• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Penunjang

Dalam dokumen Lapkas 1 Ikterus Obstruktif (Halaman 28-33)

MANIFESTASI KLINIK

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien cholangitis, 79% dengan leukosit >10.000/mL, dengan angka rata-rata 13.600. Leukopenia atau trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik.

Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar kalsium darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat menimbulkan hipokalsemia, dicurigai. Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten dengan keadaan cholestasis, hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan peningkatan kadar alkali fosfatase pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya sedikit meningkat.

PTT dan aPTT biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang menimbulkan Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis pada pasien tersebut. Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien memerlukan intervensi operatif. Golongan darah, screening darah dan crossmatch biasanya dilakukan apabila pasien memerlukan cadangan darah untuk operasi. Kadar C-reactive protein dan

28 LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set): antara 20% dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya menunjukkan infeksi polimikrobial.

Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan cholangitis adalah:

1. Foto polos abdomen

Pada umumnya, foto polos abdomen tidak banyak membantu pada diagnosis cholangitis akut. Foto abdomen dapat menunjukkan udara dalam saluran bilier setelah manipulasi endoscopik apabila pasien mengalami cholecystitis emphysematosa, cholangitis, ataupun fistula cholecystic-enteric. Udara dalam dinding kandung empedu mengindikasikan cholecystitis emphysematosa. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal sangat baik untuk melihat cholelithiasis dan cholecystitis serta merupakan pilihan awal pemeriksaan. Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik untuk memeriksa kandung empedu, membedakan obstruksi intrahepatik dari obstruksi ekstrahepatik dan menilai dilatasi ductus bilier. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Pada sebuah penelitian, hanya 13% choledocholithiasis dapat diamati pada USG, namun dilatasi CBD terdapat pada 64% kasus.

Gambar menunjukan Ascending Obstructive

Cholangitis , tampak dilatasi dari ductus utama

29 Keuntungannya adalah dapat dilakukan secara cepat dengan USG portable, kemampuan untuk melihat struktur lain (aorta,pancreas,liver), kemampuan mengidentifikasi komplikasi (misal perforasi,empyema,abscess) dan tidak terdapatnya resiko radiasi.

Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang bergantung pada kemampuan operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak mampu untuk melihat ductus cysticus, dan penurunan sensitivitas bagi batu saluran empedu distal. Hasil USG yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis cholangitis.

3. CT-Scan

Pemeriksaan CT bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT helical atau spiral dapat meningkatkan pencitraan saluran bilier. CT cholangiography mempergunakan zat kontras yang diambil oleh hepatosit dan disekresi menuju saluran bilier. Hal ini meningkatkan kemampuan untuk memvisualisasikan batu radiolusen dan meningkatkan tingkat deteksi dari patologi bilier lain. Ductus intrahepatik dan ekstrahepatik dan inflamasi saluran bilier dapat terlihat pada CT scan. Batu empedu tidak dapat terlihat dengan baik pada CT Scan biasa.

Keuntungan dari CT adalah kemampuan untuk melihat proses patologis lain yang merupakan penyebab ataupun komplikasi dari cholangitis (misal: tumor ampulla, cairan pericholecystic, abses hepar). Diagnosis diferential juga kadang dapat terlihat (misal: diverticulitis kolon kanan, nekrosis papilla, sebagian bukti pyelonephritis, iskemia

30

mesenterium, dan appendix yang ruptur. Deteksi patologi bilier dengan CT cholangiography lewat pendekatan ERCP.

Kerugian dari CT meliputi kemampuan pencitraan batu empedu yang buruk, reaksi alergi terhadap kontras, paparan terhadap radiasi, dan kurangnya kemampuan untuk memvisualisasikan saluran bilier dengan kadar bilirubin serum yang meningkat.

4. ERCP

Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan pemeriksaan yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar bagi pencitraan sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan intervensi terapeutik. Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis sebaiknya segera dilakukan ERCP.

ERCP memiliki tingkat keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap lebih aman daripada intervensi bedah dan perutaneus. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik memiliki tingkat komplikasi sebesar 1,38% dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%. Komplikasi utama dari ERCP terapeutik sebesar 5,4% dan tingkat mortalitasnya sebesar 0,49%. Komplikasinya meliputi pancreatitis, perdarahan, dan perforasi.

31 5. Skintigrafi

Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional dari kandung empedu dan pada obstruksi total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran bilier. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil. Keuntungannya mampu untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya dapat positif sebelum pembesaran ductus dapat dilihat melalui USG.

Kerugiannya : apabila terdapat kadar bilirubin yang tinggi (>4,4) dapat menurunkan sensitifitas pemeriksaan ini. Keadaan baru makan atau tidak makan selama 24 jam juga dapat mempengaruhi pemeriksaan ini, selain itu pencitraan anatomis bagi struktur-struktur lain selain saluran bilier tidak memungkinkan. Pemeriksaan ini memerlukan waktu beberapa jam, sehingga tidak direkomendasikan pada pasien kritis atau pada pasien yang tidak stabil.

6. Kolesistografi oral

Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.

7. Kolangiografi

Diindikasikan untuk penatalaksanaan pasien dengan kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsis. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada sekitar 5% pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.

32

DIAGNOSIS BANDING

Dalam dokumen Lapkas 1 Ikterus Obstruktif (Halaman 28-33)

Dokumen terkait