• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

1. Pemahaman Konsep Citra Perusahaan a. Pengertian Citra Perusahaan

Putra.dkk (2015: 2) mengatakan bahwa citra merupakan salah satu aset penting dalam perusahaan yang seharusnya terus menerus dibangun dan dipelihara. Citra dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Hal positif yang dapat meningkatkan citra perusahaan melalui keberhasilan perusahaan. Dengan demikian, citra suatu perusahaan merupakan representasi dari suatu lembaga dengan harapan mampu mendorong citra perusahaan yang poisitif.

Perusahaan yang memiliki citra yang baik biasanya akan lebih disenangi oleh para konsumen salah satunya dikarenakan mereka telah percaya bahwa perusahaan sudah dalam kategori bagus baik dari segi pelayanan, bangunan, keindahan ruangan dan keindahan lainnya yang mampu menarik hati konsumen. Apabila suatu perusahaan memiliki citra yang bagus dan menarik dimata konsumen maka akan lebih mudah bagi perusahaan untuk lebih

maju dan berkembang. Dengan citra yang bagus dan menarik diharapkan para konsumen akan tetap ikut aktif pada perusahaan.

Menurut Adona dalam Putra.dkk (2015: 2) citra perusahaan adalah kesan atau impresi mental atau suatu gambaran dari sebuah perusahaan di mata khalayak yang terbentuk berdasarkan pengetahuan serta pengalaman mereka sendiri. Untuk itu sebuah citra sangat berguna bagi perusahaan. Apakah, perusahaan mereka telah memiliki citra yang positif di mata masyarakat sehingga banyak calon pelanggan memilih perusahaan mereka karena dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan. Citra yang positif adalah gambaran kesan utama yang dimiliki individu tentang suatu organisasi atau perusahaan sehingga dalam pelaksanaanya, individu yang memiliki persepsi baik terhadap suatu perusahaan dan pada akhirnya akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Sedangkan Kriyantono dalam Sari (2012: 3) mengatakan citra (image) merupakan gambaran yang ada dalam benak publik tentang perusahaan. Citra adalah persepsi publik tentang perusahaan menyangkut pelayanannya, kualitas produk, budaya perusahaan, perilaku perusahaan, atau perilaku individu-individu dalam perusahaan dan lainnya. Pada akhirnya persepsi akan mempengaruhi sikap public apakah mendukung, netral atau memusuhi.

b. Citra Dalam Suatu perusahan

Menurut Sutojo (dalam Setyowati, 2015: 27), dalam suatu perusahaan besar, menengah, atau kecil dapat dikatakan memiliki citra yang baik, ketika dapat memenuhi tiga dimensi citra perusahaan yaitu sebagai berikut :

1) Citra Esklusif

Citra esklusif merupakan citra yang sering ditonjolkan perusahaan-perusahaan besar. Esklusif di sini merupakan kemampuan menyajikan berbagai macam manfaat terbaik kepada konsumen dan pelanggan seperti, mutu prima produk, harga yang kompetitif, layanan yang prima dan rasa bangga karena memiliki, menyewa atau mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan.

2) Citra Inovative

Perusahaan dapat dikategorikan inovatif ketika dapat menyajikan produk baru, yang model atau desainnya tidak sama dengan produk sejenis yang beredar di pasar.

3) Citra Harga Terjangakau

Citra ini merupakan citra yang dapat dicapai apabila perusahaan mampu menyajikan produk dengan mutu tidak jelek, namun harganya dapat diterima oleh seluruh golongan pelanggan.

2. Pemahaman Konsep Pengetahuan Produk Bank a. Pengertian Pengetahuan Produk Bank

Menurut Kotler (2000: 401), pengetahuan adalah suatu perubahan dalam perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak seseorang. Sedangkan menurut Sunyoto (2013: 53) pengetahuan adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa,serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.

Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayaan mengenai produk (Sumarwan, 2011: 148).

b. Jenis-jenis Pengetahuan

Menurut Peter & Olson (2013: 52-53) secara luas, terdapat dua jenis pengetahuan yaitu yang pertama pengetahuan umum mengenai lingkungan dan perilaku mereka, kedua pengetahuan prosedur mengenai cara melakukan sesuatu.

1) Pengetahuan umum (general knowledge) membahas interpretasi konsumen atas informasi relevan dalam lingkungan. Misalnya konsumen menciptakan pengetahuan umum mengenai kategori produk, toko atau bank, perilaku tertentu, orang lain atau mereka sendiri.

2) Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yaitu pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan procedural juga tersimpan dalam memori sebagai jenis hubungan.

Mowen dan Minor dalam Sumarwan ( 2011: 148) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori:

1) Pengetahuan objektif (objective knowledge)

Informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan melalui memori jangka panjang konsumen.

2) Pengetahuan subjektif (subjective knowledge)

Persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang dia ketahui mengenai kelas produk.

3) Informasi mengenai pengetahuan lainnya.

3. Pemahaman Konsep Kepercayaan a. Pengertian Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang diinginkan pada mitra pertukaran. Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah

laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat dipercaya, Barnes (dalam Kusmayadi, 2007).

Menurut Tang dan Chi (dalam Rahmawati, 2015: 215), kepercayaan merupakan faktor penting dalam aktivitas. Kepercayaan merupakan pondasi dari bisnis. Suatu transaksi bisnis antara dua belah pihak atau lebih akan terjadi apabila masing-masing saling mempercayai. Kepercayaan ini tidak dapat begitu saja diakui oleh pihak lain atau mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan.

Menurut Ferrinadewi (dalam Bastian, 2014: 2) menyatakan bahwa dalam kepercayaan terdapat tiga aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen yaitu :

1) Acheiving Result yaitu harapan konsumen tidak lain adalah janji konsumen yang harus dipenuhi bila ingin mendapatkan kepercayaan konsumen

2) Acting With Intregity yaitu bertindak dengan integritas berarti adanya konsistensi antara ucapan dan tindakan dalam setiap situasi. Adanya integritas merupakan faktor kunci bagi salah satu pihak untuk percaya akan ketulusan dan pihak lain.

3) Demostrate Cocern yaitu kemampuan perusahaaan untuk menunjukkan perhatiannya kepada konsumen dalam bentuk menunjukkan sikap pengertian konsumen jika menghadapi masalah dengan produk, akan menumbuhkan kepercayaan dengan merek.

Menurut Barnes (dalam Kusmayadi, 2007), beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah:

a) Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di masa lalu watak yang diharapkan dari mitra seperti dapat dipercaya dan dapat dihandalkan.

b) Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menepatkan diri dalam resiko.

c) Kepercayaaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra.

Menurut Peppers and Rogers (dalam, Kusmayadi 2007), kepercayaan adalah keyakinan satu pihak pada reliabilitas, durabilitas, dan integritas pihak lain dalam relationship dan keyakianan bahwa tindakannya merupakan kepentingan yang paling baik dan akan menghasilkan hasil positif bagi pihak yang terpercaya.

Kepercayaan (thrust) adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan melalui kata kata, tindakan, dan kebijakan bertindak secara oportunistik. Dua unsur penting dari

definisi kita adalah bahwa kepercayaan menyiratkan familiaritas dan resiko.

Frasa ekspektasi positif dalam defisi kita yang ini mengasumsikan pengetahuan dan familiaritas tentang pihak lain. Kepercayaan adalah suatu sejarah proses dependen yang didasarkan pada contoh-contoh pengalaman yang relevan namun terbatas. Dibutuhkan waktu untuk dibentuk, dibangun bertahap, dan terakumulasi. Banyak dari kita menganggap sangat berat, bahkan tidak mungkin, untuk memercayai seseorang dengan segera jika kita tidak tahu apa-apa tentang diri mereka. Pada kondisi ekstrem, kita bisa berspekulasi tetapi tetap tidak bisa percaya sepenuhnya. Tetapi, begitu mengenal seseorang, dan hubungan tersebut terbina dengan baik, kita yakin untuk membentuk ekspektasi yang poitif.

Istilah secara oportunistik merujuk pada resiko dan kerawanan bawaan di dalam hubungan berbasis kepercayaan. Kepercayaan membuat kita menjadi rawan saat, misalnya, membuka informai pribadi atau berpegang teguh pada janji orang lain. Pada dasarnya, kepercayaan memberikan peluang untuk kecewa atau dimanfaatkan oleh orang lain. Kepercayaan bukan sekedar mengambil resiko, melainkan juga keediaan untuk mengambil reisko itu. Pada dasarnya, memberikan peluang untuk kecewa atau dimanfaatkan oleh orang lain. Kepercayaan bukan

sekedar mengambil resiko, melainkan juga kesediaan untuk mengambil resiko itu. Jadi, ketika memercayai seseorang, kita berharap ia tidak memanfaatkan kita. Kesediaan untuk mengambil resiko ini biasa terjadi pada semua situasi kepercayaan.

b. Dimensi-Dimensi kepercayaan

Macam-macam dimensi kepercayaan ada lima dimensi yaitu: intregritas, kompetensi, konsistensi, kesetiaan,dan keterbukaan. 1) Intregritas merujuk pada kejujuran dan kebenaran. Dari kelima

dimensi yang disebut sebelumnya dimensi ini adalah yang paling penting saat seseorang menilai apakah orang lain bisa dipercaya atau tidak. Misalnya, ketika 570 pegawai kantoran belum lama ini diberi daftar 28 sifat yang terkait dengan kepemimpinan, kejujuran berada di peringkat tertinggi.

2) Kompetensi meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antarpersonal individu. Apakah seseorang memahami apa yang sedang dibicarakannya. Kita cenderung tidak akan mendengar atau mengantungkan diri pada seseorang yang kemampuannya tidak bisa dipercayai. Kita perlu percaya bahwa orang tersebut memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan apa yang mereke katakan.

3) Konsistensi berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam mengenai situasi. Inkonsistensi antara kata dan perbuatan akan

menurunkan tingkat kepercayaan. Dimensi ini terutama relevan bagi manejer. Tidak ada hal yang paling cepat menarik perhatian melebihi ketimpangan antara kata-kata yang dikhotbahkan eksekutif dan apa yang mereka harapkan dilakukan oleh para rekan mereka.

4) Kesetiaan adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang lain. Kepercayaan mensyaratkan bahwa anda mampu untuk bergantung pada seseorang yang anda yakini tidak akan berlaku secara oportunistik.

5) Dimensi terakhir dari kepercayaan adalah keterbukaan. Artinya tidak adanya hal yang tertutup artinya kepercayaan itu bersifat terbuka.

c. Jenis-jenis kepercayaan

Ada tiga jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi: Kepercayaan berbasis pencegahan, berbasis pengetahuan, dan berbasis identifikasi.

1) Kepercayaan Berbasis Pencegahan

Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan berbasis pencegahan (deferrence-based trust). Satu saja, pelanggaran atau inkonsistensi akan merusak hubungan. Bentuk kepercayaan seperti ini didasarkan pada kekhawatiran akan terjadi pembalasan dendam jika kepercayaan dikhianati. Orang orang yang memiliki hubungan seperti ini melakukan apa yang

mereka katakan karena mereka takut akan konsekuensi dari tidak melaksanakan kewajibannya. Kepercayaan berbasis pencegahan hanya bisa berhasil sampai pada tingkat dimungkinkannya ada hubungan, konsekuensi yang jelas, dan hubungan tersebut benar-benar diberlakukan bila kepercayaan dilanggar.

Agar tetap bertahan, potensi kerugian dari interaksi dimasa datang dengan pihak lain harus melampui potensi keuntungan akibat melanggaran ekspektasi. Lebih jauh, pihak yang kemungkinan menderita kerugian harus berani menyatakan kemungkinan kerugiaan yang dideritanya( mislnya, saya tidak akan segan berbicara keras kepada anda bila anda mengkhianati kepercayaan saya) kepada orang yang berkhianat.

Contoh lsin dari kepercayaan berbasis pencegahan tampak pada hubungan manajer-karyawan. Sebagai seorang karyawan, biasanya memercayai pimpinan baru meskipun belum terlalu mengenalnya. Ikatan yang menciptakan kepercayaan ini terletak pada wewenang yang dimiliki pimpinan dan hukuman yang bisa ia kenakan jika karyawan gagal memenuhi kewajiban-kewajiban kerja.

2) Kepercayaan Berbasis Pengetahuan

Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada kepercayaan berbasis pengetahuan (knowledge-basedtrust).

Artinya, kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini terbentuk jika seseorang memiliki informasi yang memadai tentang orang lain sehingga seseorang mengenal mereka secara cukup baik dan bisa memperkirakan dengan tepat perilaku mereka.

Kepercayaan berbasis pengetahuan mengandalkan informasi dan bukan pencegahan. Pengetahuan mengenai pihak lain dan kemampuan memprediksi sikap-sikap mereka menggantikan kontrak, hukuman, dan perjanjian hukum yang umum berlaku pada kepercayaan berbasis pencegahan. Pengetahuan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, betambah seiring pengalaman sehingga terbangun kepercayaan dan kemampuan untuk memprediksi.

3) Kepercayaan Berbasis Identifikasi (Identification-based Trust). Tingkat kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin hubungan emosional antar pihak yang ada. Hal ini memungkinkan satu pihak bertindak sebagai seorang agen bagi yang lain dan menggantikan orang tersebut dalam transaksi antarpersonal. Kepercayaan muncul karena pihak-pihak saling memahami niat dan menghargai keinginan yang lain. Pemahaman mutual ini dibangun sampai ke titik tertentu

sehingga masing-masing bisa bertindak secara efektif demi pihak lain.

d. Prinsip-prinsip dasar kepercayaan

Penelitian menunjjukkan adanya beberapa prinsip untuk memahami terbangunnya kepercayaandan ketidakpercayaan secara lebih baik diantaranya sebagai berikut:

1. Ketidakpercayaan mengalahkan kepercayaan.

Orang yang memiliki rasa percaya kepada orang lain menunjukkan rasa percayanya dengan cara meningkatkan keterbukaannya terhadap orang tersebut, membuka informasi yang relevan, dan menyatakan niat mereka yang sebenarnya. Mereka menyembunyikan informasi dan bertindak secara oportunistik untuk memanfaatkan orang lain. Untuk melawan berulangnya eksploitasi, orang yang tadinya percaya akan merusak organisasi secara keseluruhan.

2. Ketidakpercayaan umumnya menurunkan produktifitas. Meskipun kita tidak bisa mengatakan bahwa kepercayaan pasti meningkatkan produktivitas, walau biasanya memang demikian, ketidakpercayaan hampir selalu menurunkan produktivitas. Ketidakpercayaan membuat orang terfokus pada perbedaan kepentingan para anggota, sehingga mempersulit mereka mencapai

tujuan bersama. Orang merespons dengan cara menyembunyikan informasi secara diam-diam mengejar kepentingan mereka sendiri. Ketika menghadapi persoalan, karyawan berusaha menghindar untuk berkomunikasi dengan yang lain, karena cemas orang lain akan memanfaatkan mereka. Iklim ketidakpercayaan cenderung mendorong bentuk-bentuk disfungsional dari konflik dan memperlambat kerjasama.

3. Kepercayaan mewariskan kepercayaan.

Seperti halnya rasa tidak percaya mengalahkan rasa percaya, menunjukkan kepercayaan kepada orang lain cenderung mendorong munculnya balasan serupa. Pemimpin yang efektif meningkatkan kepercayaan secara bertahap dan memungkinkan orang lain membalasnya. Dengan menawarkan kepercayaan secara bertahap, pemimpin membatasi hukuman atau kerugian yang mingkin terjadi bila kepercayaan mereka dilanggar.

Pertumbuhan sering kali menyembunyikan rasa tidak percaya. Pertumbuhan memberi peluang kepada pemimpin untuk mendapatkan promosi yang cepat dan memperoleh kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar. Dalam lingkungan seperti ini, pemimpin cenderung menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat sehingga

terhindar dari deteksi dini oleh tingkat manajemen yang lebih tinggi dan membiarkan masalah yang muncul dari ketidakpercayaan ditangani para pengganti mereka. Pemimpin bisa saja mengambil prespektif jangka pendek karena mereka tidak mau berkutat dengan konsekuensi jangka panjang akibat keputusan yang mereka buat. Dampak yang tetap melekat dari rasa tidak percaya menjadi jelas bagi para pengganti mereka saat pertumbuhan itu melambat.

Penurunan atau perampingan merupakan ujian tertinggi bagi tingkat kepercayaan. Akibat wajar dari prinsip pertumbuhan yang diuraikan sebelumnya adalah bahwa penurunan atau perampingan cenderung menghancurkan lingkungan yang memiliki rasa percaya tinggi sekalipun. Pemecatan merupakan ancaman. Bahkan setelah pemecatan dilakukan, orang-orang yang tetap bekerja tidak lagi merasa aman dengan pekerjaan mereka. Ketika perusahaan merusak ikatan kesetiaan dengan memecat karyawan, para pekerja cenderung sulit untuk mempercayai apa yang dikatakan pihak manajemen. 4. Kepercayaan meningkatkan kekompakan.

Kepercayaan membuat orang bersatu. Kepercayaan berarti orang memiliki keyakinan bahwa mereka bisa

saling mengandalkan. Jika satu orang membutuhkan bantuan atau berada dalam kebimbangan, orang tersebut tahu bahwa orang lain akan membantunya. Bila dihadapkan pada masalah, para anggota kelompok yang memiliki rasa saling percaya akan bekerjasama dan bekerja keras mencapai tujuan kelompok.

Kelompok yang tidak memiliki rasa percaya merusak dirinya sendiri. Konsekuensi wajar dari prinsip sebelumnya adalah bila apara anggota kelompok tidak saling percaya satu sama lain, mereka akan mengalamin kemunduran dan terpecah-belah. Mereka mengejar kepentingan pribadi, bukan kepentingan kelompok. Anggota kelompok yang tidak memiliki rasa percaya cenderung curiga satu sama lain, terus-menerus waspada akan eksploitasi pihak lain, dan membatasi komunikasi dengan anggota lain dalam kelompok. Tindakan-tindakan ini cenderung meruntuhkan dan pada akhirnya merusak kelompok.

4. Pemahaman Konsep Pelayanan a. Pengertian pelayanan

Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Menurut Setyowati (2015: 23) mengatakan kualitas pelayanan yang dirasakan nasabah merupakan penilaian global, berhubungan dengan suatu transaksi spesifik, lebih abstrak dan ekslusif karena didasarkan pada presepsi-presepsi kualitas yang berhubungan dengan kepuasan serta komparasi harapan-harapan dengan presepsi-presepsi kinerja produk jasa.

Menurut Irawan dalam Koestanto (2014: 4) dalam bukunya yang bejudul 10 prinsip kepuasan pelanggan, mendefinisikan kualitas pelayanan adalah suatu permulaan dari kepuasan pelanggan dan juga hasil dari kepuasan pelanggan, baik kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan ini mempengaruhi intensitas kunjungan yang lebih kuat sehingga peningkatan kualitas pelayanan harus berorientasi pada pelanggan.

Pelayanan merupakan salah satu hal terpenting dalam memenuhi kebutuhan para pelanggan, pelayanan merupakan salah satu kunci dari keberhasilan suatu perusahaan jasa. Menurut Philip Kotler (2002), jasa atau layanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suati pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Layanan menurut Philip Kotler (2002) dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

Tawaran hanya terdiri barang yang berwujud dan tidak jasa yang menyertainya, contoh: gula, sabun, garam.

2) Barang berwujud dengan disertai pelayanan Tawaran yang terdiri dari barang berwujud yang disertai beberapa layanan, contoh: mobil dan sepeda motor.

3) Campuran

Tawaran terdiri dari barang dan jasa dengan tingkat proporsi yang sama, contoh: rumah sakit, kafe.

4) Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Tawaran terdiri dari suatu jasa utama disertai jasa tambahan dan atau barang pendukung, contoh : penumpang pesawat.

5) Jasa murni

Tawaran yang hanya terdiri dari jasa atau sepenuhnya adalah jasa, contoh: psikoterapi

b. Dimensi Pelayanan

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Umar, 2000: 8-9), untuk mengevaluasi kualitas jasa pelanggan umumnya menggunakan 5 dimensi adalah sebagai berikut :

1) Tangibles

Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen.

Pentingnya dimensi tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa terutama bagi konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa.

Dimensi tangibles adalah suatu lingkungan fisik di mana jasa disampaikan dan di mana perusahaan dan konsumennya berinteraksi dan komponen-komponen tangibles akan memfasilitasi komunikasi jasa tersebut. Komponen-komponen dari dimensi tangibles meliputi penampilan fisik seperti gedung, ruangan front-ofifce, tempat parkir, kebersihan, kerapian, kenyamanan ruangan, dan penampilan karyawan. 2) Reliability

Reliability atau keandalan merupakan kemampuan

perusahaan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat.

3) Responsiveness

Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan oleh langsung karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan

tanggap. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi permintaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. Jadi komponen atau unsur dari dimensi ini terdiri dari kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam melayani pelanggan, dan penanganan keluhan pelanggan.

4) Assurance

Assurance atau jaminan merupakan pengetahuan dan perilaku employee untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena melibatkan persepsi konsumen terhadap resiko ketidakpastian yang tinggi terhadap kemampauan penyedia jasa.

Komponen dari dimensi ini terdiri dari kompetensi karyawan yang meliputi ketrampilan, pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk melakukan pelayanan dan kredibilitas perusahaan yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan seperti, reputasi perusahaan, prestasi dan lain-lain

5) Emphaty

Emphaty merupakan kemampuan perusahaan yang

kepada konsumen secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (acces) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

5. Pemahaman Konsep minat nasabah a. Pengertian Minat

Minat adalah aspek kejiwaan dan bukan hanya mewarnai perilaku seseorang untuk dapat melakukan aktifitas yang menyebabkan seseorang merasa tertarik kepada sesuatu. Selain itu minat memiliki makna yang luas, karena dengan minat akan mampu merubah sesuatu yang belum jelas menjadi lebih jelas (Ibrahim dan Rusdiyanto, 2016: 49-50).

Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Putra, 2015: 2) mengatakan bahwa minat merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan dan pikiran terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan. Konsumen akan berminat terlebih dahulu akan mencari informasi yang setelah itu diikuti oleh keputusan untuk membeli. Ketika konsumen berminat untuk datang ketempat

tertentu, maka konsumen tersebut akan tertarik mencari informasi tentang tempat tersebut.

Kotler (2002: 78) mengatakan bahwa minat (interest) digambarkan sebagai situasi seseorang sebelum melakukan tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksi perilaku atau tindakan tersebut. Minat menabung diasumsikan sebagai minat beli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian

Minat seseorang timbul karena adanya keinginan untuk menikmati produk jasa yang ditawarkan perusahaan. Pada tahap

Dokumen terkait