• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesempatan Kerja Pendekatan Ekonomi Lokal

MATRIK SWOT ROAD MAP STRATEGY

V. ANALISIS KETENAGAKERJAAN KABUPATEN NATUNA

5.2 Kesempatan Kerja Pendekatan Ekonomi Lokal

Daya saing dapat diukur dengan beberapa kategori indikator. Tiap ukuran mencerminkan insentif penting berinvestasi di daerah tersebut. Setidaknya ada empat kategori penilaian yang digunakan untuk mengukur daya saing:

1. Struktur ekonomi: komposisi ekonomi, produktivitas, output, nilai tambah, serta tingkat investasi asing dan domestic. Beberapa teknik analisis yang biasa digunakan perencana, termasuk: Location quotient (LQ), Shift Share analysis, economic base analysis, regional income indikators.

2. Potensi wilayah: yang non-tradeable seperti lokasi, prasarana, sumberdaya alam, amenity, biaya hidup dan bisnis, citra daerah.

3. Sumberdaya manusia: kualitas SDM yang mendukung kegiatan ekonomi. 4. Kelembagaan: konsistensi kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat

yang pro Pembangunan Ekonomi Lokal, serta budaya yang mendukung produktivitas.

Penilaian struktur ekonomi di Kabupaten Natuna melalui kesempatan kerja selama periode 2002-2009, sebagaimana tersaji pada Tabel 15, menunjukkan peningkatan sebesar 50 persen dan peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan kesempatan kerja yang terjadi di Provinsi Riau sebesar 33 persen. Semua sektor mengalami peningkatan perubahan yang positif bahkan melebihi 100 persen diantara sektor industri, pengangkutan, jasa-jasa dan pertambangan digabungkan dengan listrik gas dan air bersih.

Secara absolut peningkatan kesempatan kerja tertinggi pada sektor jasa-jasa sebesar 4.849 orang dan diikuti pertanian sebesar 3.809 orang sedangkan yang paling kecil memberikan kesempatan kerja adalah sektor keuangan adalah 35 orang. Secara umum perkembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dan Provinsi Riau dan Kepri memiliki arah yang sama, kecuali pada sektor keuangan Provinsi mengalami pengurangan kesempatan kerja secara absolut.

Tabel 15. Perubahan Kesempatan Kerja per Sektor

di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau dan Kepri Tahun 2002 – 2009

Lapangan Usaha

Kabupaten

Natuna Perubahan

Wilayah Provinsi

Riau dan Kepri Perubahan 2002 2009 Absolut

(orang)

Persen 2002 2009 Absolut (orang)

Persen (Eij) (E*ij) (rij) (Ein) (E*in) (rin) Pertanian 17.644  21.453  3.809  22  1.081.753  1.083.206  1.453  0,13  Industri 622  2.198  1.576  253  161.566  276.502  114.936  71  Bangunan 2.308  2.931  623  27  95.432  138.230  42.798  45  Perdagangan 2.731  3.485  754  28  340.140  515.191  175.051  51  Pengangkutan 584  1.205  621  106  97.373  161.738  64.365  66  Keuangan 67  102  35  52  55.367  46.609  ‐8.758  ‐16  Jasa-jasa 2.461  7.310  4.849  197  194.572  405.035  210.463  108  Pertambangan & Listrik,Gas   514    1.714    1.200    233    5.884    67.305    61.421    1044  Total 26.931  40.398  13.467  50  2.032.087  2.693.813  661.726  33 

Sumber : BPS Natuna, 2010 dan BPS RI, 2010. Diolah

Melalui analisis shift share yang disajikan Tabel 16, kesempatan kerja nyata yang terjadi di Kabupaten Natuna dapat dilihat berdasarkan komponen-komponen yang mempengaruhinya seperti komponen-komponen pertumbuhan kesempatan kerja Provinsi Riau dan Kepri, komponen bauran industri, dan komponen keunggulan kompetitif. Laju pertumbuhan kesempatan kerja wilayah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sebesar 33 persen telah menciptakan kesempatan kerja 8.887 orang. Sektor yang paling besar menciptakan kesempatan kerja sebagai pengaruh dari pertumbuhan kesempatan kerja provinsi adalah sektor pertanian sebesar 5.823 orang dan yang terendah adalah sektor keuangan sebesar 22 orang.

Pengaruh bauran industri merupakan komponen pertumbuhan sektoral yang timbul karena permintaan tenagakerja, ketersediaan bahan baku dan, kebijakan sektoral, serta pelaku dan kinerja struktur pasar setiap sektor wilayah. Pengaruh bauran industri Provinsi Riau telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 2.421 orang. Kesempatan kerja terbesar diberikan pada sektor gabungan yakni, sektor pertambangan dan listrik, gas dan air bersih sebesar 5.196 orang. Pengaruh bauran industri di daerah Riau menyebabkan penurunan kesempatan kerja pada sektor pertanian sebesar 5.799 orang selama kurun waktu tujuh tahun.

Tabel 16. Analisis Shift Share Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009

Sumber: Tabel 15 diolah

Selain karena pengaruh pertumbuhan di tingkat provinsi dan bauran industri, perubahan kesempatan nyata di Kabupaten Natuna juga dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif yang dimiliki. Menurut Syafrizal (2008) bahwa keunggulan kompetitif muncul dari dua sisi, yang pertama, sektor-sektor mampu berproduksi dengan biaya per unit yang lebih murah dibandingkan dengan produk yang sama pada daerah lain. Kedua, sektor-sektor yang mampu memproduksi barang dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Dampak dari keunggulan kompetitif yang dimiliki, Kabupaten Natuna mampu menciptakan kesempatan kerja baru sebesar 2.172 orang. Sektor terbesar yang menciptakan kesempatan kerja adalah sektor pertanian sebesar 3.786 orang. Sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor bangunan, perdagangan dan (gabungan sektor pertambangan dan listrik, gas dan air bersih). Secara umum, kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang tercipta selama kurun waktu tujuh tahun dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 sebanyak 13.466 orang. Lapangan Usaha Komponen Pertumbuhan Provinsi Riau dan Kepri Komponen Bauran Industri Komponen Keunggulan Kompetitif Kesempatan Kerja Nyata

(Nij) (Mij) (Cij) (Dij)

Pertanian    5.823        (5.800)        3.786          3.810   Industri        205          236         1.134          1.579   Bangunan        762          277        (416)        628   Perdagangan        901          492        (639)        760   Pengangkutan        193          193         236         628   Keuangan          22          (33)        46        43   Jasa-jasa        812          1.846         2.191          4.858  Pertambangan & Listrik,Gas        170          5.197         (4.166)         1.200   Total    8.887          2.407         2.172       13.467  

Tabel 17. Koofisien Location Quotient (LQ) Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009

Sumber : Tabel 15 diolah

Berdasarkan analisis LQ pada tabel 17, diketahui sektor-sektor yang merupakan sektor basis dan sektor non basis di Kabupaten Natuna. Sektor-sektor yang merupakan basis apabila nilai koofisien LQ >1. Pada tahun 2002 sektor basis terdapat tiga sektor, yakni masing-masing sektor pertanian LQ = 1,23 sektor bangunan LQ = 1,82 dan gabungan sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih LQ = 6,59. Ketiga sektor tersebut adalah sektor yang mampu menyerap tenagakerja lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan lokal (Kabupaten Natuna) dan juga dapat dijual ke daerah lain. Karena hanya ada tiga sektor yang merupakan sektor basis maka sisanya merupakan sektor non basis karena nilai kooefisien LQ < 1. Sektor tersebut diantaranya: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.

Pada tahun 2009 sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor gabungan sektor pertambangan, penggalian dan listrik, gas dan air bersih masih menjadi sektor basis dengan tambahan satu sektor basis yakni sektor jasa-jasa. Perubahan sektor jasa-jasa dari sektor non basis menjadi basis. Hal ini diakibatkan meningkatnya penduduk yang berdomisili di Ranai sebagai ibukota Kabupaten Natuna. Meningkatnya jumlah penduduk yang berdomisili di wilayah Kecamatan

Lapangan Usaha Location Quotient 2002 2009 Pertanian 1,23  1,32 Industri Pengolahan 0,29  0,53 Bangunan 1,82  1,41

Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,61  0,45

Pengangkutan dan Komunikasi 0,45  0,50

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,09  0,15

Jasa-jasa 0,95  1,20

Pertambangan dan Penggalian & Listrik,Gas, dan Air 6,59  1,70

Bunguran Timur mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan berbagai jasa-jasa, tentunya sektor akan banyak menyerap tenagakerja yang relatif besar.

Tabel 18. Angka Pengganda Basis Lapangan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009

No Komponen Perhitungan 2002 2009

(1) Kesempatan Kerja Basis 20.466 33.408

(2) Kesempatan Kerja Non Basis 6.465 6.990

(3) Total Kesempatan Kerja (1) + (2) 26.931 40.398 (4) Pengganda Basis Kesempatan Kerja (3) : (1) 1,32 1,21

(5) Rasio Basis (2) : (1) 0,32 0,21

Sumber : Tabel 15 diolah

Nilai pengganda basis kesempatan kerja pada Tabel 18 menunjukkan besarnya total kesempatan kerja yang terjadi jika adanya perubahan pada sektor basis. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besarnya angka pengganda kesempatan kerja basis pada tahun 2002 sebesar 1,32 dan pada tahun 2009 justeru menurun menjadi 1,21. Angka 1,32 diintrepretasikan bahwa bila kesempatan kerja di sektor basis meningkat 100 persen, akan berdampak terhadap pertambahan kesempatan kerja total sebesar 132 persen yaitu 100 persen disektor basis dan 32 persen di sektor non basis.

Nilai pengganda basis kesempatan kerja di Kabupaten Natuna tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 1,21. Ini berarti peningkatan kesempatan kerja sektor basis sebesar 100 persen akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 121 persen, yaitu 100 persen di sektor basis dan 21 persen di sektor non basis. Penurunan ini mengindikasikan bahwa kemampuan sektor basis dalam menciptakan lapangan kerja baru semakin menurun. Oleh karena itu sektor-sektor basis yang merupakan sektor penyerap tenagakerja yang tinggi harus ditata kembali agar kemampuannya meningkat dan tetap bisa bersaing dengan daerah lain.

Sejalan dengan perkembangan permasalahan dan beberapa isu kebijakan pembangunan ekonomi lokal, menurut World Bank menyebutkan bahwa fokus

dari pembangunan ekonomi lokal juga telah mengalami pergeseran dari tiga dekade belakangan ini, sebagaimana Tabel 19. Fokus pendekatan dan tools yang digunakan mengarah pada pendekatan yang holistik guna membangun lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, mengutamakan networking kemitraan antar pelaku bisnis dan stakeholders pembangunan, pengembangan business clusters guna membentuk daya saing kegiatan ekonomi, serta pengembangan sumberdaya manusia.

Tabel 19. Fokus dan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal

Fokus Tools Akhir 1990an – Seterusnya (public sector led)

- Membuat keseluruhan lingkungan bisnis kondusif.

- Investasi non-fisik (pengembangan SDM, rasionalisasi peraturan) - Kemitraan pemerintah- swasta.

- Target tinggi untuk menarik investasi, membangun daya saing lokasi.

- Strategi holistik untuk

menyediakan lingkungan bisnis yang kompetitif & rangsangan bagi pertumbuhan bisnis setempat.

- Networking dan kerjasama antar komunitas.

- Memfasilitasi business clusters (kumpulan bisnis yang saling berkaitan).

- Pengembangan angkatan kerja. - Menunjang peningkatan kualitas

hidup. Sumber : World Bank, 2001

Menurut World Bank (2001) bahwa model pengembangan ekonomi lokal yang pada intinya berfokus pada lima kata kunci:

(1). Ekspor (ke luar daerah). Dalam pendekatan ini diprioritaskan untuk mengembangkan kegiatan yang beorientasi ekspor ke luar daerah karena kegiatan ini memberikan. 1). Permintaan lebih besar, pasar lebih luas bagi produksi daerah. 2). Tambahan pendapatan bagi daerah. 3). Dampak postitif bagi peningkatan belanja rumah tangga lokal.

(2). Pemasaran. Dalam pemasaran terdapat beberapa kendala, antara lain: 1). UKM umumnya terlalu kecil untuk bersaing di pasar luar daerah, 2). Sementara usaha menengah - besar mengeluh karena permintaan besar, 3). Tapi mereka kesulitan untuk menyediakan pasokan produk yang memadai

a). Hubungkan produsen skala kecil dengan lebih besar, b). Jual produk melalui perantara seperti perusahaan besar (eksportir) atau trading house, c). Pada sisi produk: tingkatkan kualitas melalui pelatihan dan bantuan teknis d). Promosikan merek dagang bagi produsen daerah e). Sertifikasi pemasok berdasarkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

(3). Pendekatan Pengembangan kluster. Kriteria dalam menyeleksi kegiatan

ekonomi untuk diprioritaskan pengembangan clusternya antara lain: 1). Potensinya (kapasitas, kualitas) untuk diekspor ke luar daerah, 2). Luas

efek ganda (multifliers) dan nilai tambah dari kegiatan ekonomi tersebut, 3). Jumlah pelaku (UKM) yang dapat dilibatkan dalam kluster, 4). Daya saing daerah terhadap daerah lain. Untuk kegiatan ekonomi tersebut, 5). Sektor tersebut relatif telah terorganisasi.

(4). Kemitraan stakeholder. Forum kemitraan dibentuk stakeholder Potensial yang terkait dengan kluster yang dipilih, dengan keanggotaan yang diambil dari, antara lain: 1). Produsen primer (petani, nelayan, UKM), 2). Pengolah sekunder (sortir, pengepakan, pengolahan) 3). Pedagang, pengumpul dan grosir, 4). Dinas teknis dan lembaga lain yang terkait dengan kluster di pemda (pertanian, industri dan perdagangan, koperasi, dst). 5). BUMD

(kalau ada), 6). Lembaga keuangan (bank atau non-bank yang ada), 7). Pusat pelatihan dan penelitian, 8). KADIN, LSM, 9). Pembeli besar dari

luar daerah.

(5). Pemberdayaan Forum. Dalam pemberdayan forum kemitraan, diarahkan agar: 1). Kelompok yang relatif kecil, lebih fokus kepada berbagi kepentingan bersama, 2). Memberdayakan forum kemitraan untuk saling berbagi (sharing) dalam merumuskan masalah, solusi, rencana tindakan. 3). Delegasikan kewenangan kepada mereka untuk mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan usaha dan kerjasama dengan pihak terkait, 4). Pertimbangkan dalam mengalokasikan dana agar fokus pada tujuan (spesifik), langsung kepada kelompok sasaran.

Mengembangkan ekonomi lokal berarti bekerja secara langsung membangun economic competitiveness (daya saing ekonomi) suatu daerah untuk

meningkatkan ekonominya. Prioritas ekonomi lokal pada peningkatan daya saing ini adalah krusial, mengingat keberhasilan (kelangsungan hidup) komunitas ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar. Setiap komunitas mempunyai potensi lokal yang unik yang dapat membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih tumbuhnya strategi pembangunan ekonomi lokal memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap komunitas perlu memahami dan bertindak atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman untuk membuat lokasi/ kota nya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang.

Pengembangan business cluster merupakan mesin dari ekonomi lokal. Suatu kluster mempunyai tiga dimensi yang menyangkut: produsen pengekspor, pemasok dan perantara, dan institusi dasar yang memberikan input, seperti ide, inovasi, modal dan prasarana. Kluster industri dimaksudkan sebagai lokomotif untuk mendorong perkembangan sistem industri di daerahnya melalui fokus pada dukungan terhadap jenis-jenis industri setempat yang potensial sebagai basis ekspor ke luar daerah. Hubungan keterkaitan antar industri, dan meningkatnya pendapatan daerah, dapat merangsang kebutuhan atau permintaan akan jasa dan produk lokal yang lebih luas lagi (multiflier effects).

Pengembangan kluster berfokus pada fasilitas atau penguatan keterkaitan dan saling ketergantungan antar unit usaha (hubungan pemasok dan pembeli) dalam suatu network produksi dan penjualan produk dan jasa. Dengan mendorong industri yang prospek pasarnya tinggi, mampu berkompetisi diharapkan akan meningkatkan perolehan devisa (surplus) dan menciptakan kebutuhan akan produk industri setempat atau sekitarnya. Demikian pula peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan akan produk dan jasa dari kegiatan ekonomi setempat pula (domestic demand). Rantai ini jika berhasil diperluas akan mengembangkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

5.3 Pemberdayaan Penganggur Terbuka guna Mengantisipasi

Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna.

Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna sebesar 3.632 orang. Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut golongan

umur dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 20. Penduduk Natuna penganggur terbuka terbanyak mengikuti pendidikan dasar (≤ SD dan SMTP), yaitu mencapai 1.985 orang. Sedangkan penganggur terbuka yang paling sedikit bersekolah hingga berpendidikan tinggi (Diploma dan Universitas), yaitu sebanyak 272 orang. Penganggur terbuka terbanyak berada pada golongan 15-24 tahun (1.600 orang; 44,05 persen), jumlah terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas (28 orang; 0,77 persen). Tabulasi menunjukkan pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna terbanyak adalah penduduk berpendidikan menengah pada golongan umur 15-24 tahun.

Penduduk pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna pada tahun 2009 sebanyak 3.632 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penduduk penganggur terbuka adalah perempuan sebanyak 1.986. Sedangkan sisanya sebanyak 1.646 adalah laki-laki. Pada pengangguran terbuka berjenis kelamin perempuan menunjukkan bahwa golongan umur yang terbanyak pada golongan 25-34 tahun, sedangkan yang terkecil bahkan 0 pada golongan umur 50 tahun keatas. Pengangguran terbuka berjenis laki-laki, terbanyak pengangguran pada golongan umur 15-24 tahun (882 orang) dan terkecil pada golongan umur 50 tahun keatas.

Tabel 20. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Pendidikan di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009

Golongan Umur

Pendidikan

Jumlah Persentase Dasar Menengah Tinggi

15-24 555 1.045 0 1.600 44,05 25-34 738 330 272 1.340 36,89 35-44 332 0 0 332 9,14 45-54 332 0 0 332 9,14 55+ 28 0 0 28 0,77 Total 1.985 1.375 272 3.632

Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011

Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut kategori dan jenis kelamin dapat dilihat melalui Tabel 21. Terlihat bahwa penduduk menganggur terbuka terbesar termasuk dalam kategori mencari pekerjaan yaitu sebanyak 2.705 orang (74,47 persen) dan terkecil adalah kategori sedang mempersiapkan usaha/ pekerjaan yaitu sebanyak 23 orang (0,63 persen). Penganggur terbuka kategori mencari pekerjaan berjenis kelamin perempuan lebih besar dibanding laki-laki.

Sedangkan kategori merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan berjenis kelamin laki-laki (448 orang) lebih besar dibanding perempuan yang hanya (236 orang).

Tabel 21. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009

Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki Perempuan 15-24 822 778 1.600 44,05 25-34 364 976 1.340 36,89 35-44 154 178 332 9,14 45-54 278 54 332 9,14 55+ 28 0 28 0,77 Total 1.646 1.986 3.632

Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011

Penganggur terbuka lebih dominan berdomisili di perdesaan sebanyak 1.986 orang bila dibanding dengan perkotaan yang hanya sebesar 1.646 orang. Penganggur terbuka terbesar adalah golongan umur 15-24 tahun (1.600 orang; 44,05 persen). Pengangguran terbuka terkecil adalah golongan umur 50 tahun ke atas (28 orang; 0,77 persen). Berdasarkan Tabel 21 bahwa penganggur terbuka terbanyak terdapat pada golongan umur 15-24 tahun daerah perdesaan (840 orang). Penganggur terbuka terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas daerah perkotaan (0 orang).

Berdasarkan data dari Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Depnakertrans RI, Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan terbanyak adalah tidak mengikuti kursus (3.506 orang; 96,53 persen) dan terbanyak kedua adalah aneka kejuruan (126 orang; 3,46 persen). Pengangguran terbuka keterampilan tidak mengikuti kursus berjenis kelamin laki-laki (1.520 orang) dan berjenis kelamin perempuan (1.986 orang). Pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan dan golongan umur terbanyak adalah tidak mengikuti kursus golongan umur 15-24 tahun sebesar 1.559 orang. Penganggur terbuka menurut keterampilan dan golongan umur terkecil adalah aneka kejuruan golongan umur 45-54 tahun. Pengangguran terbuka menurut keterampilan otomotif, listrik/ elektro, bangunan, teknik mekanik, tata niaga, pariwisata, dan pertanian golongan semua umur di Kabupaten Natuna adalah nihil.

Blok D-Alpha Natuna adalah blok gas dengan kandungan gas terbesar di

dunia, selain diperkirakan menyimpan sekitar 500 juta barel minyak, blok

D-Alpha adalah blok gas dengan cadangan terbesar di dunia saat ini. Total potensi gas diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf). Potensi gas yang

recoverable sebesar 46 tcf (46,000 bcf) atau setara dengan 8,383 miliar barel

minyak (1 boe, barel oil equivalent = 5.487 cf ). Dengan potensi sebesar itu, dan

asumsi harga rata-rata minyak US$ 75/barel selama periode eksploitasi, nilai potensi ekonomi gas Natuna adalah US$ 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25

triliun (kurs US$/Rp = Rp 10.000). Hingga kini belum diperoleh informasi akurat

tentang total biaya untuk pengembangan Blok Natuna. Berdasarkan data Exxon Mobil, total biaya yang dibutuhkan sekitar US$ 40 miliar. Salah satu penyebab besarnya investasi karena gas Natuna mengandung banyak CO2 yang memerlukan teknologi untuk memisahkannya.

Tabel 22. Penganggur Terbuka Menurut Kategori dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009

Kategori*) Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki Perempuan Mencari pekerjaan 1.094 1.611 2.705 74,47 Mempersiapkan usaha/ pekerjaan 23 0 23 0,63 Merasa tdk mungkin mendapatkan pekerjaan 448 236 684 18,83 Sudah punya pekerjaan, tapi

belum bekerja 81

139

220 6,05

Total 1.646 1.986 3.632

Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011

Base camp merupakan instalasi penting dalam pengelolaan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi. Instalasi ini dilengkapi dengan pelabuhan, pergudangan, landasan terbang dan sarana penginapan. Base camp ini berfungsi sebagai penunjang logistik bagi kegiatan-kegiatan anjungan produksi ataupun pengeboran lepas pantai. Base camp di bawah pengelolaan Dirjen Migas Departemen Energi Sumber Daya Mineral. Dampak pembangunan base camp ini adalah merupakan peluang bagi daerah Kabupaten Natuna. Rencana ekplorasi gas

dengan membangun Base Camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna tepatnya di Pulau Bunguran akan menguntungkan bagi daerah.

Dampak pembangunan base camp ini akan menciptakan trikle down effect pada perekonomian daerah, terutama pada penyerapan tenagakerja yang menganggur khususnya di Kabupaten Natuna, umumnya secara nasional. Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna secara dominan tidak memiliki keterampilan dan kursus yang memadai dan berpendidikan rendah. Untuk itu diperlukan penyiapan tenagakerja yang terampil dengan mengadakan kursus dan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan yang mengelola Blok D-Alpha Natuna. Pemerintah daerah perlu proaktif dengan mengajukan kerjasama kepada perusahaan Pertamina dan Exxon Mobil untuk menyiapkan sarana dan prasarana balai latihan kerja khusus eksplorasi dan ekspoitasi gas. Peningkatan kualitas tenagakerja masyarakat lokal agar mampu bekerja di perusahaan gas terbesar di dunia ini.

Tabel 23. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Daerah di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009

Golongan Umur Daerah Jumlah Persentase

Perkotaan Perdesaan 15-24 760 840 1.600 44,05 25-34 574 766 1.340 36,89 35-44 160 172 332 9,14 45-54 255 77 332 9,14 55+ 0 28 28 0,77 Total 1.646 1.986 3.632

Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011

Selain menyiapkan tenagakerja yang akan bekerja pada perusahaan. Peluang ekonomi lain yang perlu dipikirkan adalah bagaimana daerah mampu menyediakan keperluan logistik pada base camp. Logistik merupakan seni dan ilmu mengatur dan mengontrol arus barang, energi, informasi, dan sumberdaya lainnya, seperti produk, jasa, manusia, dari sumber produksi ke pasar. Manufaktur dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi, informasi, transportasi, inventory, pergudangan dan pemaketan. Memperhatikan hal tersebut maka perlu pembangunan agroindustri yang berkelanjutan dapat ditetapkan sebagai agroindustri yang tumbuh dan

berkembang secara berkelanjutan, mampu berkompetisi, mampu merespons dinamika perubahan pasar dan pesaing, baik dipasar domestik maupun di pasar internasional serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan agroindustri yang tepat di Kabupaten Natuna adalah industrialisasi pada sektor pertanian sub sektor perikanan guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian akan menjadi penilaian yang strategis untuk menanggulangi masalah pengangguran dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan Kabupaten Natuna. Hal ini karena agroindustri merupakan sub sektor yang mampu menjamin perluasan lapangan kerja mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Selain itu karena industri kecil yang berbasis pertanian telah mengakar pada masyarakat tingkat menengah ke bawah, merupakan sektor yang paling sesuai untuk menampung banyak tenagakerja serta dapat menjamin perluasan berusaha sehingga akan sangat efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat di perdesaan.

Masyarakat Natuna adalah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya di sepanjang hari dengan kehidupan yang dihasilkan oleh laut. Laut adalah tempat dimana mereka mengelola kehidupannya, mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi kelautan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari mereka, berperan serta baik dalam konservasi, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan secara optimal terhadap potensi kelautan, tidak berarti melupakan faktor yang sangat penting bagi nilai pengembangan kawasan wisata bahari yang berkelanjutan, yaitu berupaya perbaikan terhadap kawasan yang rusak dan keanekaragaman potensinya telah berkurang. Pengembangan kawasan wisata bahari adalah salah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan sumberdaya kelautan. Masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung pada usaha pariwisata melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir Kabupaten Natuna.

Dalam model Kusumastanto (2007) bahwa pengembangan ekonomi daerah berbasis kepulauan menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk pariwisata bahari pulau-pulau kecil didekati dengan menggunakan analisis keterkaitan lima

domain yaitu domain ekonomi, turis dan jumlah kamar, populasi, pemerintah dan lingkungan. Domain ekonomi, asumsi dasar yang digunakan adalah dua sektor yaitu sektor ekonomi pariwisata bahari dan sektor ekonomi lain yang dalam konteks pengembangan pulau-pulau kecil bisa direpresentasikan oleh sektor perikanan. Dalam sektor pariwisata bahari, gross-output dari kegiatan ini didekati oleh faktor jumlah turis dan harga per turis yang dipresentasikan oleh harga per kamar (price per room). Harga per kamar ditentukan non konstan dan dipengaruhi dinamika biaya tenagakerja (labor costs). Kapital stok dari kegiatan pariwisata bahari ini adalah jumlah kamar yang tersedia dan investasinya merupakan penjumlahan dari investasi regional (propinsi) dan investasi nasional. Investasi regional untuk kegiatan kegiatan pariwisata bahari pada level nasional