• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi kerapatan pada setiap tingkat tegakan menunjukkan bahwa secara umum komposisi vegetasi di areal reklamasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor telah menunjukkan arah suksesi yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah

pancang yang cukup besar dengan komposisi yang baik antara pancang, tiang dan pohon. Komposisi pancang yang kurang dari tiang dan pohon hanya ditemukan di Cikabayan yang didominasi oleh tegakan berusia tua. Jumlah individu tegakan atau kerapatan tegakan pada tingkat pancang, tiang dan pohon di areal reklamasi yang diamati disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kerapatan tegakan di areal revegetasi

Lokasi N/ha

Pohon Tiang Pancang

Arboretum 63 500 1 175 Brantas 525 400 50 Cikabayan 450 50 0 Cimahpar 50 175 100 Ciurug Level 600 200 125 275 Ciurug Level 700 200 175 650 Dam Fatmawati 125 275 2 150 Bawah Conveyor 50 13 25 Gudang Handak 100 800 2 700 Kubang Cicau 0 338 325 Pasir jawa 175 450 800 Pondok batu 325 375 1 700 Pongkor Ciurug 74 519 1 901

Biomassa dan Stok Karbon di Kawasan Revegetasi a. Kandungan Biomassa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biomassa pada setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 70 ton/ha.Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa yang terdapat di atas permukaan tanah, yaitu tegakan, tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa. Kandungan biomassa di atas permukaan dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan data yang disajikan Tabel 7, dapat dilihat bahwa lokasi areal revegetasi Bawah Conveyor memiliki nilai rata-rata biomassa tegakan yang paling besar, yaitu 243.70 ton/ha. Sedangkan lokasi dengan kandungan biomassa terkecil terdapat di Pondok Batu dengan nilai rata-rata biomassa sebesar 8.05 ton/ha. Menurut Satoo dan Madgwick (1982), umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan. Pernyataan ini terbukti dengan melihat komposisi dan struktur tegakan dari setiap lokasi pengambilan contoh. Komposisi tegakan di areal revegetasi Bawah Conveyor mempunyai diameter yang tergolong besar, sehingga mempunyai kandungan biomasa yang tinggi, didalamnya terdapat vegetasi dengan tipe pohon, tipe pancang dan tipe tiang. Areal Bawah Conveyor didominasi oleh jenis Anthocephalus chinensis, Ficus variegata, Altingea excelsa, dan Maesopsis eminii yang memang memiliki nilai kerapatan jenis cukup besar sehingga sangat mempengaruhi jumlah kandungan biomassa yang dimiliki oleh masing-masing vegetasi. Sedangkan lokasi areal revegetasi Pondok Batu

didominasi oleh vegetasi tingkat tiang, pancang dan pohon. Lokasi tersebut ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan, yaitu Acacia mangium, Paraserienthes falcataria, Calliandra calothyrsus dan Homalanthus populnaeus.

Tabel 7. Kandungan biomassa diatas permukaan tanah Lokasi

Biomassa (ton/ha) Serasah Nekromassa Tumbuhan

Bawah Tegakan Total

Arboretum 3.51 0.68 0.68 24.16 29 Brantas 1.52 1.63 2.91 33.55 40 Cikabayan 1.52 1.01 0.33 219.60 222 Cimahpar 1.61 1.35 0.90 30.59 34 Ciurug Level 600 3.07 1.80 0.33 68.30 74 Ciurug Level 700 1.17 3.55 1.69 34.61 41 Dam Fatmawati 1.45 1.33 0.81 46.76 50 Bawah Conveyor 0.21 1.85 5.15 243.70 251 Gudang Handak 3.17 2.77 1.19 13.22 20 Kubang Cicau 3.46 0.51 2.06 28.07 34 Pasir Jawa 7.65 0.49 0.80 67.09 76 Pondok Batu 1.42 1.49 0.26 8.05 11 Pongkor Ciurug 3.00 0.33 0.21 20.35 24 Rata-rata 2.52 1.44 1.33 64.47 70

Untuk biomasa tumbuhan bawah, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biomassa tumbuhan bawah untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 1.33 ton/ha. Lokasi Bawah Conveyor memiliki kandungan biomassa tumbuhan bawah yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 5.15 ton/ha. Hal ini disebabkan pada lokasi ini hanya ditemukan sedikit sekali vegetasi tingkat pohon sehingga tumbuhan bawah tumbuh subur di kawasan terbuka ini. Sedangkan Pongkor Ciurug memiliki kandungan biomassa tumbuhan bawah terkecil, yaitu sebesar 0.21 ton/ha. Hal tersebut terjadi karena lokasi ini memiliki vegetasi tingkat pancang yang cukup banyak dan rapat, sehingga tumbuhan bawah lainnya sedikit bersaing dalam mencari bahan makanan. Mayoritas kandungan biomassa tumbuhan bawah dari lokasi-lokasi areal revegetasi kurang dari 1 ton/ha. Hanya lokasi Brantas (2.91 ton/ha). Ciurug Level 700 (1.69 ton/ha), Gudang Handak (1.19 ton/ha) dan Kubang Cicau (2.06 ton/ha) yang memiliki kandungan biomassa tumbuhan bawah lebih dari 1 ton/ha.

Selain tegakan dan tumbuhan bawah, potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah juga terdapat pada serasah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biomassa serasah untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 2.52 ton/ha. Lokasi Pasir Jawa memiliki kandungan biomassa serasah yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 7.65 ton/ha, hal ini karena untuk lokasi pasir jawa banyak didominasi oleh pakis-pakisan dan semak belukar. Sedangkan Bawah Conveyor memiliki kandungan biomassa serasah terkecil, yaitu sebesar 0.21 ton/ha, hal ini disebabkan kurangnya vegetasi pepohonan, juga arealnya yang cenderung miring sehingga ketika terjadi hujan, serasah yang ada

diareal ini tersapu air hujan. Sebagian dari keseluruhan lokasi areal revegetasi memiliki kandungan biomassa serasah dibawah 2 ton/ha.

Nekromassa juga merupakan salah satu potensi biomassa di atas permukaan tanah. Pengertian dari nekromassa sendiri adalah bagian pohon atau tumbuhan yang telah mati dan ditemukan di atas permukaan tanah. Bagian pohon yang telah mati tersebut masih mengandung karbon sehingga sering digunakan dalam kegiatan pendugaan atau estimasi biomassa dan karbon di suatu tegakan sebagai salah satu dari potensi biomassa.

Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti juga menggunakan nekromassa sebagai salah satu potensi biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biomassa nekromassa untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 1.44 ton/ha. Lokasi Ciurug Level 700 memiliki kandungan biomassa nekromassa yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 3.35 ton/ha. Sedangkan Pongkor Ciurug memiliki kandungan biomassa nekromassa terkecil, yaitu sebesar 0.33 ton/ha. Sebagian dari total lokasi areal revegetasi memiliki kandungan biomassa nekromassa dibawah 2 ton/ha.

Suatu lokasi atau areal yang banyak ditemukan atau memiliki kandungan nekromassa yang cukup besar menandakan bahwa kondisi tegakan di lokasi tersebut sudah banyak vegetasi yang mengalami proses pelapukan. Pelapukan ini menyebabkan bagian-bagian dari pohon atau tumbuhan menjadi keropos dan jatuh ke permukaan tanah. Proses pelapukan ini bisa dikarenakan kondisi cuaca maupun iklim yang dingin dikarenakan intensitas jumlah terjadinya hujan beserta curah hujan yang meningkat. Selain itu, penyebab lainnya juga bisa dikarenakan suatu areal terserang hama atau penyakit tumbuhan. Faktor umur tumbuhan sebenarnya juga dapat mempengaruhi proses pelapukan. Tetapi dengan mengingat pohon-pohon yang ada di areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE pongkor maksimal berumur 10 tahun, maka pada usia tersebut pohon masih belum bisa dikatakan tua dan sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami pelapukan. Faktor alam pun juga bisa menjadi penyebab terjadinya pelapukan. Petir atau banjir yang melanda suatu areal akan dapat menyebabkan suatu pohon atau tumbuhan rebah dan mati dan secara perlahan mengalami pelapukan. Salah satu dari faktor diatas atau bahkan lebih bisa menjadi penyebab besarnya jumlah nekromassa di lokasi Ciurug Level 700.

Sirait (1997) menyatakan bahwa reklamasi adalah usaha untuk memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat dari usaha pertambangan agar dapat berfungsi optimal sesuai dengan kemampuannya. Dengan melihat kondisi areal revegetasi yang telah ditanami oleh berbagai jenis tumbuhan dan mampu tumbuh dengan baik, serta memiliki kandungan biomassa yang cukup tinggi meskipun tidak menyerupai hutan tanaman, maka bisa dikatakan bahwa pihak PT. Antam Tbk UBPE pongkor telah melaksanakan kegiatan revegetasi lahan pasca tambang dengan baik. Untuk melihat sejauh mana hasil revegetasi lahan pasca tambang yang dilakukan oleh PT. Antam UBPE Pongkor, perbandingan kandungan biomassa dari berbagai hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 terlihat berbagai macam hasil penelitian mengenai nilai biomassa (ton/ha) dari berbagai tipe hutan, nilai biomassa yang paling besar berasal dari tipe hutan kerangas dengan jumlah 874.87 ton/ha, yang diukur dengan menggunakan metode destruktif. Diikuti kandungan biomassa di Aaeal HTI

Acacia mangium BKPH Parung panjang sebesar 222.30 ton/ha. Hasil penelitian di tegakan areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor sebesar 70.00 ton/ha dengan metode non destruktif menunjukkan nilai yang hampir mendekati tegakan A. crassicarpa di Sumsel yang berumur 4 tahun dan lebih tinggi dari tegakan Puspa di Sumsel dengan kelas diameter > 20 cm.

Tabel 8. Produksi/kandungan Biomassa pada berbagai jenis tipe hutan Lokasi dan Jenis Pohon Biomassa

(ton/ha)

Metode Sumber

Hutan Kerangas, Kalbar 874.87 Destruktif Onrizal 2004 Tegakan Puspa di PT. MHP, Sumsel

1. Kelas diameter 2-10cm 2. Kelas diameter 10-20cm 3. Kelas diameter >20cm 18.19 13.68 34.67 Destruktif Salim 2005

Hutan Sekunder Bekas terbakar, Kaltim 36.82 Destruktif Adinugroho 2006

Hutan Sekunder Puspa di Jasinga, Bogor Destruktif Rahma 2008 1. Areal tidak terbakar

2. Areal terbakar 2 kali

2.61 1.22 Tegakan Acacia crassicarpa, PT.SBAWI

Sumsel Destruktif Limbong 2009 1. Umur 2 tahun 2. Umur 4 tahun 3. Umur 6 tahun 127.15 100.57 138.31 Areal HTI Acacia mangium BKPH

Parung Panjang, KPH Bogor

222.30 Destruktif Purwitasari 2011 Tegakan areal Revegetasi PT. Antam,

Bogor

70.00 Non Destruktif

Hasil studi

b. Kandungan Karbon

Sejalan dengan potensi biomassa, kandungan karbon yang diukur di dalam penelitian ini adalah kandungan karbon yang terdapat di atas permukaan tanah, yaitu pada tegakan, tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa. Perhitungan karbon dilakukan denganmenggunakan data biomassa, yaitu dengan mengkonversi hampir setengah dari jumlah biomassa, dimana 46% dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (IPCC 2006). Kandungan karbon baik dari tegakan, tumbuhan bawah, serasah maupun nekromassa dapat dilihat pada Tabel 9.

Pendugaan potensi simpanan karbon dalam suatu tegakan dapat dilihat dari besarnya potensi biomassa yang ada. Brown dan Gaston (1996) menyatakan bahwa umumnya karbon menyusun 45-50% dari biomassa tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa. Oleh karena itu, potensi simpanan karbon yang dimiliki oleh tegakan yang terdapat di setiap lokasi areal revegetasi adalah hampir mencapai setengah dari jumlah biomassanya yang juga

berarti bahwa peningkatan jumlah biomassa akan meningkatkan jumlah potensi simpanan karbon.

Tabel 9. Kandungan karbon diatas permukaan tanah

Lokasi Karbon (ton/ha)

Serasah Nekromassa Tumbuhan Bawah Tegakan Total Arboretum 1.61 0.31 0.31 11.11 13 Brantas 0.70 0.75 1.34 15.43 18 Cikabayan 0.70 0.46 0.15 101.02 102 Cimahpar 0.74 0.62 0.41 14.07 16 Ciurug Level 600 1.41 0.83 0.15 31.42 34 Ciurug Level 700 0.54 1.63 0.78 15.92 19 Dam Fatmawati 0.67 0.61 0.37 21.51 23 Bawah Conveyor 0.10 0.85 2.37 112.10 115 Gudang Handak 1.46 1.27 0.55 6.08 9 Kubang Cicau 1.59 0.23 0.95 12.91 16 Pasir Jawa 3.52 0.22 0.37 30.86 35 Pondok Batu 0.65 0.69 0.12 3.70 5 Pongkor Ciurug 1.38 0.15 0.10 9.36 11 Rata-rata 116 0.66 0.61 29.65 32

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karbon tegakan pada setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 32 ton/ha. Lokasi areal revegetasi Bawah Conveyor memiliki nilai rata-rata karbon tegakan yang paling besar, yaitu 115 ton/ha. Sedangkan lokasi dengan kandungan karbon terkecil terdapat di Pondok Batu dengan nilai rata-rata biomassa sebesar 5 ton/ha.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap biomassa tumbuhan bawah, maka potensi rata-rata karbon tumbuhan bawah untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 0.61 ton/ha. Lokasi Bawah Conveyor memiliki kandungan karbon tumbuhan bawah yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 2.37 ton/ha. Sedangkan lokasi Pongkor Ciurug memiliki kandungan karbon tumbuhan bawah terkecil, yaitu sebesar 0.10 ton/ha.

Selain tegakan dan tumbuhan bawah, potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah juga terdapat pada serasah. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa pengukuran karbon di dalam bagian tumbuhan yang telah mati (serasah) merupakan salah satu bagian dari potensi karbon yang tersimpan di atas permukaan tanah dan tidak dilepaskan ke udara lewat proses pembakaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa potensi serasah merupakan salah satu bagian yang cukup penting dalam upaya melakukan estimasi kandungan karbon di suatu hutan atau tegakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karbon serasah untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 1.16 ton/ha. Lokasi Pasir Jawa memiliki kandungan biomassa serasah yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 3.52 ton/ha. Sedangkan lokasi Bawah Conveyor memiliki kandungan biomassa serasah terkecil, yaitu sebesar 0.10 ton/ha. Sebagian besar dari keseluruhan lokasi areal revegetasi memiliki kandungan biomassa serasah dibawah 1 ton/ha. Hasil estimasi kandungan karbon yang diperoleh sesuai dengan

hasil pengukuran biomassa yang dilakukan sebelumnya dimana lokasi Pasir Jawa memiliki kandungan biomassa terbesar dan lokasi Bawah Conveyor memiliki kandungan biomassa terkecil.

Nekromassa merupakan salah satu potensi biomassa di atas permukaan tanah dan sering digunakan dalam kegiatan pendugaan kandungan karbon di suatu tegakan atau hutan. Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti menggunakan nekromassa sebagai salah satu potensi biomassa untuk menduga kandungan karbon di areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata kandungan karbon nekromassa untuk setiap lokasi areal revegetasi adalah sebesar 0.66 ton/ha. Lokasi Ciurug Level 700 memiliki kandungan karbon nekromassa yang paling besar diantara ketiga belas lokasi lainnya, yaitu sebesar 1.63 ton/ha. Sedangkan Pongkor Ciurug memiliki kandungan karbon nekromassa terkecil, yaitu sebesar 0.15 ton/ha. Perbandingan hasil penelitian dari di berbagai tempat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Produksi/kandungan Karbon pada berbagai jenis tipe hutan Lokasi dan Jenis Pohon Karbon

(ton/ha)

Metode Sumber

Hutan Kerangas, Kalbar 169.21 Destruktif Onrizal 2004 Tegakan Puspa di PT. MHP, Sumsel

1. Kelas diameter 2-10cm 2. Kelas diameter 10-20cm 3. Kelas diameter >20cm 1.48 2.12 5.88 Destruktif Salim 2005

Hutan Sekunder Bekas terbakar, Kaltim

18.41 Destruktif Adinugroho 2006 Hutan Sekunder Puspa di Jasinga,

Bogor

Destruktif Rahma 2008 1. Areal tidak terbakar

2. Areal terbakar 2 kali

1.20 0.56 Tegakan Acacia crassicarpa,

PT.SBAWI Sumsel Destruktif Limbong 2009 1. Umur 2 tahun 2. Umur 4 tahun 3. Umur 6 tahun 23.03 19.56 26.37 Areal HTI Acacia mangium BKPH

Parung Panjang, KPH Bogor

121.40 Destruktif Purwitasari 2011

PT. Bukit Asam, Tanjung Enim

1. Lahan Pasca terbakar 2. Lahan tidak terbakar

21.79 95.34

Non Destruktif

Rumindah 2012 Tegakan areal Revegetasi PT. Antam

Tbk UBPE Pongkor, Bogor

32.00 Non Destruktif

Hasil studi

Seperti disajikan pada Tabel 10, nilai kandungan karbon di beberapa areal tegakan hutan. Tegakan di hutan kerangas dengan metode destruktif mempunyai nilai sebesar 169.21 ton/ha, juga nilai yg diperoleh pada areal HTI acacia crasicarpa dengan metode destruktif diperoleh hasil 121.40 ton/ha. Nilai karbon di dengan metode non destruktif pada dua perusahaan yaitu PT. Bukit Asam

dengan nilai sebesar 21.79 pada lahan pasca terbakar, sedangkan lahan yang tidak terbakar mempunyai nilai sebesar 95.34 ton/ha. Sedangkan pada areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor diperoleh nilai sebesar 32.00 ton/ha yang menunjukkan bahwa areal revegetasi lahan pasca tambang tersebut memiliki simpanan karbon yang lebih tinggi daripada tegakan Puspa di Sumsel, hutan bekas terbakar di Kaltim, hutan sekunder Puspa di Jasinga, tegakan A. crassicarpa di Sumatera selatan, dan lahan pasca terbakar di PT Bukit Asam. Dengan demikian, simpanan karbon di lahan revegetasi PT. Antam UBPE Pongkor menunjukkan potensi yang baik. Nilai yang diperoleh dari beberapa penelitian baik dengan metode destruktif maupun non destruktif menunjukkan bahwa hasil tiap lokasi dan tegakan yang berbeda, akan menghasilkan nilai yang berbeda pula.

Simpulan

Biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yang terdiri dari tumbuhan bawah, serasah, nekromassa dan tegakan di areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor sebesar 70 ton/ha. Lokasi areal revegetasi Bawah Conveyor memiliki kandungan biomassa terbesar, yaitu 251 ton/ha. Sedangkan lokasi dengan kandungan biomassa terkecil terdapat di areal revegetasi Pondok Batu, yaitu 11 ton/ha.

Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah (above ground) pada tegakan, serasah, tumbuhan bawah dan nekromassa di areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor sebesar 32 ton/ha. Lokasi areal revegetasi Bawah Conveyor memiliki kandungan karbon terbesar, yaitu 115 ton/ha. Sedangkan lokasi dengan kandungan karbon terkecil terdapat di areal revegetasi Pondok Batu, yaitu 5 ton/ha.

3 KELAYAKAN FINANSIAL REVEGETASI di PT. Antam Tbk UBPE PONGKOR

Pendahuluan

Clean development mechanism merupakan salah satu mekanisme yang memungkinkan negara-negara maju untuk mengimplementasikan proyek yang bisa menurunkan atau menyerap emisi di negara berkembang, dimana kredit penurunan emisi yang dihasilkan nantinya dimiliki oleh negara maju tersebut. Selain tujuan membantu negara maju dalam memenuhi target penurunan emisi, mekanisme clean development mechanism ini juga bertujuan untuk membantu negara berkembang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

Secara umum clean development mechanism merupakan mekanisme penurunan emisi yang berbasis pasar juga. Mekanisme ini memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang pada berbagai sektor untuk mencapai target penurunan emisinya. Mekanisme tersebut dapat dilakukan secara multilateral, bilateral, dan bahkan berkembang secara unilateral. Laterisme ini tergantung pada sumber pendanaan dan sistem penyalurannya (Murdiyarso 2003a).

Melalui Protokol Kyoto Negara-negara dapat menyatukan gudang penyimpanan karbon yang berkembang seiring dengan afforestration dan

reforestation semenjak tahun 1990 menuju target pengurangan emisi. Perdagangan emisi memiliki potensial untuk menjadi sarana yang paling efektif biayanya untuk mengurangi emisi GRK dan protokol menyediakan untuk pertukaran emisi antara Negara-negara Annex B untuk mencapai target-target mereka. Berdasarkan hal tersebut maka penyimpanan karbon di hutan harus dapat diperdagangkan dalam sebuah sistem pertukaran emisi-emisi. Jual beli itu dalam bentuk sertifikat yaitu jumlah emisi para pelaku perdagangan akan diverifikasi oleh sebuah badan internasional atau badan lain yang diakreditasi oleh badan tersebut. Reduksi Emisi Bersertifikat (RES) atau Certified Emission Reduction

(CER) inilah yang diperjualbelikan dalam sebuah pasar internasional. RES itu dinyatakan dalam ton karbon yang direduksi. Sekarang perdagangan ini sudah berjalan melalui implementasi patungan (Joint Implementation). Hampir semua Negara di Amerika Latin yang berhutan sudah menerapkan niaga karbon seperti Brazil, Costarica, Guetemala, Argentina, dan Meksiko. Sedangkan untuk perdagangan dengan negara berkembang dalam Protokol Kyoto ada mekanisme khusus yang disebut Clean Development Mechanism (Soemarwoto 2001).

Dampak perubahan iklim secara perlahan mulai mempengaruhi kehidupan di berbagai belahan dunia. Berbagai upaya dilakukan untuk menstabilkan konsentasi GRK di atmosfer. Kesepakatan berbagai negara maju untuk mengurangi emisi kemudian diwujudkan dengan Protokol Kyoto. Protokol ini merupakan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca gabungan mereka paling sedikit 5% dan tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008 sampai 2012. Di dalam protokol tersebut juga diatur mengenai mekanisme kerjasama antar negara maju dan negara berkembang dalam pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan bersih. CDM dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Negara berkembang yang tidak wajib mereduksi emisi agar berperan dalam pengurangan GRK (Murdiyarso 2003b).

Dalam sektor kehutanan, kegiatan yang diijinkan untuk diajukan dalam proyek CDM adalah kegiatan aforestasi dan reforestasi, sementara pencegahan terhadap deforestasi tidak dapat diajukan dalam skema CDM. CDM Kehutanan bukan dimaksudkan untuk menurunkan emisi pada sumbernya tetapi untuk menyerap GRK dari atmosfer. Hingga saat ini, CDM Kehutanan dibatasi hanya digunakan dalam periode komitmen I (tahun 2008 sampai 2012).

Bahan dan Metode Bahan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data primer yang diambil langsung di areal revegetasi PT. Antam Tbk UBPE Pongkor, juga data sekunder yang diambil dari Undang-undang Minerba dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan mengenai perencanaan biaya kegiatan revegetasi (mengacu pada paparan Jaminan revegetasi tambang dari Direktorat Jenderal Mineral, Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).

Revegetasi merupakan investasi jangka panjang, dari menanam, memelihara sampai bisa diklaim sebagai penyerap carbon. Harga carbon merupakan perkiraan yang akan diterima (cash flow) dari investasi revegetasi. Sehingga analisis kelayakan finansial bisa digunakan untuk menentukan layak tidaknya revegetasi (dengan metode NPV) dengan harga carbon yang berbeda di tiap negara, dan untuk menentukan harga carbon minimum (dengan IRR) agar investasi revegetasi menjadi layak secara finansial.

Metode

Net Present Value (NPV)

Net present value merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Dengan cara perhitungan berikut:

   n t t i Ct Bt NPV 1 (1 )

dimana: Ct dimulai dari C1. C2....Cn dan merupakan net cash flow mulai dari tahun 1.2..sampai dengan tahun ke-k

Co adalah initial cost atau biaya investasi yg diperlukan n adalah perkiraan umur projek

Suatu kegiatan secara finansial layak untuk dilaksanakan apabila NPV nya ≥ 0. Jika kegiatan tersebut NPV nya = nol berarti kegiatan tersebut hanya mampu membayar suku bunganya (social opportunity cost of capital). Jika NPV < 0 berarti kegiatan tidak layak untuk dilanjutkan karena tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan.

Internal Rate of Return (IRR)

IRR atau Internal Rate of Return merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari kegiatan sama dengan nol. IRR ini dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu kegiatan. Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus di bawah ini.

) ( 2 1 2 1 1 1 i i NPV NPV NPV i IRR    Keterangan :

NPV1 = Net Present Value pertama NPV2 = Net Present Value kedua

i1 = Tingkat suku bunga/discount rate pertama i2 = Tingkat suku bunga/discount rate kedua

Hasil dan Pembahasan Biaya kegiatan Revegetasi

Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan revegetasi merupakan biaya total yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ketika akan melakukan kegiatan revegetasi. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan ini antara lain biaya kegiatan pemindahan tanah, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan juga perlindungan tanaman sampai ke tahap pemanenan.

Diasumsikan semua plot biaya untuk pemindahan tanah didalamnya termasuk kegiatan sewa alat dan upah operator alat, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan tahun pertama sampai tahun keempat, perlindungan tanaman pada tahun ketiga sampai keenam serta pemanenan pada tahun ke sepuluh adalah sama per hektarnya, juga untuk biaya verifikasi dalam perdagangan karbon. Dengan mengacu pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang

Dokumen terkait