• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna"

Copied!
253
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA

DI KABUPATEN NATUNA

KHAIRUNNAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing. Belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan baik karya yang diterbitkan maupun belum dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan daftar pustaka tugas akhir ini.

Bogor, April 2011

(3)

ABSTRACT

KHAIRUNNAS, 2011, Strategy of Employment Development Opportunities in Natuna Regency. Under the supervision of LALA M KOLOPAKING as the chairman, LUKMAN M BAGA as the member of Supervisor committee.

The purpose of this study is to analyze the result of supplies and local manpower qualification. In addition, strategy and employment developing

program through SWOT and Road Map Strategy is formulated. Local inhabitants manpower age prediction on the period of inhabitants productive domination. PDRB based on constant price of 2000 is assumed higher, especially in agriculture sector will be amounting to 618 milliards rupiahs in 2015 with total manpower expectation 38.340 manpower. Employment which are available in Natuna due to Riau and Kepri development, consisting 8.887 manpower, industrial collaborated component is 2.407 manpower, competitive potential component is 2.172 so that the total of available Employment will be 13.467 laborers from 2002 till 2009. Location Quotient (LQ) analysis indicates the result that in 2009, Natuna possesses four based sectors, they are agriculture, construction, service and collaborated sectors (minning and quarrying, electricity, gas and water). Among others the formulation strategy conducted through SWOT and Road Map are the local economy development based on marine and the fisheries and the enpowerment of the productive age populations is to support the development of agroindustry through three main clusters tor the coming five years in achieving sustainable employment development program to develop Natuna Regency.

(4)

RINGKASAN

KHAIRUNNAS, 2011. Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna. Dibimbing oleh LALA M KOLOPAKING sebagai ketua, LUKMAN M BAGA sebagai anggota komisi pembimbing.

Kabupaten Natuna merupakan daerah tertinggal di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal harus melakukan perubahan yang mendasar dalam membangun daerah untuk mengejar ketertinggalan dan ketergantungan. Salah satu cara yang paling efektif adalah mengembangkan kesempatan kerja melalui pendekatan ekonomi lokal berbasis perikanan dan kelautan. Kabupaten Natuna memiliki potensi perikanan dan kelautan yang belum dimanfaatkan secara optimal serta belum mampu menjadi pengungkit perekonomian daerah.

Tujuan umum dari kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna. Tujuan spesifik adalah: (1). Mengkaji ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah, (2). Mengkaji kondisi kesempatan kerja, (3). Mengkaji tingkat pengangguran dan pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna. Metode analisis yang

digunakan dalam kajian adalah Analisis Regresi Linier Sederhana, Analisis Shift Share, Analisis Location Quotient, Analisis Pengganda Basis Lapangan

Kerja dan Analisis Deskriptif. Untuk merumuskan strategi digunakan metode Analisis SWOT, untuk menentukan prioritas, jangka waktu pelaksanaan dan program digunakan Metode Road Map Strategy.

(5)

Natuna) untuk menyiapkan sarana dan prasarana balai latihan kerja yang mendukung pembangunan ekonomi lokal dan agroindustri.

Strategi yang harus dilaksanakan untuk pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna, adalah: Strategi penyerapan tenagakerja, revitalisasi balai latihan kerja, pemberdayaan penduduk usia produktif guna mendukung pembangunan agroindustri, pengembangan ekonomi lokal berbasis kelautan dan perikanan, peningkatan kerjasama ketenagakerjaan antara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas, peningkatan kerjasama perguruan tinggi dan daerah, peningkatan LKS (Lembaga Kerja Sama) Tripartit daerah, dan peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja/ buruh. Road Map Strategy membantu memetakan jalan dan tujuan dalam pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna melalui time frame periode 5 tahunan, dengan tujuan ketersediaan dan mutu tenaga kerja daerah, pengembangan kerjasama kelembagaan tenaga kerja, dan pengembangan hubungan industrial ketenagakerjaan. Meningkatkan pembangunan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan Pemerintah Kabupaten Natuna perlu memanfaatkan penduduk usia produktif dengan menyiapkan pelatihan-pelatihan dan training sesuai dengan kebutuhan tenagakerja daerah yang dimiliki, guna mengantisipasi pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna, dengan mengembangkan sektor basis yakni: sektor pertanian, sektor bangunan, sektor jasa dan gabungan dua sektor (sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih). Meningkatkan koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan kesempatan kerja untuk mencapai program pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna yang berkelanjutan.

(6)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

©

Hak Cipta miliki IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA

DI KABUPATEN NATUNA

KHAIRUNNAS

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna

Nama : Khairunnas

NRP : H252090165

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS Ketua

Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau sejak Bulan Februari 2011 sampai dengan Bulan April 2011 adalah ketenagakerjaan, dengan judul Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dosen-dosen, pimpinan dan pengelola Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bupati Natuna, yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, isteri dan anak-anak tercinta beserta seluruh keluarga besar yang telah banyak mendorong, memberi semangat, dan perhatian sampai selesainya pendidikan ini. Tak lupa kepada teman-teman yang tak dapat disebut satu persatu, diucapkan terimakasih.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 01 Januari 1975 dari Ayah H. Idrus M. Thahar (Alm) dan Ibu Hj. Zariah Hamzah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Ranai Kabupaten Natuna. Pada tahun 1994 penulis diterima di Universitas Riau Pekanbaru melalui tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri pada Fakultas Ekonomi Jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan). Pada tahun 2009, penulis melanjutkan kuliah pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkan pada tahun 2011.

Jabatan terakhir penulis sebelum berangkat tugas belajar adalah sebagai Kepala Seksi Jaminan Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Natuna. Penulis menikah dengan Nuraminah pada 22 Desember 2001 dan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Persediaan Tenagakerja Daerah ... 8

2.2. Kebutuhan Tenagakerja Daerah ... 10

2.3. Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.3.1. Dampak Sektor Basis Terhadap Lapangan Kerja ... 14

2.3.2. Sumberdaya Manusia Belum Dimanfaatkan ... 15

2.4. Penyediaan Lapangan Kerja Dalam Pembangunan Daerah ... 20

2.5. Pembangunan Ekonomi Lokal Menciptakan Lapangan Kerja ... 22

2.6. Penyerapan Tenagakerja Agroindustri ... 23

2.7. Wisata Bahari Pendekatan Partisipatif Masyarakat Pesisir ... 24

2.8. Peningkatan Kesempatan Kerja Melalui Penanaman Modal .... 25

2.9. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 25

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Kerangka Pemikiran kajian ... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ... 32

3.3. Metode Kajian ... 32

3.3.1. Sasaran Kajian dan Teknik Sampling ... 32

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 33

3.3.3.1. Analisis Regresi Linier Sederhana ... 33

3.3.3.2. Analisis Shift Share (SS) ... 34

3.3.3.3. Analisis Location Quotient (LQ) ... 35

3.3.3.4. Pengganda Basis Lapangan Kerja ... 37

(13)

3.4. Metode Perumusan Strategi dan Program ... 38

3.4.1. Analisis SWOT ... 38

3.4.2. Road Map Strategy ... 39

4. KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN NATUNA ... 40

4.1. Kondisi Geografis dan Administrasi ... 40

4.2. Visi dan Misi Kabupaten Natuna ... 42

4.3 Sarana dan Prasarana Daerah ... 44

4.4. Perekonomian Kabupaten Natuna ... 45

4.5. Investasi Gas Natuna ... 46

4.6. Rencana Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna ... 46

4.7. Kependudukan Kabupaten Natuna ... 48

4.7.1. Jumlah, Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 49

4.7.2. Struktur Penduduk ... 50

4.8. Keragaan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna ... 51

4.9. Strategi dan Kebijakan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna .... 55

5. ANALISIS KETENAGAKERJAAN KABUPATEN NATUNA ... 61

5.1. Analisis Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah ... 61

5.2. Kesempatan Kerja pendekatan Ekonomi Lokal ... 66

5.3. Pemberdayaan Penganggur Terbuka guna Mengantisipasi Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna ... 73

6. STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA KABUPATEN NATUNA ... 81

6.1. Identifikasi SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja ... 81

6.1.1. Identifikasi Kekuatan (Strengths) ... 81

6.1.2. Identifikasi Kelemahan (Weaknesses) ... 84

6.1.3. Identifikasi Peluang (Opportunities) ... 87

6.1.4. Identifikasi Ancaman (Threats) ... 91

6.2. Perumusan Strategi ... 94

6.2.1. Strategi SO (Agressive Strategies) ... 95

6.2.2. Strategi ST (Diversification Strategies) ... 96

6.2.3. Strategi WT (Defensive Strategies) ... 97

6.2.4. Strategi WO (Turn-Arround Strategies) ... 97

6.3. Road Map Strategy Pengembangan Kesempatan Kerja ... 99

6.4. Pembentukan Cluster dalam Road Map Strategy ... 101

(14)

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

7.1. Kesimpulan ... 107

7.2. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan Persentase Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pertanian dan Jasa di Kabupaten Natuna

Tahun 2002 - 2009 ... 2

2. Perbandingan Tingkat Pengangguran Nasional, Provinsi Kepri, dan Kabupaten Natuna Tahun 2008 – 2009 ... 4

3. Distribusi Responden Kajian ... 32

4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005 - 2007 ... 45

5. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ... 51

6. Perkembangan Penduduk dan Tenagakerja di Kabupaten Natuna Tahun 2005 - 2007 ... 53

7. Banyaknya Penduduk 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2008 ... 53

8. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan tertinggi di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ... 54

9. Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ... 57

10. Proyeksi Penduduk Usia Kerja Menurut Golongan Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 ... 61

11. Proyeksi Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 ... 62

12. Proyeksi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Angkatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 ... 63

(16)

14. Proyeksi Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2013 - 2015... 65

15. Perubahan Kesempatan Kerja per Sektor di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau dan Kepri Tahun 2002 - 2009 ... 67

16. Analisis Shift Share Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ... 68

17. Koofisien Location Quotient (LQ) Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009... 69

18. Angka Pengganda Basis Lapangan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ... 70

19. Fokus dan Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal ... 71 20. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Pendidikan

di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ... 74 21. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin

di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ... 75 22. Penganggur Terbuka Menurut Kategori dan Jenis Kelamin

di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ... 76

23. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Daerah di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ... 77 24. Rancangan Program Pengembangan Kesempatan Kerja

Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna ... 106

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja ... 17

2. Konsep Pengangguran ... 20

3. Kerangka Pemikiran Kajian ... 31

4. Matrik Analisis SWOT ... 39

5. Peta Wilayah Provinsi Kepulauan Riau ... 41

6. Diagram Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Natuna Tahun 2008 ... 50

7. Matrik SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna ... 94

8. Road Map Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna ... 100

 

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Pada Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ... 114

2. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Pada Lapangan Usaha di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau Tahun 2002 – 2009 ... 115

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesempatan kerja merupakan lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi (Depnakertrans, 2007). Tujuan kegiatan ekonomi untuk mengejar perkembangan ekonomi yang berkualitas yang mampu menyerap tenagakerja yang banyak. Istilah perkembangan ekonomi diperuntukkan kepada negara sedang berkembang, menurut Schumpeter dalam Jhingan (2008) perkembangan ekonomi adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Menurut Jhingan (2008) perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka panjang. Para ahli sepakat mempergunakan pendapatan nasional riil per kapita sebagai ukuran perkembangan ekonomi.

Membahas ekonomi ketenagakerjaan memerlukan data dari disiplin ilmu demografi, sosial, politik, budaya dan geografi, membahas pergerakan pendudukan yang dianggap sebagai tenagakerja (manpower) pada suatu wilayah atau daerah. Penduduk Kabupaten Natuna mendiami wilayah geografis yang khas, berada di Laut Cina Selatan dimana sebagian besar terdiri dari perairan seluas 138.700 km2 dan daratan berbentuk kepulauan seluas 3.200 km2 dengan ketinggian 3 sampai dengan 959 mdpl (meter dari permukaan laut). Pertanian merupakan salah satu potensi ekonomi utama di Kabupaten Natuna yang dapat menggerakan ekonomi daerah, terutama sub sektor perikanan yang merupakan potensi terbesar di wilayah ini. Perkembangan persentase kesempatan kerja pada lapangan usaha di Kabupaten Natuna didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 60 persen per tahun diikuti sektor jasa rata-rata sebesar 18 persen per tahun (sebagaimana tersaji Tabel 1).

(20)

perikanan di Laut Cina Selatan adalah 361.430 ton/tahun (RPJM, 2008). Dalam mengelola sumberdaya alam baik minyak dan gas bumi di Kabupaten Natuna terdapat tiga perusahaan besar yang tergabung dalam West Natuna Consortium (WNC) yakni: perusahaan Conoco Phiilips, Premeir Oil, dan Star Energy yang telah beroperasi rata-rata sejak belasan tahun yang lalu. Penduduk Kabupaten Natuna mayoritas bersuku Melayu, dan sebagian kecil Jawa, Batak, Minang dan warga keturunan Tionghoa. Mereka hidup rukun dan damai dalam membangun daerah Kabupaten Natuna.

Tabel 1. Perkembangan Persentase Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pertanian dan Jasa Di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009

Sumber : BPS Natuna, 2010

Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor: 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten/ Kota di Lingkungan Propinsi Riau, yang diresmikan Menteri Dalam Negeri (ad-interim) Feisal Tanjung pada tanggal 12 Oktober 1999. Sejak saat itu pula pembangunan otonomi daerah Kabupaten Natuna mulai dijalankan. Dampak pembangunan yang memusat di Kabupaten Natuna ini menyebabkan migrasinya penduduk pendatang dari daerah sekitarnya seperti dari Tanjung Pinang, Batam dan bahkan dari Provinsi Kalimantan Barat. Migrasi ini dilatarbelakangi untuk mencari pekerjaan yang layak di kabupaten yang baru dimekarkan. Faktanya penduduk migran sulit mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, karena minimnya informasi peluang kesempatan kerja.

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(21)

Perusahaan-perusahaan minyak terbesar yang diinformasikan banyak menyerap peluang kerja, tidak pernah mendaftar peluang kesempatan yang ada diperusahaan mereka pada Dinsosnaker (Dinas Sosial dan Tenagakerja) Kabupaten Natuna. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam penyampaian informasi peluang dan penempatan tenagakerja pada pencari kerja yang mendaftar. Dinsosnaker Kabupaten Natuna tidak mengetahui jumlah tenaga, kualifikasi tenagakerja yang dibutuhkan perusahaan.

Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk menciptakan sumber-sumber ekonomi atau produksi dalam menyerap kesempatan kerja. Sumberdaya manusia memiliki pendidikan dan keterampilan yang relatif rendah sehingga minim inovasi dan kreasi dalam menciptakan sumber-sumber ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menyebabkan rendahnya pemanfaatan tenagakerja yang ada, maka mengakibatkan penganggur terbuka maupun penganggur terselubung.

Menurut Adioetomo et al (2010) konsep pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang pada saat pencacahan sedang aktif mencari pekerjaan. Kategori pengangguran terbuka menurut Sakernas (2006), yakni: penduduk yang mencari pekerjaan, mempersiapkan pekerjaan, tidak mencari pekerjaan (karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/ discouraged worker) dan sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Menurut data tahun 2009 tingkat pengangguran di Kabupaten Natuna relatif tinggi, bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional maupun Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2.

(22)

Tabel 2. Perbandingan Tingkat Pengangguran Nasional, Provinsi Kepri dan Kabupaten Natuna Tahun 2008 – 2009.

Sumber : Depnakertrans RI, 2010

1.2 Perumusan Masalah

Untuk merumuskan strategi pengembangan kualitas tenagakerja di Kabupaten Natuna, sebagai institusi wewenang di bidang ketenagakerjaan yakni Dinsosnaker masih menghadapi kendala belum ada kajian spesifik terkait dengan kesempatan kerja. Namun pada tahun 2008 Dinsosnaker pernah mengadakan kegiatan penyusunan profil ketenagakerjaan Kabupaten Natuna. Informasi akan persediaan tenagakerja yang menggambarkan angkatan kerja yang tersedia, dengan berbagai karakteristiknya, serta informasi kebutuhan tenagakerja yang merefleksikan angkatan kerja yang diperlukan untuk mengisi kesempatan kerja belum tersedia. Untuk menghadapi permasalahan tersebut pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan Permen Nomor 15 tahun 2007 tentang perhitungan kesediaan dan kebutuhan tenagakerja di daerah. Informasi perencanaan yang sistematis yang dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan dalam kajian ini yang pertama adalah: “Bagaimana ketersediaan dan kebutuhan ketenagakerjaan di Kabupaten Natuna?”

0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%

Nasional  Kepri Natuna

(23)

Pemerintah Kabupaten Natuna yang memiliki potensi kelautan perlu lebih kreatif dalam menyusun perencanaan daerah dalam menciptakan lapangan pekerjaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk usia kerja berpengaruh pada penyediaan tenagakerja. Penawaran tenagakerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran. Kondisi yang dihadapi Kabupaten Natuna belum tersedianya lapangan kerja yang memadai.

Jumlah pencari kerja (pencaker) yang terdaftar pada Dinsosnaker Kabupaten Natuna sejak tahun 2001 sampai dengan 2008 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pencari kerja mengalami peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2004 sebesar 1.466 pencaker, sedangkan yang paling kecil terjadi pada tahun 2007 sebesar 446 pencaker. Rendahnya kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dapat dilihat berdasarkan data dari tahun 2001-2008 dengan nihilnya permintaan tenagakerja yang ada dari pihak-pihak swasta. Sedangkan bila melihat serapan tenagakerja usia 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan usaha, hanya dua sektor besar yang dapat menyerap tenagakerja yakni sektor sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kedua kajian ini adalah,” Bagaimana Kondisi Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna?”

(24)

Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan sumberdaya manusia dan tenagakerja yang profesional. Rendahnya kesempatan kerja, rendahnya produktivitas dan rendahnya kualitas tenagakerja yang ada menjadi permasalahan yang harus segera dituntaskan di daerah Kabupaten Natuna. Berdasarkan data perkembangan persentase kesempatan kerja menurut lapangan usaha pertanian dan Jasa-jasa di Kabupaten Natuna tahun 2001 sampai 2009 menunjukkan tren yang menurun, pertanian menyerap rata-rata 58 persen per tahun sedangkan jasa-jasa menyerap 18 persen dalam setahun. Tingkat pengangguran di Kabupaten Natuna cendrung meningkat di tahun 2009 menjadi 8,5 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat Pengangguran ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan Kepri (6,8 persen) dan Nasional (6,9 persen). Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, maka pertanyaan kajian ketiga adalah, “Bagaimana mengidentifikasi pengangguran terbuka dan rencana pembangunan base camp Natuna Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna?”

Mengidentifikasi ketersediaan ketenagakerjaan, menganalisis kesempatan kerja berdasarkan pendekatan ekonomi basis, mengidentifikasi pengangguran terbuka dan rencana dampak pembangunan base camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna adalah merupakan tiga pertanyaan spesifik kajian dalam kajian pembangunan daerah ini. Hasil analisis dari jawaban pertanyaan akan dijadikan masukan dalam perumusan strategi dan perancangan program. Maka pertanyaan kajian keempat adalah,” Strategi dan perancangan program apa yang perlu dirumuskan dalam pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tujuan kajian ini adalah: 1. Mengkaji ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja di Kabupaten Natuna.

2. Mengkaji kondisi kesempatan kerja di Kabupaten Natuna.

3. Mengkaji tingkat pengangguran dan pembangunan base camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna.

(25)

Manfaat

(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persediaan Tenagakerja Daerah

Sumberdaya manusia atau human resources mengandung dua pengertian, pertama, sumberdaya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian yang mengandung aspek kuantitas dan kualitas. Ekonomi sumberdaya manusia juga menerangkan bagaimana memanfaatkan SDM sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan barang atau jasa sebanyak mungkin sesuai kebutuhan masyarakat. Faktor-faktor yang dibicarakan dalam ekonomi sumberdaya manusia, faktor yang mempengaruhi penyediaan tenagakerja, permintaan tenagakerja, pasar kerja dimana terjadi proses mempertemukan lowongan kerja dan pencari kerja (Arfida, 2003).

Pembangunan bidang ketenagakerjaan masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain tingginya tingkat pengangguran, terbatasnya penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, rendahnya produktivitas pekerja/ buruh. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu perencanaan tenagakerja secara optimal, produktif guna mendukung pembangunan ekonomi atau sosial secara nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh. Persediaan tenagakerja adalah angkatan kerja yang tersedia dengan berbagai karakteristiknya (Depnakertrans, 2010).

(27)

Ukuran angkatan kerja L tergantung pada ukuran jumlah penduduk yang berusia layak kerja (age-eligible population, yaitu P, dan keseluruhan tingkat partisipasi angkatan kerja L/P, persentase penduduk yang berusia layak kerja yang memilih untuk ikut dalam angkatan kerja (Bellante and Jackson, 1983) :

L = P (L/P)

Penduduk yang berusia layak kerja dirumuskan sebagai semua individu secara tidak dilembagakan berusia 16 tahun atau lebih tua. Tidak dilembagakan artinya individu-individu itu tidak berada dalam penjara atau lembaga perawatan mental, atau menurut cara lainnya yang bertentangan dengan pelembagaan. Usia 16 tahun sampai batas tertentu memang bersifat arbitrer. (Sampai 1967 usia minimun adalah 14 tahun). Akan tetapi bagian dari penduduk yang berusia 16 tahun atau lebih itulah yang kebanyakan cendrung melakukan pilihan dalam status angkatan kerja (Bellante dan Jackson, 1983).

Individu-individu berpartisipasi angkatan kerja bersifat terputus-putus dikenal dengan istilah pekerja sekunder (secondary workers). Sebagai lawannya, sejumlah individu seperti halnya kaum laki-laki dan kaum wanita sebagai kepala rumah tangga serta banyak kaum laki-laki dan kaum wanita secara tunggal sebagai individu cenderung untuk tetap tinggal dalam angkatan kerja, baik sebagai tenagakerja yang digunakan maupun sebagai tenagakerja yang menganggur, tanpa pandang bulu terhadap upah dan kondisi pasar kerja lainnya. Individu yang partisipasi angkatan kerjanya tidak mengikuti kecendrungan perubahan karena upah dan lain-lain perubahan kondisi pasar, dikenal dengan sebutan pekerja primer (primary workers) (Bellante dan Jackson, 1983).

Secara umum reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika

penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk 10-64 tahun, maka (Rusli, 1995) :

Reit Partisipasi Angkatan kerja (RPAK)

(28)

Dengan cara yang sama reit partisipasi angkatan kerja dapat dihitung untuk tiap golongan umur dan jenis kelamin, misalnya untuk penduduk laki-laki golongan umur 15-19 tahun.

RPAK m 15-19 =

Angkatan kerja laki-laki 15-19 tahun

X 100 Penduduk laki-laki 15-19 tahun

Selain untuk tiap golongan umur dan jenis kelamin, reit partisipasi angkatan kerja dapat pula dihitung untuk lain-lain karakteristik penduduk seperti daerah tempat tinggal (perdesaan-perkotaan), status perkawinan, dan tingkat pendidikan. Reit partispasi angkatan kerja umumnya rendah atau agak rendah pada usia muda dan tua. Sebagian mereka yang berusia muda masih bersekolah, sedangkan pada usia tua telah tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan (Rusli, 1995).

Konsep angkatan kerja yang paling luas ialah angkatan kerja menyeluruh atau total labor force, yang dirumuskan sebagai keseluruhan angkatan kerja dari semua individu yang tidak dilembagakan berusia 16 tahun atau lebih tua dalam satu minggu yang mana saja, termasuk angkatan militer, baik yang tenaganya digunakan maupun tidak digunakan. Angkatan kerja sipil dirumuskan dengan cara yang sama, yang di dalam dikecualikan tenagakerja militer. Maka angkatan kerja sipil tiada lain adalah jumlah yang terdiri dari dua komponen mereka yang tenaganya digunakan maupun yang tidak digunakan. (Bellante dan Jackson, 1983).

2.2 Kebutuhan Tenagakerja Daerah

(29)

Permintaan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Apabila kita membicarakan permintaan akan suatu komoditi, merupakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi yang para pembeli bersedia untuk membelinya. Sehubungan dengan tenagakerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah (yang ditilik dari perspektif seorang majikan adalah harga tenagakerja) dan kuantitas tenagakerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan, dibeli). Secara khusus, suatu kurva permintaan mengGambarkan jumlah maksimum tenagakerja yang seorang pengusaha bersedia untuk mempekerjakan pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu. Secara alternatif kurva permintaan tenagakerja haruslah ditilik sebagai suatu kerangka alternatif yang dapat diperoleh pada suatu titik tertentu yang ditetapkan pada suatu waktu (Bellante dan Jackson, 1983).

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas Boediono (1985) dan Arsyad (1999) dalam Kuncoro (2004).

(30)

mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin (widodo, 2006).

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik pendapatan nasional/ regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya dibidang ekonomi. Angka-angka pendapatan nasional/ regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/ daerah, maupun swasta. Pembangunan disegala bidang telah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Aktivitas tersebut memerlukan data PDRB sesuai dengan batas-batas wilayah administrasi pemerintahan untuk perencanaan, sekaligus evaluasi hasilnya khususnya bidang ekonomi (Widodo, 2006).

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu adalah data PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (Value Added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas dasar harga yang berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan perhitungan atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi riil dari tahun ke tahun, dimana faktor perubahan harga telah dikeluarkan (Widodo, 2006)

(31)

jumlah pencari kerja (penganggur) banyak pula. Hal ini karena kurang baiknya distribusi lapangan pekerjaan yang masih terbuka itu bertalian dengan pola penyebaran penduduk, ataupun karena alasan lain seperti faktor keterampilan/ keahlian dari para pencari kerja (Rusli, 1995).

Penggolongan lapangan pekerjaan (industry) yang biasa dipakai seperti dalam sensus penduduk 1971 dan 1980 terdiri dari (Rusli, 1995):

1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan dan Perikanan (Agriculture, hunting, forestry and fishing).

2. Pertambangan dan Penggalian (minning and quarriying). 3. Industri Pengolahan (Manufacturing).

4. Listrik, gas dan air (Electricity). 5. Bangunan (Contruction).

6. Perdagangan, rumah makan, dan hotel (Wholesale and Retail Trade, Restaurants and hotels).

7. Pengangkutan, penyimpanan/ pergudangan dan komunikasi (transport, storage, and communication).

8. Keuangan, asuransi dan perdagangan benda tak bergerak/ usaha persewaan bangunan, tanah, jasa, perusahaan (financing, innsurance, real estate and business services).

2.3 Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Strategi pembangunan harus berdasarkan pada kepadatan penduduk sebagai karakteristik dasar yang membedakan Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Tanpa memahami karakteristik kepadatan penduduk selama berabad-abad telah memunculkan pola kemiskinan tradisional yang menolak teknologi padat modal dari barat yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Maka apabila ingin berhasil dalam strategi pengembangan kesempatan kerja haruslah (Cahyono, 1983) :

(32)

2). Bisa meningkatkan pemakaian mesin kecil-kecil untuk meningkatkan produktivitas.

3). Bisa mengadakan pergeseran-pergeseran orang dari sektor marjinal/ informal ke sektor yang lebih produktif.

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumberdaya alam, manusia, modal, usaha, teknologi, dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi. Menurut, Profesor Bauer dalam Jhingan (2008) bahwa penentuan utama pertumbuhan ekonomi adalah bakat, kemampuan, kualitas, kapasitas dan kacakapan, sikap, adat-istiadat, nilai, tujuan dan motivasi, serta struktur politik dan kelembagaan.

2.3.1 Dampak Sektor Basis Terhadap Lapangan Kerja

Teori ekonomi basis mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan. Hal ini akan terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah (Syafrizal, 2008).

(33)

Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/ jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Tenagakerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak bergantung pada kekuatan intern/ permintaan lokal) (Tarigan, 2005).

Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/ sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service disebut saja sektor non basis. Sektor non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

2.3.2 Sumberdaya Manusia yang Belum Dimanfaatkan

(34)

Berdasarkan teori klasik dijelaskan bahwa pengangguran bersifat sukarela karena tidak sesuainya tingkat upah dengan aspirasi pekerja. Bertambahnya jumlah pengangguran dalam masyarakat terjadi karena menunggu masa transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dalam teori klasik ini disebutkan bahwa untuk mengurangi pengangguran tidak diperlukan intervensi pemerintah, karena pengangguran yang terjadi bersifat sementara. Selain itu unit-unit pelaku ekonomi percaya bahwa upah dan tingkat harga yang fleksibel dapat menyesuaikan diri secara otomatis untuk mencapai titik keseimbangan (ekualibrium) dalam ekonomi. Namun demikian perlu diingat bahwa dalam teori klasik mengansumsikan:

a. Adanya pasar persaingan sempurna dan tiap industri terintegrasi secara vertikal.

b. Tidak ada serikat buruh yang efektif.

c. Terjaminnya mobilitas pekerja antar industri/ perusahaan dan daerah. d. Tersedianya informasi lengkap dan bebas untuk semua pekerja.

Ternyata pada kenyataan pasar persaingan tidak sempurna dan terjadi persaingan monopolistik. Menurut Keynes dalam Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa pengangguran di masyarakat terjadi karena kekurangan permintaan umum terhadap barang, jasa dan tingkat upah yang tidak fleksibel di pasar kerja. Berarti dalam perekonomian wilayah yang stagnasi, permintaan akan barang dan jasa dalam masyarakat menurun, akibatnya produksi perusahaan juga menurun dan banyak tenagakerja yang tidak terpakai menjadi penganggur. Turunnya produksi seharusnya diikuti dengan turunnya tingkat upah, akan tetapi karena tingkat upah yang tidak fleksibel menyebabkan peningkatan pengangguran. Dalam hal ini untuk mengembalikan situasi pasar pada keadaan ekulilibrium diperlukan intervensi pemerintah, karena pelaku ekonomi hanya bertindak dalam batas-batas tertentu.

(35)

mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja. Teori neoklasik ini beranggapan bahwa penawaran tenagakerja sama dengan permintaan Le. Bila keadaan dimana penawaran tenagakerja sama dengan permintaan tenagakerja berarti tidak terjadi pengangguran. Dalam kenyataannya, titik keseimbangan (E) tidak pernah tercapai karena ketidaksempurnaan informasi pasar kerja serta adanya hambatan-hambatan institusional selalu ada. Pada tingkat upah yang berlaku (Wi), penawaran tenagakerja sebanyak Ls sedangkan permintaan terhadap tenagakerja hanya sebesar Ld. Maka selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur.

Dalam kaitannya dengan penawaran dengan tenagakerja, pendapatan Neoklasik diatas hanya dapat menggambarkan pekerja total dan penganggur total (Gambar 1) sedangkan pekerja swakarya (self-employed) tidak tergambar secara eksplisit dimana untuk negara-negara berkembang pekerja swakarya harus diperhitungkan. Kelemahan tersebut disempurnakan oleh Squire (1986), yang menyatakan bahwa dalam menyelidiki hubungan konsep-konsep teoritis tentang kelebihan penawaran tenagakerja dan konsep empirikal tentang tingkat pengangguran untuk negara-negara sedang berkembang maka pekerja swakarya harus diperhitungkan secara eksplisit.

[image:35.595.169.478.485.726.2]

Sumber : Simanjuntak, 1998

Gambar 1. Penawaran dan Permintaan Tenagakerja Wage

D

W1

W2

S

o

Ld Le Ls

E

S

D

(36)

Adapun menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis (Simanjuntak, 1985) yaitu:

a. Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Pengangguran friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justeru terdapat bukan di sekitar tempat tinggal pencari kerja. Bentuk ketiga pengangguran friksional terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.

b. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur memerlukan perubahan dalam keterampilan tenagakerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut. Misalnya dalam suatu pergeseran ekonomi yang cenderung agraris menjadi ekonomi yang cenderung industri, disatu pihak akan terjadi pengurangan tenagakerja di sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Tenagakerja yang berlebih disektor industri memerlukan tenagakerja dengan keterampilan tertentu, akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan pengangguran struktural.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim panen dan turun sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru, dan selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.

(37)

pengangguran menjadi enam profil pengangguran, yaitu: Friksional, struktural, siklikal, musiman, teknologi dan kurangnya permintaan agregate.

Penganggur adalah angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau dapat dikatakan penganggur adalah orang yang full timer dalam mencari pekerjaan. Ukuran yang digunakan adalah angka pengangguran terbuka, yaitu persentase angkatan kerja yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja seluruhnya, konsep ini didasarkan pada labor force approach. Sebenarnya pendekatan ini mempunyai kelemahan, karena klarifikasi yang diajukan masih belum menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya. Angka pengangguran terbuka kurang tepat untuk menganalisa masalah ketenagakerjaan di negara berkembang, angka ini lebih sesuai untuk negara maju karena situasi ketenagakerjaan di negara berkembang berbeda dengan kondisi ketenagakerjaan di negara maju (Ananta, 1991), karena di negara berkembang tidak ada tunjangan hidup bagi penganggur dan setengah penganggur serta pekerja di sektor informal.

Myrdal (1968) menyatakan bahwa pengangguran terbuka tidak menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya di Asia. Hal tersebut disebabkan karena negara berkembang sebagian besar penduduknya bekerja pada jenis pekerjaan yang tidak berlaku sistem upah atau gaji. Disamping itu tanpa adanya tunjangan penganggur menyebabkan penduduk di negara sedang berkembang tidak mampu untuk menganggur (Arndt dan Sundrum, 1983).

Pengangguran memang belum mencerminkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya, akan tetapi pengangguran merupakan sebagian dari masalah ketenagakerjaan masih perlu diungkapkan dalam rangka melihat keseimbangan antara kesempatan kerja dan penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Disamping itu apabila dilihat dari pemanfaatan angkatan kerja, pengangguran merupakan angkatan kerja yang belum dimanfaatkan sehingga pembahasan pengangguran akan memperjelas potensi sumberdaya yang tidak dimanfaatkan.

(38)

menjadi beberapa kelompok yaitu angkatan kerja yang telah dimanfaatkan secara ekonomi dan mereka yang kurang dimanfaatkan. Berdasarkan pendekatan jumlah jam kerja apabila seseorang bekerja kurang dari sejumlah jam kerja normal, akan menghasilkan pekerja yang kurang dimanfaatkan. Sedangkan berdasarkan aspek pendidikan, akan diperoleh apakah jenis pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan pendidikan yang ditamatkan. Secara garis besar dapat tersaji pada Gambar 2.

[image:38.595.72.486.160.761.2]

Sumber : Afrida, 2003 Gambar 2. Konsep Pengangguran

2.4 Penyediaan Lapangan Kerja Dalam Pembangunan Daerah

Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan yang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan negara yang lain. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Secara tradisional, pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk

ANGKATAN KERJA

Penganggur (Pencari Kerja)

Bekerja

Setengah Penganggur Bekerja Penuh

Tidak Kentara Bekerja 15 ≤ a < 35 jam Kentara

Bekerja < 15 Jam

(39)

Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.

Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi yang lebih luas menekankan pada peningkatan pendapatan per kapita. Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat kuantitatif dari pembangunan ini dipandang perlu melihat indikator-indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).

Menurut Widodo (2006) proses pembangunan berdasar atas pandangan tradisional ini masih menyisakan berbagai permasalahan seperti pengangguran, kesenjangan pendapatan dan ketidakpastian perbaikan pendapatan riil sebagian besar penduduknya. Dilatarbelakangi permasalahan yang belum dapat diatasi oleh pembangunan yang demikian, muncul istilah sudut pandang yang kedua mengenai pengertian pembangunan yang kemudian dikenal dengan istilah pembangunan modern. Pada sudut pandang ini, pembangunan dilihat sebagai upaya pembangunan yang tidak lagi menitikberatkan pada pertumbuhan PDB sebagai tujuan akhir, melainkan pengurangan (atau dalam bentuk ekstrimnya penghapusan) tingkat kemiskinan yang terjadi, penanggulangan ketimpangan pendapatan serta penyediaan lapangan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja produktif.

Dari dua definisi pembangunan di atas, baik dari pandangan tradisional maupun dari pandangan modern, proses pembangunan yang dilakukan haruslah memiliki tiga nilai inti dan tiga tujuan pembangunan (Todaro, 2000) adalah: 1. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (sustenance). Semua individu

memiliki kebutuhan dasar yang menyebabkan dia bertahan hidup. Kebutuhan dasar meliputi pangan, sandang, kesehatan dan proteksi.

(40)

mungkin kemudian disebut : keaslian, identitas, kehormatan, penghargaan atau kemasyuran.

3. Kebebasan (freedom from servitude). Kebebasan disini dipahami sebagai kebebasan yang terkait dengan emansipasi, kepedulian, penderitaan dan nilai-nilai.

2.5 Pembangunan Ekonomi Lokal Menciptakan Lapangan Kerja

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) hakekatnya merupakan proses yang mana pemerintah daerah dan atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumberdaya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sektor swasta, atau diantara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan endogenous development menggunakan potensi sumberdaya manusia, institusional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi (Blakely, 1994).

Pengembangan ekonomi lokal seyogyanya tidak dipandang sebagai suatu yang ekslusif, tetapi sebagai bagian integral dari pembangunan daerah. Arah tujuan dan cakupan inisiatif pengembangan ekonomi lokal menurut perspektif GTZ: Pertama, mendorong ekonomi lokal untuk tumbuh dan menciptakan tambahan lapangan kerja. Kedua, mendayagunakan sumberdaya lokal yang tersedia secara lebih baik. Ketiga, menciptakan ruang dan peluang untuk menyelaraskan suplai dan permintaan. Keempat, mengembangkan peluang-peluang baru bagi bisnis.

(41)

2.6 Penyerapan Tenagakerja Agroindustri

Pembangunan agroindustri merupakan lanjutan dari pembangunan pertanian. Hal ini telah dibuktikan bahwa agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenagakerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri yang lain. Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agroindustri pada dasarnya, menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan nilai tambah, meningkatkan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan.

Menurut White (1990) agrobased industry mencakup dua jenis industri manufaktur. Pertama, industri penyedia input pertanian, seperti industri pupuk dan pestisida. Kedua, industri pengolahan hasil pertanian. Konsep agroindustri yang digunakan disini adalah agroindustri dalam arti luas, yaitu selain mencakup industri pengolahan hasil pertanian dan industri penyedia input bagi pertanian, juga termasuk seluruh sub sektor dalam sektor pertanian, yang meliputi tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.

(42)

2.7 Wisata Bahari Pendekatan Partisipatif Masyarakat Pesisir

Rencana pengembangan kawasan bahari harus dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang mendasar, yaitu pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi objektif wilayahnya, oleh karena itu dalam pengembangan kawasan wisata bahari senantiasa melalui pendekatan terhadap masyarakat setempat sebagai suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan masyarakat pesisir memungkinkan saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka tentang bahari dan kehidupan pesisir (Sastrayuda, 2010).

Pembangunan yang berpusat pada masyarakat lebih menekankan pada pemberdayaan (enpowerment), yang memandang potensi masyarakat sebagai sumberdaya utama dalam pembangunan dan memandang kebersamaan sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses pembangunan. Masyarakat pesisir adalah termasuk masyarakat hukum adat yang hidup secara tradisional di dalam kawasan pesisir maupun di luar kawasan pesisir. Pengelolaan kawasan wisata bahari harus memenuhi prinsip dasar yang harus dikembangkan adalah: 1. Prinsip co-ownership, 2. Prinsip co-operation/ co management, 3. Prinsip co-responsibility (Sastrayuda, 2010).

Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menunjukkan bahwa jumlah pulau Indonesia mencapai sekitar 17.504 yang terdiri dari 8.488 pulau belum bernama dan sekitar 9.016 pulau sudah bernama. Dari sekian banyak pulau-pulau kecil tersebut sekitar 15,76 persen terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan sekitar 10,95 persen terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat.

(43)

Jumlah total kunjungan wisata tersebut, proporsi dari kegiatan pariwisata bahari diharapkan menjadi sekitar 25 persen atau 40 juta orang (Kusumastanto, 2007).

2.8 Peningkatan Kesempatan Kerja Melalui Penanaman Modal

Investasi (Penanaman Modal) adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat (Sukirno, 1994).

Investasi merupakan tambahan stok barang modal tahan lama yang akan memperbesar peluang produksi dimasa mendatang. Salah satu peranan yang sangat penting untuk menjalankan suatu perekonomian adalah investasi, karena merupakan salah satu faktor penentu dari keseluruhan tingkat output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Apabila penemuan-penemuan baru atau pembebanan pajak yang ringan atau pasar-pasar yang semakin berkembang memberikan insentif bagi investasi-investasi yang ada, yang membuat permintaan agregat meningkat sementara output dan kesempatan kerja tumbuh dengan cepat. Penggunaan tenagakerja penuh dapat dicapai dengan cara menaikkan jumlah investasi oleh para pengusaha. Bila investasi tidak tidak mencapai tingkat tersebut pengangguran akan berlaku (Sukirno, 1994).

2.9 Tinjauan Kajian Terdahulu

(44)

Hasil dari penelitian ini bahwa penduduk usia kerja Kabupaten Sragen di masa mendatang masih didominasi oleh usia 15-34 tahun, yakni proporsinya mencapai lebih dari 40 persen. Perkiraan tingkat partisipasi angkatan kerja menurut tingkat pendidikan Kabupaten Sragen dimasa mendatang untuk tingkat SD ke bawah tahun 2007-2009 diperkirakan akan terus menurun. Sedangkan TPAK untuk tingkat pendidikan pergurun tinggi dimasa mendatang diperkirakan juga akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perkiraan kebutuhan tenagakerja Kabupaten Sragen pada kesempatan kerja menurut lapangan usaha, hal ini selaras dengan karakteristik dan potensi daerah yang berbasis pertanian. Pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 206.677 orang (43,23 persen), meningkat menjadi 215.420 orang (44,12 persen) pada tahun 2012. Sedangkan perkiraan kesempatan kerja menurut status pekerjaan utama pada tahun 2011-2014 masih akan didominasi oleh sektor informal. Proporsi sektor informal ini sangat signifikan, yakni mencapai lebih dari 70 persen. Meskipun proporsinya diperkirakan terus menurun, yakni dari 78,04 persen pada tahun 2011 menjadi 76,91 persen pada tahun 2014, namun kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Sragen belum cukup mampu menyediakan banyak kesempatan kerja sektor formal yang notabene memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan di sektor informal.

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Ayu Pramitha Purwanti pada tahun 2009 dengan judul Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli Dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekspor. Tujuan penelitian menganalisis kesempatan kerja nyata di Kabupaten Bangli yang dipengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Bali, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki. Menganalisis sektor-sektor basis yaitu sektor yang memiliki kesempatan kerja lebih dari cukup dan menganalisis besarnya pertambahan lapangan kerja total sebagai akibat dari adanya pertambahan

lapangan kerja di sektor basis. Metode analisis yang digunakan adalah Shift-share, LQ dan Angka Pengganda Basis.

(45)

Bangli bagi 21.036 orang. Sektor-sektor yang merupakan sektor basis dengan nilai koefisien LQ > 1 pada tahun 1998 adalah sektor pertanian LQ = 1,59 dan sektor industri pengolahan LQ = 1,61. Kedua sektor tersebut adalah sektor yang mampu menyerap tenagakerja yang lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan lokal dan juga untuk daerah lain. Pada akhir periode penelitian 2007, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan tetap menjadi basis dengan tambahan satu sektor lagi yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Angka pengganda kesempatan kerja pada tahun 1998 sebesar 1,37 dan pada tahun 1,35. Angka 1,37 ditafsirkan bahwa bila kesempatan kerja sektor basis meningkat 100 persen, akan mengakibatkan pertambahan kesempatan kerja total 137 persen yaitu 100 persen di sektor basis dan 37 persen di sektor non basis. Nilai pengganda basis kesempatan kerja di Kabupaten Bangli tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 1,35. Ini berarti peningkatan kesempatan kerja sektor basis sebesar 100 persen akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 135 persen, disektor non basis.

(46)
(47)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Kajian

Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Daerah tertinggal ditetapkan dengan menggunakan enam kriteria yaitu perekonomian masyarakat, sarana prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal, aksesbilitas, karakteristik daerah dan sumberdaya manusia.

Menurut Arfida (2003) ekonomi sumberdaya manusia membicarakan: (1) faktor mempengaruhi penyediaan lapangan tenagakerja, (2)

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenagakerja, dan (3) pasar kerja dimana terjadi proses mempertemukan lowongan kerja dan pencari kerja. Selain itu ekonomi sumberdaya manusia atau ekonomi tenagakerja juga membahas masalah-masalah yang timbul dalam aspek (1), (2), dan (3) di atas, dan alternatif kebijakan yang perlu diambil untuk masalah-masalah tersebut.

(48)

luar. Daerah tersebut melakukan pembangunan ekonomi untuk menghilangkan keterbelakangan atau ketergantungan. Pengembangan kesempatan kerja merupakan upaya untuk mengendalikan aktivitas ekonomi bagi masyarakat lokal yang terbelakang. Dengan adanya pengembangan kesempatan kerja ini memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat miskin produktif seperti nelayan, buruh dan pekerja informal masuk pada rantai perekonomian yang lebih besar. Pengembangan kesempatan kerja pada sektor basis ekonomi memiliki peran yang strategis dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Ekonomi basis memiliki pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier), bertambahnya kesempatan kerja pada sektor basis akan menambah lebih banyak tenagakerja non basis.

Metode Shift Share Analisys dan LQ (Location queotient) dan Pengganda basis merupakan metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis. Pada kerangka pemikiran ini, LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis dan non basis, maka data yang digunakan sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenagakerja. Metode Shift Share analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang dipengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna.

(49)

kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna yang berkelanjutan.

[image:49.595.77.515.86.759.2]

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kajian

MATRIK SWOT ROAD MAP STRATEGY

Perumusan masalah Kajian :

- Bagaimana ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah Kab. Natuna. - Bagaimana Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna

- Bagaimana penganggur terbuka dan pembangunan Base Camp Natuna Blok D Alphadi Kabupaten Natuna.

- Rumusan strategi apa yang tepat dalam pengembangan kesempatan kerja di Kab. Natuna

Ketersediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah Kabupaten Natuna

Menganalisis Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna

Shift Share

Location Quotien (LQ)

Pengganda Basis Lapangan Kerja

PERUMUSAN STRATEGI 

PERANCANGAN STRATEGI DAN ROGRAM PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN NATUNA

Menganalisis pengangguran dan pembangunan Base Camp Natuna Blok

(50)

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah perbatasan terluar yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang mampu menggerakan perekonomian lokal dengan serapan tenagakerja lokal. Kabupaten Natuna masih dikategorikan daerah tertinggal di Propinsi Kepulauan Riau sesuai dengan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal nomor: 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal. Kajian pembangunan daerah ini dilaksanakan selama dua bulan dari pertengahan Bulan Februari sampai dengan April 2011.

3.3 Metode Kajian

3.3.1 Sasaran Kajian dan Teknik Sampling

[image:50.595.73.481.570.746.2]

Sasaran kajian ini adalah 1). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perdesaan (budidaya perikanan laut), 2). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perkotaan (pada sektor jasa), 3). Kelompok Serikat Pekerja atau LSM yang peduli terhadap isu ketenagakerjaan, 4). Pengusaha atau Asosiasi Pengusaha di daerah/ Kadin/ Gapeknas, 5). Pihak Pemerintah Daerah dan Aparat yang terkait dengan Pengembangan Kesempatan Kerja di daerah. Sedangkan untuk perumusan strategi alternatif terhadap pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dengan melibatkan stakeholder diantaranya mewakili kelompok serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah daerah dan aparat yang terkait.

Tabel 3. Distribusi Responden Kajian

No Kelompok Jenis Responden Jumlah

1 Tenagakerja Wilayah Perdesaan 2

Wilayah Perkotaan 2

2. Pengusaha Pemilik Usaha 2

3. Serikat Pekerja/ Buruh Ketua SP/SB 1 4. Pemerintah Kabupaten

dan Aparat

Dinsosnaker 2 Bappeda 2

Dislutkan 2

Disperindag 2

(51)

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Kajian pembangunan daerah ini memerlukan data primer dan sekunder. Data primer melalui pengamatan, wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan kajian, serta mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja di daerah. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berkaitan langsung dengan pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna yaitu Dinsosnaker Kabupaten Natuna, BPS Kabupaten Natuna, Bappeda Kabupaten Natuna, Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, BPS Provinsi Kepulauan Riau dan BPS RI Pusat di Jakarta,. Data pengangguran menurut berbagai karakteristik diperoleh di Kantor Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kementrian Tenagakerja RI di Jakarta adalah merupakan data sakernas 2009 yang dilaksanakan BPS RI Pusat. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dengan melakukan penelaahan terhadap referensi yang relevan dengan topik kajian.

3.3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.3.1 Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi ketersediaan tenagakerja dengan menggunakan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), PUK (Penduduk Usia Kerja) Angkatan Kerja (AK) dan penghitungan kebutuhan tenagakerja dari pendekatan proyeksi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah analisis regresi linier sederhana berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja RI Nomor: PER.24/MEN/XII/2008 Tentang Metode Penghitungan Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja. Penghitungan berdasarkan TPAK, PUK dan AK dengan asumsi bahwa perkembangan fertilitas, mortalitas, dan migrasi dianggap ceteris paribus, dengan formulasi sebagai-berikut:

Y = a + b

x

= Y – bX

b

=

(52)

Y

X =

Keterangan :

Y = Hasil Proyeksi a = Konstanta b = Parameter

x = Tahun

3.3.3.2 Analisis Shift Share

Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi preferensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, pergeseran proforsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di preferensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proporsional shift) tersebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkosentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan preferensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran differensial dari suatu industri positif, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran differensial ini disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006).

(53)

pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri, Bauran Industri dan Keunggulan Kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna.

Analisis ini menggunakan rumus sebagai-berikut (Tarigan, 2005) : Dij = Nij + Mij +Cij... (1)

Nij = Eij + rn.. ... (2) Mij = Eij (rin – rn) . ... (3) Cij = Eij (rij – rin) ... (4) rn = (E*n – En) ... (5)

En

rin = (E*n – Ein) ... (6) Ein

rij = (E*ij – Eij) ... (7) Eij

Keterangan :

Dij : perubahan nyata kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna Nij : komponen pengaruh pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau Mij : komponen pengaruh bauran industri

Cij : komponen pengaruh keunggulan kompetitif

Eij : kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun awal E*ij : kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun akhir Ein : kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal E*in : kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir En : total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal E*n : total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir rn : laju perubahan total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri rin : laju perubahan kesempatan kerja sektor i di Prov. Riau dan Kepri rij : laju perubahan kesempatan kerja sktor i di Kabupaten Natuna.

3.3.3.3 Analisis Location Quotient (LQ)

(54)

bentuk rumus, apabila yang digunakan adalah data lapangan kerja, hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut ( Tarigan, 2005) :

LQ =

1i / e Li / E Keterangan:

1i = Banyaknya lapangan kerja sektor i di wilayah analisis e = Banyaknya lapangan kerja sektor di wilayah analisis L i = Banyaknya lapangan kerja sektor i secara nasional E = Banyaknya lapangan kerja secara nasional

Catatan: Istilah nasional adalah wilayah yang lebih tinggi jenjangnya. Misalnya apabila wilayah analisis adalah provinsi maka wilayah nasional adalah wilayah negara. Apabila wilayah analisis adalah wilayah kabupaten/ kota maka istilah nasional digunakan untuk wilayah provinsi, dan seterusnya.

Dari rumus diatas diketahui bahwa apabila LQ > 1 berarti bahwa porsi lapangan kerja sektor i di wilayah analisis terhadap total lapangan kerja wilayah adalah lebih besar dibandingkan dengan porsi lapangan kerja untuk sektor yang sama secara nasional. Artinya, sektor i di wilayah kita secara proporsional dapat menyediakan lapangan kerja melebihi porsi sektor i secara nasional. LQ > 1 memberikan indikasi bahwa sektor tersebut basis, sedangkan apabila LQ < 1 berarti sektor itu adalah non basis (Tarigan, 2005).

(55)

LQ = (Eij / Ej) (Ein / En)

Keterangan :

Eij = kesempatan kerja persektor di Kabupaten Natuna Ej = kesempatan kerja total di Kabupaten Natuna

Ein = kesempatan kerja persektor di Provinsi Riau dan Kepri (sebagai perekonomian benchmark/ patokan/ acuan)

En = kesempatan kerja kerja total di Provinsi Riau dan Kepri.

3.3.3.4 Pengganda Basis Lapangan Kerja (Employment Base Multiflier) Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiflier) (Tarigan, 2005).

Tarigan (2005) mengatakan bahwa nilai pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier) adalah nilai yang digunakan untuk melihat besarnya perubahan kesempatan kerja total untuk setiap satu perubahan kesempatan kerja di sektor basis, dihitung dengan rumus :

Pengganda basis kesempatan kerja = total kesempatan kerja Kesempatan kerja basis

(56)

3.3.3.5 Metode Analisis Deskriptif

Metode deskriptif, digunakan untuk menganalisis pengangguran menurut berbagai karakteristik yang dianggap relevan dalam kajian, diantaranya pengangguran terbuka menurut golongan umur, daerah, tingkat pendidikan, keterampilan dan kategori. Penjelasan kategori dapat dibagi menjadi empat yaitu; 1). Mencari pekerjaan, 2). Mempersiapkan usaha, 3). Tidak mencari pekerjaan, 4). Sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Keterampilan terdiri dari sembilan jenis yaitu: 1). Otomotif, 2). Listrik/ Elektro, 3). Bangunan, 4). Teknik Mekanik, 5). Tata Niaga, 6). Aneka Kejuruan, 7). Pariwisata, 8). Pertanian, 9). Tidak Mengikuti Kursus. Analisis ini digunakan untuk mendeskriptifkan bagaimana pemberdayaan penganggur terbuka guna mengantisipasi pembangunan base camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna

3.4 Metode Perumusan Strategi dan Program

Perumusan str

Gambar

Gambar 1.  Penawaran dan Permintaan Tenagakerja
Gambar 2. Konsep Pengangguran
Gambar 3.  Kerangka Pemikiran Kajian
Tabel 3. Distribusi Responden Kajian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pengembangan agroindustri keripik ketela ungu meliputi: Membangun kemitraan yang kuat dengan supplier ketela ungu, Pengembangan basis wilayah sentra ketela ungu, Efisiensi

Strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan produk unggulan Kakao skala IKM di Kabupaten Luwu Utara yaitu : peningkatan mutu/kualitas produk, pengembangan

Berdasarkan kondisi tersebut, strategi pengembangan industri barang jadi karet yang relevan untuk dilakukan adalah dengan melakukan revitalisasi UKM pengolahan karet berbasis

“Ya untuk strategi ini karna ini merupakan stratgei kunci menuju strategi lainnya saya rasa sudah berhasil 80% terlihat strategi ini kan memang dasar pengembangan,

Alasan Kepala Madrasah Menggunakan Strategi Tersebut dalam Meningkatkan Religiositas Siswa Penggunaan Power Strategy atau strategi kekuasaan yang digunakan oleh kepala MAN 1 Natuna

Pengembangan strategi pariwisata dalam suatu daerah perlu dilakukan guna untuk. menciptakan daerah tujuan wisata yang menarik dan enak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja, pengaruh nilai produksi terhadap penyerapan tenaga kerja dan strategi pengembangan

1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan 2 Rencana Strategi Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Natuna Tahun 2016-2021 Geopark merupakan sebuah konsep