• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mata Kering (MK) merupakan penyakit multifaktorial air mata dan permukaan okular yang ditandai dengan penglihatan tidak nyaman, penglihatan kabur dan instabilitas lapisan air mata, yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada permukaan okular (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015). MK juga ditandai dengan peningkatan osmolaritas lapisan air mata dan peradangan pada permukaan mata yang mengakibatkan kerusakan permukaan kornea (Smith, dkk., 2007).

Mata Kering (MK) juga dikenal dengan gangguan Lacrimal Functional Unit (LFU), yaitu sistem terintegrasi yang meliputi kelenjar lakrimal, permukaan okular, kelopak mata, saraf sensoris dan motoris. LFU berperan mengatur regulasi air mata dan berespon terhadap berbagai faktor antara lain, lingkungan, endokrin dan saraf (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Stabilitas LFU terganggu apabila terjadi ketidakseimbangan antara sekresi, pembersihan dan perubahan komposisi air mata sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi pada permukaan okular. Inflamasi pada permukaan okular dapat menyebabkan disfungsi sekretoris kronis, penurunan sensasi kornea, dan penurunan respon refleks. Gangguan LFU diketahui memegang peranan penting dari perkembangan berbagai bentuk MK (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

memahami MK. Menjaga lapisan air mata sangat vital untuk fungsi kornea normal. Lapisan air mata terdiri dari tiga lapis, yaitu: Lapisan lipid yang dihasilkan oleh kelenjar meibom, lapisan akuos yang dihasilkan kelenjar lakrimal, dan lapisan musin yang dihasilkan sel goblet konjungtiva (gambar 2.1).

Gambar 2.1 Tiga komponen lapisan air mata (Morgan, 2008)

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur sekresi lapisan akuos air mata adalah dengan tes Schirmer. Tes Schirmer dapat dilakukan dengan atau tanpa anestesi topikal. Tes Schirmer I dilakukan tanpa didahului pemberian tetes mata anestesi. Tes ini menggunakan strip kertas filter 35 mm x 5 mm yang berisikan ukuran yang distandardisasi. Kertas diletakkan pada palpebra bawah sampai ke cul-de-sac, biasanya pada sepertiga temporal palpebra lateral. Pasien dianjurkan menutup mata selama 5 menit. Panjang dari kertas yang basah karena air mata diukur. Nilai panjang kertas yang basah lebih dari 10 mm berarti tes Schirmer negatif yaitu produksi air mata normal. Nilai dibawah 5,5 mm

Tes Schirmer II dilakukan sama dengan tes Schirmer I, namun setelah dipasang kertas filter kemudian dilakukan rangsangan pada mukosa nasal dengan kapas. Nilai normalnya adalah di atas 15 mm selama 5 menit (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Tear Breakup merupakan pengukuran fungsi stabilitas air mata dan pada MGD stabilitas air mata terganggu, menyebabkan Tear Break-up Time (TBUT) yang cepat. Setelah konjungtiva diberikan tetes fluorescein, lapisan air mata kemudian dievaluasi menggunakan slit lamp dengan filter biru. Perhitungan waktu diukur antara kedipan terakhir dan pertama kali munculnya dry spot pada kornea. Munculnya dry spot kurang dari 10 detik dikatakan abnormal (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015; Javadi dan Feizi, 2011).

Penampakan klinis pada Meibom Gland Disfunction (MGD) meliputi busa pada meniskus air mata sepanjang kelopak mata bawah, injeksi konjungtiva bulbi dan tarsus, reaksi papil pada inferior tarsus, pewarnaan berbentuk garis sepanjang konjungtiva dan kornea inferior, episkleritis, epitel marginal dan infiltrat subepitel, neovaskularisasi kornea atau pannus dan sikatrik atau penipisan kornea (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

2.1.1 Epidemiologi mata kering (MK)

Mata Kering (MK) meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Angka kejadian MK rata-rata 10% pada usia 30 sampai 60 tahun. Sedangkan usia di atas 65 tahun angka kejadian MK meningkat menjadi 15% (Smith, dkk., 2007). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian MK cenderung lebih

Penelitian di Thailand tahun 2006 memperoleh angka kejadian MK sebesar 14,2% dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia lebih dari 45 tahun (Kasetsuwan, dkk., 2012). Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Lee dan kawan-kawan tahun 2007 memperoleh angka kejadian MK tertinggi antara usia 40 sampai 49 tahun dan lebih tinggi ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan data Women’s health Study (WHS) dan Physician’s Health Study (PHS) tahun 2009 diperoleh sebesar 3,23 juta perempuan dan 1,68 juta laki-laki di Amerika Serikat usia di atas 50 tahun menderita MK (Smith, dkk., 2007).

Sekitar sepuluh dari satu juta orang di dunia memiliki gejala yang berat dan cenderung bermanifestasi secara episodik pada MK. Setelah dilakukan analisis lanjutan untuk mencari penyebab, diperoleh adanya faktor kelembaban yang kurang dan penggunaan lensa kontak sebagai dua faktor risiko tertinggi (Smith, dkk., 2007). Angka kejadian MK cenderung mengalami peningkatan sepanjang tahun, penelitian Ellwein memperoleh angka kejadian MK tahun 1991 sebesar 1,33% kasus kemudian tahun 1998 meningkat menjadi 1,92% (Smith, dkk., 2007).

2.1.2 Faktor risiko dan klasifikasi mata kering (MK)

Berbagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya Mata Kering (MK) telah teridentifikasi pada berbagai studi, antara lain: usia, jenis kelamin, terapi estrogen, nutrisi, penggunaan obat antihistamin, riwayat pembedahan kornea, dan penggunaan lensa kontak yang lama (Lemp, dkk., 2007; Gayton, 2009).

2014-2015; Gayton, 2009). Penurunan produksi cairan aqueus dapat disebabkan oleh Sindroma Sjogren dan bukan Sindroma Sjogren. Pada penyebab bukan Sindroma Sjogren, terjadinya penurunan cairan akuos disebabkan oleh karena gangguan produksi lakrimalis, obstruksi saluran lakrimalis, hambatan reflek kelenjar, dan penggunaan obat-obatan sistemik. Peningkatan evaporasi disebabkan oleh dua faktor yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi penurunan produksi kelenjar minyak meibom, kelainan bentuk kelopak mata, penurunan reflek berkedip, dan obat-obatan. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penurunan vitamin A, pemakaian lensak kontak, penyakit permukaan mata (gambar 2.2) (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Gambar 2.2 Klasifikasi Mata Kering (MK) (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015)

2.1.3 Patogenesis mata kering (MK)

Mata Kering (MK) terjadi akibat adanya berbagai faktor risiko MK yang mengakibatkan hiperosmolaritas dan atau ketidakstabilan lapisan air mata. Adanya hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan permukaan epitel konjungtiva melalui aktivasi inflamasi dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan epitel yang terjadi berupa apoptosis sel, kehilangan sel goblet dan gangguan ekspresi musin. Adanya kerusakan epitel tersebut mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata. Kerusakan epitel yang terjadi dapat merangsang ujung-ujung saraf kornea sehingga menimbulkan keluhan tidak nyaman pada mata dan sering mengedipkan kelopak mata. Kehilangan musin pada permukaan okular akan meningkatkan gesekan antara konjungtiva bulbaris dengan bola mata. Adanya gesekan tersebut menyebabkan inflamasi neurogenik pada kelenjar lakrimalis. Inflamasi neurugenik tersebut mengakibatkan penurunan dan hiperosmolaritas sekresi kelenjar lakrimalis (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Kelembaban yang rendah dan aliran udara yang tinggi mengakibatkan peningkatkan evaporasi lapisan air mata. Peningkatan evaporasi ini berdampak pada ketidakstabilan komponen lemak air mata sehingga mengakibatkan hiperosmolaritas air mata. Selain itu, berkurangnya aliran air mata oleh karena adanya gangguan aliran cairan lakrimal ke dalam sakus lakrimalis mengakibatkan penurunan produksi dan sekresi air mata. Gangguan aliran air mata tersebut sering disebabkan oleh karena sikatrik pada konjungtiva dan gangguan reflek kelenjar lakrimal (gambar 2.3) (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Gambar 2.3 Patogenesis Mata Kering (MK) (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015)

2.1.4 Derajat mata kering (MK)

Berdasarkan The definition and classification of dry eye disease: report of the definition and Clasification subcommittrr of the international dry eye workshop (2007), MK diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit menjadi derajat 0,1,2,3, dan 4. Hal-hal yang dinilai antara lain tingkat kenyamanan, berat dan frekuensi, gejala yang mempengaruhi penglihatan, injeksi konjungtiva, pewarnaan pada konjungtiva dan kornea, tanda pada kornea, kondisi kelenjar meibom, TBUT, dan nilai tes schirmer. Ditunjukkan dalam tabel 2.1. Dikatakan sebagai MK marginal atau derajat 0 jika tingkat kenyamanan, berat dan frekuensi ringan; gejala yang mempengaruhi penglihatan tidak ada; injeksi konjungtiva tidak ada, pewarnaan pada konjungtiva dan kornea normal, tanda

tes schirmer ≥ 10 mm/5 menit

Tabel 2.1

Skema derajat beratnya Mata Kering (MK) Derajat Kriteria 1 2 3 4 ketidaknyamanan, berat, dan frekuensi ringan dan/atau episodik; terjadi dalam stress lingkungan episodik sedang atau kronis, stress atau tanpa stress frekuensi berat atau tetap tanpa stress berat dan/atau tidak aktif dan tetap Gejala penglihatan tidak ada atau episodik ringan episodik mengganggu dan/atau membatasi aktifitas mengganggu, kronik dan/atau konstan, membatasi aktifitas konstan dan/atau tidak aktif Injeksi konjungtiva tidak ada atau ringan tidak ada atau ringan +/- +/++ pewarnaan konjungtiva tidak ada atau ringan

bervariasi sedang hingga jelas jelas Pewarnaan kornea tidak ada atau ringan

bervariasi jelas di sentral erosi pungtata berat

Tanda pada kornea/ air mata

tidak ada atau ringan debris ringan, meniskus menurun keratitis filamentosa, penggumpalan mucus, peningkatan debris air mata keratitis filamentosa, penggumpalan mucus, peningkatan debris air mata, ulkus Kelenjar meibom MGD bervariasi MGD bervariasi sering trikiasis, keratinisasi, simblefaron

TBUT (detik) bervariasi ≤ 10 ≤ 5 Segera

Nilai tes schirmer (mm/5 menit)

bervariasi ≤ 10 ≤ 5 ≤ 2

Dokumen terkait