BAB X KONDISI KHUSUS
KESEHATAN PRIMER
Ada bukti bahwa manajemen PPOK umumnya tidak sesuai dengan pedoman, oleh karena itu penyebaran pedoman dan penatalaksanaan yang efektif mengenai PPOK sangat dibutuhkan. Di banyak negara, praktisi kesehatan primer mengobati sebagian besar pasien PPOK dan aktif terlibat dalam kampanye kesehatan masyarakat yang membawa pesan tentang mengurangi pajanan faktor-faktor risiko terhadap pasien dan masyarakat. Rekomendasi yang diberikan buku ini mendefinisikan diagnosis, pemantauan dan pengobatan PPOK yang dapat digunakan oleh praktisi kesehatan primer karena memiliki hubungan yang erat dengan pasien dan dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan.
Gejala kronis PPOK adalah sesak napas, batuk dan produksi dahak. Sesak napas adalah gejala yang paling mengganggu kehidupan pasien sehari-hari, oleh karena itu penting untuk menyelidiki dampak sesak napas pada kegiatan sehari-hari yaitu: pekerjaan, kegiatan sosial, dan memberikan pengobatan yang sesuai. Jika proses ini tidak menghasilkan kejelasan, dapat digunakan kuesioner singkat seperti British Medical Research Council (MRC) questionnaire yang mengukur dampak sesak pada kegiatan sehari-hari, Clinic COPD questionnaire (CCQ), yang mengukur gejala PPOK terkait status fungsional dan kesehatan mental, atau International Primary Care Airways Group (IPAG) questionnaire yang mengukur gejala PPOK terkait dan faktor risiko (http://www.ipag.org). PPOK seringkali over diagnosis ataupun under diagnosis di banyak negara. Untuk menghindari ini, diperlukan penggunaan dan ketersediaan spirometri. Pemeriksaan spirometri pada pelayanan kesehatan primer memungkinkan, dengan syarat dilakukan pelatihan ketrampilan untuk petugas agar dapat melakukan sesuai prosedur operasi yang benar.
Diagnosis dini dan pengobatan terutama ditujukan untuk berhenti merokok guna mencegah atau menunda timbulnya hambatan aliran udara
atau mengurangi progresivitas. Dalam mendiagnosis dini PPOK disarankan mengidentifikasi pasien berisiko tinggi.
Meskipun konfirmasi diagnosis dari PPOK dan penilaian keparahan penyakit ditetapkan oleh spirometri, di banyak negara praktisi kesehatan primer mendiagnosis PPOK dengan gejala klinis saja. Beberapa faktor penyebabnya adalah ketidaktahuan peran penting spirometri dalam diagnosis PPOK, dan kurangnya pelatihan memadai dalam penggunaan dan interpretasinya. Inisiatif pendidikan lanjutan tentang spirometri ditargetkan untuk semua praktisi kesehatan primer, namun di banyak daerah praktisi kesehatan kekurangan akses terhadap spirometri. Dalam kondisi seperti itu tidak mungkin untuk sepenuhnya menerapkan rekomendasi, dan diagnosis PPOK harus dengan spirometri. Penggunaan peak flow meter dapat dipertimbangkan, asalkan nilai (positif dan negatif) prediksi flow meter untuk diagnosis PPOK jelas dipahami.
Pasien geriatri sering memiliki beberapa kondisi penyakit kronis. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, 25% dari orang di atas usia 65 tahun menderita dua dari lima penyakit kronis yang paling umum (termasuk PPOK), dan 10% menderita dari tiga atau lebih. Pada mereka yang berusia antara 75 atau lebih tua angka-angka ini meningkat menjadi 40% dan 25%. Tingkat keparahan komorbiditas dan dampaknya pada status kesehatan pasien akan bervariasi diantara pasien dari waktu ke waktu. Komorbiditas dapat dikategorikan dalam berbagai cara untuk membantu pemahaman yang lebih baik dampaknya terhadap pasien, dan dampaknya terhadap manajemen penyakit.
Komorbiditas umum: yaitu penyakit dengan patofisiologi yang berhubungan dengan merokok seperti penyakit seperti penyakit jantung iskemik dan kanker paru-paru
Komorbid dengan komplikasi: yaitu kondisi yang timbul akibat PPOK seperti hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan. Intervensi dini diarahkan untuk mencegah komplikasi tersebut
Co-insidental komorbid : kondisi kronis dengan patogenesis yang tidak berhubungan dengan penyakit PPOK tetapi berhubungan
depresi, diabetes mellitus, penyakit Parkinson, demensia dan arthritis. Kondisi tersebut dapat membuat manajemen PPOK lebih sulit
Inter komorbiditas: yaitu penyakit akut yang memiliki dampak yang lebih parah pada pasien dengan penyakit kronis tertentu. Misalnya, infeksi saluran pernapasan atas pada PPOK. memiliki dampak yang lebih parah dan memerlukan perawatan yang berbeda.
Peran Dokter di Puskesmas dalam penanggulangan PPOK
Puskesmas sebagai garis terdepan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia masih mempunyai keterbatasan baik dalam penyediaan sarana diagnosis maupun obat-obatan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan PPOK, dapat digunakan prosedur dibawah ini :
DIAGNOSIS
PPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang dapat di cegah dan diobati.
Hal yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK di puskesmas antara lain :
1. Anamnesis a. Keluhan
Sesak napas yang bertambah berat bila aktivitas
Kadang-kadang disertai mengi
Batuk kering atau dengan dahak yang produktif
Rasa berat di dada b. Riwayat penyakit
Keluhan klinis bertambah berat dari waktu ke waktu c. Faktor predisposisi
Usia > 45 tahun
Riwayat merokok aktif atau pasif
Terpajan zat beracun (polusi udara, debu pekerjaan)
Batuk berulang pada masa kanak-kanak
2. Pemeriksaan fisis: a. Secara umum
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pernapasan pursed-lips breathing
Tampak denyut vena jugularis atau edema tungkai bila telah terjadi gagal jantung kanan
b. Toraks
Inspeksi : barrel chest Penggunaan otot bantu napas Pelebaran sela iga
Perkusi : hipersonor pada emfisema Auskultasi :
Suara napas vesikuler normal, meningkat atau melenah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau dengan ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang 3. Pemeriksaan penunjang
a. Jalan 6 menit, dapat dilakukan modifikasi cara evaluasi fungsi paru atau analisis gas darah sebelum dan sesudah pasien berjalan selama 6 menit atau 400 meter. Untuk di Puskesmas dengan sarana yang terbatas, evaluasi yang digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak
b. Pemeriksaan darah Hb, leukosit c. Foto toraks
d. Fungsi paru dengan PFR bila memungkinkan
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas 1. Mengurangi laju beratnya penyakit 2. Mempertahankan PPOK yang stabil’ 3. Mengatasi eksaserbasi ringan
4. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit
Penatalaksanaan PPOK stabil
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil:
1. Obat-obatan 2. Edukasi 3. Nutrisi 4. Rehabilitasi
5. Rujukan ke spesialis paru/rumah sakit Obat-obatan
Dalam penatalaksanaan PPOK stabil termasuk disini melanjutkan pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya, seperti pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll.
Obat-obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan yang digunakan :
1. Bronkodilator
Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan 2 agonis dengan golongan xantin. Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Misal untuk dosis pemeliharaan, aminofillin/teofillin 100-150 mg kombinasi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg 2. Kortikosteroid
Gunakan dalam bentuk inhalasi. 3. Ekspektoran
Gunakan obat batuk hitam (OBH) 4. Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid 5. Antitusif
Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat.
Edukasi
Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan , keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, maka edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara mengunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktiviti serta mencegah eksaserbasi
Pengurangan pajanan faktor risiko
Pengurangan paparan asap rokok, debu pekerjaan, bahan kimia dan polusi udara indoor maupun outdoor, termasuk asap dari memasak merupakan tujuan penting untuk mencegah timbul dan perburukan PPOK.
Dalam sistem pelayanan kesehatan, praktisi pelayanan primer secara aktif terlibat dalam kampanye kesehatan masyarakat diharapkan mampu memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan tentang mengurangi pajanan faktor risiko.
Praktisi pelayanan primer juga dapat mengkampanyekan pengetahuan mengenai bahaya merokok pasif dan pentingnya menerapkan lingkungan kerja yang bebas rokok.
Berhenti Merokok
Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif untuk mengurangi risiko pengembangan PPOK, maka nasihat berhenti merokok dari para profesional bidang kesehatan membuat pasien lebih yakin untuk berhenti merokok.
meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok dan mengidentifikasi kebutuhan obat/ farmakologi yang mendukung. Hal ini sangat penting untuk menyelaraskan saran yang diberikan oleh praktisi individu dengan kampanye kesehatan publik.
Nutrisi
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak.
Rehabilitasi
1. Latihan bernapas dengan pursed-lips 2. Latihan ekspektorasi
3. Latihan otot pernapasan dan ektremiti
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat. Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan. Derajat sedang dapat diberikan obat-obatan perinjeksi kemudian dilanjutkan dengan peroral. Sedangkan pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan diberikan intra vena untuk kemudian bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai setelah kondisi daruratnya teratasi.
Obat-obatan pada eksaserbasi akut
1. Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau per drip, misal :
Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam dan dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam
Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati
Aminofillin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran ana) dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam
Pemberian aminofillin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol cairan perinfus. Cairan infus yang digunakan adalah Dektrose 5 %, Na Cl 0,9% atau Ringer laktat
2. Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30mg/hari dalam 2 minggu bila perlu dengan dosis turun bertahap (tappering off)
3. Antibiotik diberikan bila eksaserbasi (lihat halaman 52) 4. Diuretika
Diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal jantung kanan atau kelebihan cairan
5. Cairan
Pemberian cairan harus seimbang, pada PPOK sering disertai kor pulmonal sehingga pemberian cairan harus hati-hati
Perawatan Komprehensif dalam Pengelolaan PPOK
Efektivitas program penatalaksanaan penyakit terpadu untuk perawatan pasien PPOK menyimpulkan bahwa program ini berguna untuk meningkatkan kualitas kesehatan . Mengikutsertakan dokter umum dengan perawat memiliki dampak positif pada kepatuhan pasien. Intervensi layanan terpadu termasuk pendidikan, koordinasi antar tingkat pelayanan, dan meningkatkan aksesibilitas, mengurangi kunjungan penderita PPOK ke rumah sakit.
Rujukan dari Puskesmas dan pelayanan kesehatan primer ke Rumah sakit/ Spesialis Paru dilakukan bila :
1. Rujukan untuk diagnosis dan derajat PPOK 2. PPOK eksaserbasi
3. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang
Penanganan PPOK Stabil dapat dilakukan oleh pelayanan primer bekerja sama dengan spesialis Paru (evaluasi oleh spesialis paru setiap 3 bulan) Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum (termasuk juga puskesmas)
PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah :
PPOK derajat klasifikasi sedang sampai dengan sangat berat
Timbulnya pada usia muda
Sering mengalami eksaserbasi
Memerlukan terapi oksigen