• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESEDERHANAAN AYAH DAN DAM DITINJAU DAR

5.2 Kesederhanaan Tokoh Dam

Telah dijelaskan sebelumnya definisi id dalam Koswara (1986:32) yang mengemukakan, ”Id (istilah Freud: das Es) adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan.” Gejala id tokoh

Dam dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong adalah ketika ia menolong Jarjit yang akan tenggelam saat mereka berdua bersepakat untuk lomba renang. Dam merendahkan hatinya untuk menolong Jarjit, meskipun selama ini Jarjit sudah begitu banyak menyakiti hatinya. Berikut ini kutipannya:

”Tidak ada waktu untuk berpikir soal kemenangan.Jarjit mengalami masalah, maka aku segera membalik badan.Jarjit berseru-seru panik, tersedak, meminum air lebih banyak. Jarakku tinggal lima meter. Kepala Jarjit mulai tenggelam.Tubuhnya sudah tenggelam saat aku berhasil menyambar tangannya, bergegas menyeretnya ke pinggir kolam.” (Liye, 2011:17)

Kebaikan hati Dam untuk menolong Jarjit adalah berasal dari hati nuraninya, ia melakukannya dengan spontan dan tidak berpikir tentang hal-hal yang lain, seperti perlakuan buruk Jarjit maupun permusuhan mereka. Hal tersebut setara dengan pernyataan Freud (dalam Taniputera, 2005:44) mengatakan ”Id

adalah sistem kepribadian bawaan atau yang paling asli dari manusia. Pada saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja.Unsur-unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan tidak terkendali”. Wujud kesederhanaan Dam tersebut adalah kepribadiannya yang asli, apalagi saat ia begitu berusaha menyelamatkan Jarjit, seperti yang tergambar dalam kutipan berikut:

”Tubuh tinggi besarnya terkulai lemah.Aku memukul lebih keras.Ayolah, Kawan kau bisa melakukannya.Aku berseru cemas.Tetap tidak ada reaksi.Beruntung, sebelum aku panik, Jarjit tersendak memuntahkan air.Ia siuman. Aku membantunya bersandar.” (Liye, 2011:17)

Id berfungsi memeroleh kepuasan, sehingga ia disebut prinsip kesenangan, dan kederhanaan dalam memeroleh kepuasannya terlihat dalam kutipan berikut:

”Dengan cara inilah aku menghabiskan libur selama sebulan. Malam bercerita pada Ibu, siang harinya dengan sepeda tua, aku berkeliling kota, melihat kembali tempat-tempat lama, menyapa dan bertemu banyak orang.” (Liye, 2011:121)

Dalam memeroleh kepuasan dan kesenangannya Dam hanya butuh sesuatu yang sederhana, tidak perlu aktivitas liburan yang muluk-muluk seperti kebiasaan remaja zaman sekarang yang menghabiskan waktu liburan bersama teman- temannya ke taman bermain atau ke tempat wisata. Dia hanya menghabiskan liburannya bersama Ibu dan menyempatkan diri berjalan dengan sepeda tua miliknya, hanya dengan kegiatan itu ia sudah mendapat kepuasan tersendiri. Kesederhanaan Dam juga terlihat saat Ia mendapat tawaran makanan dari Jarjit, namun ia merasa puas dengan makanannya sendiri, dan ia menunjukkan sarapannya yang dipersiapkan Ibu dari rumah, yaitu roti dan irisan pisang. Seperti dalam kutipan berikut: ”Sarapan, Dam.” Jarjit mengulurkan kotak makanan.”Terima kasih.”Aku menunjukkan roti dan irisan pisang yang disiapkan Ibu tadi siang.” (Liye, 2011:75)

Gejala ego Dam adalah saat ia berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri dengan menabung, dan hasilnya ia pakai untuk menonton pertandingan ”Sang Kapten” seorang idolanya. Berikut kutipannya:

”Aku menarik keluar celengan berbentuk bola di dalam lemari.Ini harta karunku. Semua hasil kerjaku pagi-pagi buta mengantar koran setahun terakhir ada disini. Aku membanting celengan itu di atas tempat tidur.Uang kertas dan uang logam berserakan.Aku tertawa senang. Aku akan

menonton langsung sang Kapten beraksi.” (Liye, 2011:83- 84)

Hal tersebut setara dengan ego yang merupakan satu-satunya sistem kepribadian yang memiliki kontak dengan realita.Ego mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara memenuhinya. Dam berpikir jika sekadar membeli tiket untuk menonton pertandingan ia masih dapat menempuh hal itu, sehingga Dam berusaha memenuhi keinginannya menonton pertandingan dengan cara menabung dari hasil ia bekerja sebagai loper Koran. Di saat ia melihat Ibunya sakit, Dam juga bekerja dan mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan Ibu. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

”Aku tersenyum riang.Catatanku semakin panjang. Jumlahnya semakin banyak. Sudah sepuluh kali lipat dibandingkan harga tiket kelas VIP saat menonton sang Kapten dulu. Semoga persis saat meninggalkan asrama, menyelesaikan masa SMA-ku, uang ini cukup untuk biaya perawatan Ibu.” (Liye, 2011:208-209)

Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id.Jika saat menolong Jarjit dengan kerendahan hatinya yang berasal dari hati nuraninya.Maka berikut adalah kesederhanaan Dam yang dibentuk oleh kebudayaan, yaitu

superego. Ketika ia mendengar cerita ayahnya tentang perjuangan sang Kapten yang luar biasa, maka cerita tersebut memberikan inspirasi baginya sehingga kepribadiannya yang sederhana muncul. Berikut kutipannya:

”Dalam sekejap, saat udara pagi menerpa wajah, rasa kantukku hilang. Apa yang dini hari Ayah bilang? Sang Kapten pernah menjadi tukang antar sup jamur dengan sepeda? Itu kabar hebat , sama denganku yang setiap hari harus mengayuh sepeda ke sekolah. Aku tidak

akanmengeluh lagi. Peduli amat jika suatu saat Jarjit diantar dengan helikopter sekalipun. Peduli amat kalau hanya aku yang memakai sepeda besar tua yang tidak proporsional dengan tubuh kecilku.” (Liye, 2011:20)

Hal tersebut setara dengan superego sebagai sistem kepribadian berisikan nilai-nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Dam menjadi sosok yang sederhana karena mendapat didikan dan dorongan dari orang tuanya lewat cerita tentang sang Kapten. Dapat dilihat dalam kalimat Apa yang dini hari Ayah bilang? Sang Kapten pernah menjadi tukang antar sup jamur dengan sepeda? Itu kabar hebat , sama denganku yang setiap hari harus mengayuh sepeda ke sekolah. Aku tidak akan mengeluh lagi. Peduli amat jika suatu saat Jarjit diantar dengan helikopter sekalipun. Peduli amat kalau hanya aku yang memakai sepeda besar tua yang tidak proporsional dengan tubuh kecilku.”Pada akhirnya Dam tidak pernah malu hanya memakai sepeda tua sebagai kendaraannya ke sekolah.

Superego dikendalikan oleh prinsip moralitas dan idealis, dari idealis tersebut terdapat dua sistem yaitu suara hati dan ego ideal. Setelah mendengar cerita Ayahnya, sang Kapten menjadi inspirasi terbesarnya, dan suara hati Dam timbul sehingga ia berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, bahkan ia mulai mengisi waktu luangnya untuk bekerja sebagai loper Koran. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut:

”Ayah benar, sang Kapten menjadi inspirasi terbesarku. Aku berlatih dua kali lebih semangat dibanding anggota klub lain- --datang lebih awal, pulang paling akhir. Aku tidak pernah lagi datang terlambat ke sekolah, semangat mengayuh sepeda, selalu mengerjakan tugas rumah yang diberikan Ibu, bahkan aku mengiyakan ide Ayah agar mengisi waktu

senggang dengan bekerja…Esok harinya aku menjadi loper koran.” (Liye, 2011:51)

Kutipan tersebut setara dengan Sujanto (1980:3) yang mengatakan bahwa pribadi manusia itu dapat berubah.Itu berarti bahwa pribadi manusia itu mudah atau dapat dipengaruhi oleh sesuatu.Dengan demikian ada usaha mendidik pribadi, membentuk pribadi, membentuk watak atau mendidik watak anak, yang berarti berusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang baik sehingga menjadi baik. Seperti Dam yang awalnya merasa rendah diri menjadi bersemangat dan optimis setelah dipengaruhi oleh cerita dari Ayah tentang masa lalu sang Kapten, bahkan sebelumnya Dam yang sering terlambat ke sekolah menjadi bangun labih pagi, Dam juga memperbaharui aktivitasnya dengan berangkat paling awal dan pulang paling akhir pada saat latihan. Pada akhirnya cerita tersebut banyak mempengaruhi kepribadian Dam termasuk mengisi waktu senggangnya untuk bekerja sebagai loper koran.

Dokumen terkait