• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Teori

Dalam dokumen A Z R I L H A B I B I (Halaman 45-78)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.11 Kerangka Teori

- Distensi lumen apendiks - Inflamasi

- Iskemik

- Gangguan vaskularisasi - Kerusakan mukosa

Apendisitis Akut

CRP >5mg/L Neutrofil >80%

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional dengan deskriptif analitik menggunakan uji chi-square.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian Bedah Anak Rumah Sakit H. Adam Malik dan RS DR.

Pirngadi Medan, dan dimulai setelah proposal penelitian disetujui.

3.3 Populasi/Sampel Penelitian

Seluruh pasien anak dengan diagnosis klinis apendisitis akut dan dilakukan apendektomi di Rumah Sakit H. Adam Malik dan RS DR. Pirngadi Medan yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

• Pasien anak usia < 18 tahun

• Pasien anak dengan gejala klinis mengarah ke apendisitis akut.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

• Disertai dengan penyakit infeksi lain yang tidak terdeteksi sebelum penelitian

• Tidak bersedia ikut dalam sampel penelitian.

3.5 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Untuk menentukan besar sampel dapat ditentukan dengan rumus:

2 PQ n = _________

d2

1,962. 0,07. 0,93

n = __________ n = 25,009  dibulatkan 25 orang

(0,1)2 Keterangan :

n : Jumlah sampel

Zα : Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95% maka nilai Za= 1,96 P : Proporsi penderita apendisitis yaitu 7%

Q : 1-p

d : Besar penyimpangan sebesar 10%

3.6 Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah dan disajikan secara deskriptif analitik serta kemudian dilakukan analisa statistik dengan menggunakan Chi Square. Penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95% sehingga nilai p<0,05 dianggap sebagai hubungan yang bermakna secara statistik. Dilakukan uji diagnostik dikelompokkan dalam tabel 2x2.

Positif Negatif Jumlah

Positif a b a + b

Negatif c d c + d

a + c b + d a + b + c + d

Dari tabel diatas dapat dihitung : 1. Sensitivitas : a/(a+c) 2. Spesifisitas : d/(b+d) 3. Nilai Prediksi Positif : a/(a+b) 4. Nilai Prediksi Negatif : d/(c+d)

5. Akurasi : a+d/N

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak bertentangan dengan kode etik penelitian. Izin didapat dari komisi etika penelitian FK USU.

3.8 Persetujuan Setelah Penjelasan

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua atau keluarga pasien setelah diberikan penjelasan tentang kondisi penyakit pasien dan tahapan medis yang akan dilakukan selanjutnya.

3.9 Cara Kerja

3.9.1 Pemilihan subjek ditetapkan melalui jumlah sampel dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi.

3.9.2 Tahap Persiapan

- Pasien yang telah terdaftar di registrasi medik RSUP H.Adam Malik Medan.

- Melakukan anamnesis

- Melakukan pemeriksaan fisik.

- Melakukan penilaian kriteria inklusi dan eksklusi.

3.9.3 Tahap Pelaksanaan

- Melakukan pemriksaan laboratorium rutin.

- Melakukan pemeriksaan CRP.

- Melakukan tindakan pembedahan berupa apendektomi.

- Mengirimkan apendiks ke Patologi Anatomi.

3.9.4 Tahap Akhir Penelitian

- Melakukan pengumpulan data.

- Melakukan pengolahan data.

- Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan.

3.10 Kerangka Konsep

IL6, IL-1β

Apendisitis Akut

Inflamasi dan Infeksi

Hati Kompleks Ag-Ab

Protein Fase Akut

Macrophage (PMN)

Neutrofilia

↑ CRP

3.11 Kerangka Alur Penelitian

Histopatologi

Apendisitis akut sederhana

Neutrofil >80%

Consecutive sampling (pemeriksaan lab:CRP(24-48

jam), Darah lengkap) Dilakukan Apendektomi

Apendisitis akut komplikata

CRP

>5mg/L

Analisa data Pasien anak dengan sangkaan

apendisitis

CRP

>5mg/L Neutrofil >80%

3.12 Identifikasi Variabel

• Variabel Tergantung : Apendisitis

• Varibel Bebas : CRP, Neutrofilia

3.13 Definisi Operasional

1. Apendisitis adalah peradangan pada lumen apendiks. Dapat berupa apendisitis akut sederhana dan apendisitis akut komplikata. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta konfirmasi hasil histopatologi sebagai gold standar. Apendiks difiksasi dengan formalin 10% dan diberi pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (H&E), kemudian dianalisa secara histologi.

2. CRP merupakan protein darah yang terikat dengan C-polisakarida, pentamer 120 kDa. Pemeriksaan CRP dilakukan dengan metode Immunoturbidimetry dengan prinsip pemeriksaan serum CRP menyebabkan aglutinasi pada partikel latex yang terselubungi anti human CRP. Aglutinasi pada partikel latex menunjukkan konsentrasi CRP dan dapat diukur dengan turbidimetry. Pada orang normal kadar CRP normal < 5 mg/L. Nilai CRP diambil yang paling maksimal, 24-48 jam mencapai nilai puncak setelah 6-8 jam timbulnya demam.

3. Leukosit adalah sel darah putih. Meskipun leukosit jauh lebih banyak dibandingkan sel darah merah, leukosit penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit. Pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 2 ml, lalu diperiksa dengan menggunakan Hematology Analyzer Sysmex 2000/4000. Nilai normal leukosit adalah 4 x 103/mm3 sampai dengan 11

x 103/mm3. Leukositosis adalah keadaan dimana sel darah putih >11.000/mm3 atau > 11.0 x 103/mm3 (atau > 11 x 109/L).

4. Neutrofil yang merupakan jenis polimorfonuklear leukosit, baik diakui sebagai salah satu pemain utama selama inflammasi akut 1-7 hari. Merupakan tipe leukosit pertama yang akan direkrut ke situs peradangan dan mampu menghilangkan patogen oleh beberapa mekanisme. Pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 2 ml, lalu diperiksa dengan menggunakan Hematology Analyzer Sysmex 2000/4000. Neutrofilia dikatakan jika differential count >80%.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Data Demografi

Penelitian diikuti oleh 33 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan hasil penelitian didapat 31 (93.93%) sampel apendisitis dan 2 (6.06%) sampel non apendisitis. Berdasarkan kelompok apendisitis akut secara histopatologi didapat 13 (41.9%) apendisitis sederhana (early stage appendicitis, suppurativa) dan 18 (58%) apendistis komplikata (gangrenous, perforasi, abses).

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Parameter

Non Apendisitis Apendisitis n=2 Sederhana

Dari 31 sampel penderita apendisitis akut didapat gejala muntah sebanyak 22 (70.9%) sampel, dan mual sebanyak 25 (80.6%) sampel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Dari gambar diagram 4.1 berdasarkan tipe nyeri didapat 13 (86.7%) sampel memiliki tipe nyeri lokal yang didapat pada apendisitis sederhana dan 18 (100%) sampel didapat tipe nyeri general pada kasus apendisitis komplikata. Terdapat perbedaan tipe nyeri yang signifikan antara kelompok apendisitis sederhana dan komplikata (nilai p<0.001).

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Apendisitis Sederhana Apendisitis Komplikata

Lokal General

Gambar 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tipe Nyeri

Dari gambar diagram 4.2 berdasarkan jenis kelamin didapat mayoritas penderita apendisitis akut adalah perempuan sebanyak 17 sampel dengan 8 (47.1%) sampel menderita apendisitis sederhana dan 9 (52.9%) sampel menderita apendisitis komplikata. Sedangkan laki-laki didapat 14 (45.1%) sampel dengan 9 (56.2%) sampel pada kelompok apendisitis komplikata dan 5 (31.2%) pada kelompok apendisitis sederhana.

Gambar 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari gambar 4.3 berdasarkan kategori umur didapat 17 (51.2%) sampel berusia

<12 tahun menderita apendisitis akut dan 14 (42.42%) sampel berusia 12-18 tahun.

Dimana didapat anak usia <12 tahun lebih banyak menderita apendisitis komplikata.

Terdapat perbedaan usia yang signifikan antara kelompok apendisitis sederhana dengan apendisitis komplikata (nilai p=0.003).

Gambar 4.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia 4.2. Pemeriksaan Laboratorium

Dari 31 penderita apendisitis akut didapat rerata nilai CRP pada penderita apendisitis komplikata adalah 12.8 ± 4.3 dan rerata neutrofil 82.5 ± 8.3. berdasarakan hasil uji Mann-Whitney Test didapat perbedaan rerata yang signifikan nilai CRP antara kejadian apendisitis sederhana dan komplikata dengan nilai p = 0.01. Hal yang sama juga didapat pada pemeriksaan neutrofil yang memiliki perbedaan rerata yang signifikan antara kejadian apendisitis sederhana dan komplikata dengan nilai p = 0.003. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pemeriksaan Laboratorium pada Penderita Apendisitis

Parameter

Non Apendisitis Apendisitis

n=2 Sederhana

(n=13)

Komplikata (n=18)

CRP (mg/L) 7.8 ± 5.0 7.9 ± 5.8 12.8 ± 4.3 p=0.01 Neutrofil (%) 63.6 ± 18.3 72.1 ± 11.8 82.5 ± 8.3 p=0.003

4.3. Peningkatan nilai CRP Terhadap Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Dari 33 sampel penelitian didapat nilai CRP meningkat pada 27 (96.4%) kasus apendisitis akut dan 4 (80.0%) memiliki hasil normal pada penderita apendisitis akut.

Berdasarkan uji sensitivitas dan spesifisitas didapat nilai akurasi sebesar 84.4%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Peningkatan nilai CRP Terhadap Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Sensitivitas 87%; Spesifisitas 50%; PPV = 96.4%; NPV = 20%; Nilai akurasi = 84.8%

Pada kelompok apendisitis akut berdasarkan histopatologi didapat nilai CRP meningkat pada 16 (72.2%) dan CRP normal 2 (22.2%) pada apendisitis komplikata.

Proporsi CRP meningkat ditemukan signifikan lebih tinggi pada kelompok apendisitis komplikata dibandingkan dengan apendisitis sederhana dengan nilai (p=0.017). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Peningkatan nilai CRP Terhadap 2 Kelompok Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Pemeriksaan Histopatologi Komplikata Sederhana

CRP meningkat 16 (72.7%) 6 (27.3%) p=0.017

CRP normal 2 (22.2%) 7 (77.8%) PR=9.3 (95% CI = 1.4-58.2) Sensitifitas 88%; Spesifisitas 53.8% PPV = 72.7% NPV = 77.8%; Nilai Akurasi=74.2%

Pemeriksaan Histopatologi

Apendisitis Non Apendisitis CRP

meningkat

27 (96.4%) 1 (3.6%) p=0.284

CRP normal 4 (80.0%) 1 (20.0%) PR=0.148 (95% CI 0.008-2.871)

4.4. Peningkatan Nilai Neutrofil Terhadap Apendisitis Berdasarkan Histopatologi Dari 33 sampel penelitian didapat nilai neutrofil meningkat pada 16 (100%) kasus apendisitis akut dan 15 (88.2%) memiliki hasil normal pada penderita apendisitis berdasarkan histopatologi namun tidak signifikan secara statistik (p=0.485).

Berdasarkan uji sensitivitas dan spesifisitas didapat nilai akurasi sebesar 54.5%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Peningkatan nilai Neutrofil Terhadap Apendisitis Berdasarkan Histopatologi Sensitifitas 51.6%;Spesifisitas 100% PPV = 100%; NPV = 11.7%; Nilai Akurasi 54.5%

Pada kelompok apendisitis akut berdasarkan histopatologi didapat nilai neutrofil meningkat pada 14 (87.5%) dan neutrofil normal sebanyak 4 (26.7%) pada apendisitis komplikata. Terdapat perbedaan proporsi peningkatan neutrofil yang bermakna pada kelompok apendisitis sederhana dan komplikata (p=0.001) seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Peningkatan Nilai Neutrofil Terhadap 2 Kelompok Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Sensitifitas 77.7%; Spesifisitas 84.6% PPV = 87.5% NPV = 73.3% Nilai Akurasi 80.6%

4.5. Uji Diagnostik CRP dan Neutrofil Terhadap Kelompok Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Berdasarkan uji diagnostik didapat sensitivitas CRP 66.7% dan spesifisitas 66.9%.

Sensitivitas neutrofil terhadap kejadian apendisitis akut sebesar 83.3% dan spesifitas sebesar 76.9%. Sensitivitas dari kombinasi pemeriksaan CRP dan neutrofil terhadap kejadian apendisitis akut sebesar 83.3 % dan spesifisitas sebesar 84.6%. Nilai cut off point pada pemeriksaan CRP, Neutrofil dan CRP + Neutrofil secara berturut-turut : 11.75; 79.65; 0.61. Nilai AUC pada pemeriksaan CRP, Neutrofil dan CRP + Neutrofil secara berturut-turut 75.2%; 81.6%; 88%. Nilai p pada pemeriksaan CRP, Neutrofil dan CRP + Neutrofil terhadap kejadian apendisitis secara berturut-turut 0.018; 0.003; 0.000.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Uji Diagnostik CRP dan Neutrofil Terhadap Kelompok Apendisitis Berdasarkan Histopatologi

Gambar 4.4. Gambaran kurva cut off point Sensitivitas dan Spesifisitas CRP terhadap Apendisitis

Gambar 4.5. Gambaran kurva cut off point Sensitivitas dan Spesifisitas Neutrofil terhadap Apendisitis

Gambar 4.6. Gambaran kurva cut off point Sensitivitas dan Spesifisitas CRP dan Neutrofil terhadap Apendisitis

Dari gambar 4.7 berdasarkan kurva ROC, tampak garis CRP + Neutrofil terletak paling terjauh dari garis diagonal yang artinya memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang seimbang.

Gambar 4.7. Kurva ROC : CRP, Neutrofil, dan CRP + Neurofil

BAB 5 PEMBAHASAN

Apendisitis akut merupakan suatu akut abdomen yang paling sering terjadi. Walaupun pasien sering datang dengan gejala dan temuan klinis yang kompleks, tetapi ada juga pasien datang dengan gejala yang tidak khas. Keterlambatan menegakkan diagnosis akan meningkatkan angka kejadian perforasi dan morbiditas. Diagnosis klinis dari apendisitis akut sulit ditegakkan dan penanganan yang salah sering terjadi, ditandai dengan rata-rata negatif eksplorasi mencapai 20%-30% (Al-Gaithy, 2012). Penanganan pasien dengan sangkaan suatu apendisitis akut berdasarkan anamnesis penyakit dan pemeriksaan fisik, nilai laboratorium masih kontroversi. Beberapa penelitian telah menilai akurasi diagnostik apendisitis akut dengan pemeriksaan penanda inflamasi dengan desain dan hasil yang bervariasi, termasuk leukosit, CRP, neutrofilia, rasio neutrofil limfosit, granulosit, D-laktat, IL6 (Al-Gaithy, 2012).

Untuk mendiagnosis pasien selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang salah satunya yaitu pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan yang sering menjadi patokan dalam pemeriksaan laboratorium yaitu nilai leukosit, CRP, dan neutrofil. CRP biasanya meningkat dan menjadi nyata meningkat pada perforasi (Shawn, 2010).

Penelitian ini dilakukan terhadap 33 subjek penelitian. 31 sampel penderita apendisitis akut dan 2 sampel non apendisitis. Berdasarkan usia penderita apendisitis sederhana dengan kategori usia < 12 tahun didapat sebanyak 4 (22.2%) penderita, 9 (60%) penderita pada kategori usia 12-18 tahun. Pada apendisitis komplikata didapat 13

(72.2%) penderita pada kategori usia < 12 tahun, 5 (33.3%) penderita pada kategori usia 12-18 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Mekhail (2011) didapat 47 (43.5%) penderita apendisitis sederhana 36 (33.33%) penderita apendisitis komplikata usia kurang 12 tahun. Pada kelompok usia 12-16 tahun didapat penderita apendisitis sederhana sebanyak 96 (60%) penderita dan 24 (15%) penderita apendisitis komplikata.

Dapat disimpulkan bahwa kejadian apendisitis akut anak paling tinggi usia <12 tahun terutama pada kelompok apendisitis komplikata. Sesuai dengan pernyataan ulrich sack (2006), keterlambatan diagnosis apendisitis akut pada anak berhubungan dengan peningkatan resiko perforasi.

Berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini didapat jenis kelamin terbanyak yang menderita apendisitis akut adalah perempuan sebesar 17 penderita pada laki-laki sebesar 14 penderita. Berbeda dengan penelitian Jamaluddin (2010) penderita apendisitis akut terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 28 (56%) penderita dan perempuan sebesar 22 (44%) penderita. Berbeda dengan penelitian Mekhail (2011) didapat penderita apendisitis akut terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki sebesar 112 penderita dan perempuan sebesar 91 penderita. Perbedaan ini terjadi karena terdapat variasi populasi laki-laki dan perempuan di tempat dilakukannya penelitian. Dapat disimpulkan bahwa terdapat variasi kejadian apendisitis akut anak berdasarkan jenis kelamin.

Pada penelitian ini tipe nyeri lokal didapat pada 2 (13,3%) penderita non apendisitis, 13 (86,7%) pada kelompok apendisitis sederhana dan 0 (0%) pada kelompok apendisitis komplikata. Tipe nyeri general didapat pada 18 (100%) penderita dalam kelompok apendisitis komplikata dan 0 (0%) baik pada penderita yang non

apendisitis maupun kelompok apendisitis sederhana dengan nilai p<0.001. Pada penelitian Al-gaithy (2012) didapat nyeri lokal pada penderita non apendisitis 88.2%, apendisitis sederhana 82.7% dan apendisitis komplikata sebesar 68.8%. sedangkan nyeri general pada kasus non apendisitis didapat sebesar 13.8%, apendisitis sederhana 18.3%, dan apendisitis komplikata sebesar 31.2%. dengan menggunakan uji chi-square didapat perbedaan yang signifikan tiap kelompok terhadap tipe nyeri dengan nilai p< 0.026.

Disimpulkan bahwa hasil kedua penelitian ini sesuai dimana nyeri tipe general terjadi ketika adanya perforasi yang memicu peritonitis.

Pada penelitian ini didapat rerata suhu pada penderita apendisitis sederhana sebesar 37.9 ± 0.3, dan pada penderita apendisitis komplikata didapat rerata suhu 38.4 ± 0.5 (p=0.006). Didapat perbedaan rerata suhu yang signifikan antara kelompok apendisitis sederhana dan komplkata. Hasil ini sesuai dengan penelitian Taylor Cardal (2004) suhu <37.20C didapat pada sebagian besar non apendisitis (129; 64%).

Apendisitis (49; 53%), Suhu >37.20C pada kasus non apendisitis didapat sebesar 73(36%) dan apendisitis 43 (7%). Dapat disimpulkan bahwa demam menjadi lebih tinggi sebagai respon inflamasi sistemik pada kasus apendisitis komplikata akibat proses infeksi yang lebih berat.

CRP (C-Reactive Protein) adalah protein yang mengikat fraksi c polisakarida dari dinding sel pneumokokus. Kadar CRP biasanya meningkat 6 – 8 jam setelah demam dan mencapai puncak 24 – 48 jam. Pada orang normal kadar CRP < 5 mg/L dan dapat meningkat 30x dari nilai normal pada respon fase akut (Xharra et al, 2012). Pada penelitian ini sensitivitas dan spesifisitas CRP terhadap apendisitis akut adalah 87% dan 50% dengan nilai PPV = 96.4%; NPV = 20%; Nilai akurasi = 84.8% p=0.284. Sedikit

berbeda pada penelitian Mekhail (2011) didapat sensitivitas dan spesifisitas CRP terhadap apendisitis akut adalah 82% dan 60% dengan nilai PPV = 87%. Sensitivitas dan spesifisitas neutrofil pada penelitian ini terhadap apendisitis akut adalah 51.6%, 100% dengan PPV = 100%; NPV = 11.7%; Nilai Akurasi = 54.5%, p=0.485. Berbeda dengan penelitian Al-gaithy (2012) dimana nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV dari neutrofil pada apendisitis akut secara berurutan; 70.96%, 65.52%, 96.8%, 13.3%.

Sesuai dengan penelitian Sahbaz (2014) neutrofil memiliki nilai sensitivitas 60.1% dan spesifisitas 90.9% untuk mendiagnosis apendisitis akut. Perbedaan hasil dari beberapa penelitian ini menunjukan bahwa CRP dan neutrofil memiliki peranan dalam mendukung diagnosis klinis suatu apendisitis akut.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan CRP dan neutrofil terhadap pasien kelompok apendisitis anak komplikata dan sederhana. Didapatkan nilai sensitivitas 66.7%, spesifisitas 66.9% dengan nilai PPV 72.7%, NPV 77.8% dan akurasi 74.2% dari CRP dengan nilai (p=0.018). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakti (2013) dimana didapat hubungan yang bermakna antara kadar CRP dengan grading histopatologi pada pasien dengan apendisitis akut, dengan nilai sensitivitas 88,46%.

Pada pemeriksaan neutrofil didapat nilai sensitivitas 83.3%, spesifisitas 76.9% dengan nilai PPV 87.5%, NPV 73.3%, akurasi 80.6% dengan nilai (p=0.003). Sedangkan pada pemeriksaan kombinasi CRP dan neutrofil diperoleh sensitivitas 83.3%, spesifisitas 84,60% dengan nilai (p<0.001).

Berbeda dengan penelitian Xharaa (2012) didapat akurasi, sensitivitas, spesifisitas, PPV dari CRP adalah : 83.2; 85.1%; 72%; 94.7%. Sedangkan neutrophil memberikan hasil 77.5; 79.1%; 68%; 93.6%. Ketika kedua pemeriksaan ini

dikombinasikan maka tingkat akurasi, sensitivitas, specifisitas, PPV menjadi: 91.1%;

94.3%; 72%; 95.2%.

Dengan menunggunakan cut-off point nilai CRP >11.75 mg/L dan neutrofil

>79.65% dapat menggambarkan suatu apendistis komplikata dari pasien anak dengan sangkaan apendisitis akut, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas dari neutrofil lebih tinggi secara signifikan pada kasus apendisitis komplikata (nilai p=0.003). Berbeda dengan penelitian Agrawal (2008) dimana diperoleh nilai cut-off dari CRP >6 mg/L akan menggambarkan suatu apendisitis akut. Berbeda dengan peneitian Hun ping wu (2005) mendapatkan nilai cut-off CRP >8.5 mg/dL pada hari ke 2 setelah onset timbulnya keluhan dengan probabilitas suatu apendisitis perforasi. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai CRP ini sesuai dengan tingkat keparahan suatu apendisitis akut..

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang perbandingan nilai akurasi pemeriksaan CRP dengan neutrofilia, diperoleh sensitivitas 66.70%, spesifisitas 66.90%, akurasi 74.2% dari CRP, dengan nilai cut-off >11.75 mg/L yang secara signifikan dapat menggambarkan suatu apendisitis komplikata (p=0.018) sedangkan pada pemeriksaan neutrofil didapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas yang lebih tinggi yaitu 83.3%; 76,90%

akurasi 80.6% dengan nilai cut-off >79.65% juga secara signifikan menggambarkan suatu apendisitis komplikata (p=0.003). Pada saat kedua pemeriksaan ini dikombinasikan sensitivitas dan spesifisitas semakin meningkat yaitu 83.3% dan 84.6%.

CRP dan neutrofil ini merupakan dua penanda inflamasi yang bermakna pada pasien apendisitis akut anak terutama pada kasus apendisitis komplikata walaupun dengan hasil sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sehingga ketika pemeriksaan ini dikombinasikan antara CRP dan neutrofil secara bersamaan, maka nilai akurasi yang diperoleh semakin tinggi.

6.2. Saran

1. Dalam menegakkan diagnosis suatu apendisitis akut tidak hanya melihat dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang akan tetapi tetap harus mengacu kepada tanda dan gejala suatu apendisitis akut.

2. Hasil nilai uji sensitivitas, spesifisitas yang telah diperoleh dapat menjadikan CRP dan neutrofil sebagai penanda inflamasi rutin preoperatif dalam membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut anak.

3. Tingginya kasus apendisitis akut anak komplikata pada penelitian ini (58%) dapat dijadikan data bagi tenaga medis maupun paramedis dan masyarakat agar jika ada anak dengan gejala nyeri perut kanan bawah disertai dengan mual muntah dapat disangkakan suatau gejala apendisitis akut sehingga mendapatkan penanganan segera untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi apendisitis.

4. Kombinasi dari pemriksaam CRP dan neutrofil memberikan hasil nilai akurasi diagnostik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemeriksaan individual.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah ada hubungan antara waktu timbulnya gejala nyeri perut pada dengan peninggian kadar/nilai penanda inflamasi rutin yang diperiksa pada pasien apendisitis akut anak

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gaithy, Z. K. 2012. Clinical value of total white blood cells and neutrophil counts in patients with suspected appendicitis: retrospective study. World J Emerg Surg, 7, 32.

Anderson Kd & Rl, P. 1998. Appendicitis. Pediatric Surgery 5th Edition. Mosby-yearbook.

Bhatt, M. 2008. Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a Canadian pediatric departement, Montreal, Thesis, McGill University,, McGill University.

Cardall, T., Glasser, J. & Guss, D. A. 2004. Clinical value of the total white blood cell count and temperature in the evaluation of patients with suspected appendicitis.

Acad Emerg Med, 11, 1021-7.

Chamisa, I. 2009. A clinicopathological review of 324 appendices removed for acute appendicitis in Durban, South Africa: a retrospective analysis. Ann R Coll Surg Engl, 91, 688-92.

CS, Agrawal, S Adhikari, & M. Kumar 2008. Role of serum c-reactive protein and leukocyte count in the diagnosis of acute appendicitis in Nepalese population.

Nepal Med Coll J:10(1): 11-15.

Dey, S., Mohanta, P. K., Baruah, A. K., Kharga, B., Bhutia, K. L. & Singh, V. K. 2010.

Alvarado scoring in acute appendicitis-a clinicopathological correlation. Indian J Surg, 72, 290-3.

Erturk, A., Tuncer, I., Balci, O., Karaman, I., Afsarlar, C., Yilmaz, E., Ozguner, I., Cavusoglu, Y. H. & Erdogan, D. 2014. The Value of Pediatric Appendicitis Score and Laboratory Findings on The Diagnosis of Pediatric Appendicitis.

Turkish Journal of Pediatric Disease, 103, 1-6.

Eylin 2009. Karakteristik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus Apendisitis Berdasarkan Data Registrasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM pada Tahun 2003-2007. Jakarta:

Univsersitas Indonesia.

Fischbach Ft & Dunning, M. 2004. A Manual of Laboratory Diagnostik, Lipincott Wlliams & Walkin.

Goulder, F. & Simpson, T. 2008. Pediatric appendicitis score: A retrospective analysis.

J Indian Assoc Pediatr Surg, 13, 125-7.

Ha, S., Hong, C., Lee, Y., Sung, A., Lee, J., Cho, K., Sy., H., Lee, N. & Yim, H. 2012.

Clinical significance of fever and leucocytosis in diagnosis of acute appendicitis in children who visit emergency department with abdominal pain. Int J Clin Pediatr, 1(1), 9-18.

Han-Ping Wu. Ching-Yuang Lin. Chin-Fu Chang. Yu-Jun Chang. & Chin-Yi Huang 2005. Predictive value of c-reactive protein at different cutoff levels in acute appendicitis. The American Journal of Emergency Medicine 23. 449-453.

Hussain, N., Zaman, S., Malik, N., Js., K. & Mm., K. 2012. Sensitivity and spesificity of investigations for the diagnosis of acute appendicitis and their correlation

with histopathology findings. Journal of Rawalpindi Medical College (JMRC), 16(2), 129-131.

Ishizuka, M., Shimizu, T. & Kubota, K. 2012. Neutrophil-to-lymphocyte ratio has a close association with gangrenous appendicitis in patients undergoing appendectomy. Int Surg, 97, 299-304.

James, C. 2012. Appendicitis. Pediatric Surgery. Philadelphia: Saunders-Elsevier.

Kahramanca, S., Ozgehan, G., Seker, D., Gokce, E. I., Seker, G., Tunc, G., Kucukpinar, T. & Kargici, H. 2014. Neutrophil-to-lymphocyte ratio as a predictor of acute appendicitis. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 20, 19-22.

Kamran, H., Naveed, D., Nazir, A., Hameed, M., Ahmed, M. & Khan, U. 2008. Role of total leukocyte count in diagnosis of acute appendicitis. J Ayub Med Coll Abbottabad, 20, 70-1.

Kim, E., Subhas, G., Mittal, V. K. & Golladay, E. S. 2009. C-reactive protein estimation does not improve accuracy in the diagnosis of acute appendicitis in pediatric patients. Int J Surg, 7, 74-7.

Kumar, R. V., Kumar, R. M., Pradeep Kumar, N. S. & Ananthakrishnan, N. 2011.

Diagnostic value of C-reactive protein in suspected acute appendicitis--a prospective case control study. Indian J Med Sci, 65, 399-405.

Kumar V, Abbas Ak., Fausto N & Rn, M. 2004. Robbins Basic Pathology, Philadelphia, Saunder Elsevier.

Kunle, A., Yinka, O., Oluyomi, T. & Awodele, A. 2011. Surgical pathologic review of appendectomy at a ub-urban tropical tertiary hospital in Africa. J. Med. Med.

Sci, 2(6), 932-938.

Mekhail, P., Naguib, N., Yanni, F. & Izzidien, A. 2011. Appendicitis in paediatric age group: correlation between preoperative inflammatory markers and postoperative histological diagnosis. Afr J Paediatr Surg, 8, 309-12.

Mohammed, A. A., Daghman, N. A., Aboud, S. M. & Oshibi, H. O. 2004. The diagnostic value of C-reactive protein, white blood cell count and neutrophil percentage in childhood appendicitis. Saudi Med J, 25, 1212-5.

Moon, H. M., Park, B. S. & Moon, D. J. 2011. Diagnostic Value of C-reactive Protein in Complicated Appendicitis. J Korean Soc Coloproctol, 27, 122-6.

Nabulsi, M., Hani, A. & Karam, M. 2012. Impact of C-reactive protein test results on evidence-based decision-making in cases of bacterial infection. BMC Pediatr,

Nabulsi, M., Hani, A. & Karam, M. 2012. Impact of C-reactive protein test results on evidence-based decision-making in cases of bacterial infection. BMC Pediatr,

Dalam dokumen A Z R I L H A B I B I (Halaman 45-78)

Dokumen terkait