• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerusakan duktus empedu

Dalam dokumen Lapkas 1 Ikterus Obstruktif (Halaman 41-46)

DEKOMPRESI BILIARIS

D. Kerusakan duktus empedu

Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.

41 E. Perdarahan

Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol.

F. Kolangitis asendens dan infeksi lain

Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat.

Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:

* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)

* Sepsis

PROGNOSIS

Tergantung berbagai faktor antara lain :

Pengenalan dan pengobatan diri

Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.

Respon terhadap terapi

Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.

42

Kondisi Kesehatan Penderita

Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.

CHOLELITHIASIS

Penyakit batu empedu (cholelithiasis) merupakan salah satu masalah yang paling umum yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi telah menunjukkan prevalensi batu empedu adalah 11-36%. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan banyak faktor misalnya faktor usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Faktor predisposisi dalam terbentuknya batu empedu diantaranya oesitas, kehamilan, faktor makanan, Crohn disease, reseksi ileum terminal, operasi gaster, sferositosis herediter, penyakit sel sabit (sickle cell anemia), thalassemia, semua itu berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya batu empedu. Perempuan tiga kali lebih mungkin dalam terbentuknya batu empedu dibandingkan laki-laki.

Kebanyakan pasien akan tetap asimtomatik dari batu empedu sepanjang hidupnya. Untuk alasan yang tidak diketahui, beberapa pasien masuk ke dalam tahap gejala, dengan adanya kolik empedu yang disebabkan oleh batu yang menghalangi duktus sistikus. Penyakit batu empedu simtomatik mungkin kemajuan untuk komplikasi yang terkait dengan gallstones. Ini termasuk kolesistitis akut, choledocholithiasis dengan atau tanpa kolangitis, pankreatitis batu empedu, fistula cholecystocholedochal, fistula cholecystoduodenal atau cholecystoenteric mengarah ke ileus batu empedu, dan karsinoma kandung empedu. Jarang, komplikasi batu empedu adalah gambar presentasi.

Batu empedu pada pasien tanpa gejala empedu biasanya didiagnosis kebetulan pada ultrasonografi, CT scan, perut radiografi, atau laparotomi. Beberapa studi telah meneliti kemungkinan mengembangkan kolik bilier atau mengembangkan komplikasi yang signifikan dari penyakit batu empedu. Sekitar 3% dari individu asimtomatik menjadi gejala per tahun (yaitu, mengembangkan biliary colic). Setelah gejala, pasien cenderung memiliki serangan berulang kolik bilier. Penyakit batu empedu yang rumit berkembang dalam 3 sampai 5% dari pasien bergejala per tahun.

43 Klasifikasi Batu Empedu

Batu empedu dibagi menjadi batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran.

Gambaran Batu Kolesterol Batu Pigmen Komposisi Campuran, kadang calsium shell Kalsium Bilirubinat

Jumlah Satu atau lebih Biasanya multipel

Ukuran Bervariasi Kecil

Warna Kuning atau Hijau Gelap, coklat kemerahan atau hitam Densitas Lunak atau keras Lunak

Patogenesis terjadinya batu empedu

Teori awal menyebutkan patogenesis pembentukan batu empedu tidak lepas dari kandung empedu sebagai faktor utama terjadinya kelainan. Hal ini berlangsung sampai tahun 1924, saat Findlay memperkenalkan konsep bahwa kegagalan kolesterol untuk tetap larut merupakan faktor kritis dalam permulaan pembentukan batu. Konsep ini diperjelas oleh Admirand dan Small (1968) yang menyebutkan, adanya korelasi antara konsentrasi ketiga unsur solut dalam empedu, yaitu fosfolipid (lesitin), garam empedu, dan kolesterol. Penelitian ini mendorong berbagai penelitian yang menghubungkan gangguan sekresi hepatik dari lipid bilier sebagai penyebab utama pembentukan batu kolesterol. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa faktor kandung empedu tetap menjadi faktor yang tidak boleh diabaikan. Tampaknya interaksi dinamis antara kedua organ ini sangat diperlukan untuk terjadinya batu empedu.

Adanya batu di CBD dapat disebabkan oleh pembentukan batu dikandung empedu yang kemudian bermigrasi ke CBD (batu sekunder), atau pembentukan batu terjadi pada duktus biliaris intrahepatik dan ekstrahepatik (batu primer). Patogenesis pembentukan batu keduanya berbeda.

a) Batu Kolesterol

Secara ringkas, batu kolesterol terbentuk melalui 4 tahapan proses:  Saturasi

 Pembentukan nidus (nukleasi)  Kristalisasi

44  Pertumbuhan batu

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Admirand dan Small, kelarutan kolesterol dipengaruhi tidak hanya oleh kadar kolesterol, namun juga oleh kandungan lesitin dan garam empedu. Ketiganya membentuk mixed micelles ataupun vesikel, yang memungkinkan kolesterol dapat larut dalam empedu. Kedua kendaraan empedu ini tersusun dalam senyawa ampifatik, di mana bagian yang hidrofobik berada di dalam dan bagian hidrofilik berada di luar. Vesikel berukuran lebih besar (600-700 A), mengandung kolesterol lebih banyak, namun lebih metastabil dibandingkan micelles. Besarnya proporsi vesikel dibandingkan micelles banyak dikaitkan dengan pembentukan nukleasi. Terdapat keseimbangan fisiologis antara pro nukleasi dan anti nukleasi dan faktor lainnya, kegagalan proses tersebut dianggap berperan dalam pembentukan batu empedu.

Faktor kandung empedu, yaitu stasis, sekresi dan absorbsi, serta prostaglandin diduga turut berperan dalam dalam terjadinya batu kolesterol, meski hal tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Prevalensi batu kolesterol pada penderita diabetes lebih tinggi, namun demikian belum jelas diketahui apakah hal tersebut disebabkan oleh diabetesnya sendiri atau akibat obesitas, dislipidemia, dan hipomotilitas kandung empedu yang umum ditemukan pada penderita diabetes.

b. Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan batu empedu yang cukup banyak dijumpai di Asia Tenggara dan Timur Jauh. Prasyarat pembentukan batu pigmen adalah konsentrasi bilirubin yang tinggi (lebih dari 40%) dan kandungan kolesterol yang rendah. Batu ini umumnya merupakan campuran, dengan kalsium bilirubinat sebagai kandungan utama. Berdasarkan penampakan, batu pigmen terbagi menjadi batu coklat dan batu hitam. Pemahaman tentang patogenesis batu pigmen tidak sebanyak batu kolesterol. Maki dkk menduga infeksi bilier dan stasis berperan penting dalam terbentuknya batu jenis ini. Bilirubin glukoronida dihidrolisis oleh enzim b-glukoronidase menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Bilirubin yang tidak berkonjugasi ini kemudian bersama kalsium membentuk matriks kalsium bilirubinat, komponen utama batu pigmen. Teori ini sulit menjelaskan pembentukan batu pigmen pada gangguan hemolisis, dan sirosis. Pembentukan batu pada gangguan hemolisis kemungkinan disebabkan oleh ekskresi bilirubin yang berlebihan, sedangkan pada sirosis, batu empedu dikaitkan dengan adanya hipersplenisme dan gangguan metabolisme asam empedu.

45

Daftar Pustaka

Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charles et all. Schwartz‟s: Principles of Surgery 9th Edition. 2010. Chapter 31 and 32

Stephen J. McPhee and Maxine A. Papadakis. Current Medical Diagnosis and TreatmentForty-Ninth Edition. 2010. Chapter 13 and 16

Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 – 1161

Snell. Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC . 2006

Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem, Edisi I. Jakarta : EGC. 2001.

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2008. p. 843

Syamsuhidajat,R dan Wim De Jong. 1995. Buku ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,

Djoewaeny, Lili K., Referat Subbagian Bedah Digestif : Batu Empedu, Bandung. FK Unpad / RSHS, 2003.

http:// emedicine.medscape.com.

Dalam dokumen Lapkas 1 Ikterus Obstruktif (Halaman 41-46)

Dokumen terkait