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan
bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR
bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan
analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR
pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif
gender.
2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya
Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran
evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya
BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi
program CSR selanjutnya.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender
dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di
tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan
sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat
sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau
menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan
usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an
istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di
Inggris, tepatnya pada tahun 1948. Pengembangan masyarakat merupakan
pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah,
swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat
tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi
perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap
kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang
lebih luas dan lingkungan10.
Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR
dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang
diberi judul “ Social Responsibilities of The Businessman”. Dua hal yang menjadi
perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum
mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu
masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum
laki-laki (businessman).
10
Tanggung jawab sosial didefinisikan oleh Bowen dalam Solihin (2009) sebagai:
“The obligations of businessman to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desireable in terms of the objectives and values of our society”.
Tahun 1960-an, Keith Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial
perusahaan diluar tanggung jawab ekonomi. Tahun 1970-1980-an, para pimpinan
perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti membentuk Commite for
Economic Development (CED). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan
ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yaitu inner circle of responsibilities:
tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, intermediate circle
responsibilities: tanggung jawab melaksanakan fungsi ekonomi dan secara
bersamaan juga peka terhadap nilai-nilai atau prioritas sosial, dan outer circle of
responsibilities: mencakup kewajiban perusahaan dalam meningkatkan kualitas
lingkungan sosial. Tahun 1992, diadakan Earth Summit yang dilaksanakan di Rio
de Janeiro. Earth Summit dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama
“Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan”. Pertemuan tersebut
menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil
akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya
eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama dalam berbisnis dan menjalankan
pemerintahan11.
Definisi CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah “Segala upaya
manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan,
dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak-dampak
positif di setiap pilar”. Definisi CSR menurut ISO 26000 adalah:
“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the enviroment throught transparent and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; tasks into
account the expectation of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization”.
Tingkatan tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan (korporat)
menurut Carroll dan Wood (1991) dalam Zainal (2006) adalah sebagai berikut
ini:
Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan
Tingkatan/ Level Uraian
Level Ekonomi Dimana perusahaan bertanggung jawab untuk
memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keinginan masyarakat, dan menjualnya kepada masyarakat dengan motif profit.
Level Legalitas Perusahaan mematuhi semua peraturan dan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah (contoh: pajak, regulasi).
Level Etika Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi
keinginan dan ekspektasi dari masyarakat terhadap bisnis yang dijalankannya, melebihi apa yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab legalitasnya.
Level Keterbukaan Perusahaan melakukan tanggung jawabnya melebihi dari
apa yang diinginkan masyarakat, dan menganggap perusahaan adalah bagian dari komunitas.
Dua tahapan pertama banyak terjadi pada era tahun 1970 dan 1980 dimana
perusahaan hanya mementingkan dan mengutamakan pada aspek ekonomi dan
legalitas dalam pemenuhan tanggung jawabnya. Pendekatan ini sering disebut
juga sebagai pendekatan corporate philantrophy, yaitu pelaksanaan CSR oleh
perusahaan hanya sebatas dalam bentuk derma atau charity yang diberikan oleh
perusahaan kepada komunitas lokal di sekitar perusahaan. Pada era 1990, arah
tanggung jawab perusahaan beralih ke inisiatif perusahaan itu sendiri untuk
melakukan CSR yang mengedepankan etika.
Triple Bottom Line merupakan tiga prinsip dasar yang terdapat dalam CSR. Istilah ini dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui
bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century
Sumber: Wibisono (2007).
Gambar 1 Triple Bottom Line
Profit atau ekonomi menjadi salah satu aspek terpenting dan menjadi tujuan dalam setiap kegiatan usaha karena merupakan tanggung jawab ekonomi
yang paling esensial terhadap para pemegang saham. People atau sosial
merupakan tanggung jawab sosial dari perusahaan terhadap masyarakat. Planet
atau lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab perusahaan atas dampak
negatif dari operasi perusahaannya terhadap lingkungan.
Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan penerapan CSR,
yaitu: 1) Tahap perencanaan: tahapan awal dari penerapan CSR, langkah-langkah
yang biasa dilakukan pada tahapan ini antara lain menetapkan visi, misi, tujuan,
kebijakan CSR, merancang struktur organisasi, menyediakan SDM,
merencanakan program operasional, membuat wilayah, dan mengelola dana.
Tahapan ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR
assesement, dan CSR manual building; 2) Tahap implementasi: tahapan ini terdiri atas tiga langkah, yaitu sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi
merupakan tahap memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Implementasi kegiatan
dilakukan sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Internalisasi adalah tahap
jangka panjang yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di
dalam seluruh proses bisnis perusahaan; 3) Tahap evaluasi: tahap ini merupakan
tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur
Sejauhmana efektivitas penerapan CSR; dan 4) Tahap pelaporan: tahap pelaporan Ekonomi (Profit) Lingkungan (Planet)
diterapkan untuk membangun sistem informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
Pengembangan masyarakat (community development) merupakan salah
satu upaya bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Pengembangan masyarakat dalam CSR melibatkan berbagai
stakeholders dan shareholders dalam implementasinya. Menurut Princes of Wales Foundationdalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi
implementasi CSR, yaitu 1) menyangkut human capital atau pemberdayaan
manusia, 2) environments (lingkungan), 3) good corporate governance, 4) social
cohesion, yaitu pelaksanaan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan
sosial, 5) economic strenght atau memberdayakan lingkungan menuju
kemandirian di bidang ekonomi.
Peningkatan ekonomi masyarakat lokal adalah konsentrasi CSR pada
eksternal stakeholders. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi komunitas sekitar perusahaan, maka perusahaan telah turut berpartisipasi mengurangi
kemiskinan yang merupakan tujuan pertama yang tercantum dalam MDGs.
Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat
mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi
perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat
digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam
bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital)
dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati, 2008). Menurut Hubeis (2010),
pemanfaatan dana CSR dalam konteks ekonomi makro merupakan sarana cerdas
dan tangguh dalam memberdayakan perempuan menuju ketahanan ekonomi
keluarga melalui pendidikan dan model PENDANAAN PLUS (Pelatihan dan
Pendampingan Usaha). Pemberdayaan ekonomi lokal menjadi salah satu program
CSR PT Holcim Indonesia Tbk melalui pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil
2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil
Sistem ekonomi dan perbankan yang dominan dikembangkan di
Indonesia adalah sistem perbankan konvensional yang menggunakan teori dari
Negara Barat. Perbankan konvesional memberikan permodalan kepada peminjam
modal dengan peraturan yang rumit dan kewajiban membayar bunga yang
ditentukan oleh pihak bank. Berbeda dengan sistem perbankan dari Negara Barat,
sistem perbankan dengan syariat Islam berprinsip pada saling mempercayai antara
pelaku ekonomi sehingga apabila mendapatkan keuntungan ataupun kerugian
akibat jalinan kerjasama akan ditanggung bersama (Koesoemowidjojo, 2000).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga
keuangan mikro berbasis syariat Islam. Baitul Maal wa Tamwil atau padanan kata
Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil,
dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat serta membela kepentingan
kaum fakir miskin. Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi:
1) Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya.
2) Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
peraturan dan amanahnya12.
Lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah, seperti bank syari’ah,
koperasi syari’ah, atau Baitul Maal wa Tamwil memiliki jenis produk yang tidak
lepas dari akad (perjanjian). Menurut Ascarya (2008), berbagai jenis akad dapat
dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu:
1) Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah;
2) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;
12
Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012].
3) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah;
4) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
5) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
6) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.
Salah satu Baitul Maal wa Tamwil yang merupakan bagian dari CSR
suatu perusahaan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. BMT
Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro
yang berbasis syari’ah yang dibentuk secara bersama oleh pihak Community
Relation PT Holcim Indonesia Tbk dan tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal. BMT Swadaya Pribumi memiliki dua jenis produk, yaitu produk
pembiayaan (murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah) dan produk
simpanan (simpanan swadaya pribumi, simpanan pendidikan, simpanan Idul Fitri,
simpanan qurban, dan simpanan berjangka mudharabah). Penjelasan mengenai
BMT Swadaya Pribumi dan jenis produk yang ada di BMT Swadaya Pribumi
dijelaskan pada BAB V.
2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs
MDGs memiliki delapan tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015,
diantara kedelapan tujuan tersebut terdapat tujuan yang berkaitan dengan
kesetaraan gender, yaitu tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam.
Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara lebih spesifik diuraikan
pada tujuan ketiga MDGs: mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah
mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam meningkatkan kualitas hidup
manusia tanpa membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Meskipun
telah banyak pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa
kesenjangan gender (gender gap) masih ada dalam sebagian besar bidang (UNDP
Indonesia, 2007). Perempuan dan laki-laki memang berbeda, namun tidak untuk
dibeda-bedakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gender diantaranya dengan menghilangkan ketimpangan
formal maupun informal, dan berbagai kegiatan atau program lainnya, termasuk
program CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Hocim Indonesia Tbk.
Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs
Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Target 4 Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar
dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari dari tahun 2015
4.1 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang
diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak
laki-laki (%)
4.2Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24
tahun, yang diukur melalui angka melek huruf
perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%)
4.3Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%)
4.4T ingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (%)
4.5Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%)
4.6T ingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PPP) pada
kelompok perempuan (%)
4.7Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%).
Sumber: UNDP Indonesia (2007).
Tabel 2 menunjukkan indikator atau pengukuran terhadap pencapaian
tujuan ketiga MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Indonesia dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan ketiga apabila
indikator tersebut telah tercapai dengan optimal. Beberapa tantangan yang
dihadapi untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu: 1) menjamin kesetaraan gender
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota,
terutama dibidang-bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
ekonomi, hukum, dan politik; 2) meningkatkan kualitas hidup dan peran
perempuan melalui aksi afirmasi (affirmative action) di berbagai bidang
pembangunan; 3) meningkatkan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan
pengarusutamaan gender; 4) meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam
kebijakan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan (UNDP,
2007).
2.1.4 Definisi Gender
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19
Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada
pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat
dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender
menurut Hubeis (2010) adalah:
“Suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati atau mutlak”.
Selain itu, menurut Hubeis (2010) gender lebih mengacu pada perbedaan
peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan
karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada
pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya
dinilai dan dihargai. WHO (2011) memberi batasan gender sebagai13:
"Gender refers to the socially constructed roles, behaviours,
activities, and attributes that a given society considers appropriate for men and women”.
(Gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat).
Menurut Simatauw et al. (2001) gender dan jenis kelamin (sex) memiliki
konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak
dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh
13
[WHO] World Health Organization. 2011. What do we mean by "sex" and "gender"?. [Internet].
budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan memasak, mengurus
rumahtangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin
(sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah, seperti
perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya.
Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya.
Sumber: Depkeu (T.t).
Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender
2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender
Instruksi Presiden dalam Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional
mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan
laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap
perempuan dan laki-laki.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain (Simatauw et al. 2001):
1) Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi
Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan
terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti tanah, kredit, pasar. Seks
Tidak dapat dipertukarkan (kodrat)
Laki-laki Perempuan Ciri dan fungsi Ciri dan fungsi
Penis Vagina Jakun Sel telur Sperma Menyusui Membuahi Melahirkan
Gender
Dapat dipertukarkan dan merupakan bentukan manusia
Laki-laki Perempuan Citra/jati diri Citra/jatidiri /peran /peran
Perempuan dipinggirkan dalam berbagai kegiatan yang lebih
memerlukan laki-laki.
2) Subordinasi (penomorduaan)
Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau
lebih diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat
batasan-batasan yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan
terhadap perempuan dalam melakukan sesuatu. Perempuan tidak
memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut
dengan dirinya. Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang
dibuat oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama (a main
breadwinner) sedangkan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan (secondarybreadwinner).
3) Beban kerja berlebih (over burden)
Pembagian peran dibagi menjadi produktif, reproduktif, memelihara
masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya memiliki tiga
peran (triple role), yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara
masyarakat. Perempuan lebih dominan pada tiga peran tersebut
sedangkan laki-laki lebih dominan pada peran produktif dan politik
masyarakat.
4) Cap-cap negatif (stereotype)
Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, umumnya perempuan.
Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional,
lemah, dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti itu.
Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan
berdampak buruk pada salah satu pihak.
5) Kekerasan (violence)
Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai kekerasan terhadap
perempuan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa kekerasan fisik
maupun psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi
2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender
Peran (pembagian kerja) gender terlihat dari perbedaan peran atau
kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai
sosial-budaya yang berlaku. Perempuan dan laki-laki dibeda-bedakan dalam melakukan
peran atau kegiatan karena persepsi masyarakat yang lazim terbentuk secara
umum. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok di
dalam masyarakat tertentu dan seringkali mengalami perubahan setiap saat. Peran
gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya
tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu atau jenis
kelamin tertentu, namun secara perseorangan ada kemungkinan bahwa seorang
perempuan dan/atau lelaki memiliki peran aktual gender yang bertentangan
dengan peran gender per jenis seks yang dipandang tepat dan lazim serta
disepakati di masyarakat bersangkutan (Hubeis, 2010).
Peran perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga jenis peran,
yaitu peran reproduktif, produktif, dan sosial. Menurut Simatauw et al. (2001)
peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau mengahasilkan
barang-barang lainnya yang tidak dikonsumsi atau digunakan sendiri, misalnya
bertani, beternak, berburu, menjadi buruh, berdagang. Peran reproduktif adalah
kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat dan mengurusi keperluan keluarga
seperti, merawat anak, mengambil air, memasak (Simatauw et al. 2001). Peran
sosial terdiri dari peran merawat masyarakat dan politik masyarakat. Peran
merawat masyarakat, yaitu kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjalin
kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti
arisan, pengajian, upacara adat. Peran politik masyarakat yaitu kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan
masyarakat, seperti pemilihan kepala desa, rapat pembagian tanah, dan lain-lain
(Simatauw et al. 2001).
Menurut Hubeis (2010) peran reproduktif (domestik) adalah peran yang
dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan
pemeliharaan sumberdaya insani (