• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Teori dan Konsepsi

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan suatu pengetahuan yang benar dengan menggunakan metode ilmiah, logis dan dapat diverifikasi. Teori mempunyai peranan penting dalam setiap kegiatan penelitian ilmiah, karena setiap kegiatan ilmiah pada umumnya diawali penelusuran teori dan membuat keputusan terakhir dengan suatu konsepsi teori. Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variable, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.11

Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.12

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”13

11J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm.

194

12M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hlm. 80.

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 6.

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori Hans Kelsen tentang tanggungjawab hukum. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. “Bahwa seseorang bertanggungjawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggungjawab hukum, berarti dia bertanggungjawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”.14

Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa :”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilapan (negligence) ; dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan mengkehendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.”15

Menurut teori klasik, “perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang berisi dua (een tweezijdigde overeenkomst), yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksud dari satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran (offer, aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaarding) dari pihak yang lain. Akan tetapi, pandangan klasik itu kiranya kurang tepat, oleh karena dari pihak yang satu penawaran, dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu”.16

Dalam teori sama nilai (equivalent theory) yang dikemukakan oleh Laesio Enormis, menyatakan bahwa, “suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu yang equivalent (sama nilainya) dengan isi janji itu oleh pihak kedua (lazimnya perjanjian sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise) tidak merupakan janji yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat.”17

Prinsip diatas mencerminkan telah adanya rasa keadilan didalam melakukan perjanjian. “Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh dalam hukum perjanjian kita yang bersumber dari KUH Perdata, dimana

14Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum dan Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 81.

15Ibid, hlm. 83

16 Erza Putri, Teori-Teori Tentang Hukum Kontrak,

http://erzaputri.blogspot.com/2011/07/teori-teori-tentang-hukum-kontrak.html, diakses tanggal 09 Juli 2011, pukul 21.43 WIB.

17 Sunarjati Hartono, Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 305.

dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan falsafah hidup masyarakat Eropa abad ke-19”.18

Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak para pihak, yang diasumsikan bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak.19 Teori kehendak ini dipertahankan oleh Gr. Van der Burght, yang dikenal dengan ajaran kehendak (wisleer). Menurutnya ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan terbentuk tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin yang ada dalam kehendak subjektif para calon kontrakan.20

Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya bagi dirinya.

Fungsi atau arti penting kontrak dalam lalu lintas bisnis, yaitu :21

a. Kontrak sebagai wadah hukum bagi para pihak dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing (bertukar konsesi dan kepentingan).

b. Kontrak sebagai bingkai aturan main.

c. Kontrak sebagai alat bukti adanya hubungan hukum.

d. Kontrak memberikan atau menjamin kepastian hukum.

e. Kontrak menunjang iklim bisnis yang kondusif (win-win solution; efisiensi – profit).

18Ibid, hlm. 60.

19 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 5

20Ibid, hlm. 6

21 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2010, hlm. 100.

Istilah ”kontrak“ atau “perjanjian“ dalam sistim hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract“ dan “overeenkomst“.

Pelaksanaan perjanjian jasa borongan tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara pihak penyedia jasa dengan pengguna jasa tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara penyedia jasa (pemborong) dengan pengguna jasa (pemilik) adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian tidak bisa lepas dari ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata khususnya Bab II Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Perjanjian dalam KUH Perdata dapat diartikan “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”22

Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.23

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :

22Subekti, Op-Cit, hlm. 1

23Ibid, hlm. 1

1) Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, yang meliputi :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

2) Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, yang meliputi :

a. Suatu hal (obyek) tertentu b. Sebab yang halal

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam pasal 1321-1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian dan pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Syarat tersebut merupakan syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Mengenai kapan suatu perjanjian dikatakan terjadi antara para pihak, dalam ilmu hukum kontrak dikenal beberapa teori, yaitu :24

1) Teori Penawaran dan Penerimaan

24 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 8.

Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut.

2) Teori Kehendak

Teori ini berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam perjanjian, maka yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku.

3) Teori Pernyataan

Menurut teori ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku. Sebab masyarakat menghendaki apa yang dinyatakan itu dapat dipegang.

4) Teori Pengiriman

Menurut teori ini suatu kata sepakat dapat terbentuk pada saat dikirimnya suatu jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu perjanjian, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.

5) Teori Pengetahuan

Menurut teori ini, suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya tersebut telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh pihak yang

menerima tawaran masih dianggap belum cukup, karena pihak yang melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran tersebut.

6) Teori Kepercayaan

Teori ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap telah terjadi manakala ada pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya.

2. Konsepsi

Konsep berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.25

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut dengan operacional definition.26 Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

a. Jasa Pemborongan adalah layanan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan Pejabat Pembuat Komitmen pada Kantor Balai Sumber Daya Air dan proses serta

25Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 122.

26Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.

pelaksanaannya diawasi oleh Balai Sumber Daya Air atau pengawas konstruksi yang ditugasi

b. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung didalamnya.

c. Air Baku adalah air bersih yang dipakai untuk kebutuhan air minum, air rumah tangga dan industri.

d. Pejabat Pembuat Komitmen pada Kantor Balai Sumber Daya Air adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan jasa. Nama, jabatan dan alamat Pejabat Pembuat Komitmen tercantum dalam syarat-syarat khusus kontrak.

e. Perjanjian Pemborongan adalah suatu perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak pemborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan.27

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait