• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kesalahan Penulisan Aksara Jawa

4.2.1.1 Kesalahan Penulisan Aksara Carakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan penulisan aksara carakan yang dibuat oleh siswa meliputi : kesalahan siswa membedakan huruf da dengan na, kesalahan siswa dalam membedakan huruf nga dengan nya, kesalahan siswa dalam membedakan huruf ba dengan nya, kesalahan siswa dalam membedakan huruf nya dengan ya, kesalahan siswa dalam membedakan huruf na dengan la, kesalahan siswa dalam membedakan huruf da dengan dha, kesalahan siswa pada beberapa huruf yang tidak ditulis dalam kalimat, kesalahan siswa menulis huruf menjadi pasangan, kesalahan siswa menulis bentuk huruf menjadi tidak terbaca dan kesalahan siswa dalam menulis huruf vokal pada awal kalimat. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan pada penulisan aksara carakan cukup banyak dan beragam.

Kesalahan penulisan aksara carakan sangat berpengaruh terhadap bunyi dan makna dalam kalimat. Kesalahan penulisan aksara carakan yang ditemukan salah satunya dikarenakan siswa belum hafal dengan 20 abjad jawa ini.

Kesalahan penulisan aksara carakan pada siswa SD kelas V banyak terjadi pada bentuk umum yang seharusnya dituliskan. Siswa tidak begitu memperhatikan ukuran rentang kakinya. Dalam Suryadipura (2008:4) rentang kaki terdiri menjadi dua bagian, yaitu bagian lebar dan bagian sempit. Bagian lebar kira-kira 3 kali lebar dari rentang kaki bagian sempit. Sedangkan pada hasil tes yang sudah dilakukan siswa, siswa kurang memperhatikan ukuran

tersebut. Siswa hanya menuliskan bentuk yang sesuai saja tanpa memperhatikan ukuran. Siswa lebih mengutamakan ketepatan bentuk saja.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Ardiyanti (2011) juga menemukan kesalahan penulisan aksara carakan pada siswa kelas VII MTS. Aksara Carakan merupakan Abjad dalam bahasa jawa yang berjumlah 20. Hal ini sesuai dengan pendapat Darasuprapta (1996:5) yang menyebutkan bahwa Carakan adalah abjad jawa yang digunakan didalam ejaan bahasa Jawa pada dasarnya terdiri atas 20 aksara pokok yang bersifat silabik atau kesukukataan.

Pada kesalahan penulisan yang dilakukan oleh siswa, banyak ditemukan kesalahan penulisan bentuk pada aksara carakan. Siswa kurang teliti dalam menuliskan aksara jawa. Selain itu beberapa huruf juga terkadang tidak dituliskan secara lengkap oleh siswa sehingga kalimat menjadi rancu dan tidak memiliki arti.

Selain itu kesalahan penulisan huruf vocal pada awal kalimat juga masih banyak kesalahan. Beberapa siswa hanya menulisakan sandhangan tanpa menggunakan huruf Ha, padahal seharusnya apabila terdapat huruf vocal pada awal kalimat maka digunakan huruf Ha disertai sandhangan yang sesuai seperti dicontohkan oleh Darasuprapta (1996: 5) bagaimana kaidah penulisan huruf vocal pada awal kalimat.

4.2.1.2 Kesalahan Penulisan Pasangan

Kesalahan-kesalahan penulisan pasangan yang dibuat oleh siswa dengan urutan berikut: kesalahan siswa dalam menulisa pasangan secara ganda, kesalahan siswa tidak menulis pasangan pada kalimat, kesalahan siswa

dalam meletakkan pasangan, kesalahan siswa dalam menulis pasangan dengan aksara carakan dan kesalahan siswa tidak menulis pasangan tetapi diganti dengan tanda pangku. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Homsatun (2015) dimana dalam penelitian ini terjadi kesalahan penulisan pasangan sebanyak 16% dari total seluruh kesalahan yang ada.

Dalam menuliskan pasangan, siswa masih belum paham bagaimana kaidah penggunaan dan letak yang tepat. Menurut Darasuprapta (1996) Pasangan adalah aksara yang berfungsi untuk menghubungkan suku kata tertutup konsonan dengan suku kata berikutnya. Pasangan berjumlah 20 sesuai dengan aksara carakan yang ada. Kesalahan penulisan pasangan yang ada dikarenakan oleh kurangnya pemahaman siswa tentang kaidah penulisan pasangan yang benar. Bahkan dari beberapa siswa tidak menuliskan pasangan pada kata yang memerlukan pasangan. Selain itu, kesalahan meletakan pasangan yang seharusnya dibawah ditulis disamping juga terjadi atau sebaliknya. Hal ini sesuai dengan catatan yang diberikan Darasuprapta (1996) bahwa aksara pasangan ha, sad an pa ditulis di belakang aksara konsonan akhir suku kata didepannya. Selain aksara pasangan tersebut, ditulis di bawah aksara konsonan akhir suku kata di depannya.

Banyak siswa beranggapan bahwa untuk mengkonsonankan huruf tidak memerlukan pasangan akan tetapi langsung ditulis tanda pangku di tengah kalimat. Dimana seharusnya tanda pangku diletakkan di akhir kalimat.

Kesalahan-kesalahan penulisan sandhangan yang dibuat oleh siswa dengan urutan berikut ini: kesalahan siswa dalam membedakan taling dan pepet, kesalahan siswa dalam membedakan pepet dan wulu, kesalahan siswa tidak menuliskan sandhangan, kesalahan siswa tidak menulis pangku di belakang kalimat, kesalahan siswa dalam meletakkan taling tarung, kesalahan siswa dalam meletakkan taling dan kesalahan siswa dalam membedakan wulu dan suku.

Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Widyaningsih (2014) terjadi kesalahan penulisan sandhangan pada siswa kelas XI sebanyak 14,72 %.

Sandhangan adalah tanda diakritik yang dipakai sebaga pengubah bunyi di dalam tulisan jawa (Darasuprapta, 1996: 18). Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, banyak ditemukan penulisan sandhangan yang keliru hal ini disebabkan sulitnya siswa untuk membedakan pengguanaan sandhangan itu sendiri. Penulisan sandhangan dalam aksara jawa sangat rawan terjadi kesalahan, walaupun penggunaanya sederhana namun perlu ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Seperti kesalahan yang dalam membedakan pepet dan taling, kedua sandhangan ini berbunyi sama, namun penggunaanya memiliki makna yang berbeda. Hal inilah yang menyebabkan banyak kesalahan yang dilakukan siswa.

Pada sandhangan wulu kesalahan yang banyak terjadi pada siswa adalah bentuk sandhangan wulu. Dalam Suryadinata (2008:4) sandhangan suku menjulur ke bawah sepanjang 2 kali tinggi hurufnya. Sedangkan hasil tes

siswa tidak sesuai dengan pendapat Suryadinata ini. Siswa menuliskan wulu tanpa memperhatikan ukuran. Suku tidak ditulis 2 kali dari tinggi hurufnya, namun hanya ditulis melengkung pendek, karena siswa hanya memperhatikan ketepatan bentuk huruf.

Selain itu untuk penggunaan aksara konsonan di akhir kalimat perlu digunakan sandhangan pangkon. Namun kenyataan yang ada siswa masih belum banyak mengetahui kaidah ini. Dalam Darasuprapta (1996: 26) disebutkan bahwa Sandangan Pangkon dipakai sebagai penanda bahwa aksara yang dibubuhi sandhangan pangkon itu merupakan aksara mati atau aksara konsonan penutup suku kata.

4.2.1.4 Kesalahan Penulisan Tanda Baca

Kesalahan-kesalahan penulisan tandha baca yang dibuat oleh siswa dengan urutan berikut ini: kesalahan siswa tidak menuliskan pada adeg-adeg dan pada lungsi.

Penulisan kalimat dalam aksara jawa dibutuhkan pula pembubuhan tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya. Jenis tanda baca yakni: adeg-adeg atau ada-ada, pada lingsa, pada lungsi, dan pada pangkat yang disarikan dari Darusuprapta (2002:49). Dalam penelitian yang sudah dilaksanakan ini, hampir selurus siswa tidak menuliskan tanda baca. Hal ini dikarenakan siswa tidak tahu akan adanya kaidah tanda baca dalam penulisan aksara jawa. Sehingga terjadilah kesalahan.

Dokumen terkait