• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM. (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) SKRIPSI OLEH: ZAINAL FIKRI NASUTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM. (Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) SKRIPSI OLEH: ZAINAL FIKRI NASUTION"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM

(Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan)

SKRIPSI

OLEH:

ZAINAL FIKRI NASUTION 128400045

HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

MEDAN

2016

(2)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM

(Studi pada Dinas Perhubungan kota Medan) ZAINAL FIKRI NASUTION

NPM : 12.840.0045

BIDANG : HUKUM KEPERDATAAN

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.Perlidungan hukum ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada penumpang atau konsumen yang menggunakan jasa dari para pelaku usaha guna untuk melindungi dari hal yang tidak di inginkan. Jasa adalah pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain yang di konsumsi secara bersamaan, interaksi pemberi dan penerima jasa dapat mempengaruhi hasil jasa dan dirancang untuk pemenuhan kepuasan konsumen. Jasa juga merupakan kontak sosial antara produsen dan konsumen. Angkutan Umum adalahsalah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif.

Angkutan umum merupakan lawan kata dari kendaraan pribadi Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi. Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah.

Permasalahan Peneitian ini adalah “Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum berdasarkan undang-undang No.22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?.” Jenis penulisan pada skripsi ini adalah Normatif yang semata-mata digunakan untuk memperoleh data-data yang lengkap dari study kepustakaan maupun doktrin-doktrin hukum, jenis empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum dan juga hasil dari wawancara. Hasil penelitian dan Pembahasan menjelaskan bahwa bagaimana bentuk dari perlindungan hukum bagi konsumen angkutan umum apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan seperti kecelakaan lalu lintas maupun tindakan apabila tidak terpenuhinya hak-hak atas konsumen yang disebabkan faktor-faktor tertentu dari penyedia jasa. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.

Selain itu Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, terkecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat di cegah karena kesalahan penumpang.

Kata Kunci : Pengangkutan, Perlindungan Hukum, Jasa, Angkutan Umum.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil „alamin dengan segenap kerendahan hati memanjatkan puji dan syukur penuliskepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ilmiah ini dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA ANGGKUTAN UMUM (Studi Pada Dinas Perhubungan kota medan).

Adapun tujuan dari skripsi ini adalahuntuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Medan Area Bidang Hukum Keperdataan. Dalam penyusunan tulisan ilmiah ini,penulis telah banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril maupun materi.

Atas bimbingan dan bantuan yang penulis terima dalam menyelesaikan tulisan ilmiah ini, maka dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terhormat sebesar-besarnhya kepada:

1. Teristimewa buat kedua orang tuayang saya sayangi yaitu Ayahanda Zulkarnaen Nasution dan Ibunda tercinta Nurainun S.Pd yang telah banyak berkorban moril maupun materil dan senantiasa dengan tulus tanpa henti mendukung serta menaruh harapan besar kepada saya untuk dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga kasih sayang mereka tetap menyertai saya dalam setiap perjalanan hidup saya.

2. Kepada Bapak Prof. Dr. H. A. Ya‟Kub Matondang, MA selaku rektor Universitas Medan Area.

(4)

3. Ibu Dr. Utary Maharani Barus, SH,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Medan Area

4. Ibu Anggreini Atmei Lubis, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

5. Bapak Ridho Mubarak, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

6. Bapak Zaini Munawir SH, M.Hum selaku Ketua Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Medan Area, sekaligus Seketaris Pembimbing penulis.

7. Bapak Isnaini SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis 8. Ibu Sri Hidayani SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

10. Seluruh Pegawai dan Staf Dinas Perhubungan Kota Medanyang telah bersedia menerima dan membimbing dalam proses penelitian.

11. Kakak saya Dr. Nina Zulviyanti Nasution, abang Dedi Armansyah S.T, M.T., abang Ardi Zulvikar Nasution, kakak Reny Fitria Ningsih S.Pd, abang Ikhwan Fadli Nasution S.E, yang juga banyak membantu serta memberikan motivasi yang positif bagi saya.

12. Abang sepupu saya Mahransyah Putra Dasopang dan Sahabat Terdekat saya Yogie Andrian Syahputra yang telah memberikan semangat kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-taman saya Yudha Prawira, M Iqbal, Arif Hidayat, Ridho Nugraha, Fauzi, Abang Reza Fahlevi, Rahmatika P Tanjung, Dewita Sari, Anwar Azhari

(5)

Rambe, M Egi Harahap, M ikhsan Suwandi, Mariana, Sofia Khairunnisa Damanik, Rezky Reymon Manurung, Rahmad Rivaldi Piliang, Imam Maulana Masni, Halim Randa Juliandi, Poppy Chairunisa. Daniel Hutapea, Aulia Arifandi dan teman-teman Se-Almamater khususnya stambuk 2012 di Fakultas Hukum Universitas Medan Area yang juga bnyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi.

Akhir kata kata saya mengukapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga berkat dan Rahmat-Nya melimpah kepada saya Khususnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini, dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2016 Hormat Saya

ZAINAL FIKRI NASUTION NPM : 128400045

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.1. Angkutan Darat ... 8

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Pembatasan Masalah ... 10

1.4. Perumusan Masalah ... 11

1.5. Tujuan Dan Manfaat penelitian... 11

1.5.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.5.2. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Uraian Teori ... 13

2.1.1. Pengertian angkutan ... 13

2.1.2. Asas – asas pengangkutan ... 15

2.1.3. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan ... 18

2.1.4. Prinsip Dasar Pengangkutan ... 18

2.1.5. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan ... 20

(7)

2.1.6. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan ... 20

2.1.7. Kedudukan Penerima... 21

2.1.8. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut. ... 22

2.2. Kerangka Pemikiran ... 29

2.2.1. Kerangka Teoritis ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 32

3.1.1. Jenis Penelitian... ... 32

3.1.2. Sifat Penelitian... 32

3.1.3. Lokasi Penelitian... ... 32

3.1.4. Waktu Penelitian... ... 32

3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3. Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Hasil Penilitian ... 35

4.1.1. Hal –hal yang Dapat Menyebabkan Kerugian Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Akibat kesalahan dari Pihak Pengangkut ... 35

4.1.2. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan ... 36

2.1.3. Santunan Kecelakaan Lalu Lintas ... 38

4.2. Pembahasan ... 44

(8)

4.2.1. Bentuk Perlindungan Hukum yang Diterima Oleh Penumpang Angkutan Umum sesuai dengan Undang-

Undang No.22 tahun 2009 ... 44

4.2.2. Upaya Pengguna Jasa Angkutan Umum dalam Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Ganti Rugi... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa: Pada saat Undang- Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak berTentangan atau belum diganti dengan yang baru be€rdasarkan Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan.

(10)

Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri. Sedangkan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya, etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Demikian juga dalam Paragraf 9 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tentang standar pelayanan angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya memberikan penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pemakai jasa angkutan. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang.

Karena pengangkutan di sini merupakanpengangkutan orang maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang.

Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 Undang-undang Lalu Lintas

(11)

dan Angkutan Jalan, yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.

Sedangkan yang disebut pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi: Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Lalu lintas dan Angkutan Jalan ketika pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda di atur dalam Werverkeersordonnantie” (Staatsblad 1933 Nomor 86).

Perkembangan selanjutnya Weverkeersordonnantie tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan diubah lagi dalam Staatsblad 1940 No. 72. Kemudian Weverordinantie diubah lagi setelah Indonenesia tepatnya pada Tahun 1951

dengan UU No. 3 Tahun 1951 Tentang Perubahan Dan Tambahan Undang Undang Lalu Lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 no. 86).

Kemudian Selang 15 Tahun kemudian dari berlakunya Undang-undang no 15 Tahun 1951 Pemerintah Indonesua mengatur lagi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kedalam Undang-Undang yang baru serta Mencabut peraturan sebelumnya Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Maka lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang pada waktu itu atas persetujuan bersama antara Presiden Soekarno dengan DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).Undang-Undang No 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya ini bahwa adalah Undang-Undang pertama yang Mengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia setelah Indonesia Merdeka.

(12)

Seiring dengan perkembangan zaman dan IPTEK pada 27 Tahun Kemudian diatur kembali Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dengan Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang No 14 Tahun 1992. Ada hal yang menarik dari UU No 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini bahwa Undang-Undang ini sempat ditangguhkan selama seTahun melalui PERPU No 1 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang disahkan menjadi Undang-Undang No 22 Tahun 1992 Tentan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Selanjutnya Undang-Undang mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkahir kali ditur di Indonesia dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Jalan dengan semangat reformasi dan semangat perubahan.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Udang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No.

22 Tahun 2009 bahwa : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak berTentangan atau belum diganti dengan

(13)

yang baru berdasarkan Undang-Undang ini dan terdapat di bagian buku ketiga Tentang perikatan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan (UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) yakni :

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. asas transparan;

b. asas akuntabel;

c. asas berkelanjutan;

d. asas partisipatif;

e. asas bermanfaat;

f. asas efisien dan efektif;

g. asas seimbang;

h. asas terpadu; dan i. asas mandiri.

Sedangkan Pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni :

a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

(14)

persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Demikian juga dalam Pasal 9 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta Pasal 141 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Tentang standar pelayanan angkutan orang:

a. keamanan;

b. keselamatan;

c.keselamatan;

d. keterjangkauan;

e. kesejahteraan; dan f. keteraturan.

Standart minimal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan. Ketentuan lebih lanjut mengenai standart pelayanan minimal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas Angguktan Jalan.1

Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakan pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk

1 UULLAJ, Surabaya. Kesindo Utama, 2013, hal. 7

(15)

selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/ atau penumpang.

Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi : Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya,

(16)

luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.2

Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 192 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, keadaan demikian sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak penah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum.

1.1.1. Angkutan Darat

Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi. Pada prinsip-prinsip

2 http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7&Itemid=7

(17)

tanggung jawab ada salah satu disebutkan dimana prinsip tersebut di jelaskan pada Pasal 24 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya.3

Tabel kasus kecelakaan di kota Medan Tahun 2011-2014

No. Tahun Kasus Korban Jiwa

1. 2011 7.534 2.481

2. 2012 1.702 298

3. 2013 85.662 21.375

4. 2014 85.765 26.623

Berdasarkan tabel di atas tingkat kasus kecelakaan angkutan umum dari tahun ke tahun makin bertambah. Pada Tahun 2011 telah terjadi 7.534 kasus kecelakaan yang memakan 2.481 korban jiwa, pada tahun 2012 telah terjadi 1.702 kasus kecelakaan angkutan umum yang memakan korban jiwa sebanyak 298 jiwa.

Pada tahun 2012 ini merupakan nominal yang paling kecil pada tabel kecelakaan angkutan umum. Pada Tahun 2013 telah terjadi 85.662 kasus kecelakaan yang memakan 21.375 korban jiwa. Pada tahun 2012-2013 angka kecelakaan lalu lintas merupakan angka yang paling tinggi diantara Tahun yang lainnya. Untuk Tahun 2014 telah terjadi kenaikan tingkat kecelakaan angkutan umum sebesar 103 kasus kecelakaan angkutan umum yang memakan korban jiwa bertambah sebesar 5.248 jiwa. Jadi untuk tahun 2014 angka tingkat kecelakaan angkutan umum mencapai

3 R. Subekti, Pengangkutan & hukum Pengangkutan darat, Universitas Diponegoro:1980

(18)

85.765 kasus yang memakan korban jiwa sebanyak 26.623 jiwa. Maka hal ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap keselamatan pengguna angkutan umum yang mengakibatkan peningkatan kecelakaan angkutan umum.

Berdasarkan data diatas perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan angkutan umum mendapat perlindungan hukum yaitu biaya santunan ganti rugi sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Jasa Raharja selaku pihak Asuransi yang bekerja sama dengan CV/PT penyedia jasa angkutan umum.

1.2. Identifikasi Masalah

Angkutan umum merupakan salah satu bagian terpenting bagi masyaarakat di suatu negara. Adanya angkutan umum agar dapat mempermudah dan memperlancar transportasi yang merupakan sarana yang mempengaruhi pembangunan suatu negara agar negara tersebut makmur dan berkembang.

Berdasarkan pemaparan masalah dalam pembahasan yang ada di dalam skripsi ini, dapat diidentifikasikan beberapa masalah:

1. Bentuk perlindungan hukum yang di terima oleh penumpang angkutan umum sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan.

2. Akibat yang timbul apabila hak penunmpang angkutan umum tidak terpenuhi.

1.3. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini yang bertujuan agar tidak terjadinya perluasan permasalahan yang akan di bahas yaitu perlindungan

(19)

hukum bagi pengguna jasa anggutan umum berdasarkan pada Undang-Undang NO.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

1.4. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang penulis teliti untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai “Bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum berdasarkan undang-undang No.22 Tahun 2009”

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ketika melakukan suatu penelitian, maka pada umumnya terdapat suatu tujuan dan manfaat dari penelitian sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, sama halnya dengan tujuan penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin dicapai didalam pembahasan. Adapun uraian tujuan dan manfaat penelitian adalah:

1.5.1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan penulisan skripsi ini, adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.

2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) melalui angkutan umum akibat kesalahan dari

(20)

pihak pengangkut dan bagaimana tanggung jawab pihak pengangkut terhadap kesalahan yang mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) angkutan umum sebagai konsumen fasilitas publik transportasi berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2009.

4. Untuk mengetahui upaya pengguna jasa angkutan umum dalam mendapatkan perlindungan hukum

5. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Medan Area (UMA), yang dimana hal ini adalah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang akan menyelesaikan studynya sebagai tugas akhir.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang di lakukan oleh penulis ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis Tentang bagaimana perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2009.

2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umu

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori

2.1.1. Pengertian Pengangkutan

Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut :

1) Ada sesuatu yang diangkut.

2) tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.

3) ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan.

Pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.4 Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke

4 prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/hukum-pengangkutan.html

(22)

tempat yang ditentukan.5 Sehingga Secara umum dapat didefinisikan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.6

Adapun syarat-syarat untuk menguji kelayakan armada yang disediakan oleh penyedia angkutan umum sesuai yang telah di tentukan oleh Dinas Perhubungan Kota Medan yaitu :

1. Usia kendaraan maksimal 10 Tahun berjalan.

2. rancangan bangun dan karoseri sesuai dengan ketetapanpemerintah mobil Bus dan MPU.

3. Kendaraan laik jalan atau operasi sesuai ketentuan SPEKSI/KIUR.

4. Memiliki izin usaha angkutan dengan ddengan kendaraan bermotor umum.

5. Memiliki izin trayek atau operasi.

Seluruh kendaraan yang diajukan untuk memperoleh kartu pengawasan (KPs), kendaraan telah melalui uji KIR/SPEKSI secara priodik 6 bulan sekali (layak operasional)

5 prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/hukum-pengangkutan.html

6Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, bandung, Citra Aditya.Bandung,2001

(23)

2.1.2. Asas - asas Pengangkutan

Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1) Yang bersifat perdata; dan 2) Yang bersifat publik

Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 1992. Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata adalah sebagai berikut:

a. Konsensual

Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk te€rtulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.

b. Koordinatif

Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim

(24)

barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa.

c. Campuran

Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjianpengangkutan.

d. Retensi

Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi berTentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

e. Pembuktian dengan dokumen

Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.

Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:

a. Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;

(25)

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan;

c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penegangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;

d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional;

e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutanharus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;

f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi;

g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.

h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;

(26)

i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.7

2.1.3. Fungsi Dan Tujuan Pengangkutan

Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang- barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan denganpengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya. bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :

a. Kegunaan Tempat (Place Utility)

Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat.

b. Kegunaan Waktu (Time Utility)

Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya.8

7http://dc433.4shared.com/doc/Sw-_tq81/preview.html

(27)

2.1.4. Prinsip dasar Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu antara pengangkut dan pengirim adalah sama tinggi. Hubungan kerja di dalam perjanjian pengangkutanantara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapisifatnya hanya berkala, ketika seorang pengirim membutuhkan pengangkut untuk mengangkut barang.

Perjanjian pengangkutan mengandung tiga prinsip tanggung jawab, yaitu:

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan, menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum.

b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga, menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.

c. Prinsip tanggung jawab mutlak, menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian Tentang kesalahan. Unsur kesalahan tidak relevan.

Dalam suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau hal yang dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan yangtelah berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal tersebutharus mengacu pada keadilan. Tujuan pengangkutan adalah terpenuhinya

8 Zulvikar Sani, Transportasi (Suatu Pengantar), Jakarta, UI Press,2012

(28)

kewajiban dan hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan. Kewajiban dari pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan berhak menerima biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah

membayar biaya pengangkutan dan berhak atas

pelayanan pengangkutan yang wajar.9

2.1.5. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan.

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi (gesubordineerd). Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :

a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 KUHPerdata.

b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemboronga sebagaimana dimaksud Pasal 1601 b KUH Perdata.

Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata (Pasal penutup dari bab VII A Tentang pekerjaan pemborongan).

c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan perjanjian

9 Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat,Laut dan Udara,Citra Aditya Bakti.Bandung,1991

(29)

penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala (Pasal 1601 b KUHPerdata) dan unsur penyimpanan (Pasal 468 ( 1 ) KUHD).

2.1.6. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutantidak disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan (konsensus) diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutanbersifat konsensuil. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut denga surat muatan (vracht brief) seperti dimaksud dalam Pasal 90 KUHD.

Demikian juga halnya dalampengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang. Dokumen-dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak Tentang adanya perjanjian pengangkutan. Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada (Pasal 454, 504 dan 90 KUHD). Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.

2.1.7. Kedudukan Penerima

Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya

(30)

dia adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan(Pasal 1317 KUHPerdata).

Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos angkutannya, kecuali ditentukan lain. Apabila penerima tidak mau membayar ongkos atau uang angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang- barang yang diangkutnya.10

2.1.8. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut.

Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya lima prinsip tanggung jawab pengangkut yaitu :

a. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumtion of Liability)

Menurut prinsip ini, ditekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut. Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang Tentang masing-masung pengangkutan. Prinsip ini hanya dijumpai dalam 86 ayat 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, yang menyatakan :

“jika perusahaan angkutan perairan dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b: musnah, hilang atau rusaknya barang yang

10 Mansyur, M Ali, Pengolahan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen dalam perwujudan Perlindungan Konsumen.Yogyakarta,Genta press,2007

(31)

diangkut; c. Keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut;

d. Kerugian pihak ketiga bukan disebabkan oleh kesalahannya, maka dia dapat dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. Walaupun hanya terdapat pada pengangkutan perairan, bukan berarti pada pengangkutan darat dan pengangkuta udara tidak dibolehkan. Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan angkutan dan pengirim boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya dirumuskan dengan “(kecuali jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian itu dapat karena kesalahannya)”. Dalam KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga bersalah. Dalam ketentuan Pasal 468 ayat 2 KUHD yaitu, “apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali dia dapat membuktikan bahwa diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari terjadinya.”

Dengan demikian jelas bahwa dalam hukum pengangkutan di Indonesia, prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga bersalah keduanya dianut.

Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian, artinya pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beberapa Pasal dalam Undang-undang Pengangkutan Tahun 1992 yang mengatur Tentang prinsip tanggung jawab praduga bersalah adalah:

No. Pasal Keterangan

(32)

1 Pasal 45 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992

Tentang Angkutan Lalu Lintas Jalan.

2 Pasal 28 ayat 1, 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992

Tentang Perkereta Apian.

3 Pasal 43 ayat 1b dan Pasal 44 Undang-undang No. 15 Tahun 1992

Tentang Penerbangan.

b. Tanggung Jawab atas Dasar Kesalahan (Based on Fault or Negligence)

Dapat dipahami, dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus bertanggung jawab atas kesalahannya dalam penyelenggaraan pengangkutan dan harus mengganti rugi dan pihak yang dirugikan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut. Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang Tentang masing-masung pengangkutan.

Dalam KUHD, prinsip ini juga dianut, tepatnya pada Pasal 468 ayat (2).

Pada pengangkutan di darat yang menggunakan rel kereta api, tanggung jawab ini ditentukan dalam Pasal 28 Undang-undang nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Pada pengangkutan di darat yang melalui jalan umum dengan kendaraan bermotor, tanggung jawab ini di tentukan dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 31 dan Pasal 45 Undang-undang nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Pada pengangkutan di laut dengan menggunakan kapal, tanggung jawab ini di tentukan dalam Pasal 86 Undang-undang nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran. Dan berkaitan dengan angkutan udara, prinsip ini dapat

(33)

ditemukan dalam Pasal 43-45 Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1995 Tentang pengangkutan udara.

c. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability)

Pada prinsip ini, titik beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya.

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan

pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.

Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat: pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.

Dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di bebani dengan resiko yang terlalu berat. Akan tetapi tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Para pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan maka dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan.

d. Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability)

Bila jumlah ganti rugi sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan

(34)

jatuh pailit. Menghindari hal ini,, maka undang-undang memberikan batasan Tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 475, 476 dan Pasal 477 KUHD. Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 28, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan pembatasan tanggung jawab yaitu bahwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi sampai jumlah Rp.12.500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari penumpang yang tewas, anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari si mati. Pasal 28 menentukan bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal kelambatan, Pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan penumpang, bagasi dan barang”. Satu Pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab pihak pengangkut adalah Pasal 33, dimana Pasal tersebut menentukan gugatan mengenai tanggung jawab atas dasar apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan batas-batas seperti yang dimaksudkan dalam peraturan ini.11 Dengan terbatasnya gugatan mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka terbatas pula tanggung jawab pihak pengangkut. Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan adalah Pasal 1 ayat (1), Pasal 29 avat (1) dan Pasal 36. Pasal 36 menemukan

11 Kamaluddin Rustian,Ekonomi Transportasi Karakteristik Toeri dan Kebijakan. Ghalia Indonesia,Jakarta.2003

(35)

bahwa pengangkut bebas dari tanggungjawabnya dalam hal setelah dua Tahun penumpang yang menderita kerugian tidak mengajukan tuntutannya. Pasal 36 berbunyi “Gugatan mengenai tanggung jawab pengangkut harus diajukan dalam jangka waktu dua Tahun terakhir mulai saat tibanya di tempat tujuan, atau mulai dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan Udara diputuskan jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus. Selain itu ada hal-hal yang membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan yang sama sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut : bahaya perang, sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi tanggung jawab dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya peristiwa asuransi tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi selama jangka waktu asuransi dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar atas produk yang keliru. Pada Undang-undang No 1 Tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada Pasal 141 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang- undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict Liability), dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut. Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939,

(36)

pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam Pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak bertanggungjawab untuk kerugian, apabila:

a. ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian;

b. ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu;

c. kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;

d. kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu

Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan sala satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi.

e. Presumtion of non Liability

Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.

Dalam hal ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecualian-pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu kejadian atas benda dalam angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam :

(37)

a. Pasal 43 ayat 1 b UU penerbangan b. Pasal 86 UU pelayaran

Contoh Kasus kecelakaan angkutan darat:

Tabrakan maut terjadi di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) di Desa N4 Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Bus KUPJ Tour BK 7746 DO menabrak truk pengangkut tanah BM 8302 AJ hingga mengakibatkan seorang tewas dan tiga lainnya terluka.

Kecelakaan ini diduga dipicu aksi ugal-ugalan sopir bus KUPJ hingga berdampak fatal, yakni hilangnya nyawa penumpang bus, M Rajagukguk (56), warga Dusun Sidodadi, Desa Pulau Padang, Kecamatan BilahBarat, Labuhan batu. Korban sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat, namun karena luka diderita cukup parah, jiwanya tak tertolong lagi.

Ketiga penumpang Bus Koperasi Usaha Pinggir Jalan Tour (KUPJ Tour) yang mengalami luka ringan, yakni sopir bus Ronal Sitompul, (30) warga Asahan, Nuraini Pane (25) warga Desa Tanjung Haloban Kecamatan Bilah Hilir, Labuhanbatu dan kernet bus Eben (22), warga Medan.

Kepala Unit (Kanit) Gatur Kepolisian Sektor (Polsek) Aek Nabara Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Lardo menegaskan, berdasarkan keterangan beberapa saksi, sopir mengemudikan bus KUPJ Tour secara kencang sambil ugal- ugalan. Setibanya di lokasi kejadian sopir berusaha mendahului kendaraan di depannya,tetapi malapetaka yang terjadi

2.2. Kerangka Pemikiran

(38)

Angkutan umum adalah sarana transportasi yang banyak bagi setiap masyarakat, namun hal itu juga menjadi sorotan bahwa kepentingan manusia akan adanya angkutan umum harus memiliki aturan. Agar terciptanya keadaan aman, nyaman dan tentram untuk keselamatan pengguna jasa angkutan. Sebagai masyarakat yang sebagian besar menggunakan angkutan umum merasa resah dengan beberapa kejadian yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Sebagai Dinas Perhubungan kota Medan (Jl.Pinang baris) yang mengatur Tentang angkutan umum maka haruslah ditindak lanjuti kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat pengguna angkutan umum, agar masyarakat tentram dan merasakan keamanan dan kenyamanan pada saat menumpangi angkutan umum. Kita tidak mengetahui secara jelas kapan dan dimana kejadian-kejadian yang merugikan penumpang terjadi pada angkutan umum di luar sana. Sebagai penumpang hanya bisa waspada dan menjaga bagaimanapun caranya agar terhindar dari kecelakaan yang menimpa angkutan tersebut. Maka dari itu para oknum yang bekerja pada Dinas Perhubungan kota Medan sudahlah seharusnya mendata kelayakan jalan secara jelas pada semua angkutan yang termasuk ke dalam angkutan kota Medan agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan penumpang. Dan memberikan sanksi yang tegas pada kendaraan yang tidak memenuhi standart kelayakan jalan, itu adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keselamatan angkutan maupun pengguna angkutan umum.12

2.2.1 Kerangka Teoritis

12 Abdul kadir, Muhammad. Perjanjian baku dalam Praktik Perusahaan Perdagangan,Bandung.Citra Aditya Bakti.1992

(39)

kerangka teoritis mempunyai kegunaan dalam suatu penelitian salah satu kegunaannya untuk mempertajam sebuah fakta yang akan diteliti atau diuji kebenarannya, serta teori yang merupakan ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek penelitian.

Menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaiyu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum. Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dan objek hukum yang dilindungi oleh hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban tersebut harus dilindungi oleh hukum sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya, dan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan juga sebagai pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajiban sehinggan yang bersangkutan merasa aman.

Perlindungan yang diberikan merupakan suatu hal yang melindungai subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif

peerlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini dapat terjadi dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan kewajiban.

(40)

2. Perlindungan Hukum Represif

Merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis, Sifat, Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian

Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal 2 (dua) jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiri yaitu:

“Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.”13

Penelitian hukum sosiologis yaitu:

“Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum.”14

Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis menggunakan jenis penelitian normatif.

3.1.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian penulisan skripsi ini adalah bersifat penelitian Deskriptis analisis yaitu penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih dari satu variable.

Analisis data yang dapat dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif analisis yang mengarah

13Peter Mahmud Marzuki, 2010. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana. Hlm. 35.

14Mukti Fajar dan Yulianto Acmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 153

(42)

penelitia hukum normative, yaitu bentuk penulisan hukum yang berdasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.

3.1.3 Lokasi Penelitian

Dalam penulisan proposal skripsi ini langsung mengambil data yang dibutuhkan ke Dinas Perhubungan kota Medan Jl.Pinang Baris No.144 Medan.

3.1.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan secara singkat setelah dilakukan seminar outline skripsi pertama dan telah dilakukan perbaikan seminar outline yang akn dilakukan sekitar november-desember 2015.

NO. Kegiatan

Okt Nov Des Jan Feb

I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV

1.

Pengajuan Judul

2.

Penyusunan Proposal

3.

Seminar Proposal Skripsi

4.

Bimbingan dan Perbaikan Seminar Skripsi

5.

Seminar Hasil Penyempurnaan

Skripsi

(43)

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Pada skripsi ini digunakan alat pengumpul data, yakni :

a. Studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yag dilakukan dengan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku, literatur- literatur dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Wawancara (Interview) berdasarkan kasus yang ada dengan Kepala Seksi Angkutan Darat Dinas Perhubungan kota Medan yang terkait dengan masalah yang diteliti.

3.3. Analisa Data

Untuk melakukan analisa data dan menarik kesimpulan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengambil data dari berbagai buku, sumber bacaan yang berhubungan dengan judul pembahasan, majalah maupun media massa dan perundang-undangan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara analitis kualitatif, yaitu dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada dilapangan, kemudian dikelompokkan, dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan Hukum Pengangkutan. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sumber permasalahan yuridis dalam perjanjian Pengangkutan sehingga dapat diusulkan tata cara prosedur penyelesaian permasalahan yang lebih baik dan menguntungkan bagi para pihak

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian

4.1.1. Hal-hal yang Dapat Menyebabkan Kerugian Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Akibat Kesalahan dari Pihak Pengangkut

Pada saat seseorang menjadi penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat udara atau kapal dari perusahaan pengangkutan nasional, dia wajib membayar iuran (premi) pertanggungan wajib kecelakaan penumpang melalui pengusaha atau pemilik kendaraan yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-undang No.33/1964). Pada saat itu penumpang yang bersangkutan tidak hanya menutup perjanjian pengangkutan saja, tetapi sekaligus juga menutup perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Sifat wajib ini menunjukkan unsur dari pemerintah. Unsur paksaan ini tertuju pada sistem jaminan sosial. Unsur paksaan ini bila sudah menjadi kebiasaan, tidak terasa lagi, sebaliknya tujuan paksaan ini tercapai yakni suatau sistem jaminan sosial dalam masyarakat Indonesia.15

Telah dikatakan di atas bahwa penumpang pada saat yang sama menutup perjanjian pengangkutan dan perjanjian pertanggungan. Dalam hal menutup perjanjian pertanggungan, penumpang bertindak sebagai tertanggung, sedangkan yang bertindak sebagai penanggung adalah perum asuransi kerugian Jasa Raharja

15H. M. N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan.(Jakarta: Djambatan, 2008). hlm. 64

(45)

(Pasal 8 PP 17/65). Kewajiban tertanggung ialah membayar iuran (premi) kepada penanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan (Pasal 1 ayat (1) PP 17/65), sedangkan hak tertanggung ialah ganti kerugian, kalau dia menderita kecelakaan dalam pengangkutan, yakni:

- Bila penumpang mati.

- Penumpang mendapat cacat tetap akibat dari kecelakaan penumpang.

- Penumpang mendapat luka-luka.

Kewajiban penanggung ialah memberi ganti kerugian kepada tertanggung (penumpang), bila dia mati atau mendapat cacat tetap akibat kecelakaan penumpang. Sedangkan hak penanggung ialah mendapat premi dari tertanggung dengan melalui pengusaha pengangkutan bersangkutan.

Berbeda dengan pertanggungan biasa yang sifatnya bebas bagi setiap orang untuk menutup perjanjian pertanggungan atau tidak, maka menutup perjanjian pertanggungan wajib kecelakaan penumpang ini sifatnya mutlak bagi setiap penumpang kendaraan umum.

Istilah ganti kerugian bagi penumpang yang mati itu sesungguhnya tidak tepat, sebab hilangnya nyawa seorang penumpang tidak dapat dinilai dengan uang, jadi tidak dapat diganti rugi dengan uang. Mengenai istilah “ganti rugi” bagi si mati tersebut lebih tepat diganti dengan istilah “uang duka”.16

Mengenai peristiwa yang sering terjadi akhir-akhir ini yakni pemerkosaan sopir angkutan umum terhadap penumpangnya di kendaraan angkutan mereka.

Peristiwa ini merupakan tindak pidana yang kasusnya setelah dilaporkan akan

16 H. M. N. Purwosutjipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan.(Jakarta: Djambatan, 2008). hlm. 64

(46)

ditindak oleh kepolisian. Sang sopir melakukan pertanggung jawaban pidana secara pribadi.

4.1.2. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Hukum Pengangkutan Niaga membagi tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pengangkutan ke dalam 4 (empat) bagian yaitu tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan kereta api, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan darat, tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan perairan, dan tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan udara.17 Dan dalam bab ini yang akan dibahas adalah tanggung jawab para pihak dalam pengangkutan darat.

Tanggung jawab pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability).18 Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kepada perusahaan pengangkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim, yang timbul karena pengangkutan yang dilakukannya (Pasal 234 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat

17 Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga. (Bandung: Citra Aditya Bakti,1998) hlm.

37

18 Purba. Hukum Pengangkutan di Laut. (Medan: Pusaka Bangsa, 2005) hlm. 101

Gambar

Tabel kasus kecelakaan di kota Medan Tahun 2011-2014

Referensi

Dokumen terkait

Sustav za iscrtavanje koji je zaduˇzen za iscrtavanje virtualnog svijeta igre na ekranu raˇcunala, te sustav za fiziku koji je zaduˇzen za otkrivanje sudara izmedu objekata unutar

sosiologi, siswa, dan guru teman sejawat variasi gaya mengajar guru dalam meningkatkan minat belajar siswa sudah cukup baik, hal ini terbukti dari hasil tiga kali

Shalih, shalihah pada pertemuan kali ini kita akan mempelajari tentang tema Globalisasi, Hubungannya dengan permainan rubik, dan Belajar Matematika dengan rubik

Rajungan (Portunus pelagicus) di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika,

doktrin-doktrin yang terkait dengan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) sehingga dapat ditemukan konsep hukum mengenai Hak Tanggungan yang dipegang oleh Bank Syariah dalam

Krim ekstrak daun lamun dengan tipe A/M memenuhi uji kualitas krim yaitu uji homogenitas, uji daya sebar, uji pH dan uji daya serap.. Kata kunci : Syringodium isoetifolium,

Tomy Nugroho Wicaksono, 2016, Prototipe recloser satu fasa ini tergantung oleh sensor arus, sensor arus yang digunakan adalah sensor arus ACS712, sensor ini sudah

Maka definisi konsepsioanl dari penelitian ini adalah kinerja pegawai SAMSAT dalam pemberian pelayanan publik pada kantor SAMSAT Pembantu Samarinda Seberang dimana