• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori di atas, maka faktor-faktor yang memengaruhi implementasi pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Aceh Selatan adalah faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan stuktur birokrasi

Gambar 2.10 Kerangka Pikir Penelitian

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur, dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat menggali lebih dalam bagaimana analisis implementasi filariasis di Kabupaten Aceh Selatan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Aceh Selatan, Puskesmas Trumon, Puskesmas Seubadeh, Puskesmas Bukit Gadeng dan Puskesmas Ladang Rimba . Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa belum pernah dilakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, kasus kronis filariasis ada di empat lokasi puskesmas tersebut di atas dan data yang diinginkan oleh peneliti diharapkan ada pada lokasi tersebut di atas. Penelitian direncanakan pada rentang waktu Februari – Juli 2016.

3.3. Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajian nya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat yang

52

lain pada situasi sosial memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam peneltian kualitatif , juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah menghasilkan teori (Sugiyono, 2010)

Sanafiah faisal (1990) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan kriteria informan:

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah teliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”

sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber (Sugiyono, 2010).

Informan pada penelitian ini adalah : 1. Kepala Dinas Kesehatan

2. Kepala Bidang PMK(Pengendalian Masalah Kesehatan) 3. Kepala Seksi P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit)

53

4. Mantan petugas pengelola program penanggulangan penyakit filariasis dinas kesehatan.

5. Kepala Puskesmas :

 Kepala Puskesmas Trumon

 Kepala Puskesmas Bukit gadeng

 Kepala Puskesmas Seubadeh

 Kepala Puskesmas Ladang Rimba

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2010).

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pada penelitian kualitatif, instrumen utama adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu :

- Panduan wawancara

- Tape recorder, kamera dan video - Check list (observasi)

54

- Buku catatan

3.5. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah : a. Metode pengumpulan data primer yaitu :

a.1 Wawancara mendalam (in depth interview) yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya-jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait secara mendalam.

a.2 Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik di lokasi penelitian.

b. Metode pengumpulan data sekunder yaitu :

b1. Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan obyek penelitian

b2. Studi literatur yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal dan laporan penelitian lainnya.

3.6. Definisi Operasional

a. Eliminasi filariasis adalah tercapainya keadaan dimana penularan filariasis sedemikian rendah sehingga penyakit ini tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.

55

b. Implementasi eliminasi filariasis yaitu penerapan atau pelaksanaan eliminasi filariasis yang keberhasilannya dapat dilihat dari kepatuhan pelaksana kegiatan (implementor) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang diadopsi dari model kebijakan George Edward III, terdiri dari faktor-faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

b.1 Komunikasi terdiri dari elemen:

b.1.1 Transmisi yaitu: cara penyampaian informasi yang digunakan untuk sosialisasi Kebijakan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

b.2 Sumber daya terdiri dari elemen:

b.2.1 Instrumen kebijakan yaitu: undang-undang, surat keputusan, surat perintah, petunjuk teknis, SOP dan produk hukum lain yang digunakan sebagai panduan dan acuan pelaksanaan kebijakan.

b.2.2 Sumber daya yaitu: kompetensi dan jumlah tenaga kesehatan yang melaksanakan kebijakan.

b.2.3 Alokasi biaya yaitu: ketersediaan anggaran dalam segi kecukupan dan kesinambungan dalam melaksanakan kebijakan.

b.3 Disposisi yaitu sikap pelaksana atau tindakan dari pelaksana kegiatan dalam hal komitmen.

b.4 Struktur birokrasi yang terdiri dari :

56

b.4.1 Prosedur birokrasi (SOP) yaitu: pedoman atau mekanisme ataupun alur yang disusun dan digunakan sebagai acuan pada pelaksanaan Kebijakan Program Eliminasi Filariasis.

3.7. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari hasil wawancara mendalam selanjutnya dibuat dalam bentuk transkrip. Transkrip kemudian disederhanakan dalam bentuk matriks.

Matriks ini kemudian dicari kata kuncinya. Uji keabsahan dilakukan dengan teknik triangulasi data (Bungin, 2010). Proses triangulasi yaitu dengan melakukan pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ulang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan ulang data, observasi dan telaah dokumen. Kemudian dilakukan triangulasi sumber yaitu pemeriksaan ulang dengan informan lain dengan melibatkan teman sejawat yang tidak ikut dalam penelitian ini untuk menelaah validitas data.

Proses triangulasi dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasi kepada informan.

3.8. Metode Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dengan menggunakan konsep spradley. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema. Untuk menemukan domain digunakan analisa hubungan semantik antar kategori (semantic relationship).

57

Selanjutnya dilakukan triangulasi untuk meningkatkan validitas data dengan melakukan triangulasi sumber dengan melakukan crosscheck dengan sumber lain.

Selain itu dilakukan triangulasi metode dengan melakukan pengumpulan data wawancara mendalam dengan informan dan telaah kebijakan, serta triangulasi data dengan melakukan crosscheck dengan data yang diperoleh dengan cara yang berbeda.

Data-data yang diperoleh akan dianalisis, disusun, diperinci secara sistematis dan selanjutnya diinterpretasikaan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan daya nalar dan pola pikir dalam menghubungkan fakta-fakta informasi dan kemudian diambil kesimpulan dan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai lokasi dan permasalahan yang akan diteliti. Berikut gambaran wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan Dinas Kesehatan Aceh Selatan .

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Selatan A. Lokasi dan Kondisi Geografis

Secara geografis kabupaten Aceh Selatan salah satu Kabupaten di propinsi Aceh yang terletak di wilayah pantai barat – selatan dengan ibukota Kabupaten adalah Tapaktuan. Luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah 4.176,58 Km2 atau 417.658 Ha, yang meliputi daratan utama di pesisir barat-selatan Propinsi Aceh.

Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000 wilayah daratan Aceh Selatan secara geografis terletak pada 0202324’’ – 0304424’’ Lintang Utara dan 9605736’’ – 9705624’’ Bujur Timur, dengan batas –batas wilayah adalah: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah timur berbatasan dengan Kota Subussalam dan Kabupaten Singkil, Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya. Kabupaten Aceh Selatan secara administrasi pemerintahan terbagi atas 18 (delapan belas) wilayah kecamatan, 43 mukim dan 248 desa atau gampong.

59

Kondisi topografi wilayah Aceh Selatan sangat bervariasi, meliputi daratan redah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal 25% sampai 40%.

B. Kependudukan

Perkembangan penduduk Kabupaten Aceh Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir memperlihatkan angka yang fluktuatif, awal 2009 tercatat penduduk Kabupaten Aceh Selatan adalah sebesar 211.564 jiwa, sedikit menurun menjadi 204.667 jiwa tahun 2010 dan meningkat menjadi 207.025 jiwa pada tahun 2011 dan pada tahukan perhitungan 2012 meningkat menjadi 208.160 jiwa, memasuki akhir tahun 2012 meningkat menjadi 208.160 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk sebesar 53,21 jiwa untuk setiap km2. Wilayah terpadat adalah kecamatan Tapaktuan dan Kluet Utara, dengan kepadatan penduduk sekitar 53 jiwa per km2. Wilayah terlapang adalah Kecamatan Trumon, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 10 jiwa per km2, dengan demikian persebaran penduduk di Kabupaten Aceh Selatan belum merata.

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan perhitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2013 berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, berjumlah 210.071 terdiri dari 103.536 jiwa penduduk laki-laki dan 106.955 penduduk perempuan, dengan sex ratio 97,18%.

60

C. Keadaan Ekonomi

Mata pencaharian utama penduduk Aceh Selatan adalah bertani dimana sektor ini memberikan kontribusi sebesar 44.61% terhadap perekonomian Aceh Selatan.

Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan terhadap makanan sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang sering kali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk.

Pada tahun 2014, jumlah penduduk miskin dan hampir miskin meningkat menjadi 202.641 dari 161.119 penduduk miskin dan hampir miskin pada tahun 2014.

Hal ini menunjukkan bahw terjadi peningkatan 41.522 penduduk miskin. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada pada tahun 2014 yaitu sebanyak 206.764 jiwa, maka jumlah penduduk miskin tahun 2013 mencapai 98,01% dari seluruh penduduk, angka ini sebenarnya sangat tinggi bila dibandinkan dengan angka kemiskinan tingkat nasional.

Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2014 sebesar 53. Angka tersebut tetap bila dibandingan dengan tahun 2013, berarti pada tahun 2014 setiap 100 penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 49 penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan usia tidak prodiktif (> 65 tahun). Sedangkan pada tahun 2020 -2030 mendatangkan Indonesia

61

akan memiliki 70% penduduk usia produktif dengan ratio ketergantungan turun menjadi sekiar 44 -48%.

D. Keadaan Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya.

Salah satu indikator keberhasilan pendidikan adalah tingkat melek huruf (literacy rate). Selama tahun 2014 tingkat melek huruf pada penduduk umur 10 tahun keatas di Kabupaten Aceh Selatan relatif sudah tinggi, yaitu 93,18% untuk semua penduduk, bila dibandingkan menurut jenis kelamin, ternyata angka melek huruf perempuan mencapai 94,28%, lebih tinggi pada penduduk laki-laki yang hanya 92,03%. Angka melek huruf ini lebih rendah dari rata – rata angka melek huruf tingkat propinsi Aceh tahun 2011 yang mencapai 96,88%.

Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, maka dari sebanyak 213.092 jiwa, penduduk usia 10 tahun ke atas sebanyak 52.618 (30,53%) berpendidikan SD/MI, 32.378 (18,79%), berpendidikan SMP/MTs, 32.464 (18,84 %) berpendidikan SMA/MA. Baru sebagian kecil penduduk Aceh Selatan yang berumur 10 tahun keatas telah menamatkan pendidikan sampai tingkat universitas yaitu 3,06%, artinya akses penduduk untuk menikmati pendidikan tinggi masih terbatas.

62

E. Sarana Kesehatan 1. Jumlah Sarana Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan terdiri dari rumah sakit umum sebanyak 1 unit, rumah sakit jiwa sebanyak 1 unit, rumah sakit bersalin sebanyak 0 unit, puskesmas perawatan sebanyak 7 unit, puskesmas non perawatan sebanyak 16 unit, puskesma keliling sebanyak 31 unit, puskesmas pembantu sebanyak 52 unit, poskesdes sebanyak 62 unit, rumah bersalin sebanyak 2 unit, balai pengobatan/klinik sebanyak 2 unit, praktek dokter bersama sebanyak 2 unit, praktek dokter perorangan sebanyak 2 unit, pos pelayanan terpadu (posyandu) sebanyak 313 unit, apotek sebanyak 9 unit, toko obat sebanyak 28 unit dan gudang farmasi (GFK) sebanyak 1 unit.

Saat ini sarana pelayanan kesehatan dengan kemampuan Labkes dan memiliki spesialis dasar yang dapat diakses masyarakat hanya RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan sebagai satu-satu nya rumah sakit umum milik Pemda Kabupaten Aceh Selatan.

Ratio puskesmas per 100.000 penduduk di Aceh Selatan adalah 10,64 atau setiap puskesmas melayani penduduk sebanyak 9.404 jiwa. Bila dibandingkan dengan ratio kecukupan puskesmas secara nasional yaitu 28.000 penduduk/puskesmas, maka jumlah puskesmas di Aceh Selatan sudah memadai.

Ratio puskesmas pembantu per puskesmas di Aceh Selatan adalah 2,7 yang berarti rata-rata setiap puskesmas sudah memiliki jaringan puskesmas pembantu antara 2 sampai 3 unit.

63

2. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa siaga, forum kesehatan desa, poskesdes, polindes dan posyandu. Total UKBM tahun 2014 adalah 313 buah posyandu dan 71 buah poskesdes.

3. Data Dasar Puskesmas

Pusat Kesehatan masyarakat (puskesmas) yang pengelolaan nya ada dibawah dinas kesehatan kabupaten adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Puskesmas terdiri dari puskesmas perawatan, puskesmas non perawatan, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas di kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2014 sebanyak 23 puskesmas (termasuk 7 puskesmas rawat inap).

Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2014 sebesar 0,79 maka Kabupaten Aceh Selatan masih kekurangan jumlah puskesmasnya, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun 2014 sebanyak 53 unit, puskesmas keliling sebanyak 31 unit.

F. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2014 sejumlah 655 tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi dan

64

kesehatan masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan tersebut menurun dibandingkan jumlah tenaga kesehatan tahun 2013 sebanyak 844 tenaga. Penurunan jumlah tersebut akan berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan. Kebutuhan tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat kecamatan dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalan nya kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penempatan tugas tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulit nya dalam menentukan kebutuhan tenaga kesehatan di tingkat kecamatan.

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Jenis Tenaga, Ratio dan Proporsinya di Kabupaten Aceh Selatan

Jenis tenaga Kesehatan Jumlah Ratio/100.000 penduduk

Analis Laboratorium 26 12.58 3.08

Total 845 408.71 100.00

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan 2015.

65

Kekurangan lain disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga yang pensiun dan makin kompleks nya masalah - masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan pengangkatan pegawai tidak tetap. Dari segi kecukupan, ternyata sebagian tenaga kesehatan masih belum sesuai rasio nya dengan jumlah penduduk, sehingga beban kerja beberapa jenis tenaga kesehatan menjadi sangat besar karena jumlah penduduk yang harus dilayani cukup besar.

Dari tabel diatas terlihat bahwa tenaga perawat yang paling banyak jumlahnya di Kabupaten Aceh Selatan dan apoteker yang paling sedikit keberadaan nya. Apabila diamati distribusi tenaga kesehatan menurut unit kerja maka akan terlihat bahwa tenaga kesehatan belum tersebar merata di setiap unit pelayanan kesehatan. Dari segi kecukupan, sebagian tenaga kesehatan masih belum sesuai ratio nya dengan jumlah penduduk, sehingga beban kerja beberapa jenis tenaga kesehatan sangat besar karena jumlah yang harus dilayani cukup besar.

G. Pembiayaan Kesehatan

Anggaran pembangunan kesehatan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2014 berasal dari APBD kabupaten, APBD propinsi (termasuk dana OTSUS dan MIGAS), APBN termasuk di dalamnya dana DAK (Dana Alokasi Khusus) dan dana tugas perbantuan berupa biaya operasional puskesmas. Penyajian sumber daya anggaran ini hanya meliputi anggaran yang dikelola Dinas Kesehatan berjumlah Rp 69.619.740.284 dari jumlah tersebut 10,89% bersumber dari APBN, 12,46% dari APBD propinsi, 76,65 % dari APBD kabupaten. Porsi anggaran kesehatan yang

66

dikelola Dinas Kesehatan baru 7.21 %dari total APBD Kabupaten Aceh Selatan.

Berdasarkan jumlah anggaran kesehatan yang dialokasikan di Kabupaten Aceh Selatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan, maka dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada, ternyata anggaran kesehatan perkapita mencapai Rp 432.357.17 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 (Rp 251.037.47).

4.1.2 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan

Berdasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2008 tentang pembentukan dan susunan organisasi dan lembaga teknis daerah disebutkan bahwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah dan peraturan Bupati Aceh Selatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Masyarakat dan Unit Pelaksana teknis Dinas Pusat Kesehatan Masyarakat dengan tempat perawatan untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan menyelenggarakan tugas:

1. Penyelenggaraan standar pelayanan minimal kesehatan

2. Pemberian izin terhadap penyelenggaraan pelayanan dan sarana kesehatan.

3. Pencegahan dan pengendalian penyakit menular

4. Pencegahan dan penangulangan penyalahgunaan obat dan NAPZA 5. Pengadaan dan pengelolaan obat essensial

6. Penyelenggaraan rekruitmen tenaga kesehatan haji Indonesia

7. Penyelengaraan program keluarga berencana dan kesehatan ibu dan anak

67

8. Penyelengaraan jaminana sosial kesehatan

9. Penyelenggaraan nilai gizi dan pedoman sertifikasi tehnologi kesehatan dan gizi

10. Penyelengaraan pembiayaan pelayanan kesehatan

11. Penyelenggaraan akreditasi sarana dan prasarana kesehatan

12. Penyelenggaraan pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan 13. Penyelenggaraan penggunaan, konservasi,

14. Penyelenggaraan penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan.

15. Penyelengaraan penggunaan bahan tambahan (zat adiktif) tertentu untuk makanan dan penerapan pedoman pengawasan peredaran makanan.

16. Penyelenggaraan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat 17. Penetapan kebijakan untuk mendukung pembangunan bidang kesehatan 18. Penyelenggaraan dan pengawasan standar pelayanan minimal bidang

kesehatan dan wajib dilaksanakan oleh kabupaten 19. Penyusunan rencana bidang kesehatan.

20. Perizinan bidang kesehatan daerah

21. Penyelenggaraan program kesehatan jiwa dan rujukan 22. Penyelenggaraan program usia lanjut

23. Penanggulangan wabah dan bencana 24. Penyelenggaraan system kesehatan daerah.

68

Dalam penyelenggaraan tugas dan kewenangan tersebuut, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan 2. Pembinaan dan pelayanan umum di bidang kesehatan meliputi kegiatan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi

3. Perencanaan dan pelaksanaan program kerja dinas dan tugas pokok di bidang kesehatan sesuai peraturan dan perundang-unndangan yang berlaku

4. Pemberian izin dan rekomendasi yang berhubungan dengan kesehatan.

5. Pelaksanaan prinsip koordinasi, sinkronisasi dan simplikasi baik dalam lingkungan dinas maupun dengan instansi yang lain.

6. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas 7. Pengelolaan ketatausahaan dinas

4. 2 Karakteristik Informan

Informan pada penelitian sebanyak 8 orang. Adapun Informan pada penelitian ini adalah: 1)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2) Kepala Bidang PMK, 3) Kepala Seksi P2P, 4) Mantan pengelola filariasis Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 5) Kepala Puskesmas Trumon, 6) Kepala Puskesmas Bukit Gadeng, 7) Kepala Puskesmas Seubadeh, 8) Kepala Puskesmas Ladang Rimba.

69

Adapun karakteristik informan dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Penelitian

Informan Instansi Jabatan Lama

Jabatan

4.3 Penyajian dan Analisis Data

Sesuai dengan fokus penelitian yang telah dijelaskan pada bab 3, maka pada sub bab ini akan disajikan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil Penelitian tersebut dapat disajikan sebagai berikut:

4.3.1 Implementasi Pelaksanaan Eliminasi Filariasis di Kabupaten Aceh Selatan Pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Aceh Selatan belum pernah dilaksanakan. Pelaksanaan POMP filariasis rencananya akan dilaksanakan pada bulan

70

Oktober 2016. Walaupun pelaksanaan POMP filariasis belum pernah dilaksanakan namun proses pelaksanaan eliminasi filariasis terus berlangsung. Pelaksanaan eliminasi filariasis di mulai dengan kegiatan surveilans yaitu survei penderita filariasis kronis. Setiap puskesmas menyelenggarakan survei penderita filariasis kronis untuk mengetahui keberadaan setiap penderita klinis menurut desa dan kelurahan serta tempat tinggal nya. Selain itu telah dilaksanakan kegiatan advokasi kabupaten pada tanggal 3 Mei 2016. Proses pelaksanaan eliminasi ini masih terus berlangsung sampai saat ini. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan yang dikatakan oleh George Edward III dapat dilihat dari faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi.

Berikut ini akan dibahas implementasi eliminasi filariasis di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan faktor - faktor yang mempengaruhi nya.

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses interaksi dalam penyampaian informasi antara satu pihak ke pihak yang lain. Penyampaian informasi yang akurat dan pemahaman atas informasi adalah merupakan hal yang sangat vital dalam implementasi suatu kebijakan. Informasi yang disampaikan secara baik diharapkan akan menghasilkan pemahaman yang baik bagi implementor terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis. Dalam faktor komunikasi ini yang diteliti adalah: transmisi.

71

a. Transmisi

Proses transmisi pertama kali yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan adalah kegiatan advokasi dan penandatanganan nota kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif perihal komitmen melaksanakan program filariasis di kabupaten Aceh Selatan. Kegiatan advokasi ini terjadi pada tanggal 10 Desember 2013. Namun kegiatan ini tidak diikuti dengan kegiatan-kegiatan lain yang

Proses transmisi pertama kali yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan adalah kegiatan advokasi dan penandatanganan nota kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif perihal komitmen melaksanakan program filariasis di kabupaten Aceh Selatan. Kegiatan advokasi ini terjadi pada tanggal 10 Desember 2013. Namun kegiatan ini tidak diikuti dengan kegiatan-kegiatan lain yang

Dokumen terkait