• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI DAN PROPORSI

B. Kesan Kualitas

David A. Aaker (1997) mendefinisikan kesan kualitas sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharap oleh pelanggan.

Mengingat kepentingan dan keterlibatan keputusan konsumen satu dengan yang lain, kesan kualitas perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda. Kesan kualitas mencerminkan perasaan konsumen secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk dapat memahami kesan kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk.

Kesan kualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Kesan kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dimata konsumen. Persepsi terhadap kualitas secara keseluruhan dari suatu produk dan jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek.

commit to user C. Kualitas Pelayanan

Goetch dan Davis (1997) mengatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan.

Sedangkan pelayanan oleh Gasper didefinisikan sebagai aktivitas pada keterkaitan antara pemasok dan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (1997).

Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan, dengan kata lain kualitas pelayanan adalah hasil dari persepsi dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan (Gronroos, et al dalam Pujawan : 1997).

Parasuraman dalam Pujawan (1997) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik. Kesan kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut.

Beberapa pakar pemasaran seperti Parasuraman, Zeitam, dan Berry berhasil mengindetifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan. Kesepuluh faktor tersebut meliputi (Parasuraman, el.al.,1 985):

1) Reliability, 2) Responsiveness, 3) Competence, 4) Acces, 5) Courtesy, 6) Comminication, 7) Credibility, 8) Security, 9) Understanding / Knowingt the Customer, 10) Tangibles.

Parasuraman ( 2000:70) menemukan bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum hanya menjadi lima dimensi pokok. Kelima dimensi tersebut meliputi:

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi faktor fasilitas, fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tahan (resposiveness), yaitu keinginan pada staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Sebagai alternatif lain Dabholkar, et.al, (1996) mengembangkan dimensi baru yang disesuaikan dengan karakteristik perusahaan retail namun tetap berpedoman dengan apa yang dikembangkan oleh Parasuraman et.al pada tahun 1988. Dimensi baru tersebut adalah:

1. Phisiccal aspect

Merupakan dimensi yang mencakup tentang daya tarik dari aspek fisik dan kemudahan pelanggan dalam menemukan barang yang dibutuhkan. Dimensi ini oleh Parasuraman et.al disebut dimensi tangible.

commit to user 2. Reliability

Mencakup tentang ketepatan pemenuhan janji kepada pelanggan serta penyediaan barang yang sesuai dengan keinginan pelanggan

3. Personal Interaction

Merupakan interaksi personal antara pelanggan dan karyawan, sedangkan Parasuraman et.al menyebutnya sebagai Responsiveness, Assurance, dan

Emphaty.

4. Problem Solving

Merupakan dimensi yang berkaitan dengan pemberian solusi terhadap masalah yang dihadapi pelanggan ketika sedang berbelanja atau solusi terhadap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan atas layanan yang mereka terima.

5. Policy

Merupakan dimensi yang berhubungan dengan kebijaksanaan toko, guna merespon tuntutan atau kebutuhan pelanggan seperti penyediaan barang yang berkualitas, menerima pembayaran dengan kartu kredit, penyediaan tempat parkir, dan jam buka toko.

Sedang dalam penelitian ini, dimensi yang digunakan yaitu meliputi: 1. Harga

Kualitas layanan terhadap harga adalah kebijaksanaan perusahaan yang diberikan kepada konsumen dan retailer dalam hal harga. Salah satu

bentuk pelayanannya adalah pemberlakuan strategi MRP (Managing Retailer Price) untuk melayani segmen school channel sehingga harga yang diberlakukan berbeda dengan harga umum di pasar.

2. Produk

Merupakan kualitas layanan yang diberikan perusahaan berkaitan dengan semua atribut yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan, seperti rasa, kemasan, kualitas dan lain sebagainya. Pelayanan terhadap produk diarahkan agar produk yang diterima sesuai dengan harapan pelanggan (reliability).

3. Promosi

Adalah pelayanan kepada pelanggan yang berkaitan dengan promosi produk dan reward atau penghargaan perusahaan kepada pelanggan dan

retailer yang merupakan bukti langsung pelayanan kepada mereka (tangibles).

D. Konsep Loyalitas Pelanggan

Istilah loyalitas pelanggan sebenarnya berasal dari loyalitas merek yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu. Dalam penelitian ini kedua istilah tersebut, yaitu loyalitas pelanggan dan loyalitas merek menunjukkan hal yang sama. Terlebih dahulu akan diuraikan apa saja yang sebelumnya dianggap sebagai suatu loyalitas pelanggan padahal

commit to user

sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai loyalitas pelanggan (Prus dan brandt, 1995).

1. Loyalitas pelanggan bukanlah kepuasan pelanggan (customer satisfaction), Kepuasan adalah satu komponen yang dibutuhkan untuk menuju suatu loyalitas. Hanya karena pelanggan puas dengan produk tertentu pada suatu saat tertentu, tidak berarti pelanggan itu akan melakukan permintaan ulang (re-order) dengan produk itu pada masa mendatang.

2. Loyalitas pelanggan bukanlah suatu tanggapan atas penawaran untuk menarik konsumen agar melakukan pembelian, misalnya discount, hadiah, bonus dan bentuk insentif lain karena jika pesaing melakukan hal yang sama, maka konsumen pun akan beralih ke pesaing.

3. Loyalitas bukanlah suatu market share yang besar karena banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan market share, termasuk performance

pesaing yang buruk atau masalah harga.

4. Loyalitas pelanggan bukanlah suatu pembelian ulang (repeat buying) atau pembelian karena kebiasaan (habitual buying). Kadang pembelian berulang dilakukan karena sudah biasa. Tetapi jika mereka mencoba mempelajari produk pesaing, mungkin mereka akan menemukan produk pesaing yang lebih murah atau kualitasnya yang lebih bagus, mereka segera berpindah ke produk pesaing.

E. Kategori Loyalitas

Loyalitas dapat dikategorikan menurut runtutan pilihan merek atau pola pembelian ulang. Pembeli dapat dibagi dalam empat kelompok status loyalitas merek (Kotler, 2000).

1. Hard-core loyals: Konsumen yang membeli satu merek untuk semua waktu

2. Splits loyal: Konsumen yang loyal pada 2 atau 3 merek.

3. Shifting loyals: Konsumen yang melakukan pergeseran dari merek satu ke merek lainnya.

4. Sweither: Konsumen yang tidak loyal pada merek apaun.

Kategori loyalitas di atas hampir sama dengan kategori loyalitas dibawah ini. Jika A, B, C, D, E, dan F merupakan merek-merek dalam sebuah kelompok tertentu, loyalitas merek dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Loyalitas yang tak terpisahkan (undivided loyalty), dapat ditunjukkan

dengan runturan AAAAAA,

2. Loyalitas yang terpisahkan (divided loyalty), dapat ditunjukkan dengan runturan ABABAB,

3. Loyalitas tak stabil (unstable loyalty), dapat ditunjukkan dengan runturan AAABBB,

commit to user

Klasifikasi seperti ini disebut klasifikasi Brown dan dapat dimodifikasi seperti yang ditunjukkan oleh Mowen dan Minor (1998, dalam Dharmmesta, 1999 : 82) sebagai berikut:

1. undivided loyalti (loyalitas yang takterpisahkan) yang ditunjukkan dengan runturan AAAAAAAA,

2. divided loyalti (loyalitas yang terpisahkan) yang ditunjukkan dengan runturan AAABBAABBB,

3. occasional switch (sesekali berpindah merek) yang ditunjukkan dengan runturan AABAAACAADA,

4. switch loyalti (loyalitas yang terpisahkan) yang ditunjukkan dengan runturan ABDCBACD,

5. brand indifference (tidak teguh pada merek tertentu) yang ditunjukkan dengan runturan ABDCBACD.

Dengan menggunakan definisi loyalitas merek dapatlah diidentifikasi besarnya persentase rumah tangga yang berada pada masing-masing kategori. Pendekatan seperti ini banyak dipakai dalam penelitian dan telah didukung dengan menggunakan panel-panel agenda harian konsumen lainnya. Pengukuran ini memerlukan data pembelian karena memfokuskan pada pola pembelian ulang.

Merek yang kuat sebenarnya mewakili sekelompok pelanggan setia. Aaker membedakan sikap pelanggan terhadap merek dari tingkat terendah sampai paling tinggi, yakni:

1. Pelanggan yang akan mengganti merek, terutama karena alasan harga. 2. Pelanggan puas dan tidak alasan untuk berganti merek.

3. Pelanggan puas dan merasa rugi bila berganti merek.

4. Pelanggan menghargai merek tersebut dan menganggapnya sebagai teman. 5. Pelanggan terikat pada merek tertentu.

Ekuitas merek sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek berada dalam kelas (tingkat) 3, 4, dan 5 (Kotler, 1997).

Jacoby dan Chestnut (1978 dalam Dharmmesta, 1999) membagi loyalitas menjadi empat, yaitu:

1. Loyalitas merek fokal sesungguhnya (true focal brand loyalty), Loyalitas pada merek tertentu yang menjadi minatnya.

2. Loyalitas merek berganda yang sesungguhnya (true multi brand loyalty), termasuk merek fokal.

3. Pembelian ulang (repeat purchasing) merek fokal dari non loyal.

4. Pembelian secara kebetulan (happenstance purchasing) merek fokal oleh pembeli-pembeli loyal dan non loyal merek lain.

Pembelian secara kebetulan mencakup runtutan pembelian ulang yang berkaitan dengan faktor-faktor selain loyalitas psikologis, seperti tidak tersedianya merek favorit, pembelian yang bersifat mewakili merek favorit (surogate purchasing), dan kendala-kendala sementara. Pola-pola tersebut dapat dilihat pada Tabel II.1 :

commit to user Tabel II.1

Kategori Loyalitas Menurut Jacoby dan Chestnut Pembelian

ulang pada

Loyalitas Psikologis pada 

Merek fokal Merek

ganda

Merek lain Tidak

satupun Merek vokal Loyalitas

sesungguhnya Loyalitas merek ganda Pengulang nonloyal Pembeli secara kebetulan

Merek lain Pembeli

merek lain secara kebetulan Loyalitas ganda Loyal merek lain Pembeli secara kebetulan Sumber:Dharmamesta, 1999 : 76

Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pola pembelian ulang merek fokal dan merek vokal itu merupakan loyalitas psikologisnya, maka yang terjadi adalah loyalitas yang sesungguhnya, loyalitas pada merek total. Dalam penelitian diperlukan dukungan data pembelian ulang pada merek fokal. Kategori loyalitas inilah yang selalu diharapkan oleh pemasar pada pelanggannya. Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan menguji:

1. Struktur keyakinan (cognitif), artinya informasi merek yang dipegang oleh konsumen (yaitu keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek fokal yang dianggap superior dalam persaingan,

2. Struktur sikap (afektif), artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi dari pada merek saingan, sehingga pada preferensi afektif yang jelas pada merek fokal, dan

 

3. Struktur niat (konatif) konsumen terhadap merek fokal, artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli merek fokal, bukannya merek lain, ketika keputusan beli dilakukan.

Adapun tingkat loyalitas konsumen yang tergambar pada piramida loyalitas adalah sebagai berikut (Rangkuti, 2002 : 61).

Gambar II.1 Piramida Loyalitas

Berdasarkan piramida di atas dapat dijelaskan :

1. Tingkat yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali Berpindah-pindah peka terhadap

perubahan harga, tidak ada loyalitas merek Pembeli yang puas,

tidak ada masalah untuk beralih Pembeli yang puas dengan biaya peralihan

Commited

commit to user

demikian mereka memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

2. Tingkat kedua adalah para pembeli yang merasa puas dengan produk mereka gunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Para pembeli tipe ini bisa disebut sebagai pembeli tipe kebiasaan (habitual type).

3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan, (switching cost), baik dalam waktu, uang, atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut sebagai konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan pergantian ke merek lain. para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

4. Tingkat keempat adalah konsumen yang benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian, pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Terdapat penggunaan emosional dalam tipe konsumen ini.

5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting baginya baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya (commited buyer).

F. Hubungan Harga, Produk, Dan Promosi, terhadap Loyalitas Konsumen 1. Harga

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumen akan menjadi loyal pada merek-merek yang berkualitas tinggi jika produk-produk itu ditawarkan dengan harga yang wajar (Dharmamesta, 1991). Selain itu kepekaan pembeli terhadap harga berkurang jika produk dianggap lebih bermutu, lebih bergengsi dan lebih eksklusif (Kotler, 1996).

Berdasarkan hal di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembeli atau konsumen akan tetap loyal pada merek-merek yang berkualitas, bergengsi, atau ekslusif apabila ditawarkan dengan harga yang wajar. Selain itu terdapat tipe konsumen yang loyal pada produk dengan harga yang murah. Seperti contoh sebuah keluarga yang membeli pasta gigi merek tertentu hanya karena harganya yang murah. Namun setelah ada merek lain dengan harga yang lebih murah ia akan melakukan perpindahan ke merek tersebut.

2. Produk

Kotler (2000) mendefenisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar untuk memuaskan keinginan atau konsumen. Produk yang ada di pasar terdiri dari barang-barang fisik (phisical goods), jasa (service), kepemilikan (properties), organisasi (organitation), informasi (information), dan gagasan (ideas). Produk itu mempunyai lima karakteristik:

commit to user

a. Mempunyai keistimewaan tertentu

Merupakan komponen individual suatu produk yang dapat ditambahkan atau dikurangi tanpa mengubah bentuk atau kualitas produk.

b. Bentuk atau gaya

Pemberian penampilan atau ‘sentuhan” yang berbeda pada suatu produk atau jasa.

Dokumen terkait