• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Tanggung jawab yang dilakukan Garuda Indonesia apabila terjadi kerusakan dan/atau hilangnya barang dalam pengangkutan udara diharapkan proses ganti rugi tidak perlu lagi menggunakan proses pengadilan yang memakan waktu yang cukup lama, disarankan untuk menggunakan media arbitrase ataupun kesepakatan kedua belah pihak untuk permasalahan ganti rugi agar konsumen yang resah atas barangnya dapat diselesaikan masalah ganti ruginya.

2. Terkait masalah ganti rugi yang diberikan pada dasarnya sudah dibuat dalam perjanjian antara JNE dengan konsumen dalam hal ini konsumen harus lebih sensitif untuk melihat syarat-syarat yang ditentukan, lalu untuk keterlambatan seharusnya JNE memberikan ganti rugi yang pas dimana ini juga merupakan kesalahan JNE sebagai pengangkut dan tanggung jawab JNE secara keseluruhan.

3. Proses yang begitu panjang yang dilakukan JNE untuk mengirimkan barang harus berhati-hati dalam mengelolanya begitu juga dengan Garuda Indonesia, dimana dalam proses yang begitu panjang tersebut bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nantinya.

BAB II

TINJAUAN YURIDIS AIRLINE DAN PERUSAHAAN P ENGIRIMAN BARANG

A. Pengaturan Hukum Mengenai Airline di Indonesia Ditinjau melalui UU NO.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Pengangkutan udara dengan pesawat udara diatur pada awalnya dengan UU No 15 tahun 1992 tentang penerbangan. Akan tetapi, undang-undang ini sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang dan karena itu dicabut serta dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebagai penggantinya, di undangkanlah pada tanggal 12 Januari 2009 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan melalui lembaran negara tahun 2009 No.1.20Ketentuan pasal 464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.21

Selain Undang-undang No 1 Tahun 2009 dan UU No.15 Tahun 1992 di Indonesia berlaku juga Ordonansi Pengangkutan Udara Stb. 1939-100 dimana ini merupakan kompilasi dari hasil-hasil konvensi Internasional yang berhubungan tentang pengangkutan udara, serta berlaku juga hasil konvensi Internasional seperti Traktat Penerbangan Paris 1919, Traktat Warsawa 1929, dll.

Undang–undang No.1 Tahun 2009Tentang Penerbangan sesuai dengan judulnya, berada pada bidang hukum Publik bukan pada hukum Privat. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur atau berhubungan erat dengan pengangkutan udara adalah Bab I ketentuan Umum, Bab X angkutan udara, Bab XIII keselamatan Penerbangan, Bab XIV Keamanan Penerbangan, Bab XXII Ketentuan Pidana, dll.

20 AbdulKadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan Kelima,PT.Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2013, Hal.10. 21

Suriaatmadja Toto Tohir, Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2006. Hal. 14.

Airline dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai perusahaan penerbangan, maskapai penerbangan ataupun badan usaha angkutan udara. Badan usaha angkutan udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.22

Salah satu stakeholders dalam kegiatan penerbangan adalah maskapai penerbangan/airline. Memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyedia jasa penerbangan yang berperan dalam pengoperasian angkutan udara, oleh karena itu maskapai penerbangan/airline harus mampu untuk melaksanakan keselamatan penerbangan dengan sebaik-baiknya dalam menjalankan kegiatan usahanya, mulai dari pemeliharaan pesawat udara yang digunakan sebagai media untuk melakukan kegiatan penerbangan, menyediakan pilot dan kru pesawat yang memiliki kemampuan yang baik demi mendukung tercapainya keselamatan penerbangan.23

A.1. Perjanjian Pengangkutan Udara

Airlinedalam menjalankan usahanya dan menjamin kesalamatan ketika mengangkut penumpang ataupun barang diwajibkan membuat perjanjian pengangkutan udara, dokumen-dokumen pengangkutan sebagai bukti pengangkutan itu terjadi. Dengan dilengkapinya dokumen-dokumen, perlindungan hukum yang termuat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2009 dapat terpenuhi, sehingga penumpang ataupun barang yang diangkut memperoleh hak-haknya apabila terjadi kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi subjek hukum.

Salah satu pokok dalam bidang Hukum Udara Perdata adalah masalah Perjanjian Angkutan Udara, antara lain karena erat berhubungan dengan suatu masalah lain, yang sejak permulaan pertumbuhan Hukum Udara mendapatkan

22 Pasal 1 Angka 20 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

23 Hasim Purba, Mewujudkan Keselamatan Penerbangan dengan Membangun Kesadaran

Hukum Bagi Stakeholders Melalui Penerapan Safety Culture, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Keperdataan/Hukum Dagang Pada Fakultas Hukum, Di Ucapkan di Hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 15 Febuari 2016. Hal.6.

17

perhatian yang besar dari para ahli Hukum Udara, yaitu masalah tanggung jawab pengangkut udara.24

Pengangkutan sebelum dilaksanakan terlebih dahulu harus memiliki perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang.25

Menurut E. Suherman, dalam arti yang sempit perjanjian angkutan udara adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau prestasi lain. Dalamarti yang lebih luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.

Ini juga berlaku dalam pengangkutan udara.

UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan disebutkan:

Perjanjian Pengangkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.

26

Perjanjian pengangkutan udara mengikat pihak pengangkut (misal; maskapai penerbangan) dan pihak terangkut (penumpang maupun benda). Biasanya perjanjian Ordonansi pengangkutan udara dan juga dalam Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan tidak ada mencantumkan ketentuan yang mengatur secara jelas tentang perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.

24

E. Suherman, Op.cit. Hal 36.

25 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. Hal.41. 26 E. Suherman, Op.cit. Hal. 48.

pengangkutan udara bentuknya berupa standart contract, dimana klausula atau aturan-aturan telah dibuat oleh pihak pengangkut. Isi dalam kontrak pun tidak boleh merugikan hak-hak dari konsumen dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku

A.2. Dokumen Pengangkutan Udara

Dokumen pengangkutan dalam penganturannya merupakan sesuatu hal yang wajib dimuat oleh pengangkut dan penumpang dimana ini memuat tanggungjawab para pihak untuk dilaksanakan. Dokumen ini memberikan data yang tentang banyak orang atau barang yang aka diangkut. Undang-undang No. 1 Tahun 20009 tentang penerbangan menyebutkan dalam pasal 150 Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari:

a. Tiket penumpang pesawat udara b. Pas masuk pesawat udara c. Tanda pengenal bagasi d. Surat Muatan Udara 1. Tiket penumpang pesawat udara;

Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.27

27 Pasal 1 Angka 27 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang baik perseorangan maupun secara kolektif yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara penumpang dengan pengangkut dan penumpang wajib mengisi tiket tersebut

19

sesuaidengan data diri penumpang yang sebenar-benarnya untuk menjamin keterangan penumpang sehingga hak-hak yang akan diberikan akan dipenuhi oleh pengangkut.Tiket penumpang tersebut paling sedikit memuat:

a. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan b. Nama penumpang dan nama pengangkut

c. Tempat, tanggal waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan

d. Nomor penerbangan, tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada

e. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan pada UU.28

Tiket penumpang berhak digunakan untuk orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah seperti KTP, SIM, dll. Ketika tiket tidak diisi keterangan-keterangan sebagaimana dimaksud diatas atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang untuk membatasi tanggung jawabnya.29

2. Pas masuk pesawat udara (boarding pass);

Pengangkut disamping harus menyerahkan tiket kepada penumpang, juga harus harus menyerahkan pas masuk pesawat udara dan tanda peneganal bagasi. . Pas masuk pesawat udara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat :

a. Nama penumpang b. Rute penerbangan c. Nomor penrbangan

d. Tanggal dan jam keberangkatan e. Nomor tempat duduk

f. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (Boarding Gate)

g. Waktu masuk pesawat udara (Boarding Time) (Pasal 152 UU Penerbangan)30

28 Martono k. dan Pramono Agus, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,

Rajawali Pers, Jakarta,2013. Hal. 190.

29 Pasal 151 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 30 Pasal 152 UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan.

3. Tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag);

Tanda pengenal bagasi (baggage) adalah semua barang kepunyaan atau dibawah kekuasaan seseorang penumpang yang olehnya atau atas namanya, sebelum menumpang naik pesawat udara diminta untuk diangkut melalui udara.31

a. Nomor tanda pengenal bagasi

Pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang tanda pengenal bagasi yang dimaksud paling sedikit:

b. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan c. Berat bagasi

Tanda pengenal bagasi apabila tidak diisi keterangan-keterangan butir a, b, c yang tersebut di atas hilang atau tidak diberikan oleh pengangkut untuk membatasi tanggung jawabnya.32

4. Surat muatan udara (Airways bill).

Tiket penumpang pesawat udara, pas masuk pesawat udara (boarding pass), tanda pengenal bagasi, disamping ketiga hal tersebut pengangkut juga harus menyerahkan surat muatan udara (airways bill) kepada pengirim kargo. Surat muatan udara (airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.33

31

Martono K.. dan Sudiro Ahmad, Hukum Angkutan Udara berdasarkan UU RI No.1 Tahun

2009, Rajawali Pers, 2010, Jakarta, Hal.281.

32 Pasal 153 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 33 Pasal 1 Angka 28 UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Surat muatan udara tersebut dibuat oleh pengirim kargo yang memuat paling sedikit memuat:

21

a. Tanggal dan tempat surat muatan udara dimuat b. Tempat pemberangkatan dan tujuan

c. Nama dan alamat pengangkut pertama d. Nama dan alamat pengirim kargo e. Nama dan alamat penerima kargo

f. Jumlah, cara bungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada g. Jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo

h. Jenis atau macam kargo yang dikirim

i. Pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam UU Penerbangan.34

Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan baik seperti tercatat dalam surat muatan udara. Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan mengenai tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat, tempat pemberangkatan dan tujuan, nama dan alamat pengangkut pertama, nama dan alamat pengirim kargo, nama dan penerima kargo, jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada, jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; jenis atau macam kargo yang dikirim dan pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada Undang-undang Penerbangan; atau tidak diserahkan pada pengangkut, maka pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawabnya artinya tanggung jawab pengangkut tidak terbatas (unlimitid liability).

B.Pengaturan Hukum Mengenai Perusahaan Pengiriman Barang Multimoda dalam Angkutan Barang

B.1. Perusahaan Pengiriman Barang

Perusahaan pengiriman barang merupakan pihak yang melakukan pengiriman atas barang yang dikirim oleh pengirim barang dan bertanggung jawab

sampai barang diterima oleh penerima barang.Pada pelaksanaannya perusahaan ini menggunakan kendaraan sendiri untuk angkutan darat dan menggunakan angkutan lainnya seperti pesawat terbang dan kapal laut untuk pengiriman yang melintasi pulau dimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki banyak pulau yang tersebar luas di kawasannya, sehingga perlu kerjasama dengan angkutanlainya untuk mengangkut barang.

Angkutan multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) modaangkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satutempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untukpenyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.35

Permasalahan hukum perusahaan pengiriman barang pada dasarnya tidak ada pengaturan yang jelas mengenai regulasi hukumnya dimana banyak sekali peraturan yang dapat memberikan aturannya masing terhadap perusahaan ini diantaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolahan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , UU No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 38 tahun 2009 Tentang Pos, UU No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian, dll serta peraturan pemerintah untuk pelaksanaan undang-undang yang di atas.

Perusahaan pengiriman barang juga bisa disebut perusahaan multimoda (multimoda transport). Pelaksanaan pengiriman barang perusahaan pengiriman barang menggunakan lebih dari satu moda angkutan maka perusahaan pengiriman barang dapat dikategorikan sebagai perusahaan angkutan multimoda.

23

1. Pengertian Perusahaan Pengiriman Barang

Perusahaan pengiriman barang yang kegiatannya bertindak sebagai pengirim atas kuasa yang diberikan untuk menyelenggarakan jasa titipan. Penyelenggaran jasa titipan dalam pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan KM No Tahun 2005 tentang penyelenggaraan jasa titipan,

Jasa titipan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menerima, membawa dan atau menyampaikan paket, uang dan suratpos jenis tertentu dalam bentuk barang cetakan, surat kabar,sekogram, bungkusan kecil dari pengirim kepada penerima dengan memungut biaya.

Perusahaan pengiriman barang dalam penerapannya bisa banyak diartikan bisa sebagai ekspeditur ataupun penyelenggara pos. Menurut UU No 38 Tahun 2009 Tentang Pos pasal 1 ayat 2 disebutkan penyelenggara pos adalah badan usaha yangmenyelenggarakan pos. Dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum di Indonesia baik itu badan usaha milik negara, badan usaha daerah, badan usaha milik swasta maupun koperasi.36

Perusahaan pengiriman barang juga pada dasarnya merupakan perusahaan ekspeditur dimana bila ada subjek hukum yang bersedia untuk mencarikan untuk mencari pengangkut yang baik bagi seorang pengirim.37

Ekspeditur diwajibkan membuat catatan -catatan dalam register harian secara berturut-turuttentang sifat dan jumlah barang-barang atau barang-barang Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang dalam pasal 86 disebutkan:

Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakanpengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lain di

darat atau diperairan.

36

Pasal 4 Undang-Undang No.38 tahun 2009 Tentang Pos.

37 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan

daganganyang harus diangkut, dan bila diminta, juga tentang nilainya. Disini jelas, bahwa ekspeditur menurut undang-undang hanya seorang perantara yang bersedia mencarikan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang telah diserahkan kepadanya itu.

Proses yang terjadi terlihat jelas perbedaan antara ekspeditur, pengangkut dan pengusaha transport. Perbedaan antara ekspeditur di satu pihak dengan pengangkut dan pengusaha transport di lain pihak adalah: ekspeditur hanya bersedia untuk mencarikan pengangkut bagi pengirim, sedangkan pengangkut dan pengusaha transport bersedia untuk menyelenggarakan pengangkutan dengan menggunakan moda yang ada. Laluperjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut perjanjian ekspedisi, sedangkan perjanjian antara ekspeditur, atas nama pengirim dengan pengangkut disebut perjanjian pengangkutan.

Kecuali pasal 86 sampai 90 KUHD, juga pasal 95 KUHD, mengenai persoalan daluarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur dan lain-lain berlaku bagi ekspeditur. Daluarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur hanya satu tahun bagi pengiriman-pengiriman dalam wilayah Indonesia dan dua tahun terhadap pengiriman dari Indonesia keluar negeri.38

Perantara pengangkutan yang begitu banyak hanya ekspeditur sajalah yang mendapat pengaturannya dalam undang-undang. Oleh karena itu, bagi ekspeditur berlaku pasal 86 sampai 90 KUHD disamping itu berlaku juga pasal 95 KUHD tentang daluarsa gugatan hukum terhadap ekspeditur. Peraturan ini semua adalah peraturan pelengkap dan berlaku juga bagi ekspeditur yang tidak tetap, yaitu ekspeditur insidentill.

25

Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan mengantur tentang ekpeditur dalam hal ini disebut kegiatan usaha penunjang pengangkutan udara dalam pasal 131-pasal 133. Perusahaan-perusahaan penunjang tersebut diselenggarakan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin pemerintah. Untuk mendapat izin usaha penunjang pengangkutan udara niaga yang dimaksud, wajib memenuhi persyaratan berikut:

a. Akta pendirian badan usaha yang telah disahkan oleh menteri yang berwenang dan salah satu usahanya bergerak dibidang penunjang pengangkutan udara.

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c. Surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. d. Surat persetujuan dari badan kordinasi penanaman modal daerah apabila

menggunakan fasilitas penanaman modal. e. Tanda bukti modal yang disetor

f. Garansi/ jaminan bank

g. Kelayakan teknis dan operasi (Pasal 132 UU Penerbangan)39 2. Tugas Perusahaan Pengiriman Barang

Merumuskan tugas perusahaan pengiriman barang/ekspeditur sebagai yang dilakukan dalam pasal 86 ayat 1 KUHD, pembentuk undang-undang memakai istilah doen vervoen (menyuruh mengangkut). Jadi, menurut pembentuk undang- undang tugas ekspeditur terpisah dengan tugas pengangkut. Tugas ekspeditur hanya mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim, dan tidak menyelenggarakan pengangkutan itu sendiri. Sedang menyelenggarakan pengankutan adalah tugas pengangkut.

Tugas yang dilakukan oleh perusahaan pengiriman barang ialah pengangkutan. Pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut maupun ekpeditur pada dasarnya dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat

asal ke tempat tujuan.Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.40

M.N. Nasution menjelaskan pengangkutan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ketempat tujuan, dan kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.41Hasim Purba memberikan definisi pengangkutan sebagaiKegiatan pemindahan orang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.42

Sution usman dan Djoko Prakoso memberi definisi Pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal balik, pada masa mana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan barang dan/ orang ketempat tujuan, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.43

40 Sinta Uli, Op.cit, Hal.20.

41 M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2008, Hal. 3. 42

Hasim Purba, Op.cit Hal.4.

43 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta,

Jakarta, 2007, hal. 6.

Usaha untuk mencarikan pengangkut yang baik dan cocok dengan barang yang akan diangkut, biasanya ekspeditur bertindak atas nama sendiri, walaupun untuk kepentingan dan atas tanggung jawab pengirim.

Pasal 455 KUHD berbunyi:

Barang siapa membuat perjanjian carter kapal untuk orang lain, terikatlah dia untuk diri sendiri terhadap pihak lawannya, kecuali apabila pada waktu membuat perjanjian tersebut dia bertindak dalam batas-batas kuasanya dan menyebutkan nama si pemberi kuasa yang bersangkutan.

27

Kedudukan ekspeditur dalam penganturan pasal 455 KUHD adalah sama dengan komisioner, yang biasanya bertindak atas nama diri sendiri.44

3. Perjanjian ekspedisi dan perjanjian pengangkutan

Pelaksanaan penggangkutan tidak lepas dari yang namanya perjanjian, dimana perjanjian ini mengikat penganggkut dengan konsumen. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan namaapapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.45

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barangdari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.46Surbekti mengatakan yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutanyaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan amanmembawa orang/barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lainmenyanggupi akan membayar ongkosnya.47

Suatu perjanjian pengangkutan pada dasarnya merupakan suatu perjanjianbiasa, yang dengan sendirinya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlakuuntuk suatu perjanjian pada umumnya, yaitu tunduk pada ketentuan yang terdapatdalam Buku Ke III KUHPerdata tentang Perikatan, selama tidak ada

44 Purwosutjipto, Op.cit Hal.14.

45 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen.

46

Soegjatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, Hal. 2.

pengaturankhusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan perundang- undangan dibidang angkutan.48

Hukum pengangkutan juga mengenal istilah perjanjian ekspedisi. Hukum pengangkutan membuat perjanjian antara ekspeditur dan pengirim yang disebut perjanjian ekspedisi. Purwosutjipto menyebutkan bahwa perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim meningkatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur.

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutantidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persetujuankehendak (konsensus). Kenyataannya hampir semua perjanjian pengangkutandarat, laut, dan

Dokumen terkait