• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERTARAJASA : PERJUANGAN UNTUK SEBUAH NEGERI IMPIAN

BAGIAN I : KISAH YANG TAK TERLUPAKAN Setting : Kota Bhinneka

BAGIAN 2 KERTARAJASA : PERJUANGAN UNTUK SEBUAH NEGERI IMPIAN

Setting : Pelarian ke Madura

Tokoh : Raden Wijaya dan para pengawalnya

Tahun 1292, Kerajaan Singasari yang didirikan Ken Arok runtuh karena serangan Jayakatwang dari Gelang-Gelang. Serangan mendadak itu berhasil menggulingkan pemerintahan Kertanegara, membunuhnya, dan mencerai-beraikan seluruh keluarganya. Untunglah, sang menantu, Nararya Sanggramawijaya yang disebut Raden Wijaya berhasil melarikan diri bersama beberapa pengawal setianya ke arah Barat. Selama beberapa minggu, dalam keadaan letih, kelaparan dan terdesak, mereka berhasil menyembunyikan diri dari pasukan Jayakatwang. Hampir saja rombongan itu putus asa dan menyerah,

namun berkat dorongan dan semangat Raden Wijaya, muncullah secercah harapan dan bantuan di Madura yang datang dari Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Berkat bantuannya, Raden Wijaya berjanji pada Arya Wiraraja akan membagi kerajaan menjadi dua bila ia bersedia membantunya merebut kembali kekuasaan dari Jayakatwang.

Setting : Pembukaan hutan Tarik Tokoh : Raden Wijaya

Atas usul Arya Wiraraja, Raden Wijaya kembali ke Jawa dan berpura-pura memihak Jayakatwang. Selain itu, ia juga mengatakan pada Jayakatwang akan membuka lahan di daerah Tarik Tralaya Antahwulan sebagai tempat berburu yang dipersembahkan pada Jayakatwang. Rencana ini disetujui oleh Jayakatwang tanpa rasa curiga. Maka, dengan bantuan orang-orang Madura, Raden Wijaya membuka lahan di daerah Tarik, sebelah selatan Surabaya. Mereka membangun sebuah desa kecil di tengah hutan pohon maja sambil mempersiapkan diri untuk merebut kembali kekuasaan dari Jayakatwang.

“Di bumi Tarik Tralaya Antahwulan ini, aku meletakkan impianku akan sebuah negeri makmur dan jaya, Wilwatikta yang akan disebut Majapahit.”

Setting : Kedatangan tentara Tartar Tokoh : Sih-Pi, Kau Hsing, Ike Mese

Tak lama setelah desa kecil Majapahit dibangun, pada awal bulan Maret 1293, negeri Tartar di Mongol mengirimkan pasukan di bawah komando 3 jenderalnya. Mereka adalah Sih-pi yang disebut Pendekar Tongkat Besi, Ike Mese si tangan dewa, dan Kau Hsing sang Pedang Angin. Mereka datang ke Majapahit atas perintah Kubilai-Khan dengan tujuan menghukum Kertanegara yang pernah mempermalukan utusan Mongol. Namun sayangnya, Kertanegara, raja terakhir Singosari sudah terbunuh oleh Jayakatwang. Kedatangan pasukan Tartar yang tak terduga ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk suatu rencana besar. Kepada ketiga Jenderal dari Tartar, Raden Wijaya sebagai penerus Kertanegara mengatakan bahwa ia akan tunduk pada Kubilai-Khan setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang dengan bantuan pasukan Tartar.

Setting : Perang perebutan kekuasaan dari Jayakatwang Tokoh : Raden Wijaya

Rencana pemberontakan Raden Wijaya terdengar oleh bawahan Jayakatwang yang kemudian berusaha mengepung Majapahit. Raden Wijaya segera meminta bantuan pasukan tentara Tartar. Untuk sementara, pasukan Jayakatwang dapat dipukul mundur. Delapan hari kemudian, pasukan Tartar bersiap mengadakan serangan balasan. Maka, pasukan dari Cina dan pasukan Raden Wijaya bergabung dan menggempur pertahanan pasukan Jayakatwang di Daha. Pertempuran itu dimulai pada tanggal 20 Maret pagi hari dan Jayakatwang beserta pengikutnya menyerah pada sore harinya.

Setting : Pengusiran tentara Tartar dan penobatan Raden Wijaya Tokoh : Raden Wijaya

Setelah kemenangan atas Jayakatwang, Raden Wijaya meminta izin untuk pulang ke Majapahit dengan alasan menyiapkan upeti bagi Kaisar Mongol. Permohonan ini disetujui oleh Sih-pi dan Ike Mese tanpa curiga, bahkan memberi pengawal dua orang dan dua ratus prajurit. Kau Hsing yang terperanjat mendengar Raden Wijaya dilepaskan ke Majapahit tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegahnya karena pasukan telah berangkat. Pesta pora yang diadakan oleh pasukan Mongol atas kemenangan melawan Jayakatwang dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menyerang balik. Serangan balik dan tak terduga itu berhasil membuat ketiga Jenderal Mongol dan pasukannya kalang kabut. Sisa-sisa pasukan yang selamat melarikan diri dan kembali ke negeri Mongol. Setelah kemenangannya dalam perang Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

BAGIAN 3 : JAYANEGARA : API YANG MEMBAKAR DIRI Setting : Istana Majapahit

Tokoh : Jayanegara, Ibu Suri Gayatri

Setelah Kertarajasa mangkat pada tahun 1309, Jayanegara, putranya dari selir Indreswari, dinobatkan sebagai raja Majapahit. Untuk menghindarkan diri dari

persaingan dengan kedua saudara perempuan tirinya, Tribhuwana Tunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi yang merupakan keturunan puteri Gayatri, yaitu istri resmi Kertarajasa yang keempat, Jayanegara melarang mereka menjalin asmara dengan pemuda manapun. Dia tidak ingin keturunan para putri itu kemudian menggulingkannya dari tampuk kepemimpinan tertinggi. Jayanegara bahkan berniat mengawini kedua saudara perempuannya itu.

Setting : Kamar tidur Dyah Wiyat Tokoh : Ra Tanca, Dyah Wiyat

Kedua putri di istana, Tribhuana dan Dyah Wiyat bagaikan sepasang bidadari kembar dengan kecantikan yang bersinar. Tak heran, banyak pemuda yang mengagumi mereka berdua. Di antara para pemuda itu, Ra Tanca, seorang tabib istana yang muda dan tampan menyimpan perasaan pada Dyah Wiyat. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh Dyah Wiyat ketika Ra Tanca datang mengobati sakitnya di suatu hari. Namun, karena menyadari perbedaan status, kedua insan itu hanya bisa menyimpan perasaan mereka di dalam hati.

Setting : Kamar tidur Jayanegara Tokoh : Jayanegara, Ra Tanca

Kelemahan Jayanegara adalah bertubuh lemah dan sering sakit. Karena itu, ia sering mengundang Ra Tanca, tabib istana yang ahli dalam ilmu pengobatan dan ramuan untuk mengobatinya. Suatu hari, Jayanegara mengetahui bahwa Ra Tanca sedang jatuh cinta pada seorang gadis. Ia menanyai tabib itu karena penasaran. “Coba katakan padaku, siapa gadis yang sering mengunjungi mimpi-mimpimu itu?”

Ra Tanca diam saja dan terus membuat ramuan.

“Kau sudah banyak membantuku, tidak ada salahnya aku membantu urusan cintamu. Bilang saja siapa gadis itu, aku akan meminangnya untukmu. Tidak akan ada yang berani menolakku.”

Akhirnya Ra Tanca berucap,”Ampun tuanku, hamba hanya berani memimpikannya namun mimpi itu tidak akan menjadi kenyataan.”

berani menentangku. Memangnya siapa gadis itu? Apakah aku mengenalnya ?” Entah apa yang merasuki Ra Tanca hingga ia berani menganggukkan kepalanya. Sekelibat pikiran muncul di pikiran Jayanegara yang mendadak berubah sikap. “Tunggadewi ?” tanya Jayanegara. Ra Tanca diam saja.

“Rajadewi ?” tanya Jayanegara yang diikuti anggukan lemah Ra Tanca.

Tanpa diduga, Jayanegara meludahi Ra Tanca dan menendangnya, “Kurang ajar! Kau pikir siapa dirimu? Orang rendah tak tahu diri!” hardik Jayanegara.

Ra Tanca yang terluka hatinya mulai membenci Jayanegara sejak saat itu. Kebenciannya itu terus menumpuk setiap waktu seiring dengan perasaannya kepada Dyah Wiyat Rajadewi yang semakin dalam.

Setting : Malam membara Tokoh : Ra Kuti

Salah seorang pegawai istana bernama Ra Kuti, sangatlah membenci Jayanegara. Menurutnya raja lemah itu tidak becus dan tidak layak menjadi raja. Bersama beberapa orang pegawai istana, termasuk Ra Tanca, Ra Kuti mengadakan pemberontakan dan mengepung istana dengan tujuan menangkap dan membunuh Jayanegara. Namun, ia sungguh marah dan kecewa ketika entah bagaimana caranya, bagaikan ditelan malam, Jayanegara dapat meloloskan diri dari kepungan istana.

Setting : Pelarian Jayanegara ke Badander Tokoh : Jayanegara, Gajah Mada

Tak jauh dari hingar bingar ibukota Majapahit yang sedang kacau karena pemberontakan Kuti, dua orang yang sedang menyamar berjalan tergesa-gesa di kegelapan malam. Mereka adalah Gajah Mada dan Jayanegara.

Gajah Mada adalah seorang bekel -semacam pemimpin- pasukan elite penjaga keluarga raja yang dikenal dengan Bhayangkara dan terdiri dari 15 orang prajurit pilihan. Gajah Mada membagi pasukan bhayangkara untuk menyelamatkan keluarga raja dan menyebar ke berbagai tempat pengungsian yang dirasa aman.

Jayanegara : “Sampai kapan kita akan berjalan seperti ini, Mada? Aku sudah tak kuat lagi, dari tadi sekujur tubuhku digigit nyamuk, dan kakiku sepertinya bengkak karena terus berjalan! Tak satu pun Raja pernah diperlakukan seperti ini!”

Gajah Mada : “Ampun, Tuanku! Kita akan terus menuju barat untuk menghindari kejaran pasukan Kuti, harap Tuanku bersabar sedikit lagi, karena kita tidak boleh melakukan hal-hal yang menyolok sedikit pun.”

Setting : desa Bedander Tokoh : Gajah Mada

Dalam masa pengungsian itu, ada seorang bhayangkara yang diam-diam menjadi mata-mata Kuti. Ia berhasil mempersulit upaya penyelamatan itu tanpa membuka kedoknya. Ulahnya itu membuat bhayangkara saling mencurigai satu sama lain, bahkan timbul korban pemfitnahan. Ketika keadaan semakin sulit, sebuah pesan rahasia dari Ra Tanca yang menyembunyikan identitasnya dengan mengirim surat kaleng memberi petunjuk tentang mata-mata Kuti dalam bhayangkara. Ra Tanca berubah sikap karena kecewa terhadap Kuti yang kejam dan perilakunya yang tidak mengundang simpati rakyat.

Setting : Rumah kepala desa Bedander Tokoh : Gajah Mada, bhayangkara

Esoknya, Gajah Mada menyelidiki setiap gerakan dan tingkah laku para bawahannya. Ia hanya mengetahui bahwa mata-mata itu mengirim pesan rahasia menggunakan suara burung. Padahal, Gajah Mada tahu dengan pasti bahwa prajurit bhayangkara tak pernah mendapatkan pelatihan seperti itu.

Sedikitnya petunjuk, membuat Gajah Mada hampir putus asa. Sampai ketika tanpa sengaja salah seorang bhayangkara bersiul pelan, sangat pelan sekali sampai tak terdengar, dan siulan itu terdengar seperti suara burung. Di hadapan bhayangkara yang lain, Gajah Mada segera menangkap basah dan membongkar kedok mata-mata itu. Sang mata-mata-mata-mata yang melawan itu akhirnya dibunuh oleh Gajah Mada karena keberadaannya membahayakan nyawa Jayanegara.

Tokoh : Gajah Mada

Tertangkapnya mata-mata dalam bhayangkara membuat Gajah Mada mengambil suatu keputusan. Ra Kuti harus segera ditumpas karena tidak layak menduduki istana Majapahit lebih lama lagi.

Untuk sementara, ia menyerahkan pengawalan Jayanegara kepada bhayangkara kepercayaannya dan menuju ibukota Majapahit seorang diri agar mudah menyamar dan tidak dicurigai pasukan pemberontak.

Setting : Rumah Pembesar Majapahit

Tokoh : Gajah Mada, para pembesar Majapahit

Gajah Mada berangkat sendiri ke Majapahit untuk mengetahui sikap para pembesar Majapahit dan menyelidiki apakah mereka masih setia kepada Jayanegara atau tidak.

Ia mengatakan bahwa Jayanegara telah terbunuh oleh Kuti dan melihat reaksi mereka. “Apa yang kalian sedihkan?” tanyanya penuh selidik. “Bukankah kalian berpihak pada Kuti?”

“Bicara apa kau, Mada?” kata mereka tajam. “Dia orang yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Sekarang kami diam karena tidak mendapat dukungan yang kuat, melawan pun akan percuma. Kami masih merasa Kuti harus membayar semua perbuatan kurang ajarnya!”

Gajah Mada terdiam, “Jadi begitu?” tanyanya sekali lagi.

“Kami bersumpah akan menghancurkan Kuti bila saatnya tepat.”

“Kalau begitu dengarkan,” kata Gajah Mada penuh waspada. “Sang Prabu masih hidup dan selamat di desa Badander. Kalau kalian memang masih setia, bantu aku menumpas Kuti.”

Setting : Istana Majapahit

Tokoh : Gajah Mada, bhayangkara

Kerjasama antara Gajah Mada dan para pembesar Majapahit berhasil menumpas Kuti beserta pengikutnya. Di antara komplotan Kuti itu, Ra Tanca yang ikut merencanakan pemberontakan, menyerahkan diri dan memperoleh pengampunan.

Ia tidak dihukum mati tetapi hanya dijebloskan ke penjara. Atas jasanya menyelamatkan Jayanegara dan keluarga istana serta menumpas pemberontakan Kuti, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan selama 2 tahun kemudian dilanjutkan sebagai Patih Daha.

Setting : Kamar Jayanegara

Tokoh : Jayanegara, Gajah Mada, Ra Tanca

9 tahun setelah pemberontakan Kuti, Jayanegara menderita sakit keras. Ra Tanca, seorang tabib yang pandai, ditugasi untuk mengobati Jayanegara. Kebenciannya pada Jayanegara membuatnya gelap mata dan meracuni raja itu. Jayanegara menggeliat kesakitan dan meraung. Gajah Mada yang menyaksikan peristiwa itu segera menghunus kerisnya dan menusuk Tanca sampai mati. Namun pada saat yang sama, racun ramuan Ra Tanca telah membunuh Jayanegara.

BAGIAN 3 : TRIBHUWANA : SAKSI SUMPAH SAKTI Setting : Istana

Tokoh : Tribhuana, Dyah Wiyat

Setelah kematian Jayanegara di tangan Ra Tanca, kedua putri yang semula dipingit kini mendapatkan pinangan dari pemuda bangsawan dari negara bawahan Majapahit. Tribhuana menikah dengan Kertawardhana dan dinobatkan sebagai Rani –sebutan untuk Ratu- Kahuripan. Sedangkan Dyah Wiyat menikah dengan Wijayarajasa dan dinobatkan sebagai rani Daha.

Ibu Suri Gayatri yang memilih menjadi biksuni, menolak dinobatkan sebagai ratu Majapahit. Ia menunjuk Tribhuana sebagai penggantinya, dengan gelar Tribhuana Tunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Setting : Rumah Arya Tadah

Tokoh : Arya Tadah, Gajah Mada, Gayatri

Pada waktu itu yang menjadi patih amangkubumi atau mahapatih Majapahit adalah Arya Tadah. Namun karena usia tua, Arya Tadah sering sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, terlebih saat ia mendapatkan perlakuan buruk saat pemberontakan Kuti. Ia mencalonkan Gajah Mada sebagai

Tadah. Namun Gajah Mada yang merasa sungkan tidak menerima tawaran itu begitu saja, ia ingin menundukkan Sadeng dan Keta terlebih dahulu. Baru setelah itu, ia akan bersedia dipilih menjadi patih amangkubumi.

Setting : Sadeng Tokoh : Ra Kembar

Rencana Gajah Mada untuk memimpin pasukan penundukan Sadeng dan Keta diserobot oleh Ra Kembar yang ingin mencari muka dan mengincar jabatan mahapatih. Perbuatan lancangnya ini membuat geram Arya Tadah dan Gajah Mada. Untuk menghindari perseteruan dari kedua belah pihak, Tribhuwana Tunggadewi membawa pasukan sendiri serta memimpin langsung penundukan Sadeng dan Keta.

Setting : Sadeng dan Keta Tokoh : Tribhuana

Tribhuana : aku memerintahkan pasukanmu ditarik mundur dari Sadeng dan Keta! Kau telah menyalahi aturan yang ada, dan percayalah, apa yang kau inginkan tidak akan dapat tercapai dengan semua ini.

Ra Kembar: Ampun, Rani! Hamba hanya merasa sudah sepantasnya mengumpulkan jasa untuk kemajuan Majapahit, tanpa bermaksud untuk lancang sedikitpun.

Tribhuana: Aku mengerti maksudmu, Ra Kembar. Tetapi ada pihak lain yang seharusnya lebih berhak atas kepemimpinan pasukan ke Sadeng dan Keta. Mereka mendapat izin resmi dariku, dan kau bermaksud menyelanya? Katakan apa kau juga bermaksud membangkang perintahku?

Ra Kembar: ...Ampun, Rani! Setahu hamba, Mahapatih Arya Tadah sedang sakit keras....lalu siapakah pihak lain yang Rani maksudkan?

Tribhuana: Yang aku maksudkan adalah Patih Daha, Gajah Mada. Ra Kembar: ...

Tribhuana: Sekarang kau mengerti ? Aku harus bersikap adil terhadap kedua belah pihak dan tidak ingin ada perselisihan, penundukan Sadeng dan Keta akan

kuambil alih dengan pasukanku sendiri. Baik pasukanmu maupun pasukan Gajah Mada akan berada di bawah komandoku!

Ra Kembar: Hamba laksanakan, Rani!

(Memangnya siapa itu Gajah Mada?? Tak lebih dari seorang penjilat yang selalu menempel pada keluarga istana...Bah!!)

Setting : Lapangan istana Majapahit Tokoh : Gajah Mada

Setalah peristiwa Sadeng dan Keta, Gajah Mada diangkat sebagai mahapatih amangkubumi menggantikan Arya Tadah. Di hadapan para pejabat Majapahit dan Ratu Tribhuwana, Gajah Mada mengucapkan sumpah saktinya,”Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasek, samana ingsun amukti Palapa.”

Yang berarti, jika telah menaklukkan Nusantara, aku akan beristirahat. Jika Gurun, Seram, Tanjun Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasek telah tunduk, barulah aku akan beristirahat.

Setting : lapangan istana Majapahit

Tokoh : Gajah Mada, Tribhuwana, Ra Kembar, Arya Tadah

Banyak sahabat dan teman seperjuangan Gajah Mada tertegun mendengar sumpah sakti itu, tak terbayangkan betapa keras usaha yang harus dijalani Gajah Mada untuk mewujudkan impiannya. Namun tidak semua menganggapnya demikian, Ra Kembar, yang sangat membenci Gajah Mada merasa hal itu sangat lucu dan menertawakannya. Hal tersebut diikuti oleh beberapa kawan Ra Kembar, bahkan Arya Tadah yang dihormati Gajah Mada pun tertawa.

Merasa sakit hati karena sumpah yang diucapkan dengan segenap niat hatinya diremehkan dan dilecehkan, Gajah Mada menantang Ra Kembar untuk duel satu lawan satu. Ia akan menyerahkan jabatan mahapatih bila Ra Kembar berhasil mengalahkannya. Di hadapan sang Ratu, Gajah Mada memohon restu dan menegaskan niat tulus sumpahnya. Pertarungan hidup mati itu dimenangkan oleh Gajah Mada.

BAGIAN 4 : HAYAM WURUK : AMBISI SANG MAHAPATIH Setting : Armada Majapahit

Tokoh : Hayam Wuruk, Gajah Mada

Dyah Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara dinobatkan sebagai raja Majapahit ketika berusia 17 tahun pada tahun 1351 Masehi segera setelah mangkatnya Sri Rajapatni bhiksuni Gayatri. Ketika ia dinobatkan sebagai raja, Tribhuwana Tunggadewi masih tinggal di istana bersama suaminya namun tidak lagi memegang pemerintahan.

Bersama raja muda yang masih hijau, Gajah Mada memegang pemerintahan dan memperkuat armada laut Majapahit. Ia mulai menjalankan politik Palapanya dengan penundukan Pulau Bali, kemudian diikuti oleh penundukan negeri-negeri yang membentang dari barat sampai timur, yang disebut Nusantara.

Kekuatan dan kejayaan Majapahit ini menjadikannya sebagai negara yang besar dan dihormati oleh negara lain.

Setting : Istana Sunda Tokoh : Dyah Pitaloka

Meskipun telah menundukkan berbagai kerajaan di luar Jawa, Gajah Mada belum puas karena sebuah kerajaan di Pulau Jawa, Sunda Galuh, masih belum menjadi negeri bawahan Majapahit.

Sunda Galuh memiliki seorang putri dengan kecantikan luar biasa bernama Dyah Pitaloka Ratna Citraresmi. Kecantikannya ini membuat penasaran Hayam Wuruk muda yang segera mengirim pelukis kerajaan untuk melukisnya.

Setting : Istana Majapahit Tokoh : Hayam Wuruk

Ketika lukisan itu telah selesai, tak diragukan lagi, Hayam Wuruk muda jatuh cinta pada kecantikan gadis dalam lukisan itu dan bermaksud menikahinya.

Gajah Mada ingin agar putri itu diserahkan ke Majapahit sebagai tanda bahwa Sunda Galuh resmi menjadi bawahan Majapahit. Namun usul itu ditentang oleh

Tribhuwana dan seluruh anggota kerajaan. Meskipun demikian, hasrat Gajah Mada untuk menguasai daerah itu tak dapat dipadamkan. Ambisinya untuk mempersatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit membuatnya melakukan segala cara.

Setting : Istana Majapahit

Tokoh : Gajah Mada, Tribhuana

Gajah Mada ingin agar putri itu diserahkan ke Majapahit sebagai tanda bahwa Sunda Galuh resmi menjadi bawahan Majapahit. Namun usul itu ditentang oleh Tribhuwana dan seluruh anggota kerajaan. Meskipun demikian, hasrat Gajah Mada untuk menguasai daerah itu tak dapat dipadamkan. Ambisinya untuk mempersatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit membuatnya melakukan segala cara.

Tribhuana: Seperti yang aku katakan, Sunda Galuh adalah kerabat yang memiliki pertalian darah dengan Majapahit, nenekku adalah bangsawan Sunda. Penyerahan putri Sunda melalui pernikahan seperti yang kau maksudkan sama dengan pelecehan terhadap mereka.

Gajah Mada: Tapi menurut hamba, cara ini adalah yang terbaik. Sunda sebagai negara kecil sudah seharusnya tunduk kepada Majapahit yang lebih besar. Apa salahnya menjalin kedamaian sebagai negara bawahan?

Tribhuana: ...Aku hanya tidak ingin merusak hubungan baik kedua negara, Mada. Berbesan dengan Raja Linggabuana adalah hal yang menggembirakan. Aku juga ingin melihat putraku memasuki kehidupan rumah tangganya tanpa ada perasaan jengah terhadap Sunda.

Gajah Mada: ...Akan Hamba pikirkan.

Setting : Istana Sunda

Tokoh : Linggabuana, Dyah Pitaloka

Linggabuana: Aku mendengar berita miring tentang hubunganmu dengan pelukis dari Majapahit itu, Pitaloka. Apa artinya ini?

istri Raja Majapahit!

Pitaloka: Bagaimana mungkin aku bisa menikahi orang yang tidak pernah sekali pun kutemui? Katakan padaku Ayah, haruskah negara kecil seperti Sunda Galuh menyerahkan harga dirinya sebagai negara merdeka, bahkan harus membuang perasaan kita jauh-jauh, kepada kekuatan yang mendesaknya? Kalau harga diri saja tak punya, lalu apa lagi yang tersisa? Lebih baik mati, Ayah!

Linggabuana: Jaga bicaramu, Pitaloka! Kita masi punya cara lain untuk mempertahankan harga diri itu. Kau akan kuangkat sebagai Raja Sunda menggantikanku. Dengan begitu, pernikahanmu dengan Prabu Hayam Wuruk adalah pernikahan dengan status yang sederajat.

Sedangkan perasaanmu pada pemuda asing itu, suatu saat akan pupus bila kau mendapatkan kasih dari Raja Majapahit.

Pitaloka:...

Setting : Perjalanan ke Sunda

Pelantikan Dyah Pitaloka sebagai Ratu Sunda diikuti oleh keberangkatan rombongan mempelai ke Majapahit.

Sungguh gelisah perasaan Dyah Pitaloka. Dalam waktu satu bulan, begitu banyak hal yang terjadi padanya. Kedatangan pelukis dari Majapahit yang membuatnya jatuh cinta, lamaran Hayam Wuruk, desakan Gajah Mada terhadap sikap Sunda, serta pernikahan politiknya.

Setting : Istana Majapahit

Tokoh : Gajah Mada, utusan Sunda Galuh

Rombongan Sunda di bawah pimpinan Raja Linggabuana berhenti di lapangan Bubat dan menunggu pasukan Majapahit menjemput calon pengantin. Seorang utusan Sunda dikirim ke istana dan bertemu dengan Gajah Mada untuk mengabarkan kedatangan rombongan itu,“Dyah Pitaloka baru saja dinobatkan sebagai raja Sunda Galuh. Jadi, pernikahan antara 2 pemimpin kerajaan ini bukanlah sikap tunduk pada Majapahit. Pernikahan ini adalah pernikahan sederajat sebagai 2 negara yang merdeka.”

Menanggapi utusan itu, Gajah Mada dengan sikapnya yang tenang berkata,“Aku tetap bersikukuh pada permintanku. Sampaikan pada rajamu, inilah saat untuk menetukan sikap, akan berdiri sendiri atau tunduk pada kekuatan yang lebih besar. Tidak ada tawar menawar lagi. Kehadiran pengantin dari Sunda Galuh ini sekaligus pernyataan bahwa Sunda Galuh bersedia tunduk menjadi bagian dari

Dokumen terkait