• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Cara Kerja

1. Ekstraksi DNA VHB

DNA VHB diekstraksi dengan menggunakan PureLink™ Viral RNA/DNA Mini Kit, protokol dalam menggunakannya sebagai berikut: a. Lysate disiapkan.

b. Binding DNA:

1) PureLinkTM Spin Column dipindahkan ke dalam collection tube dari package.

15

2) Lysate (~640 µl) dengan lysis/binding buffer dan etanol dimasukkan ke dalam PureLinkTM Spin Column.

3) Column dipusingkan dengan 10.000 x g selama satu menit.

4) Collection tube dibuang dan spin column ditempatkan dalam collection tube baru.

c. Pembilasan DNA

1) Column dibilas dengan 500 µl wash buffer 1 yang disiapkan dengan etanol.

2) Column dipusingkan dengan 1000 x g selama satu menit pada suhu ruangan. Kemudian collection tube dibuang dan ditempatkan pada collection tube baru.

3) Column dicuci dengan menggunakan 500 µl wash buffer 2 yang disiapkan dengan etanol.

4) Column dipusingkan pada kecepatan maksimum selama tiga menit pada suhu ruangan. Kemudian collection tube dibuang.

d. Eluting DNA:

1) Spin column ditempatkan ke dalam 1,5 ml microsentrifuge tube steril.

2) DNA dielusikan menggunakan 25-200 µl PureLinkTM Genomic elution buffer.

3) Column diinkubasi pada temperatur ruangan selama satu menit. 4) Column dipusingkan pada kecepatan maksimum selama satu menit.

commit to user

2. Amplifikasi dan Sekuensi PCR

Proses amplifikasi DNA VHB regio pre-S1, pre-S2, dan S menggunakan kit GoTaq® Green Master Mix dan primer 12 dan KL-33 (Okamoto et al., 1990), dengan protokol sebagai berikut:

a. GoTaq® Green Master Mix dicairkan dalam temperatur ruangan, kemudian dipusingkan sebentar dengan microsentrifuge.

b. Komponen berikut ditambahkan ke dalam PCR tube on ice:

Komponen Jumlah

GoTaq® Green Master Mix 12,5 ml

upstream primer 10 µM (KL 12) 1 ml downstream primer 10 µM (KL 33) 1 ml

DNA template 5 µl

Nuclease-Free Water 25 ml

c. Kemudian dilakukan proses preheated pada suhu 94 oC selama 5 menit, selanjutnya dilakukan 40 kali siklus PCR yang terdiri dari:

Denaturation 94°C 1 menit

Annealing 55 °C 1 menit

Extension 72 °C 2 menit

d. Setelah siklus selesai suhu diatur agar dalam kondisi 4 oC, kemudian produk PCR dapat disimpan pada suhu –20 oC hingga digunakan. e. Produk PCR kemudian dianalisis dengan menggunakan gel agarose 2%

17

H. Sekuensing dan Analisis Data

Sekuens nukleotida dari hasil amplifikasi ditentukan menggunakan BigDye deoxy Terminator v1.1 cycle sequencing kit (Applied Biosystems) dan ABI Prism 310 genetic analyzer (Perkin Elmer). Data sekuens yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan Bank data VHB di GenBank/DDBJ/EMBL dan dianalisis dengan menggunakan aplikasi MEGA 4.0 (Tamura et al., 2007).

commit to user

18

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Isolasi DNA VHB

Sampel darah yang diperoleh dari komunitas Man Who Have Sex With Man yang positif dengan uji HBsAg selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA dengan menggunakan PureLink TM Viral RNA/DNA Mini Kit sehingga diperoleh hasil isolat DNA VHB 09IDSKAB-3.

B. Amplifikasi PCR

Produk isolasi DNA VHB yang telah diperoleh selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi regio pre-S1, pre-S2, dan S dengan menggunakan GoTaq® Green Master Mix. Dalam amplifikasi dengan PCR tersebut, pasangan primer yang digunakan adalah KL-12 dan KL-33 (Okamoto et al., 1990). Hasil amplifikasi menunjukkan isolat VHB 09IDSKAB-3 positif dengan primer KL-12 dan KL-33.

C. Sekuensing Regio Pre-S1, Pre-S2, dan S VHB

Isolat VHB 09IDSKAB-3 selanjutnya dilakukan penentuan sekuens nukleotida dengan menggunakan BigDye deoxy Terminator v1.1 cycle sequencing kit (Applied Biosystems) dan ABI Prism 310 genetic analyzer (Perkin Elmer) (Lampiran 2). Sekuens nukleotida yang didapat kemudian

19

digunakan untuk mencari isolat dengan kemiripan sekuens tertinggi pada suatu daerah menggunakan aplikasi Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) (Lampiran 3). Dari hasil BLAST tersebut didapatkan data isolat yang memiliki skor BLAST terbesar dengan isolat VHB 09IDSKAB-3 yaitu isolat VHB AB554070 (Lampiran 4).

D. Proses Analisis Data Molekuler Regio Pre-S1, Pre-S2, dan S Isolat VHB 09IDSKAB-3

Dalam usaha mencari informasi dan data pada tingkat molekuler dari isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan isolat di dunia, data yang diperoleh dari hasil BLAST tersebut selanjutnya dijadikan pembanding kemiripan dan kedekatan isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan isolat VHB yang ada di dunia.

Pada proses selanjutnya penulis mencari reference sequences yang digunakan sebagai data pembanding untuk melihat phylogenetic tree dari isolat VHB 09IDSKAB-3. Data dari hasil tersebut diperoleh kedekatan genotipe maupun subgenotipe isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan reference sequences yang ada di dunia. Untuk membuat phylogenetic tree, sampel disejajarkan dengan reference sequences yang didapatkan dari GenBank/DDBJ/EMBL. Reference sequences untuk VHB dari genotipee A-H dapat dilihat pada tabel 4.1.

commit to user

Tabel 4.1 Daftar Reference Sequences yang Digunakan dalam Analisis Regio Pre-S1, Pre-S2, dan S Isolat VHB 09IDSKAB-3.

NO VHB Genotipe/ Subgenotipe Reference Sequences 1 A S50225 2 B1 AB010291 3 B2 AB073827 4 B3 D00331 dan AB033555 5 B4 AB073835 6 B5 AB219427 7 B6 DQ463787 8 C1 AF068756 9 C2 AF533983 10 C3 X75656 11 C4 AB048704 12 C5 AB241110 13 C6 AB493841 14 D1 AY161157 15 D2 X72702 16 D3 X75668 17 D4 AB048702 18 D5 DQ315779 19 D6 AB493845 20 E X75657 21 F X69798 22 G AF160501 23 H AY090454

21

Seluruh sekuens tersebut sebelumnya disajikan menggunakan program CLC Sequence Viewer, yang selanjutnya dilakukan phylogenetic analysis menggunakan aplikasi MEGA 4.0 (Tamura et al., 2007) (Lampiran 5). Data dari hasil phylogenetic analysis tersebut kemudian disajikkan dalam bentuk phylogenetic tree (Gambar 4.1).

Keterengan:

: Isolat sampel

: Isolat VHB hasil BLAST

Gambar 4.1 Phylogenetic Tree Berdasarkan Regio Pre-S1, Pre-S2, dan S Isolat VHB 09IDSKAB-3 yang Dibandingkan dengan Reference Sequences dari Masing-Masing Genotipe VHB (A-H).

commit to user

Analisis penentuan subtipe dari isolat VHB 09IDSKAB-3 dilakukan dengan menggunakan aplikasi MEGA 4.0. Data yang diambil dalam analisis ini diperoleh dari multiple alignment asam amino dari sekuens HBsAg VHB isolat VHB 09IDSKAB-3 pada posisi asam amino 116-183. Seluruh reference sequences maupun data hasil BLAST dicocokkan, kemudian dilihat pada deteminan ‘a’ dan asam amino pada posisi 122, 127, 134, 159, 160, dan 177 untuk menentukan subtipe dari isolat VHB 09IDSKAB-3 (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Penyejajaran Asam Amino Posisi 116-183 Regio S (determinan ‘a’) dari Isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan Reference Sequences Subtipe VHB.

Selain menganalisis genotipe, subgenotipe, dan subtipe dari isolat VHB 09IDSKAB-3. Analisis regio pre-S1, pre-S2, dan S VHB pada penelitian ini juga dilakukan pada tingkat asam amino dan nukleotida dari isolat VHB 09IDSKAB-3 untuk mengetahui ada atau tidaknya mutasi pada regio pre-S1,

23

pre-S2, dan S dari isolat tersebut. Hasil dari multiple alignment pada regio pre-S1, pre-S2 dan S dapat dilihat pada gambar 4.3-4.5.

Gambar 4.3 Regio Pre-S1 dari Isolat VHB 09IDSKAB-3 Dibandingkan dengan Reference Sequences yang Memiliki Genotipe B3 (aa 1-119).

Gambar 4.4 Regio Pre-S2 pada Isolat VHB 09IDSKAB-3 Dibandingkan dengan Reference Sequences yang Memiliki Genotipe B3 (aa 1-55).

Gambar 4.5 Regio S pada Isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan Jumlah 168 aa Dibandingkan dengan Reference Sequences dengan Genotipe B3.

commit to user

E. Hasil Analisis Data dari Isolat VHB 09IDSKAB-3 (Accession Number:

JQ965941)

Hasil phylogenetic analysis dari isolat VHB 09IDSKAB-3 menunjukkan bahwa isolat tersebut termasuk ke dalam genotipe B3 (Gambar 4.1). Data dari hasil BLAST pada isolat ini menunjukkan bahwa isolat ini memiliki skor BLAST tertinggi dengan isolat VHB AB554070 (Lampiran 3). Isolat VHB AB554070 merupakan isolat yang berasal dari Papua (Indonesia) dengan genotipe yang sama dengan isolat VHB 09IDSKAB-3.

Data pada gambar 4.2 yang merupakan determinan ‘a’ dari VHB memperlihatkan bahwa isolat VHB 09IDSKAB-3 dan AB554070 merupakan isolat VHB yang tergolong dalam subtipe adw2. Pada tingkat regio, data pada regio pre-S1 isolat VHB 09IDSKAB-3 maupun AB554070 tampak adanya perbedaan asam amino dengan reference sequences yang memiliki genotipe B3 yaitu variasi D27E (Aspartic Acid menjadi Glutamic Acid) (Gambar 4.3). Sedangkan pada regio pre-S2 maupun regio S tidak ditemukan adanya variasi genetik pada sekuens asam amino isolat VHB 09IDSKAB-3 (Gambar 4.4 dan Gambar 4.5).

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Genotipe dan Subtipe Isolat VHB 09IDSKAB-3

Sugauchi et al. (2002) mengklasifikasikan VHB/B ke dalam dua grup yaitu Bj (“j” singkatan dari Jepang) karena paling banyak ditemukan di Jepang dan Ba (“a” singkatan dari Asia), karena ditemukan di seluruh Asia. Subgrup dari Ba kemudian dibagi lagi menjadi empat subgenotipe yaitu VHB/B2-VHB/B5. Dari keempat jenis subgenotipe VHB tersebut, jenis VHB/B3 merupakan jenis VHB yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Sedangkan untuk beberapa jenis genotipe dan subgenotipe lainnya yang ada di Indonesia, dapat ditemukan genotipe VHB/A di wilayah Balikpapan dan Kupang, VHB/D berada di wilayah Papua (VHB/D6) dan Maluku (VHB/D1 dan VHB/D3) (Mulyanto et al., 2009; Utama et al., 2009).

Berdasarkan phylogenetic tree dari isolat VHB 09IDSKAB-3 menunjukkan bahwa isolat tersebut termasuk ke dalam genotipe B3 (Gambar 4.1). Hasil ini dapat dikatakan sesuai dengan teori karena dari studi sebelumnya menyatakan bahwa di Indonesia genotipe yang dominan adalah B3 (Utama et al., 2009). Studi ini juga menunjukkan bahwa isolat VHB 09IDSKAB-3 termasuk dalam subtipe adw2 (Gambar 4.2). Hasil ini menunjukkan kesesuaian dengan studi yang ada sebelumnya bahwa subtipe adw merupakan subtipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia, terutama

commit to user

di wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan, Bali, Lombok, Ternate, dan Morotai (Lusida et al., 2003; Mulyanto et al., 1997).

B. Regio pre-S1 Isolat VHB 09IDSKAB-3

Regio pre-S1 dari LHBsAg diketahui sebagai regio yang sangat penting bagi siklus hidup dan infektifitas VHB (Salisse dan Sureau, 2009). Di dalam regio pre-S1 terdapat beberapa sub-elemen penentu infektifitas VHB, yaitu pada asam amino 2-75. Pada area tersebut terdapat myristoyl yang berikatan dengan Gly2, receptor binding site (aa 2-48), dan daerah aa 49-75 (Duff et al., 2009). Salah satu sub-elemen tersebut, yaitu (hepatosite) receptor binding site, memiliki sebuah struktur yang cukup berperan dalam siklus hidup VHB, struktur tersebut adalah N-terminal dari residu 75 asam amino pada regio pre-S1. N-terminal regio pre-S1 akan mengirimkan sebuah signal berupa myristylation signal, signal ini merupakan signal yang akan membuat N-terminal dari regio pre-S1 dapat menempel pada permukaan sel sehingga protein VHB dapat disekresikan (Chai et al., 2007). Pada proses selanjutnya ketika ikatan dengan membran hepatosit sudah terjadi maka receptor binding site (aa 2-48) akan melengkapi ikatan dan sisa asam amino yang lainnya (aa 49-75) akan menstabilkan ikatan yang terjadi (Duff et al., 2009).

Mutasi genetik pada aa 2-75 dilaporkan dapat menyebabkan perubahan pada proses replikasi dan infektifitas VHB. Beberapa laporan mutasi genetik yang ada adalah substitusi G2A, delesi area receptor binding site (aa 2-48), dan delesi aa 48-75 (Duff et al., 2009). Dari ketiga letak mutasi, substitusi

27

G2A menjadi mutasi yang menyebabkan perubahan secara signifikan pada proses pengiriman myristylation signal sehingga terjadi gangguan pada proses replikasi dan infektifitas VHB (Yeung et al., 2011). Di dalam sekuens dari isolat VHB 09IDSKAB-3, tidak menunjukkan adanya substitusi G2A maupun delesi pada receptor binding site dan aa 49-75. Data dari isolat VHB 09IDSKAB-3 hanya ditemukan adanya variasi D27E (Gambar 4.3). Namun, studi yang menyatakan variasi yang terjadi pada isolat VHB 09IDSKAB-3 memang belum ada sehingga pengaruhnya terhadap infektifitas VHB juga belum diketahui secara pasti.

Selain sub-elemen aa 2-75 pada regio pre-S1, di dalam regio pre-S1 juga terdapat beberapa area lain yang memiliki fungsi tertentu, di antaranya adalah promotor S (aa 67-111) dan kotak CCAAT (nt 3137-3141) (Yeung et al., 2011). Promotor S berperan cukup penting dalam menjaga keseimbangan dari sintesis tiga protein HBsAg (large, middle, dan small). Di dalam studi sebelumnya yang dilakukan oleh Yeung et al. (2011), delesi pada promotor S dilaporkan dapat merubah keseimbangn sintesis protein dari HBsAg dimana akan berakibat pada peningkatan stres pada Retikulum Endoplasma (RE). Stres tersebut kemudian dikaitkan dengan berkembangnya penyakit karsinoma hepatoseluler. Di dalam studi ini, isolat VHB 09IDSKAB-3 diketahui bahwa promotor S terkonservasi dengan baik sehingga tidak ditemukan indikasi adanya stres dari RE yang diakibatkan mutasi promotor S. Mutasi yang terjadi pada kotak CCAAT dilaporkan dapat meningkatkan stres dari RE sehingga dapat memperburuk penyakit hepatitis yang diderita.

commit to user

Namun, fungsi dari CCAAT dalam perjalanan penyakit VHB masih dipertanyakan (Yeung et al., 2011). Isolat VHB 09IDSKAB-3 tidak ditemukan adanya mutasi pada kotak CCAAT sehingga dapat dikatakan peningkatan stres pada RE yang diakibatkan o leh mutasi pada kotak CCAAT tidak ditemukan.

Pada studi sebelumnya yang dilakukan dengan matched nested case-control sudy menyebutkan terdapat keterkaitan antara delesi yang terjadi pada regio pre-S1 dengan meningkatnya risiko terjadinya karsinoma hepatoseluler (Fang et al., 2008). Yeung et al. (2011) juga menyebutkan bahwa adanya delesi pada regio pre-S1 dapat meningkatkan risiko berkembangnya karsinoma hepatoseluler pada penyakit hepatitis B kronis. Delesi yang terjadi pada regio pre-S1 tersebut adalah pada start codon dan daerah 3’ terminal dari regio pre-S1. Kejadian delesi yang paling berpengaruh terhadap berkembangnya karsinoma hepatoseluler adalah delesi pada daerah 3’ terminal regio pre-S1. Di dalam sekuens asam amino isolat VHB 09IDSKAB-3 tidak ditemukan adanya delesi start codon dan 3’ terminal regio pre-S1 sehingga indikasi adanya peningkakan risiko berkembangnya karsinoma hepatoseluler tidak ditemukan.

C. Regio pre-S2 Isolat VHB 09IDSKAB-3

Regio pre-S2 merupakan regio hidrofilik yang memiliki beberapa sub-elemen penting bagi infektifitas VHB yaitu asam amino asparagine112 (N112) dan area human serum albumin receptor (aa 17-28). Asam amino

29

asparagine112 (N112) diketahui berkaitan penting dengan mekanisme N-glycosylation yang berperan dalam proses replikasi dan maturasi VHB (Rodes et al., 2007). N-glycosilation diketahui berperan penting pada berbagai protein, perannya antara lain sebagai protein folding, kontrol kualitas protein, sekresi protein, dan modulasi dari respon imun. Secara lebih khusus, N-glycosylation memiliki fungsi berdasarkan ukuran protein HBsAg-nya. Pada LHBsAg dan SHBsAg, N-glycosilation berperan dalam replikasi VHB, sedangkan pada MHBsAg diketahui bahwa N-glycosilation berperan dalam maturasi VHB (Lambert dan Prange, 2007). Mutasi genetik N112 dilaporkan dapat menyebabkan terhambatnya replikasi dan maturasi VHB. Pada isolat VHB 09IDSKAB-3, N112 diketahui terkonservasi dengan baik sehingga indikasi terhambatnya maturasi VHB tidak ditemukan.

Area human serum albumin receptor belum diketahui secara jelas fungsinya, namun dipercaya berperan penting bagi infektifitas VHB. Mutasi genetik yang terjadi pada area ini juga belum diketahui secara jelas pengaruhnya terhadap perjalanan penyakit (Yeung et al., 2011).

Mutasi pada regio pre-S2 dilaporkan dapat menyebabkan produksi protein di dalam RE secara berlebihan sehingga dapat meningkatkan stres dari RE. Stres RE ini dapat berakibat pada kerusakan DNA dan ketidakstabilan genom yang akhirnya memicu karsinoma hepar (Hsieh et al., 2004). Hsieh et al. (2007) melaporkan bahwa mutasi pada regio pre-S2 dapat menyebabkan kerusakan pada cyclin-dependent kinase inhibitor yang

commit to user

menyebabkan siklus sel tidak terkontrol sehingga menimbulkan mekanisme onkogenik.

Hasil studi meta analysis dan a match nested case-control study menunjukkan delesi pada daerah 5’ terminal regio pre-S2 menjadi mutasi paling banyak ditemukan pada orang yang terkena karsinoma hepar (Fang et al., 2008; Liu et al., 2009). Di dalam studi lain juga dijelaskan selain delesi pada daerah 5’ terminal regio pre-S2, mutasi juga dapat ditemukan berupa delesi dan mutasi titik pada start codon regio pre-S2 (Yeung et al., 2011). Di dalam isolat VHB 09IDSKAB-3, tidak ditemukan adanya mutasi tersebut, maka dapat dikatakan peningkatan risiko untuk perkembangnya karsinoma hepatoseluler pada isolat VHB 09IDSKAB-3 tidak ditemukan jika dilihat dari faktor regio pre-S2.

D. Regio S Isolat VHB 09IDSKAB-3

Di dalam regio S terdapat suatu regio hidrofilik yang dikenal dengan Major Hidrophilic Region (MHR) (aa 101-172). MHR merupakan area yang memiliki penentu antigenitas VHB yang disebut determinan ‘a’. Di dalam MHR terdapat polipeptida yang akan mendefinisikan determinan ‘a’ pada reseptor. Polipeptida ini memiliki struktur berbentuk setengah lingkaran dan disebut dengan Antigen Loop (AGL). Peran AGL antara lain menginisiasi perlekatan ke sel dan pelekat spesifik pada reseptor. Letak AGL pada dasarnya berada di antara aa 101-172 (loop pertama: aa 120-138 dan loop kedua 139-149), yaitu di antara area transmembran II (aa 80-100) dan area

C-31

terminal yang bersifat hidrofobik (aa 173-226) (Duff et al., 2009; Salisse dan Sureau, 2009).

Secara setruktur dan fungsi, di dalam AGL terdapat asam amino yang sangat berpengaruh terhadap infektifitas VHB yaitu C121, C124, C137, C139, C147, C149, dan N146. Keenam asam amino cysteine (C) sangat terkonservasi dengan baik dan memiliki peranan penting karena memiliki ikatan disulfida yang sangat diperlukan dalam menjaga struktur dari determinan ‘a’, sedangkan asparagine146 (N146) memiliki peranan dalam perlekatan virus ke sel karena berperan penting dalam mekanisme N-glycosylation (Rodes et al., 2007; Yong-lin et al., 2012).

Perubahan genetik pada AGL diketahui sangat mempengaruhi infektifitas VHB. Mutasi genetik terutama yang terjadi pada asam amino yang berperan penting bagi infektifitas VHB dapat merubah kemampuan VHB dalam menginfeksi sel. Duff et al. (2009) melaporkan substitusi C139S, C147S, dan C149S dapat menurunkan infektifitas VHB terutama substitusi pada C147S (Duff et al., 2009). Namun demikian, ketiga macam substitusi tersebut tidak ditemukan pada isolat VHB 09IDSKAB-3 sehingga tidak di-temukan indikasi terjadinya perubahan infektifitas VHB dalam isolat VHB 09IDSKAB-3.

Mutasi yang terjadi pada N146 dilaporkan sangat mempengaruhi proses perlekatan virus pada permukaan sel, karena asam amino ini sangat berkaitan dengan N-glycosylation yang berfungsi sebagai protein folding, mengontrol kualitas protein, sekresi protein, dan modulasi dari respon imun. Mutasi

commit to user

genetik N146 dilaporkan dapat menyebabkan proses pembentukan protein (replikasi) menjadi terganggu (Lambert dan Prange, 2007; Purdy MA, 2007). Data dari isolat VHB 09IDSKAB-3 menunjukkan N146 terkonservasi dengan baik dan tidak mengalam i mutasi sehingga proses pembentukan protein VHB dapat dikatakan berlangsung dengan baik.

Mutasi genetik yang pertama kali dan paling banyak ditemukan pada VHB adalah substitusi G145R. Substitusi ini dikaitkan dengan resistensi terhadap vaksin karena substitusi ini sering terjadi pada pasien yang telah menggunakan vaksin VHB (Schiff et al., 2007). Substitusi tersebut dikaitkan dengan perubahan yang dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan antibodi tetapi tidak mengubah struktur dari AGL (Salisse dan Sureau, 2009). Namun demikian, di dalam studi ini substitusi G145R tidak ditemukan dalam isolat VHB 09IDSKAB-3.

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

1. Isolat VHB 09IDSKAB-3 termasuk ke dalam genotipe B3 dan subtipe adw2.

2. Hasil penyejajaran isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan reference sequences genotipe B3 menunjukkan data bahwa:

a. Pada regio pre-S1 ditemukan variasi D27E yang masih belum diketahui implikasi perubahan tersebut terhadap infektifitas VHB.

b. Pada regio pre-S2 dan S tidak ditemukan adanya variasi genetik baik di tingkat asam amino maupun nukleotida.

B. Saran

1. Untuk melihat genotipe dan subtipe dari isolat VHB 09IDSKAB-3 dengan lebih teliti diperlukan analisis molekuler pada seluruh sekuens isolat VHB 09IDSKAB-3, tidak hanya pada regio pre-S1, pre-S2, dan S saja.

2. Adanya variasi asam amino pada regio pre-S1, pre-S2, dan S isolat VHB 09IDSKAB-3 perlu diteliti lebih lanjut terutama hubungannya dengan virulensi, patogenesis, replikasi, dan keberhasilan terapi.

3. Perlu dilakukan analisis molekuler lebih lanjut dengan menggunakan data aligmentasi yang didapat dari penelitian in i, terutama untuk mencari kemungkinan motif dan residu lain yang berkaitan dengan replikasi,

commit to user

patogenesis maupun terapi yang belum dikonfirmasi keberadaannya dalam isolat VHB 09IDSKAB-3.

Dokumen terkait