• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu

sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.34

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya “ An Introduction to Principles of Morals

and Legislation”.35

Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.36

Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan),

sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.37

Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan

mempertimbagkan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (The

34

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253

27

Ian Saphiro, Asas dan Moral dalam Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13

Jeremy Bentham (1748-1832) karyanya Introduction to the Principles of Morals and

Legislation, pertama kali diterbitkan pada tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata latin utilitis yang berarti “manfaat”. Dictum Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

28

Ibid., hal. 14

29

K. Bertens, Op.cit., hal. 67

30

greatest good for the greatest number) artinya bahwa hal yang benar didefenisikan

sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut juga aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.38

Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan- baik buruknya- tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.39

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.

31

Manuel G Velazquez, Etika Bisnis :Konsep dan Kasus (Edisi Ke-5), diterjemahkan oleh Ana Purwaningsih, Kurnianto, dan Totok Budi Santoso, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005), hal. 80

Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup misalnya merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan (Suistanable Development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan.40

Ada suatu pola pikir masyarakat yang membuatnya mudah untuk dipahami adalah bahwa konsep yang paling masuk akal dan adil bagi masyarakat adalah konsep

utilitas (manfaat). Suatu masyarakat dapat diatur dengan baik bila perusahaan mampu

memaksimalkan saldo bersih dari kepuasan. Prinsip ini merupakan pilihan yang diperuntukan bagi banyak orang.

Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya teori ini cukup dekat dengan Cost-benefit analysis (Analisis biaya manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar

32

dibanding biayanya.41 Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.42

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini dalam bukunya utilitarianism yangditerbitkan pada tahun 1861 John Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi kebahagiaan yang mengijinkan kesenangan heterogen dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan utilitarianisme eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.43

Selain teori utilitarianisme tesis ini juga menggunakan teori keadilan. Teori ini dikemukakan oleh John Rawls. Di dalam bukunya yang berjudul A Theory of

Justice, beliau menyaratkan dua prinsip keadilan sosial yang sangat mempengaruhi

pemikiran abad ke-20 yaitu prinsip- prinsip sebagai berikut: 33 Ibid 34 Ibid., hal. 67 43

Peter Pratley, Etika Bisnis (The essence of Bussiness Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetoi, (Yogyakarta: Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte, Ltd, 1997), hal. 191-192

1. Paling utama adalah prinsip kebebasan yang sama (Equal liberty) yakni setiap orang memiliki hak atas kebebasan individual (Liberty) yang sama dengan hak orang lainnya.

2. Prinsip kesempatan yang sama (Equal oppurtunity). Dalam hal ini, ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat harus diatur untuk melindungi pihak yang tidak beruntung dengan jalan memberi kesempatan yang sama bagi semua orang dengan persyaratan yang adil.44

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan kata lain dunia bisnis harus seimbang dengan kehidupan lingkungan yang bermutu.

CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan yang dimaksudkan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.45 Konsep CSR sudah mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik,CSR dapat dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan tersebut. Ada juga sebagian besar yang mengidentikkan CSR dengan

Community Development (CD). CSR berbeda dengan CD dari segi historis

keberadaan diantara keduanya.

Community Development (CD) merupakan kerelaan perusahaan untuk

memberikan sebentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan sedangkan

44

John Rawls, A Theory of Justice, (London:Harvard University Press, 1971), hal. 23-24 dikutip dari K. Bertens, Op. cit., hal. 295

37

CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak-hak masyarakat setempat.

Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari pemangku kepentingan (stakeholders) baik secara internal maupun eksternal.46 CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis beroperasi secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas. Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Bussiness Council for Sustainable

Development (WBCSD)47 dalam publikasinya Making Good Bussiness Sense mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan “ Continuing

commitment by bussiness to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of live of the workforce and their families as well as the

38

Erni R Ernawan, Op.cit., hal. 110

39

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah merupakan

Forum Asosiasi CEO dari sekitar 200 perusahaan yang terlibat secara khusus dengan bisnis pembangunan berkelanjutan, dikutip dari Ika Safithri, Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate

Social Responsibility (CSR) menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tesis, Medan : Pasca Sarjana Hukum USU, 2008), hal. 27

40

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR, (Gresik: Fascho Publishing, 2007), hal. 7

41

local community and society at large.” (adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komonitas lokal dan masyarakat secara lebih luas).48

Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha yang mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders.49

Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain CSR kadang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha. Namun umumnya bila disebut salah satu darinya konotasinya pasti kembali kepada CSR.

Penerapan CSR tidak luput dari kerjasama pelaku usaha, masyarakat serta pemerintah untuk menciptakan suatu iklim dunia usaha yang berkesinambungan baik dari segi ekonomi, sosial serta lingkungan. Pelaku usaha mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya untuk menjaga citra baik perusahaan tetapi juga menjaga kesinambungan (Sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan)

Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya jika orientasi pimpinannya hanya mengarah pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar penghias saja. Sifat CSR yang sukarela absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakkan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai penghias saja. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi- kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang.50

Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat peraturan pelaksanaanya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk mengenai besaran kewajibannya, siapa lembaga yang akan mengawasinya serta apa sanksi jika tanggung jawab diabaikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan

50

Mas Achmad Daniri, “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, http//www.governanceindonesia.com/component/option.com_remostory/func.file/id.50/lang.en/(diakse s pada tanggal 20 November 2009)

atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Tujuan utama membuat aturan main (Rule of the game) tentang CSR adalah agar perusahaan bisa bekerja dengan tenang.51

Lebih lanjut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bussiness for

Social Responsibility,52 adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain:

a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market

share)

b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (Strengthened and brand

positioning)

c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (Enchanced Corporate

Image and Clout)

d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan (Increased ability to attract, motivate, and retain employes) e. Menurunkan biaya operasional perusahaan (Decreasing operating cost)

43

“Pemerintah siap terbitkan PP Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, http//www. Antara.co.id, diakses pada tanggal 8 Desember 2009

44

Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility :Doing the most good for

your company and your cause, (New Jersey :John Wiley and sons, inc, 2005), hal. 10. Business Social Responsibility adalah suatu organisasi non-profit secara global, yang memberikan informasi,

instrumen, pelatihan-pelatihan dan jasa konsultasi yang berkaitan dengan Corporate Social

Responsibility dalam melakukan kegiatan dan strategi bisnis perusahaan. (business for social responsibility is a leading nonprofit global organization providing business with information tools, training and advisory services related to integrating corporate social responsibility in their business operation and strategies), sebagaimana dikutip dari Ika Safithri, Op.cit., hal. 34

f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (Increased

appeal to investors and financial analysts).

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif didefenisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.53

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data atau bahan penelitian dalam tesis ini dihimpun dari beberapa sumber yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru ataupun pengertian yang baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai studi

53

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia,1988), hal. 10

gagasan dalam bentuk Undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

b. Bahan Hukum Sekunder

yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaan penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun dari internet.

3. Analisis Data

Pengelolaan data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.

Dalam hal bahan-bahan hukum primer, hukum sekunder dan tersier yang dimaksud telah diperoleh, maka bahan hukum tersebur diperiksa kembali kelengkapan dan konsistensinya satu sama lain, kemudian disismasir sesuai permasalahan dari penelirian ini. Selanjutnya bahan hukum tersebut diolah secara

kualitatif dengan melakukan identifikasi yang logis, sistematis sesuai dengan tema untuk dianalisis. Analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan cara deduktif sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan.

Dokumen terkait