• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

2. Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian memerlukan kerangka teori untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata (Koentjaraningrat dalam Astuti, 2014:10).

Jika membahas tentang sistem kepercayaan, tidak hanya berhubungan dengan agama. Namun bisa juga berupa konsepsi tentang faham-faham yang terintegrasikan dalam dongeng-dongeng (Koentjaraningrat, 1967: 240). Ada berbagai bentuk kepercayaan atau religius beliefs, salah satunya adalah percaya akan berbagai hal yang mengandung kekuatan sakti atau kekuatan yang dianggap ada dalam hal-hal atau peristiwa luar biasa pada alam, binatang, tumbuhan, benda-benda dan suara. Hal ini sama dengan masyarakat Okinawa yang percaya bahwa patung shisa memiliki kekuatan sakti dan terintegrasikan juga ke dalam cerita-cerita rakyat seperti mitos. Sehingga, bisa dikatakan bahwa patung shisa juga merupakan bagian dari kepercayaan di daerah ini.

Mitos menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain; bagaimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni, bagaimana situasi yang kacau menjadi teratur dan lain-lain (Mubarak, 2009). Zaman mitos adalah kejadian yang menyebabkan manusia dipengaruhi dan menjadi seperti sekarang ini. Di zaman modern seperti sekarang ini pun tetap ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa mitos sangat bermanfaat bagi manusia. Dalam Dhavamony (1958: 1134-5) Eliade menyatakan, mengetahui mitos berarti mempelajari rahasia asal muasal segala hal. Hal ini sama dengan ketika kita mengetahui tentang mitos-mitos mengenai

patung shisa, kita akan mengetahui asal muasal patung shisa dijadikan sebagai pelindung masyarakat Okinawa.

Sedangkan menurut Minsarwati dalam Mubarak (2009) mitos adalah suatu fenomena yang sangat dikenal, namun tempatnya sangat sulit dirumuskan dengan tepat, sehingga dalam membicarakan mengenai mitos, pertama harus diuraikan dahulu apa makna dari mitos. Mitos (myth) adalah cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh mahluk yang luar biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi diterima mentah-mentah (Sudjima, 1988: 50). Begitu juga halnya dengan shisa, yang memiliki berbagai mitos, dimana mitos-mitos itu berupa cerita-cerita yang dapat dipercaya tetapi tidak bisa dibuktikan secara rasional. Karena hal itu penulis menggunakan landasan atau pandangan terhadap teori mitos.

Selain itu penulis juga memakai landasan teori magi. Menurut Dhavamony (2001: 47), magi adalah suatu fenomena yang sangat dikenal dan umumnya dipahami, namun tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan tepat. Atau lebih jelasnya magi adalah kepercayaan dan praktik menurut yang mana manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam dan mereka sendiri, entah unuk tujuan baik atau buruk.

Menurut Frazer dalam Dhavamony (1958:58) magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang dedefinisikannya sebagai sesuatu orientasi ke arah roh, dewa-dewa, atau hal-hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmik fisik ini. Ahli magi

menghubungkan dirinya dengan kekuatan “supranaturral” yang melampaui alam dan manusia. Dengan demikian, magi adalah suatu jenis supranaturalisme . Shisa juga mempunyai kekuatan magi untuk menarik orang untuk bisa memilikinya dan meyakininya. Seolah-olah shisa mempunyai kekuatan supranatural yang tersembunyi.

Selain itu, magi bersifat individual, magi biasanya merupakan keadaan dimana seseorang mempergunakan penyihir untuk memenuhi maksud-maksud pribadi tertentu. Misalnya kematian seorang musuh, penyembuhan penyakit, tercapainya kemakmuran atau kemenangan atas suatu perang (B.Malinowski, 1967:88). Jika dilihat, shisa memiliki magi untuk melindungi pemiliknya dari roh jahat, menjaga agar roh baik tetap ada namun bukan untuk menyakiti atau merugikan seseorang.

Selain mitos dan magi, penulis juga menggunakan landasan Takhayul yang hampir sama dengan magi namun jelas berbeda. Menurut Mustafa kamal dalam Mubarak (2009) Takhayul berasal dari Tahayalat yang artinya khayalan. Oleh karena itu Takhayul merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul itu mitos, sesuatu yang tidak nyata (khayali) jadi Takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi dalam Mubarak (2009), Takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata. Itu hanya ada dalam cerita saja tidak nyata (khayali). Berdasarkan pendapat diatas, cerita shisa juga bisa dikatakan cerita berupa khayalan belaka, khayalan-hkayalan yang dibuat oleh masyarakat okinawa saja. Namun khayalan ini bisa menjadi kenyataan dan bisa juga tidak sama sekali. Tetapi masyarakat Okinawa tetap menjadikan cerita tentang shisa sebagai suatu kepercayaan, karena sudah menjadi suatu kebudayaan bagi masyarakat Okinawa percaya terhadap cerita yang baik untuk mereka atau sebaliknya.

Takhayul adalah semacam sistem kepercayaan ada unsur keyakinan terhadap sesuatu yang ada di luar jangkauan logika dan nalar. Keyakinan ini akan menjadi sebuah tradisi ketika dipertahankan dari generasi ke generasi (http;//kompas.com). maka dari itu cerita tentang shisa yang dipercaya dapat melindungi dari roh jahat ini sudah menjadi suatu kepercayaan dan keyakinan yang telah tertanam kuat dalam masyarakat Okinawa. Penulis juga menggunakan teori interaksionalisme simbolik. Teori ini memiliki tiga premis utama, yang salah satunya yaitu manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu (Bungin, 2010: 7).

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa penulis juga akan coba menguraikan mengenai kearifan lokal yang terdapat dalam kepercayaan patung shisa. Kearifan lokal bersumber dari nilai budaya yang dimanfaatkan untuk menata kehidupan komunitas. Kearifan lokal juga sering dianggap padanan kata Indigenous Knowledge yakni kebiasaan, pengetahuan, persepsi, norma, dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat dan hidup turun-temurun (Sibarani, 2012:120-121). Di dalam kepercayaan terhadap patung shisa, terdapat nilai-nilai budaya yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kehidupan bermasyarakat tertata dengan baik. Kebiasaan meletakkan patung shisa di setiap bangunan ini telah ada dan dilakukan sejak dahulu dan disampaikan turun-temurun sehingga masih hidup sampai sekarang.

Geertz dalam Sibarani (2012:131) mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitas. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat membentuk karakter baik seorang individu yang dapat mengangkat harkat dan martabatnya. Kepercayaan terhadap patung shisa ini

mengajarkan masyarakat untuk tidak mencuri, merawat binatang khususnya anjing dengan baik, dan lain-lain. Karna hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar telah membentuk karakter yang baik dalam diri setiap masyarakat Okinawa .

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, ada tujuan dari penelitian yang ingin dilakukan, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana asal-usul munculnya patung shisa

2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa sebagai sebuah kearifan lokal

Dokumen terkait