• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kerangka Pemikiran

2.2.1. Kerangka Teoritis

masyarakat, namun hal itu juga menjadi sorotan bahwa kepentingan manusia akan adanya angkutan umum harus memiliki aturan. Agar terciptanya keadaan aman, nyaman dan tentram untuk keselamatan pengguna jasa angkutan. Sebagai masyarakat yang sebagian besar menggunakan angkutan umum merasa resah dengan beberapa kejadian yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Sebagai Dinas Perhubungan kota Medan (Jl.Pinang baris) yang mengatur Tentang angkutan umum maka haruslah ditindak lanjuti kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat pengguna angkutan umum, agar masyarakat tentram dan merasakan keamanan dan kenyamanan pada saat menumpangi angkutan umum. Kita tidak mengetahui secara jelas kapan dan dimana kejadian-kejadian yang merugikan penumpang terjadi pada angkutan umum di luar sana. Sebagai penumpang hanya bisa waspada dan menjaga bagaimanapun caranya agar terhindar dari kecelakaan yang menimpa angkutan tersebut. Maka dari itu para oknum yang bekerja pada Dinas Perhubungan kota Medan sudahlah seharusnya mendata kelayakan jalan secara jelas pada semua angkutan yang termasuk ke dalam angkutan kota Medan agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan penumpang. Dan memberikan sanksi yang tegas pada kendaraan yang tidak memenuhi standart kelayakan jalan, itu adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keselamatan angkutan maupun pengguna angkutan umum.12

2.2.1 Kerangka Teoritis

12 Abdul kadir, Muhammad. Perjanjian baku dalam Praktik Perusahaan Perdagangan,Bandung.Citra Aditya Bakti.1992

kerangka teoritis mempunyai kegunaan dalam suatu penelitian salah satu kegunaannya untuk mempertajam sebuah fakta yang akan diteliti atau diuji kebenarannya, serta teori yang merupakan ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek penelitian.

Menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaiyu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dan objek hukum yang dilindungi oleh hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban tersebut harus dilindungi oleh hukum sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya, dan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan juga sebagai pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajiban sehinggan yang bersangkutan merasa aman.

Perlindungan yang diberikan merupakan suatu hal yang melindungai subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif

peerlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini dapat terjadi dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

Merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis, Sifat, Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian

Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal 2 (dua) jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiri yaitu:

“Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.”13

Penelitian hukum sosiologis yaitu:

“Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum.”14

Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis menggunakan jenis penelitian normatif.

3.1.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian penulisan skripsi ini adalah bersifat penelitian Deskriptis analisis yaitu penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih dari satu variable.

Analisis data yang dapat dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif analisis yang mengarah

13Peter Mahmud Marzuki, 2010. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana. Hlm. 35.

14Mukti Fajar dan Yulianto Acmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 153

penelitia hukum normative, yaitu bentuk penulisan hukum yang berdasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.

3.1.3 Lokasi Penelitian

Dalam penulisan proposal skripsi ini langsung mengambil data yang dibutuhkan ke Dinas Perhubungan kota Medan Jl.Pinang Baris No.144 Medan.

3.1.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan secara singkat setelah dilakukan seminar outline skripsi pertama dan telah dilakukan perbaikan seminar outline yang akn dilakukan sekitar november-desember 2015.

NO. Kegiatan

Okt Nov Des Jan Feb

I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV

1.

Pengajuan Judul

2.

Penyusunan Proposal

3.

Seminar Proposal Skripsi

4.

Bimbingan dan Perbaikan Seminar Skripsi

5.

Seminar Hasil Penyempurnaan

Skripsi

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Pada skripsi ini digunakan alat pengumpul data, yakni :

a. Studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yag dilakukan dengan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku, literatur-literatur dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Wawancara (Interview) berdasarkan kasus yang ada dengan Kepala Seksi Angkutan Darat Dinas Perhubungan kota Medan yang terkait dengan masalah yang diteliti.

3.3. Analisa Data

Untuk melakukan analisa data dan menarik kesimpulan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengambil data dari berbagai buku, sumber bacaan yang berhubungan dengan judul pembahasan, majalah maupun media massa dan perundang-undangan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara analitis kualitatif, yaitu dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada dilapangan, kemudian dikelompokkan, dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan Hukum Pengangkutan. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sumber permasalahan yuridis dalam perjanjian Pengangkutan sehingga dapat diusulkan tata cara prosedur penyelesaian permasalahan yang lebih baik dan menguntungkan bagi para pihak

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian

4.1.1. Hal-hal yang Dapat Menyebabkan Kerugian Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Akibat Kesalahan dari Pihak Pengangkut

Pada saat seseorang menjadi penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat udara atau kapal dari perusahaan pengangkutan nasional, dia wajib membayar iuran (premi) pertanggungan wajib kecelakaan penumpang melalui pengusaha atau pemilik kendaraan yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-undang No.33/1964). Pada saat itu penumpang yang bersangkutan tidak hanya menutup perjanjian pengangkutan saja, tetapi sekaligus juga menutup perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Sifat wajib ini menunjukkan unsur dari pemerintah. Unsur paksaan ini tertuju pada sistem jaminan sosial. Unsur paksaan ini bila sudah menjadi kebiasaan, tidak terasa lagi, sebaliknya tujuan paksaan ini tercapai yakni suatau sistem jaminan sosial dalam masyarakat Indonesia.15

Telah dikatakan di atas bahwa penumpang pada saat yang sama menutup perjanjian pengangkutan dan perjanjian pertanggungan. Dalam hal menutup perjanjian pertanggungan, penumpang bertindak sebagai tertanggung, sedangkan yang bertindak sebagai penanggung adalah perum asuransi kerugian Jasa Raharja

15H. M. N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan.(Jakarta: Djambatan, 2008). hlm. 64

(Pasal 8 PP 17/65). Kewajiban tertanggung ialah membayar iuran (premi) kepada penanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan (Pasal 1 ayat (1) PP 17/65), sedangkan hak tertanggung ialah ganti kerugian, kalau dia menderita kecelakaan dalam pengangkutan, yakni:

- Bila penumpang mati.

- Penumpang mendapat cacat tetap akibat dari kecelakaan penumpang.

- Penumpang mendapat luka-luka.

Kewajiban penanggung ialah memberi ganti kerugian kepada tertanggung (penumpang), bila dia mati atau mendapat cacat tetap akibat kecelakaan penumpang. Sedangkan hak penanggung ialah mendapat premi dari tertanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan bersangkutan.

Berbeda dengan pertanggungan biasa yang sifatnya bebas bagi setiap orang untuk menutup perjanjian pertanggungan atau tidak, maka menutup perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan penumpang ini sifatnya mutlak bagi setiap penumpang kendaraan umum.

Istilah ganti kerugian bagi penumpang yang mati itu sesungguhnya tidak tepat, sebab hilangnya nyawa seorang penumpang tidak dapat dinilai dengan uang, jadi tidak dapat diganti rugi dengan uang. Mengenai istilah “ganti rugi” bagi si mati tersebut lebih tepat diganti dengan istilah “uang duka”.16

Mengenai peristiwa yang sering terjadi akhir-akhir ini yakni pemerkosaan sopir angkutan umum terhadap penumpangnya di kendaraan angkutan mereka.

Peristiwa ini merupakan tindak pidana yang kasusnya setelah dilaporkan akan

16 H. M. N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan.(Jakarta: Djambatan, 2008). hlm. 64

ditindak oleh kepolisian. Sang sopir melakukan pertanggung jawaban pidana secara pribadi.

4.1.2. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Hukum Pengangkutan Niaga membagi tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pengangkutan ke dalam 4 (empat) bagian yaitu tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan kereta api, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan darat, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan perairan, dan tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan udara.17 Dan dalam bab ini yang akan dibahas adalah tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan darat.

Tanggung jawab pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability).18 Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kepada perusahaan pengangkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim, yang timbul karena pengangkutan yang dilakukannya (Pasal 234 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat

17 Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga. (Bandung: Citra Aditya Bakti,1998) hlm.

37

18 Purba. Hukum Pengangkutan di Laut. (Medan: Pusaka Bangsa, 2005) hlm. 101

membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan (Pasal 190 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Selain itu Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang (Pasal 191 dan Pasal 192 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

4.1.3. Santunan kecelakaan lalu lintas

Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu pemerintah mempunyai PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua) yaitu :

a. Memberikan santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan lalu lintas darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum.

b. Menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat yang mana dana itu nantinya untuk membayar santunan.

Adapun cara memperoleh santunan adalah sebagai berikut:

a. Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat

b. Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan :

1. Laporan Polisi Tentang kecelakaan Lalu Lintas dari Unit Laka Satlantas Polres setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya.

2. Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.

3. KTP / Identitas korban / ahli waris korban.

4. Formulir pengajuan diberikan Jasa Raharja secara cuma-cuma

Untuk memperoleh dana santunan caranya adalah dengan mengisi formulir yang disediakan secara Cuma-cuma oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero), yaitu :

a. Formulir model K1 untuk kecelakaan ditabrak kendaraan bermotor dapat diperoleh di Polres dan Kantor Jasa Raharja terdekat.

b. Formulir K2 untuk kecelakaan penumpang umum dapat diperoleh di Kepolisian/Perumka/Syahbandar laut/Badar Udara dan Kantor Jasa Raharja terdekat.

Dengan cara pengisian formulir sebagai berikut :

1. Keterangan identitas korban/ahli waris diisi oleh yang mengajukan dana santunan.

2. Keterangan kecelakaan lalu lintas diisi dan disahkan oleh Kepolisian atau pihak yang berwenang lainnya.

3. Keterangan kesehatan/keadaan korban diisi dan disahkan rumah sakit/dokter yang merawat korban.

4. Apabila korban meninggal dunia, Tentang keabsahan ahli waris, diisi dan disahkan oleh pamong praja/lurah/camat

Dalam hal korban meninggal dunia, maka santunan meninggal dunia diserahkan langsung kepada ahli waris korban yang sah, adapun yang dimaksud ahli waris adalah :

a. Janda atau dudanya yang sah

b. Dalam hal tidak ada janda/dudanya yang sah, kepada anak-anaknya yang sah c. Dalam hal tidak ada Janda/dudanya yang sah dan anak-anaknya yang sah,

kepada Orang Tuanya yang sah

d. Dalam hal korban meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan penggantian biaya-biaya penguburan

Terdapat hal-hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang mengatur:

a. Korban yang berhak atas santunan yaitu Setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan.

b. Jaminan Ganda Kendaraan bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry, apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang bis yang menjadi korban diberikan jaminan ganda.

c. Korban yang mayatnya tidak diketemukan Penyelesaian santunan bagi korban yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada Putusan Pengadilan Negeri.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965 mengatur :

1. Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga yaitu :

a. Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut, contoh : Pejalan kaki ditabrak kendaraan bermotor

b. Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan ditabrak, dimana pengemudi kendaran bermotor yang ditumpangi dinyatakan bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi

2. Tabrakan Dua atau Lebih Kendaraan Bermotor

a. Apabila dalam laporan hasil pemeriksaan Kepolisian dinyatakan bahwa pengemudi yang mengalami kecelakaan merupakan penyebab terjadinya kecelakaan, maka baik pengemudi mapupun penumpang kendaraan tersebut tidak terjamin dalam UU No 34/1964 jo PP no 18/1965

b. Apabila dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pihak Kepolisian belum diketahui pihak-pihak pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan dan atau dapat disamakan kedua pengemudinya sama-sama sebagai penyebab terjadinya kecelakaan, pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan UU No 34/1964 jo PP No 18/1965 santunan belum daat diserahkan atau ditangguhkan sambil menunggu Putusan Hakim/Putusan Pengadilan

3. Kasus Tabrak Lari Terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus kejadiannya

4. Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Kereta Api

a. Berjalan kaki di atas rel atau jalanan kereta api dan atau menyebrang sehingga tertabrak kereta api serta pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kerata api, maka korban terjamin UU No 34/1964.

b. Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana lazimnya kerata api akan lewat , apabila tertabrak kereta api maka korban tidak terjamin oleh UU No 34/1964

Besarnya santunan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 adalah:

No. Sifat Cidera Santunan sesuai PMK No.

36/PMK.010/2008 1. Meninggal Dunia Rp. 25.000.000,-

2. Luka-Luka Rp. 10.000.000,-

3. Cacat Tetap Rp. 25.000.000,-

4. Biaya Penguburan

(apabila tidak ada ahli waris) Rp. 2.000.000,-

Namun, pemberian hak pada korban tersebut tidak berarti tidak mengenal batas waktu (kadaluarsa) atau pengecualian. Hak santunan menjadi gugur / kadaluwarsa jika :

a. Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya kecelakaan.

a. Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui oleh jasa raharja

Beberapa pengecualian yang dimaksud, yaitu :

A. Dalam hal kecelakaan penumpang umum atau lalu lintas jalan

1. Jika korban atau ahli warisnya telah memperoleh jaminan berdasarkan UU No 33 atau 34/1964

2. Bunuh diri, percobaan bunuh diri atau sesuatu kesengajaan lain pada pihak korban atau ahli waris

3. Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada waktu korban sedang dalam keadaan mabuk atau tak sadar, melakukan perbuatan kejahatan ataupun diakibatkan oleh atau terjadi karena korban memiliki cacat badan atau keadaan badaniah atau rohaniah biasa lain.

B. Dalam hal kecelakaan yang terjadi tidak mempunyai hubungan dengan resiko kecelakaan penumpang umum atau lalu lintas jalan

a. Kendaraan bermotor penumpang umum yang bersangkutan sedang dipergunakan untuk turut serta dalam suatu perlombaan kecakapan atau kecepatan

b. Kecelakaan terjadi pada waktu di dekat kendaraan bermotor penumpang umum yang bersangkutan ternyata ada akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi, angin puyuh, atau sesuatu gejala geologi atau metereologi lain.

c. Kecelakaan akibat dari sebab yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan, bencana, perang atau sesuatu keadaan perang lainnya, penyerbuan musuh, sekalipun Indonesia tidak termasuk dalam negara-negara yang turut berperang, pendudukan atau perang saudara, pemberontakan, huru hara, pemogokan dan penolakan kaum buruh, perbuatan sabotase, perbuatan teror, kerusuhan atau kekacauan yang bersifat politik atau bersifat lain.

d. Kecelakaan akibat dari senjata-senjata perang

e. Kecelakaan akibat dari sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan sesuatu perintah, tindakan atau peraturan dari pihak ABRI atau asing yang diambil berhubung dengan sesuatu keadaan tersebut di atas, atau kecelakaan yang disebabkan dari kelalaian sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan tersebut.

f. Kecelakaan yang diakibatkan oleh alat angkutan penumpang umum yang dipakai atau dikonfliksi atau direkuisisi atau disita untuk tujuan tindakan angkatan bersenjata seperti tersebut di atas

g. Kecelakaan yang diakibatkan oleh angkutan penumpang umum yang khusus dipakai oleh atau untuk tujuan-tujuan tugas angkatan bersenjata.

h. Kecelakaan yang terjadi sebagai akibat reaksi atom. Kecelakaan tunggal tidak ada lawan sehingga tidak ada yang menjamin, karena sebetulnya jika kecelakaan 2 kendaraan bermotor yang 1 mendapat santunan (pihak yang tdk bersalah) dan yang 1 (pihak yang bersalah) tidak mendapatkan secara otomatis melainkan atas kebijakan Direksi. Hal ini yang tidak banyak diketahui masyarakat sehingga masyarakat berasumsi bahwa kecelakaan 2 kendaraan bermotor, kedua-duanya mendapat santunan.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Perlindungan Hukum Yang Diterima Oleh Penumpang Angkutan Umum Sesuai Dengan Undang-Undang No.22 Tahun 2009

Kedudukan Hukum Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimaksud penumpang adalah Penumpang adalah orang

yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak Kendaraan.

Dengan mengikatkan diri setelah membayar uang atau tiket angkutan umum sebagai kontraprestasi dalam perjanjian pengangkutan maka seseorang telah sah sebagai penumpang alat angkutan penumpang umum yang apabila mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan. Tiket penumpang adalah tanda bukti bahwa seseorang telaah membayar uang angkutan dan akibatnya berhak naik angkutan sebagai penumpang. Tiket penumpang juga menjadi tanda bukti telah ditutupnya perjanjian angkutan udara antara pengangkut dan penumpang. Jadi penumpang adalah salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan darat, sedangkan pihak lawannya adalah pengangkut darat. Tiket penumpang merupakan syarat dalam perjanjian pengangkutan darat, tetapi bukan merupakan syarat mutlak sebab tidak adanya tiket penumpang tidak berarti tidak adanya perjanjian pengangkutan.

Dengan adanya dasar hukum yakni :

UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

UU Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

PP Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

UU Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

PP Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Maka penumpang angkutan umum telah mendapat jaminan hukum atas keselamatannya jikalau pengangkut tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam pengangkutan orang yakni membawa atau mengangkut penumpang tersebut sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Dari proses wawancara yang dilakukan penulis dengan menanyakan sebuah pertanyaan yaitu “Upaya apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa apabila pengguna angkutan telah dirugikan karenakesalahan pihak pengangkut?” yang juga berhubungan dengan rumusan masalah pada skripsi ini.

Dimana perlakuan usaha yang harus dilakukan oleh pihak penyedia jasa haruslah bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan angkutan umum yang disebabkan oleh pihak pengangkut atau penyedia jasa yang telah merugikan penumpang angkutan umum tersebut. Pertanggung jawaban tersebut semata-mata bukanlah hanya sekedar permohonan maaf atau pertanggung jawaban sekedarnya, melainkan harus dengan nilai yang setimpal dengan biaya santunan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang No.33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakan Lalu Lintas dan juga dengan nominal yang telah disepakati oleh PT. Jasa Raharja yang telah bekerja sama dengan penyedia jasa angkutan umum yang dikutip dari pembayaran tiket perjalanan pada angkutan umum tersebut.19 4.2.2. Upaya Pengguna Jasa Angkutan Umum dalam Mendapatkan

Perlindungan Hukum dan Ganti Rugi

Seperti dikatakan di atas, bahwa dengan melakukan kewajibannya yakni

Seperti dikatakan di atas, bahwa dengan melakukan kewajibannya yakni

Dokumen terkait