• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Amanat para pendiri Republik dalam Pasal 27 (2) UUD 1945 tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, tidak berlaku diskriminatif terhadap pekerja outsourcing. Kemudian, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa:

Negara Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

       23

M. Fazrin Pane, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Tesis, (Medan, Sekolah Pascasarjana USU, 2008).

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Kemudian dalam pasal 27(2) UUD 1945 menyatakan bahwa: “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Dari amanat para pendiri Republik dapat kita pahami bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak.

Selanjutnya, UUK sebagai penjabaran dari UUD 1945 dan TAP MPR, telah mengatur perlindungan terhadap hak-hak pekerja, antara lain: 1. perlindungan PHK; 2. jamsostek; 3. upah yang layak dan tabungan pensiun. Dalam praktek outsourcing, hak-hak tersebut merupakan sesuatu yang sangat mahal untuk didapat oleh para pekerja outsourcing. Karena status pekerja outsourcing adalah pekerja pada PT.A, tapi harus bekerja pada PT.B dengan waktu kerja: 6 bulan, 1 tahun atau 2 tahun.

Proses demokrasi di tempat kerja yang sedang berlangsung di Indonesia pada saat ini pada dasarnya mempunyai nilai positif terhadap perkembangan hubungan perburuhan di Indonesia. Hal ini disebabkan demokratisasi tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh para pengambil keputusan itu sendiri. Di samping itu, proses pengambilan keputusan secara demokratis ini pada gilirannya dapat mendorong terciptanya hubungan kemitraan antara buruh dan pengusaha yang cenderung bersifat permusuhan (adversarial), namun saling membutuhkan satu sama lain. Dengan kata lain mitranisasi hubungan buruh dan pengusaha disini di satu pihak bukan hanya sekedar mengharapkan tercapainya konsensus di antara mereka melalui

mekanisme konflik (conflict-consensus), dan di lain pihak juga bukan dengan cara melarang penggunaan hak mogok.24

Hubungan kerja pada dasarnya adalah hubungan antara buruh dan majikan terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.25 Pendapat lain mengenai hubungan kerja menurut Husni dalam Asikin adalah hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak buruh mengikatkan dirinya pada pihak majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan si buruh dengan membayar upah.26 Hal yang sama mengenai hubungan kerja juga terdapat dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang isinya hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure pekerjaan, upah dan perintah.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam suatu hubungan kerja diawali dengan suatu perjanjian yang dalam hal ini adalah suatu perjanjian kerja terlebih dahulu.

       24

Aloysius Uwiyono, Hak Mogok di Indonesia, Cetakan I, (Jakarta: UI Press, 2001), hlm.221. 25

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet-12, (Jakarta: Djambatan, 1999), hlm.70.

26

Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Cet-1, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.25.

Pasal 1320 KUHPerdata (syarat sah perjanjian), untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Pasal 1338 KUHPerdata (asas kebebasan berkontrak), “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Selanjutnya mengenai pengertian perlindungan hukum bagi tenaga kerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan. Dan kemudian mengenai outsourcing, bahwa pada dasarnya prinsip-prinsip mengenai outsourcing telah dijalankan sejak dulu. Hal tersebut dapat dilihat dari bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing untuk bertempur pada peperangan mereka serta menyewa ahli bangunan untuk membangun kota beserta istana.27 Undang-Undang Ketenagakerjaan memang secara eksplisit tidak menjelaskan mengenai pengertian dasar dari outsourcing itu sendiri. Namun praktik outsourcing tersebut dalam undang-undang

       27

Chandra Suwono, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Komutindo, 2003), hlm.2.

ini dikenal dalam dua bentuk. Bentuk ini adalah pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Seperti yang ditegaskan oleh Imam Soepomo tujuan pokok hukum perburuhan adalah terlaksananya dan terwujudnya keadilan sosial. Hukum ketenagakerjaan tidak bisa dilepaskan dari tujuan awal dilahirkannya sebagai hukum yang mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan guna tercapainya keadilan sosial. Hukum dalam pengertiannya yang utama adalah suatu aturan yang dicita-citakan dan diwujudkan dalam undang-undang, namun sebelumnya perlu ditegaskan bahwa hukum memiliki dua pengertian yang perlu dipahami:28 1. Hukum dalam arti keadilan (keadilan= iustitia). Maka di sini hukum menandakan

peraturan yang adil tentang kehidupan masyarakat, sebagaimana dicita-citakan. 2. Hukum dalam arti undang-undang atau lex/wet. Kaidah-kaidah yang mewajibkan

itu dipandang sebagai sarana untuk mewujudkan aturan yang adil tersebut.

Hukum ketenagakerjaan seperti yang telah disinggung merupakan hukum yang dibentuk untuk mengadakan keadilan dalam hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Secara sosial ekonomi posisi pengusaha dan pekerja/buruh sangat bertolak belakang. Hal ini menyebabkan hubungan antara keduanya diatur oleh hukum, yaitu hukum yang adil. Keadilan sosial adalah keadilan

       28

yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerjasama sosial khususnya yang dilakukan oleh negara.29

Agar tercapainya suatu keadilan sosial, diperlukan pelaksanaan prinsip-prinsip hukum tertentu. Teori keadilan dari John Rawls menyaratkan dua prinsip keadilan sosial yang sangat mempengaruhi pemikiran abad ke-20, yaitu prinsip-prinsip sebagai berikut:30

1. Paling utama adalah prinsip kebebasan yang sama (equal liberty), yakni setiap orang memiliki hak atas kebebasanindividual (liberty) yang sama dengan hak orang lainnya.

2. Prinsip kesempatan yang sama (equal opportunity). Dalam hal ini, ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat harus diatur untuk melindungi pihak yang tidak beruntung, dengan jalan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang dengan persyaratan yang adil.

Kepastian hukum merupakan syarat untuk melahirkan ketertiban. Untuk mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keterarutan dalam masyarakat. Hukum diartikan sebagai tata hukum atas hukum positif tertulis.31 Keberlakukan hukum di tengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus

       29

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Rawls dan Hebermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm.6,8 dalam Agusmidah, Politik Hukum dalam Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi, (Medan: SPS USU, 2006), hlm.131.

30

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hlm.126. 31

Suhaidi, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, hlm. 8.

memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan dapat menjadi pedoman, baik bagi masyarakat maupun bagi aparatur hukum dalam mengambil keputusan.32

Sociological Jurisprudence: Roscoe Pound mengatakan, hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Menunjukkan kompromi antara hukum yang tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi adanya kepastian hukum dengan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum.33 Aktualisasi dari living law, hukum tidak dilihat dari wujud sebagai kaidah, melainkan hukum terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Pada kenyataan hukum adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books.

2. Landasan Konsepsi

Dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau empiris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsional yang dipiris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsional yang didasarkan atau diambil dari peraturan-peraturan perundang-undangan tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.

       32

Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

33

a. Perlindungan hukum adalah penjagaan agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan.34

b. Status hukum adalah keberadaan seseorang mengenai hak dan kewajiban yang diatur dalam peraturan yang mengikat.

c. Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang

sebelumnya dilakukan di dalam perusahaan ke pihak ketiga.35

d. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.36

Dokumen terkait