• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Publik (PDAM) dan Komunitas: Sambungan Rumah Komunal Bagi Daerah Kumuh Perkotaan

PPP Non-Profit-Water Fund Indonesia

3.4 Kerjasama Publik (PDAM) dan Komunitas: Sambungan Rumah Komunal Bagi Daerah Kumuh Perkotaan

Pada dasarnya, sistem sambungan rumah komunal ini adalah perpanjangan layanan keran umum dari PDAM. Dengan adanya sambungan rumah komunal, masyarakat tidak lagi perlu berjalan kaki bolak-balik menggotong ember atau jerigen untuk memperoleh air dari keran umum. Namun masyarakat tetap memperoleh air dengan harga sosial (tarif keran umum PDAM).

Sistem sambungan rumah komunal merupakan jawaban terhadap dilema PDAM dalam menyediakan layanan air minum bagi daerah kumuh perkotaan. Di satu sisi, PDAM memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan bagi seluruh masyarakat di daerah pelayanan/wilayah administratif kota/kabupaten, baik bagi warga golongan kaya, menengah, maupun miskin. Di sisi lain, PDAM menghadapi kendala seperti status rumah dan tanah yang ilegal, kondisi perumahan yang kurang memadai untuk

yang utama adalah masalah tunggakan pembayaran.

Sistem sambungan rumah komunal ini merupakan sebuah inovasi dalam pelayanan air minum kepada masyarakat. Sistem sambungan rumah komunal ini merupakan contoh ketika pemerintah dapat berbagi tanggung jawab dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat didorong untuk berpartisipasi aktif dan melaksanakan tanggungjawab dengan baik.

KOTAK 3.4

Proyek Percontohan Sistem Sambungan Rumah Komunal

ESP-USAID bekerjasama dengan Jaringan Kesejahteraan/Kesehatan Masyarakat (JKM) Medan membantu memfasilitasi pembangunan Master Meter System (Sistem Meter Induk) atau sistem sambungan rumah Komunal di kota Medan. Proyek percontohan sistem sambungan rumah komunal ini dilaksanakan di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Sunggal, Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Sei Mati.

Dalam pembangunan sistem sambungan air komunal ini, terdapat 4 tahapan yang dilalui. Tahapan pertama adalah penyiapan masyarakat. Kegiatannya berupa pemilihan lokasi, kemudian dengan bantuan fasilitator (LSM) dilakukan diskusi dan perencanaan di tingkat masyarakat untuk mengembangkan konsep. Selain itu, masyarakat juga menerima program penguatan kapasitas dan peningkatan kesadaran. Setelah itu, dibentuklah kelompok pengguna (Community-based Organization/CBO) yang nantinya akan mengelola sistem. Tahap kedua adalah pembuatan kontrak antara pihak PDAM dan CBO yang telah terbentuk yang meliputi perencanaan sistem, biaya pembangunan dan pengadaan barang. Tahap ketiga adalah tahap konstruksi. PDAM bertanggungjawab untuk menyediakan sambungan melalui meter induk di dalam atau tepat di luar area komunitas yang akan dilayani. Kemudian, dengan bantuan fasilitator (LSM) dan/atau PDAM, CBO bertanggung jawab untuk membangun jaringan pipa sederhana setelah meter induk. Tahap keempat, yaitu penguatan CBO berupa pelatihan teknis, dan pelatihan pemeliharaan sarana, serta pengelolaannya.

Tanggungjawab PDAM, LSM dan CBO

CBO bertanggung jawab (i) membangun pipa distribusi dan sambungan rumah di daerah kumuh; (ii) mengoperasikan dan melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan setelah meter induk. (ii) pembayaran rekening air ke PDAM. CBO bertanggungjawab mengumpulkan pembayaran dari tiap rumah tangga pelanggan. Sementara PDAM berperan (i) membangun jaringan pipa induk sampai batas daerah permukiman kumuh; (ii) membantu penyelesaian permasalahan yang diluar kemampuan masyarakat/CBO. Selain itu, LSM berperan (i) sebagai mediator antara pihak PDAM dan masyarakat; (ii) mempersiapkan masyarakat dan (iii) menjadi salah satu penyandang dana.

Sistem Tarif

Tarif pada meteran induk merupakan tarif sosial yang ditetapkan PDAM, sementara jumlah yang dibayarkan tiap Kepala Keluarga (KK) merupakan kesepakatan bersama warga, tergantung dari sistem distribusi airnya, sehingga bisa saja terdapat perbedaan. Misalnya pada Kelurahan Sunggal, air dari meter induk kemudian didistribusikan langsung pada tiap rumah tangga tanpa adanya tambahan meter di tiap KK, sehingga tarif yang dibebankan kepada masyarakat adalah sebesar tarif total dari meter induk dibagi dengan jumlah KK. Di Kelurahan Sei Mati dan Kampung Baru, dari meter induk kemudian dipasang meteran kontrol yang digunakan bersama oleh beberapa KK. Dengan demikian tarif yang dibayarkan bergantung kepada jumlah pemakaian yang tertera pada meteran kontrol yang kemudian dibagi bersama antara pengguna meteran tersebut.

Manfaat dari Sistem Sambungan Rumah Komunal

Sistem sambungan rumah komunal ini, memberi manfaat pada kedua belah pihak, yaitu PDAM dan warga daerah kumuh. Bagi PDAM, kekhawatiran mengenai pembayaran rekening air bisa ditiadakan. Karena dengan sistem sambungan rumah komunal ini, urusan administrasi dan tagihan air akan menjadi lebih mudah, karena PDAM hanya berurusan dengan 1 konsumen. Kemudian, permasalahan kebocoran dan sambungan ilegal setelah meter induk pun bukan lagi menjadi kekhawatiran PDAM, karena masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam memelihara jaringan perpipaan, misalnya melaporkan adanya kebocoran, sambungan ilegal, penggunaan pompa dan lain-lain. Keuntungan lain yang bisa diperoleh dari sambungan rumah komunal ini adalah bahwa sistem ini memungkinkan PDAM untuk membangun sistem jaringan perpipaan sederhana/teknologi berbiaya rendah. Selain itu rumah tangga dengan status tidak

SSWP)26

Berdasar data Susenas 2006, penduduk perkotaan (baik kota kecil maupun kota besar), yang memperoleh layanan air minum perpipaan hanya mencapai sekitar 41 persen. Penduduk kota besar hanya separuhnya yang memperoleh layanan air minum perpipaan. Sementara sebagian besar sisanya memperoleh air dari sumber seperti sumur dangkal, sumur dalam, keran/hidran umum, sungai/danau maupun penyedia air skala kecil (small scale water providers)27. Tidak tersedia data yang pasti berapa porsi

penyedia air skala kecil.

Walaupun demikian, berdasar hasil studi yang dilakukan WSP pada 5 kota besar yaitu Jakarta, Palembang, Makassar, Bandung, dan Subang, ternyata pada lokasi di luar jangkauan pelayanan PDAM penyedia air skala kecil menjadi sumber utama.

3.5.1 Truk Tangki

Porsi layanan melalui truk tangki relatif tidak signifikan, terutama buat masyarakat miskin. Hal ini terutama karena volume layanannya yang besar sehingga bersifat perantara (intermediate), biasanya melayani pembelian skala besar seperti hidran, terminal air, industri, pertokoan, dan penduduk menengah atas. Truk tangki dioperasikan oleh swasta maupun PDAM.

3.5.2 Hidran/Terminal Air

Hidran berfungsi sebagai perantara antara sistem perpipaan PDAM dengan penduduk khususnya yang kurang mampu. Walaupun tidak sedikit sumber hidran tersebut berasal dari sumur dalam atau bahkan truk tangki. Kebutuhan modal yang besar dalam mengelola hidran menjadikan pengelolaannya membutuhkan keterampilan yang cukup tinggi. Pada dasarnya hidran membantu PDAM untuk menjangkau penduduk kurang mampu tetapi karena tarif hidran yang dikenakan oleh PDAM bersifat sosial sehingga terdapat kecenderungan bahwa PDAM kurang mendukung keberadaannya. Apalagi kemudian ketika hidran tersebut menjual air dengan harga di atas tarif sosial tersebut. PDAM sendiri tidak dapat menerapkan tarif 26 Sebagian besar dikutip dari Peter Gardiner dkk. Indonesia Small Scale Water Providers

Study. Final Report. Water and Sanitation Program East Asia Pacific (WSP-EAP), 2007.

27 SSWP didefinisikan sebagai sumber layanan air minum yang berasal dari terminal air, membayar air dari tetangga atau pemilik lahan/bangunan, truk tangki, kereta doorong (carter), air kemasan/isi ulang. Namun dalam tulisan ini air kemasan tidak akan dibahas.

penduduk kurang mampu.

Walaupun demikian di Makassar ditemukan kerjasama antara PDAM dan swasta lokal dalam pengelolaan terminal air. Tangki air disediakan oleh PDAM, sementara swasta menyediakan lahan.

3.5.3 Gerobak Dorong

Terkecuali Makassar, porsi layanan kereta dorong pada daerah kumuh dan daerah tidak terlayani PDAM di keempat kota lainnya relatif dominan. Kereta dorong merupakan bisnis skala kecil dan bersifat informal. Kereta dorong sangat bergantung pada sumber air PDAM, sehingga lebih bersifat sebagai perpanjangan tangan PDAM. Pasar kereta dorong terutama pada daerah kumuh perkotaan dengan karakteristik pemilikan lahan yang tidak jelas sehingga PDAM menghadapi hambatan hukum untuk melayani daerah tersebut. Layanan PDAM pada daerah tersebut akan beresiko dianggap sebagai legalisasi perumahan liar28

3.5.4 Jaringan Skala Kecil dikelola oleh Pemilik Swasta Lokal

Sistem layanan ini bisa berupa sistem jaringan perpipaan yang canggih di daerah perumahan menengah atas sampai sistem jaringan sederhana dengan skala layanan terbatas. Sumber air berasal dari air tanah. Layanan jenis ini relatif kecil porsinya.

Beberapa contoh jaringan skala kecil di Jakarta adalah di Kamal Muara, Cengkareng, Pulo Gebang dan Kebon Pala. Sedikit berbeda di Bandung, sumber mata air dikuasai oleh swasta berlokasi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ujung Berung. Air yang berasal dari mata air disalurkan melalui pipa ke terminal air, lalu diangkut menggunakan truk tangki ke industri, bisnis air isi ulang, dan hidran dikelola perorangan. Di Makassar juga ditemukan jaringan skala kecil yang bersumber dari air tanah dalam, atau PDAM, yang didistribusikan melalui pipa ke beberapa rumah di sekitarnya.

Dokumen terkait