• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa konsep untuk membantu penulis dalam menjabarkan implementasi teknologi AI yang dilakukan oleh Uni Eropa dalam bidang keamanan. Penulis akan menggunakan Konsep

42

Revolutionary in Military Affairs (RMA) dan juga Adaptive Model of Foreign Policy untuk menjabarkan hasil dari penelitian.

1.5.1. Revolution in Military Affairs (RMA)

Revolution in Military Affairs atau RMA pada awalnya merupakan sebuah gagasan yang dikemukakan oleh Uni Soviet yang dinamakan dengan Military-Technical Revolution atau MTR dengan fokus untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam perang dan juga memfokuskan bagaimana upaya Uni Soviet mengatasi inovasi – inovasi doktrin yang diberikan oleh Amerika Serikat.26 Amerika Serikat menganggap RMT yang dikeluarkan oleh Uni Soviet terlalu menitik beratkan pada teknologi, dalam kenyataannya peperangan tidak hanya dikendalikan oleh teknologi, tetapi juga mengenai pembaharuan doktrin serta organisasi militer itu sendiri, sehingga RMT diubah namanya menjadi RMA.

RMA dijelaskan oleh William S. Cohen sebagai suatu hal yang terjadi ketika sebuah negara mendapatkan peluang untuk mentransformasikan strategi, doktrin militer, pelatihan, pendidikan, organisasi, peralatan, operasi, dan taktik untuk mencapai tujuan militer yang maksimal dengan cara – cara yang fundamental.27 RMA disebut juga sebagai digitalisasi perang atau perang di era modern dimana RMA bisa menampilkan perang yang terjadi secara real-time

26Budi Wanan Salaka, Apa yang dimaksud dengan revolution in military affairs?, diakses melalui https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-revolution-in-military-affairs/6302 pada tanggal 12 Maret 2021 pukul 10:16 WIB

27 Alex Firmansyah Rahman; Syaiful Anwar; Arwin DatumayaWahyudiSumari, ANALISIS MINIMUM ESSENTIAL FORCE (MEF) DALAM RANGKA PEMBANGUNANCYBER-DEFENSE, Jurnal Pertahanan, Vol. 5, No. 3, 2015, hal. 63-85

43

dimana setiap orang dengan mudah dapat mengakses bagaimana situasi perang yang terjadi di mana saja, kapan saja, sampai dengan hal terkecil yang ada di medan perang. RMA memberikan pilihan baru bagi setiap elit militer untuk memanfaatkan teknologi dalam membangun kepentingan militernya. 28 Karakteristik utama dari RMA ini adalah adanya penggunaan komunikasi dan teknologi informasi untuk meningkatkan efektivitas pertempuran. 29 Keefektifitasan pertempuran melalui RMA dapat diperoleh dengan melakukan perubahan terhadap beberapa elemen militer seperti senjata, organisasi, dan doktrin melalui penerapan sebuah sistem yang disebut ‘system of systems’.30

RMA tidak hanya mengubah teknologi persenjataan yang ada dalam perang, melainkan RMA juga mengakibatkan pergeseran konsep perang dimana perang yang awalnya dilakukan secara konvensional, sekarang berubah menjadi kontemporer yang juga membuat adanya strategi perang baru dengan mempertimbangkan upaya untuk mengelola, memperdayakan, serta mengoptimalkan sumber daya pertahanan yang dimiliki oleh suatu negara.31 RMA memiliki beberapa komponen dasar berupa peningkatan informasi, intelejen, komando dan pengendalian, teknologi canggih, serta beberapa konsep

28Redaksi, REVOLUTIONIN MILITARY AFFAIRS DAN IMPLIKASINYA BAGI TNI, diakses melalui https://www.fkpmar.org/revolution-in-military-affairs-dan-implikasinya-bagi-tni/ pada tanggal 12 Maret 2021 pukul 09:48 WIB

29 Tony Herdijanto, Mulyadi, dan A. K. Susilo, Development Strategy of Revolution in Military Affair Concept by Indonesia Armed Forces (TNI) in the South China Sea, Journal of Defense Resources Management, Vol. 10 No. 2, 2019, hal. 40-61.

30 Ibid.

31Puspen, Perkembangan Iptek Memicu Revolution In Military Affairs (RMA), diakses melalui https://tni.mil.id/view-36545-perkembangan-iptek-memicu-revolution-in-military-affairs-rma.html pada tanggal 12 Maret 2021 pukul 10:03 WIB

44

operasi modern.32 Carlo Alberto Cuoco dalam paper-nya dengan judul The Revolution in Military Affairs: Theoretical Utility and Historical Evidence menyebutkan bahwa terdapat tiga kerangka teori pada RMA yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang berbeda.33 Tiga kerangka teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Revolutionary Waves: kerangka teori ini dikemukakan oleh Alvin dan Heidi Toffler, yang berasumsi bahwa perubahan dalam aktivitas produksi dan penciptaan kekayaan adalah faktor yang memicu gelombang revolusi yang membentuk gaya perang yang berbeda dalam setiap periode. Secara singkatnya, Toffler menyatakan bahwa revolusi militer dipengaruhi oleh perubahan teknologi, pengetahuan, revolusi industry, bahkan inovasi pertanian dan ekonomi;

2. RMAs and Military Revolution: kerangka teori ini disampaikan oleh Williamson Murray, yang memiliki asumsi bahwa revolusi militer dapat dipengaruhi oleh perubahan politik, sosial, strategi, dan inovasi teknologi.

Menurut Murray, walaupun revolusi militer terjadi, sifat dasar perang tidak akan berubah;

3. RMAs and Realm Strategy: kerangka teori ini dicetuskan oleh Eliot H.

Cohen dan Colin S. Gray, dengan asumsi bahwa revolusi militer terjadi tidak hanya didorong oleh perkembangan teknologi, namun juga

32 Lestari, Skripsi: ”KEBIJAKAN KEAMANAN KOREA SELATAN DALAM PERSPEKTIF RMA (REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS)” (Malang: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG, 2015), hal. 16-19.

33 Carlo Alberto Cuoco, The Revolution in Military Affairs: Theoretical Utility and Historical Evidence, Research Institute for European and American Studies, No. 142, 2010, hal. 43-45.

45

penyesuaian instrument militer untuk tujuan politik. Dalam kerangka teori ini, politik merupakan faktor utama mengapa akhirnya sebuah negara melakukan revolusi dalam militernya.34

Konsep RMA ini kemudian akan penulis gunakan untuk menjelaskan alasan penerapan teknologi AI dalam pengembangan sistem keamanan di Uni Eropa.

Adanya kesadaran Uni Eropa terhadap pentingnya teknologi AI yang dikembangkan dalam bidang keamanan membuat Uni Eropa mulai berinovasi dan melakukan pengembangan. Berdasarkan tiga kerangka teori RMA yang telah disebutkan diatas, dalam penelitian ini penulis akan lebih berfokus pada RMAs and Realm Strategy yang dikemukakan oleh Cohen dan Gray. Hal ini dikarenakan kerangka teori RMAs and Realm Strategy lebih mampu untuk memberikan penjelasan terhadap alasan penerapan teknologi AI dalam pengembangan sistem keamana Uni Eropa.

Uni Eropa mulai mengembangkan sistem keamanan menggunakan AI dalam berbagai ranah keamanan mulai dari di darat dengan mengembangkan robot – robot darat yang menggunakan sistem navigasi dan juga sensor otomatis.

Bidang keamanan laut Uni Eropa juga ditingkatkan dengan AI dalam bidang perkapalan yang dilengkapi dengan sonar dan radar kapalnya dimana persenjataan dan semua fasilitasnya diintegrasikan dengan AI, serta kapal untuk persiapan perangnya juga dilengkapi AI dalam hal manuver dan pengambilan

34 Ibid, hal. 43-59.

46

keputusan atau auto-pilot.35 Bidang keamanan udara Uni Eropa juga mulai ditingkatkan dengan adanya AI seperti satelit yang dilengkapi AI untuk mengidentifikasi objek, ancaman, dan bantuan dengan lebih akurat serta adanya virtual assistant di dalam pesawat untuk membantu menganalisa keadaan serta memberikan pilihan solusi jika terjadi suatu hal yang diluar kendali dan sulit untuk melihat keadaan sekitar. Dapat dilihat bahwa Uni Eropa sudah mulai sadar akan pentingnya penerapan RMA, hal ini juga diperkuatdengan banyaknya R&D serta wacana dan pembuatan White Paper yang diperbaharui setiap tahunnya untuk membahas mengenai AI di bidang keamanannya.

Dokumen terkait