• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah Di Kabupaten Solok Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah Di Kabupaten Solok Sumatera Barat"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS KENTANG MERAH

DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT

DIAN FAUZI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Srategi Pengembangan Sistem Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

(4)

RINGKASAN

DIAN FAUZI. Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA dan NETTI TINAPRILLA.

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di dunia. Salah satu jenis kentang yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia adalah kentang merah. Kentang merah mengandung karbohidrat lebih banyak dan berkadar air lebih rendah. Hal ini membuat olahan kentang merah menjadi keripik dan makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Kentang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Kentang merah baru dibudidayakan di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Solok. Saat ini Kabupaten Solok sangat tepat untuk mengembangkan komoditi kentang merah melalui pembangunan agribisnis kentang merah.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat, mengidentifikasi isu strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok dan memformulasikan strategi upaya mengembangkan agribisnis kentang merah untuk mensejahterakan petani.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode secara kualitatif dan kuantitatif yang meliputi: analisis deskriptif untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan sistem agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok, analisis usahatani, analisis matriks IFE dan EFE untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT untuk menyusun strategi pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok serta rancangan arsitektur strategi untuk membuat rekomendasi program kerja pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.

(5)

memberikan informasi terkait budidaya kentang merah, tetapi dari penunjang permodalan, petani belum memanfatkan kredit yang disediakan oleh lembaga keuangan karena mereka masih memanfaatkan modal pribadi.

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal, maka diperoleh: (a) Pada faktor internal, faktor kekuatan yang menempati peringkat pertama adalah keinginan untuk selalu maju dan belajar dari kelompok tani dengan skor 0.52 dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah sistem pembayaran yang kurang menguntungkan petani dengan skor 0.10, (b) Pada faktor eksternal, faktor peluang yang menempati peringkat pertama adalah dukungan dari pemerintah dengan skor 0.44 dan yang menjadi ancaman utama adalah terjadinya stabilitas politik dengan skor 0.25. Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT maka diperoleh sebelas strategi yang direkomendasikan dalam pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok. Dari sebelas strategi yang telah dihasilkan tersebut, kemudian dijabarkan kedalam tujuh belas program yang direkomendasikan berdasarkan hasil analisis. Program tersebut dibagi dua yaitu program yang rutin berjalan dan program yang bertahap dijalankan.

(6)

SUMMARY

DIAN FAUZI. The Strategy in Developing Red Potatoes Agribusiness at Solok Regency, West Sumatra. Coached by LUKMAN MOHAMMAD BAGA and

NETTI TINAPRILLA.

Potato (Solanum tuberosum L) is one of horticulture commodities that is prioritized to get food consumption diversification development, and potato is one of the important food commodities in the world. One of any potatoes cultivated by Indonesian is Red Potato. Red Potato contains more carbohydrate and less water. It makes red potato can be processed into potato chips and other tasty delicious food product. In term of cultivation point of view, red potato is more pest resistant. Red potato is one of important vegetable commodities that has potential business perspectives. Red potato is cultivated at the mountain area of Dieng, Central Java, Bengkulu and Solok regency, West Sumatra. Potato is one of the superior commodities in Solok Regency. At this moment Solok Regency is a very precise place to develop red potato commodity trough the developing agribusiness of red potato.

The purposes of this research are (1) to describe current condition of red potato agribusiness at solok regency, west Sumatra province, (2) to identify strategic issues in order to examine internal and external condition in developing red potato commodity in Solok regency and (3) to formulate strategy in developing agribusiness of red potato to increase the wealth of the farmer. This research was conducted in Solok regency, West Sumatra Province the one and the only place of red potato cultivating area in West Sumatra.

The method used in this research was qualitative and quantitative method covers: descriptive analysis to give overview of the implementation of agribusiness system of red potato Solok Regency, analysis on the farm, Matrix analysis IFE and EFE to identify internal and external factors, SWOT analysis to set the strategy of developing red potato agribusiness in Solok Regency along with the plan of architectural strategy in order to make a recommended working program of developing red potato agribusiness in Solok Regency.

(7)

took the advantage of credit yet from related financial institution, since the farmer still use their own personal capital.

Based on identification on internal and external factors, so the results are: (a) on the internal factor, strength factors place the first rank is the willingness to be more developed and to learn of the farmer group with the score 0.52 and the main Weakness factors is the payment systems which are less profitable for farmers with the score 0.10, (b) on the external factors, opportunity factors place the first rank is government support with the score 0.44 and the main treat is the political stability with the score 0.25. Based on SWOT matrix analysis eleven strategies is recommended to develop red potato agribusiness in Solok Regency. Those eleven strategies are translated into seventeen working programs recommended based on the analysis. Those programs are divided into two : routine program and gradual program.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS KENTANG MERAH

DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah agribisnis kentang merah, dengan judul Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah, yaitu kepada:

1. Bapak Dr Ir Lukman Mohammad Baga, MAEc dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing,

2. Ibu Dr Ir Rr Heny K Daryanto, MEc selaku dosen evaluator pada kolokium,

3. Bapak Dr Ir Suharno, MADev dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji pada ujian sidang,

4. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis IPB,

5. Ibu Yuni Sulistyawati, SAB Ibu Dewi Martiawaty Utami, SPi dan Bapak Yusuf yang membantu proses administrasi tingkat program studi,

6. Ibu Ir Rifda Deliza beserta staf Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Dinas Perindustrian dan Koperasi, Pejabat Pmerintah Daerah dan KESBANGPOL Kabupaten Solok yang telah membantu selama pengumpulan data serta memberi izin selama melakukan penelitian.

7. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemberi Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Direktorat Pendidikan Tinggi,

8. Kedua orang tua Ayah Sugiarto dan Ibu Fauziah, AMa serta seluruh keluarga dan saudara-saudara atas doa dan motivasinya. Tesis ini penulis persembahkan sebagai salah satu wujud terima kasih dan tanggung jawab penulis atas segala cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, pengorbanan, keikhlasan, kesabaran dan lantunan doa untuk hidup, kebahagiaan, keberhasilan dan masa depan penulis. Kalian adalah penyemangat yang mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup berbekal kesabaran dan rasa syukur. Semua nasihat adalah motivasi dan inspirasi terbesar dalam hidup penulis, selalu bersyukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan orang tua sebaik dan seindah ayah dan ibu,

9. Someone special Yuliardi yang selalu menemani saat duka maupun duka, terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan kesabaran yang selalu diberikan,

10.Sahabat-sahabat Rumah Agribisnis dan Magister Sains Agribisnis (MSA) Angkatan 4 IPB atas segala dukungan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Agribisnis Hortikultura di Indonesia 6

Sistem Agribisnis 7

Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura 9

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Konsep Agribisnis 11

Konsep Agribisnis Hulu 12

Konsep Usahatani 13

Konsep Agribisnis Hilir (Pengolahan) 14

Konsep Pemasaran 15

Konsep Subsistem Jasa dan Penunjang 16

Manajemen Strategi 16

Konsep Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor

Evaluation (EFE) 17

Konsep Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,

Threats) 17

Konsep Arsitektur Strategik 18

Kerangka Pemikiran Operasional 20

4 METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Jenis dan Sumber Data 22

Metode Penentuan Responden 22

Metode Analisis Data 23

Analisis Deskriptif 24

Analisis Usahatani 24

Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks

External Factor Evaluation (EFE) 26

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesseses, Opportunities, Threats) 28

Rancangan Arsitektur Strategik 29

5 GAMBARAN UMUM SISTEM AGRIBISNIS 30

KENTANG MERAH 30

Letak Geografis Daerah Penelitian 30

Topografi dan Penggunaan Lahan 31

(14)

Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan/ Kegiatan 32

Komposisi Komoditi Sayuran 32

Identitas Petani Responden dan Stakeholder 33

Petani Responden 33

Stakeholders 34

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Subsistem Hulu 34

Subsistem Usahatani 35

Budidaya Kentang Merah 35

Biaya Usahatani 37

Subsistem Hilir 41

Subsistem Pemasaran 41

Subsistem Lembaga Penunjang 42

Analisis Lingkungan 43

Analisis Lingkungan Internal 43

Analisis Lingkungan Eksternal 44

Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman 49

Strategi Pengembangan Usaha 56

Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External

Factor Evaluation (EFE) 56

Analisis Matriks SWOT 58

Rancangan Arsitektur Strategik 62

7 SIMPULAN DAN SARAN 67

Simpulan 67

Saran 68

LAMPIRAN 73

(15)

DAFTAR TABEL

1 Produksi kentang dunia tahun 2012 1

2 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun

2007-2013 2

3 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013 3

4 Ringkasan perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani 26

5 Penilaian bobot faktor strategi internal 27

6 Penilaian bobot faktor strategi eksternal 28

7 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) 29

8 Komponen dalam menyusun arsitektur strategik 29

9 Persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di Kabupaten Solok

tahun 2013 31

10 Jumlah penduduk dirinci menurut jenis pekerjaan/kegiatan di

Kabupaten Solok Tahun 2013 32

11 Identitas petani responden kentang merah di Kabupaten Solok 33 12 Rata-rata per hektar penggunaan pupuk dan biaya pembelian pupuk 37 13 Distribusi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani

kentang merah musim tanam Agustus-November 2014 38

14 Distribusi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani

kentang merah per hektar musim tanam Agustus-November 2014 39

15 Rata-rata per hektar besarnya penerimaan, pendapatan dan keuntungan

petani kentang merah MT Agustus – November 2014 40

16 Trend harga BBM di Indonesia tahun 1980-2015 45

17 Jumlah industri mikro, kecil, menengah olahan kentang Kabupaten Solok 48 18 Daftar kekuatan dan kelemahan agribisnis kentang merah

di Kabupaten Solok 49

19 Daftar peluang dan ancaman agribisnis kentang merah

di Kabupaten Solok 52

20 Perkembangan konsumsi kentang merah setiap wilayah di Sumatera

Barat 54

21 Kandungan gizi kentang merah per 100 gram 54

22 Ketersediaan lahan kosong di Kabupaten Solok 54

23 Lembaga keuangan bank untuk tanaman hortikultura yang ada di

Kabupaten Solok 55

24 Pengaruh harga BBM terhadap harga jual petani kentang merah 56

25 Matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok 57

26 Matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok 58

27 Analisis matriks SOWT agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok 59 28 Rekomendasi program kerja agribisnis kentang merah

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Lingkup dan pembangunan sistem dan usaha agribisnis 12

2 Perencanaan strategi dan pendekatan arsitektur strategik 19

3 Kerangka pemikiran operasional 21

4 Klasifikasi pihak internal dan eksternal pada agribisnis kentang merah

di Kabupaten Solok 24

5 Peta Kabupaten Solok 31

6 Tingkat inflasi Indonesia (perubahan % tahunan pada indeks harga

Konsumen) 45

7 Arsitektur strategik pengembangan agribisnis kentang merah

di Kabupaten Solok 65

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komoditi sayuran di Kabupaten Solok tahun 2013 75

2 Produksi kentang merah di Kabupaten Solok 75

3 Daftar nama petani responden usahatani kentang merah

di Kabupaten Solok 2014 76

4 Biodata stakeholders pengembangan sistem agribisnis kentang merah

di Kabupaten Solok 77

5 Biaya yang diperhitungkan dan biaya yang dibayarkan pada usahatani

kentang merah MT Agustus-November 2014 78

6 Pendapatan usahatani kentang merah MT Agustus-November 2014 79

7 Hasil perhitungan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) 81 8 Hasil perhitungan matriks External Factor Evaluation (EFE) 82 9 Rata-rata matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok 84 10 Rata-rata matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok 85

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di dunia. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi kentang di dunia, dimana konsumsinya menempati urutan keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Peningkatan konsumsi kentang di dunia berkaitan dengan tingkat produksi kentang. Dilihat pada Tabel 1, bahwa negara-negara di bagian Asia merupakan penghasil kentang yang paling besar di dunia. Hal tersebut didukung oleh kondisi topografi negara-negara penghasil kentang tersebut. Tanaman kentang dapat hidup di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1 300 sampai 1 500 mdpl.

Tabel 1 Produksi kentang dunia tahun 2012

No Negara Produksi (juta ton)

Kentang merupakan komoditas hortikultura yang berpeluang untuk pengembangan agribisnis dan agroindustri. Besarnya peluang ini disebabkan harga kentang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih sesuai dengan modal, pasar terjamin dan pasti. Selain itu kentang memiliki sifat daya simpan lebih lama daripada sayuran lain seperti bawang merah, kubis, dan buncis. Pengembangan lembaga jasa penunjang agribisnis kentang dunia melalui kelembagaan petani dan stakeholder. Jasa penunjang agribisnis ditingkat kelembagaan petani dunia salah satunya dilakukan oleh National Potato Council (NPC) yang merupakan perkumpulan relawan petani kentang yang memusatkan perhatian pada kebijakan pemerintah dan peraturan di tingkat nasional dan internasional. NPC bertindak sebagai penyalur aspirasi industri kentang di Washington DC dan bekerja untuk memperbaiki kondisi yang memungkinkan petani untuk memproduksi, mengangkut, dan memasarkan produk mereka di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.

(18)

Serikat untuk membantu petani kentang di negara tersebut dalam mempromosikan konsumsi kentang di dalam dan di luar negeri. Kongres menetapkan tarif yang disesuaikan untuk setiap 100 pon kentang yang dipasarkan di Amerika Serikat. Pendapatan yang diterima akan disalurkan kepada USPB yang kemudian memanfaatkan pendapatan tersebut untuk mendukung program pemasaran dan promosi di pasar domestik dan luar negeri. Salah satu bentuk USPB yang telah diterapkan adalah fokus pada kajian mengenai kebijakan pemerintah dan peraturan lainnya yang berpengaruh pada kemampuan petani untuk memproduksi, mengangkut, dan memasarkan produk mereka. Selain itu, beberapa organisasi juga menggerakkan program pemasaran dan promosi kentang yang ditanam di tiap negara bagian.

Kentang merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang dapat memproduksi makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat, namun membutuhkan hamparan lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pada basis bobot segar, kentang memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi dalam pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.

Komoditas kentang juga termasuk ke dalam komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, banyak petani ataupun investor mulai menanamkan modal untuk membudidayakannya. Penggunaannya yang cukup bervariasi ditambah perannya yang sangat penting bagi penderita diabetes membuatnya banyak dicari dan berharga cukup tinggi diantara komoditas pertanian yang lain (Samadi 2002).

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hamparan pertanian yang cukup luas. Melihat sedemikian besar manfaatnya maka kentang dapat berpotensi menghasilkan devisa negara melalui ekspor. Hal tersebut juga harus didukung oleh sistem agribisnis yang baik agar dapat meghasilkan produk yang berkualitas. Sistem agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB), peluang penyerapan kesempatan kerja dan ikut serta dalam peningkatan ekspor (Deptan 2012). Keragaan sistem agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari subsistem hulu, usahatani, pengolahan hasil, pemasaran, kelembagaan, serta lembaga penunjang.

Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun 2007-2013

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

(19)

Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kentang di Indonesia dari tahun 2007 sampai ke tahun 2013 selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 tanaman kentang nasional mengalami penurunan baik pada luas panen, produksi, dan produktivitasnya, walaupun penurunannya memang relatif tidak signifikan.

Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan belakangan ini sudah mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai dalam bentuk french fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/Ha) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional (agribusiness led development) maka persoalan ekonomi Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan devisa, pemerataan kesejahteraan dan percepatan pembangunan ekonomi daerah yang dapat membangun ketahanan pangan serta pelestarian lingkungan hidup, seharusnya dapat dipecahkan dengan baik dan dilakukan secara berkelanjutan.

Menurut Depatermen Pertanian (2013), produksi kentang di Indonesia masih sangat rendah dengan produksi rata-rata hanya sekitar 16 ton per hektar. Rendahnya hasil tersebut terkait dengan mutu bibit yang kurang baik (misalnya terinfeksi virus), teknologi bercocok tanam yang belum memadai, serta iklim yang kurang mendukung. Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan umbi kentang sebesar 2-10 persen serta menimbulkan bagian terbuang sekitar 10 persen.

(20)

Ferizal (2013) mengatakan meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih terbatas. Kentang merah baru dibudidayakan di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Solok. Tanaman Kentang menempati urutan kedua komoditas sayuran dengan luas pertanaman mencapai 1 462 hektar (Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Solok 2013). Saat ini Kabupaten Solok sangat tepat untuk mengembangkan komoditi kentang merah melalui pembangunan sistem agribisnis kentang merah.

Perumusan Masalah

Kabupaten Solok merupakan suatu kawasan pegunungan yang terletak di Provinsi Sumatera Barat dengan ketinggian rata-rata 1 458 m dpl. Salah satu komoditas hortikultura yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Solok adalah Kentang. Jenis Kentang yang biasa ditanam adalah kentang Granola, namun pada tahun 2012pemerintah daerah Kabupaten Solok mensosialisasikan kepada petani untuk membudidayakan kentang merah dengan alasan kentang merah akan dijadikan komoditi unggulan daerah dengan dukungan lahan Kabupaten Solok yang cocok untuk ditanami kentang merah serta Kabupaten Solok merupakan satu-satunya daerah di Sumatera Barat yang membudidayakan kentang merah.

Petani menyukai budidaya kentang merah karena pemeliharaan yang sederhana dan tahan terhadap hama penyakit. Umumnya kentang yang dikenal dan banyak beredar di pasaran adalah kentang berumbi putih kekuningan. Tapi, ada juga kentang berumbi merah. Kentang jenis ini kulitnya berwarna merah, tapi dagingnya berwarna kuning. Kentang merah mengandung karbohidrat yang lebih banyak dan berkadar air lebih rendah. Ini membuat olahan kentang menjadi keripik atau makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Setiap 100 gram kentang merah mengandung kalori 347 kalori, protein 0.3 gram, lemak 0.1 gram, karbohidrat 85.6 gram, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Kentang dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai macam olahan. Misalnya, kentang rebus, kentang goreng, aneka snack, perkedel, dan berbagai jenis makanan lainnya (Samadi 2002). Dari sisi pembudidayaan, kentang merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Petani bisa menanam kentang merah, baik di dataran medium hingga tinggi.

Meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih terbatas. Menurut Ferizal (2013), budidaya kentang merah berlokasi di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok Sumatera Barat. Jumlah produksi kentang merah di Pegunungan Dieng mencapai 30 ton/ha, di Bengkulu mencapai 40-50 ton/ha kentang sekali musim panen, sedangkan di Kabupaten Solok hasil produksi sekitar 15 ton/ha sekali panen.

(21)

pemasaran yang baik, sejauh ini hasil panen kentang merah di jual petani ke tengkulak dengan harga jual yang relatif rendah. Harga jual petani ke tengkulak berkisar Rp5 500/ kg. Padahal, harga di tingkat konsumen mencapai Rp12 000/kg

– Rp13 000/kg.

Kendala lainnya yang dihadapi petani yang menyebabkan produksi kentang merah di Kabupaten Solok masih rendah adalah belum optimalnya pengendalian sumber daya alam (SDA), masih rendahnya SDM petani terhadap komoditas kentang merah, sulitnya mendapatkan bibit kentang merah, harga bibit kentang merah cenderung lebih mahal dibanding dengan harga bibit kentang biasa. Pada umumnya bibit diperoleh petani dari sisa panen kentang merah yang kemudian dijadikan bibit penanaman selanjutnya. Disamping harga bibit yang mahal, petani masih sulit memasarkan kentang merah, karena masyarakat pada umumnya belum mengetahui manfaat dari kentang merah, sehingga masyarakat lebih cenderung membeli kentang biasa.

Selain masalah pada subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem pemasaran, kentang merah juga mempunyai masalah pada subsistem hilir (pengolahan) dimana kentang merah belum masuk ke dalam industri pengolahan, hal ini disebabkan karena industri pengolahan kentang yang ada di Kabupaten Solok belum menggunakan kentang merah sebagai bahan baku olahan produk kentangnya. Sedangkan pada subsistem lembaga penunjang, peran lembaga keuangan di Kabupaten Solok belum berfungsi, dimana petani kentang merah di Kabupaten Solok tidak memanfaatkan kredit yang diberikan lembaga keuangan untuk membatu permodalan dalam menjalankan usahataninya. Disisi lain, pemerintah daerah Kabupaten Solok berniat untuk mengembangkan kentang merah di Kabupaten Solok yang akan dijadikan sebagai icon Kabupaten Solok. Disamping kendala-kendala pada sistem agribisnis di atas, dari segi penelitian, belum ada peneliti yang pernah meneliti tentang kentang merah, padahal kentang merah memiliki prospek yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan daerah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat?

2. Isu strategis apa saja yang dipertimbangkan untuk melihat kondisi internal dan eksternal dalam pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok?

3. Bagaimana upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok?

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi operasional strategi pengembangan kentang merah di Kabupaten Solok, secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:

(22)

2. Mengidentifikasi isu strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok

3. Memformulasikan strategi upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok untuk mensejahterakan petani

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memiliki ketertarikan untuk mengembangkan penelitian serupa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan dalam pengembangan komoditas kentang merah berbasis agribisnis khususnya di Kabupaten Solok. Selain itu, penelitian ini bisa dijadikan salah satu bahan informasi bagi masyarakat umum, pelaku utama dan pelaku usaha khususnya yang berkaitan dengan peluang agribisnis komoditas kentang merah di Kabupaten Solok.

Ruang Lingkup Penelitian

Mengacu pada latar belakang, tujuan penelitian, serta kendala yang ada, ruang lingkup penelitian ini adalah analisis yang terbatas pada agribisnis kentang merah yang akan membahas subsistem on-farm, mengidentifikasi isu strategis pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok, dan memformulasikan strategi pengembangan wilayah berbasis komoditas dalam upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Agribisnis Hortikultura di Indonesia

Hasil penelitian Kasimin (2013) yang berjudul keterkaitan produk dalam pengembangan agribisnis hortikultura unggulan di Provinsi Aceh mengatakan bahwa tingkat produksi hortikultura dipengaruhi oleh harga bibit, jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah tenaga kerja. Sehingga untuk meningkatkan produksi hortikultura unggulan di Provinsi Aceh (cabai merah, kentang, dan jeruk) perlu diupayakan melalui pemakaian bibit unggul yang baik, pupuk secukupnya, dan peningkatan pemeliharaan tanaman yang lebih baik. Tingkat pendapatan hortikultura unggulan dipengaruhi oleh harga jual, biaya pemasaran, pola pembinaan, dan sarana transportasi. Semakin tinggi harga jual, biaya pemasaran, dan sarana transportasi maka semakin tinggi tingkat pendapatan usaha tani hortikultura unggulan di Aceh.

(23)

mengatakan sebaran permintaan rumah tangga nampaknya sejalan dengan sebaran jumlah penduduk suatu wilayah, namun diperkirakan variabel pendapatan turut berpengaruh. Sementara itu, sebaran besarnya permintaan konsumen institusi sangat terkait dengan perkembangan ekonomu wilayah perkotaan dan industri, daerah pariwisata, serta aksebilitanya terhadap pasar ekspor. Tarikan pasar nampak nyata dengan mengalirnya produk sayur dari daerah sentra produksi sayuran dataran tinggi ke daerah tujuan pasar utama yaitu Riau Daratan, Riau Kepulauan, Kota-kota Provinsi, dan tujuan pasar ekspor ke Singapura dan Malaysia. Berdasarkan basis tarikan pasar dan peta konsumsi atau permintaan di KAHS, maka beberapa kebijakan operasional yang dapat diimplementasikan adalah: (1) pengembangan komoditas sayuran diarahkan pada daerah daerah sentra produksi yang berdekatan dengan daerah pusat konsumsi, yang dapat diprioritaskan di daerah sentra produksi Sumatera Utara (Karo, Simalungun, dan Deli Serdang); (2) pengembangan komoditas sayuran pada daerah sentra produksi yang memiliki aksebilitas yang baik ke daerah-daerah pusat konsumsi baik

konsumen rumah tangga maupun konsumen konstitusi yang dapat

diimplementasikan di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu Utara (Bengkulu), serta Kabupaten Kerinci (Jambi); (3) untuk pengembangan daerah sentra produksi sayuran dataran rendah (cabai merah dan tomat) nampaknya hanya cocok kalau ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokalnya; dan (4) untuk daerah-daerah tujuan pasar utama (Riau daratan dan Riau kepulauan) yang merupakan wilayah agroekosistem daratan rendahnya layak memproduksi sayuran berdaun lebar untuk kebutuhan lokal maupun suplai ekspor ke Singapura dan Malaysia.

Sistem Agribisnis

Hastuti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penetapan sistem agribisnis terhadap peningkatan pendapatan petani sayuran di Kabupaten Boyolali mengatakan bahwa penerapan sistem agribisnis sayuran masih difasilitasi oleh pemerintah dalam peningkatan sumberdaya manusia dan dilakukan pendampingan dari subsistem sarana produksi, usahatani/ budidaya, pengolahan, pemasaran dan jasa penunjang dengan peningkatan fasilitas pasar, bank, penelitian, pelatihan dan pendampingan, sehingga bila sudah tidak ada pendampingan tidak terjadi penurunan pendapatan. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sarana produksi dan teknologi usaha tani perlu ada koordinasi antara peneliti, penyuluh dan pemerintah daerah. Dalam pengembangan agribisnis sayuran berlahan sempit sebaiknya dilakukan penguatan kelembagaan dan fasilitasi kepada kelembagaan agribisnis sayuran petani, dengan dilakukan pembinaan dalam penguatan kelembagaan seperti kelompok aspakusa, koperasidan lembaga lainnya.

(24)

terjangkau oleh petani. Sehingga rata-rata petani menggunakan bibit kentang varietas lokal yang tidak rentan terhadap hama dan penyakit seperti layu bakteri dan hama Trips, karena bibit kentang yang digunakan sudah tidak diketahui generasi keberapa.

Hasil dari penelitian Hastuti (2008) dan Kemala (2006) sejalan dengan penelitian yang dilakukan Minsyah (2009) dengan judul potensi dan strategi pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Minsyah (2009) memperoleh hasil bahwa peningkatan produksi dan pengembangan usahatani akan tercapai bila: (a) tersedianya sarana produksi (bibit/ bibit bermutu dan pupuk) dalam jumlah yang cukup, tersedia sepanjang waktu dibutuhkan, terdistribusi dengan baik, dan harga yang terjangkau oleh sebagian besar petani; (b) adanya jaminan pasar bahwa seluruh produksi terserap pasar dengan harga yang memadai; (c) terjadi perbaikan teknik budidaya dan penanganan pasca panen, serta (d) didukung kebijakan pemerintah terutama dalam bentuk program pengembangan industri pengolahan hasil, infrastruktur seperti jalan usahatani dan permodalan (kredit) usaha pertanian.

Hermawan (2006) mengatakan subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri. Yuliawati (2012) mengatakan pemasaran merupakan usaha memenuhi kebutuhan manusia, melalui proses pendistribusian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu, pemasaran akan berhasil apabila pemasaran selalu diarahkan pada pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pembeli akan memberikan balas jasa berupa loyalitas bagi penjual apabila merasa salah satu kebutuhan atau keinginannya terpenuhi.

Pemasaran hasil menjadi tolak ukur terhadap tingkat penerimaan dari kegiatan usahatani yang dijalankan. Dalam hal ini, kedudukan atau posisi tawar petani cenderung masih lemah. Lemahnya posisi tawar petani antara lain disebabkan karena kurangnya atau terbatasnya akses petani terhadap informasi harga bagi produk yang akan dipasarkan. Selain itu dengan sifat pasar yang cenderung oligopsoni, semakin melemahkan petani untuk bernegosiasi. Adanya keterpaksaan dari petani untuk segera menjual produknya karena didorong atas kebutuhan rumah tangga atau desakan untuk membayar hutang dan membiayai kegiatan usaha tani selanjutnya membuat posisi tawar petani semakin lemah. Oleh karena itu, terciptanya harga kentang merah yang wajar dalam rangka meningkatkan pendapatan petani kentang merah sekaligus peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani perlu mendapat perhatian dari pemerintah (Sejati et al. 2009).

(25)

terendah pada saluran III yaitu 55.55 persen. Melihat kondisi seperti ini dapat disimpulkan bahwa share harga yang diterima petani masih relatif kecil.

Hasil penelitian Rante (2013), marjin pemasaran yang diperoleh oleh pedagang pengumpul/ perantara dan pedagang pengecer berkisar antara 18.5 persen sampai 25 persen. Ini artinya marjin yang mereka peroleh masih wajar. Hal ini berarti agen perantara perdagangan/pemasaran kentang merah di Kabupaten Keerom adalah peluang (opportunity), dikarenakan mampu memberikan keuntungan bagi pelaku usaha ini.

Keberadaan subsistem lembaga penunjang sangat mempengaruhi suatu sistem agribisnis. Seperti yang dikutip dari penelitan Fatmasari (2011), agribisnis kentang di Kabupaten Bantaeng terdiri dari lembaga penyaluran sarana produksi yang terdapat di desa Bonto Marannu, lembaga yang bekerja dibidang agribisnis hulu yaitu UPTD Hortikultura Dinas Pertanian Bantaeng bekerjasama dengan PKPUNHAS memproduksi bibit kentang kultur jaringan dan membina penangkar bibit kentang, lembaga di bidang pemasaran, para pedagang yang berada dipasar dan kelompok tani yang rata-rata tiap desa sudah ada, namun belum berperan banyak dalam hal pemasaran kentang sehingga sebagian besar petani menjual sendiri hasil produksi kentangnya ke pedagang pengumpul.

Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura

Nainggolan dan Aritonang (2012) dalam makalahnya yang berjudul pengembangan sistem agribisnis dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan mengatakan strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap akan bergerak dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu mengantarkan pertanian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam dunia internasional. Jika dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan yang berdaya saing dan berkerakyatan.

Kasimin (2013) mengatakan masalah utama dalam pengembangan agribisnis hortikultura adalah tingginya serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai merah dan jeruk, kekurangan modal kerja dan sarana produksi pada komoditas cabai merah dan kentang, serta rendahnya harga jual pada komoditas kentang. Oleh karena itu, petani sebagai pelaku utama dan pakar hortikultura sebagai pelaku pendukung, merekomendasikan pemecahan masalah melalui perbaikan budi daya hortikultura, bantuan sarana produksi, peningkatan pembinaan, dan pemakaian bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Petani juga menyarankan perlunya perbaikan harga jual pada komoditas hortikultura unggulan di Aceh.

(26)

produktivitas maka kebjiakan pengembangan sayuran di wilayah Sumatera dapat dilakukan: (1) mempertahankan daerah sentra-sentra produksi sayuran utama yang memiliki potensi produktivitas tinggi, seperti Kabupaten Karo, Simalungun, Deli Serdang, Tapanuli Utara (Sumatera Utara) dan Kabupaten Solok (Sumatera Barat), untuk daerah sentra produksi yang mengalami pertumbuhan negatif perlu dilakukan program rehabilitasi; (2) Mempercepat pengembangan di daerah sentra produksi utama yang memiliki pertumbuhan tinggi seperti yang terjadi di Kabupaten Simalungun; dan (3) Pengembangan lebih lanjut pada daerah-daerah yang memiliki potensiproduksi moderat, namun dengan pertumbuhan positif, seperti di Kabupaten Tanah Datar, Agam (Sumatera Barat), serta Kabupaten Aceh Besar, Pidie dan Aceh Utara (NAD). Untuk dapat mengimplementasikan ke arah kebijakan yang didasarkan atas keseimbangan permintaan atau pasar dan produksi di KAHS maka perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan operasional sebagai berikut: (1) Memantapkan kelembagaan forum KAHS baik dari aspek struktur keorganisasian maupun dalam perumusan tupoksinya, dalam hal ini yang terpenting adalah adanya kompatibilitas antara struktur yang dibangun dengan tupoksi yang harus dijalankan; (2) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan pola tanam antar wilayah kawasan di masing-masing daerah sentra produksi utama, selanjutnya secara bertahap diperluas antar wilayah provinsi dalam KAHS; (3) Pengintegrasian antara program forum KAHS dan program Agropolitan sehingga dapat memenuhi empat faktorpenggerak pembangunan di KAHS, yang didasarkan atas potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia yang berkualitas, teknologi yang senantiasa berubah, dan (4) penguatan kelembagaan, baik di tingkat petani dan pelakua gribisnis melalui forum KAHS.

(27)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Agribisnis

Davis and Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana Agr=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah. Antara (2000), menyampaikan bahwa agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif danterdiri dari beberapa subsistem, yaitu; 1) subsistem pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), 2) subsistem produksi usahatani, 3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), 4) subsistem pemasaran dan perdagangan, dan 5) subsistem kelembagaaan penunjang. Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan; a) kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness) dengan penerapan teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah (off-farm agribusiness), b) kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala usaha kecil, rumah tangga hingga skala usaha raksasa. Sehingga usaha mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis dengan kondisi petani yang lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan yang terbatas) akan dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan agribisnis. Dengan demikian pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk (model, sistem, pola) yang mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam bentuk peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja.

Agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti luas tidak dilaksanakan secara sektoral tetapi secara intersektoral atau dilaksanakan tidak hanya secara subsistem melainkan dalam satu sistem (Saragih 2001; Fava and Roberto 2010). Dan agribisnis adalah suatu usaha tani yang berorientasi komersial atau usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan usahatani adalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis terpadu, yaitu apabila sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pengolahan dan pemasaran dikembangkan melalui manajemen agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait (Said et al. 2001).

(28)

1. Industri

dalam pengolahan hasil pertanian dan pemasaran. Keempat, subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, asuransi dan lainnya. Agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1) subsistem pengadaan sarana produksi (agribisnis hulu), 2) subsistem usahatani, 3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian, 4) subsistem pemasaran dan 5) subsistem jasa dan penunjang (Saragih 2010a).

Gambar 1 Lingkup dan pembangunan sistem dan usaha agribisnis

(Sumber : Saragih 2010a)

Konsep Agribisnis Hulu

Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain. (Saragih 2010).

Subsistem agribisnis hulu memiliki beberapa fungsi penting yaitu:

a. Menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar mampu menghasilkan produk usahatani yang berkualitas.

b. Memberikan pelayanan yang bermutu kepada usahatani. c. Memberikan bimbingan teknis produksi.

(29)

f. Menyaring dan mensintesis informasi agribisnis praktis untuk petani

g. Mengembangkan kerjasama bisnis (kemitraan) untuk dapat memberikan keuntungan bagi para pihak.

Sesuai dengan pengertian, subsistem agribisnis hulu bergerak pada bidang penyediaan sarana produksi. Terdapat beberapa jenis perusahaan maupun usaha yang bergerak pada subsistem ini, seperti penyediaan pupuk, bibit, pestisida, alat serta mesin pertanian, dan sebagainya.

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi barupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Adapun ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia adalah: (1) Kecilnya luas lahan yang dimiliki oleh para petani, (2) Modal yang dimiliki para petani terbatas, (3) Rendahnya keterampilan dan pengetahuan manajemen yang dimiliki oleh para petani, (4) Produktivitas dan efisiensi rendah, (5) Petani dalam kondisi sebagai penerima harga karena bargaining position lemah dan (6) Rendahnya tingkat pendapatan petani (Suratiyah 2006).

Usahatani pada hakikatnya adalah perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien, guna memperoleh keuntangan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi dapat tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.

Dalam melakukan analisis usahatani ini, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usahatani yang dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis usahatani yang dilakukan oleh petani atau produsen memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau meneliti (Soekartawi 2002): a. Keunggulan komparatif (comparative advantage)

b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (low of diminishing returns) c. Substitusi (substitution effect)

d. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure) e. Biaya yang diluangkan (opportunity cost)

f. Pemilikan cabang usaha (macam tanaman lain apa yang dapat diusahakan) g. Buku timbang tujuan (good trade off)

(30)

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Usahatani juga merupakan sebagian kecil dari kegiatan di permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang di gaji bercocok tanam atau memelihara ternak. Petani yang berusaha tadi sebagai suatu cara hidup, melakukan pertanian karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani meluangkan waktu, uang serta dalam mengombinasikan masukan untuk menciptakan keluaran adalah usahatani yang dipandang sebagai suatu jenis perusahaan (Soekartawi 2002). Pengelolaan usahatani yang efisien akan mendatangkan pendapatan yang positif atau suatu keuntungan, usahatani yang tidak efisien akan mendatangkan suatu kerugian. Usahatani yang efisien adalah usahatani yang produktivitasnya tinggi. Ini bisa dicapai kalau manajemen pertaniannya baik.

Dalam faktor-faktor produksi dibedakan menjadi dua kelompok:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam-macam tingkat kesuburan, bibit, varietas pupuk, obat-obatan, gulma dsb.

b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, status pertanian, tersedianya kredit dan sebagainya.

Dalam usahatani modal merupakan barang ekonomi yang digunakan untuk memperoleh pendapatan dan untuk mempertahankan pendapatan keluarga tani. Menurut Mubyarto (1999), modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi lain (tanah + tenaga kerja) menghasilkan barang-barang yaitu berupa hasil pertanian. Soekartawi (1995) mengelompokkan modal menjadi dua golongan, yaitu:

a. Barang yang tidak habis dalam sekali produksi misal peralatan pertanian, bangunan, yang dihitung biaya perawatan dan penyusutan selama 1 tahun b. Barang yang langsung habis dalam proses produksi seperti bibit, pupuk,

obat-obatan dan sebagainya

Konsep Agribisnis Hilir (Pengolahan)

Subsistem agribisnis hilir (pengolahan) merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya.

Kegiatan pengolahan hasil pertanian harus dilakukan agar suatu produk mempunyai nilai tambah. Kegiatan ini menjadi penting karena pertimbangan diantaranya, yaitu meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan dan meningkatkan pendapatan produsen. Dari sini jelas bahwa pengolahan yang baik akan menghasilkan nilai tambah yang besar pula. Nilai tambah bagi kegiatan agroindustri dapat terjadi sebagai akibat proses produksi yang mentransformasikan input agroindustri menjadi output agroindustri (Martin et al. 1991).

(31)

suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al. 1987).

Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja yang berupa keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan mempengaruhi besarnya imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan dilihat dari keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja juga dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan adalah padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan padat modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada proporsi keuntungan perusahaan. Kualitas bahan baku juga mempengaruhi besarnya nilai tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan kualitas yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Soeharjo 1991).

Konsep Pemasaran

Menurut Levens (2010), pemasaran adalah suatu proses dan fungsi merencanakan, menciptakan, mengkomunikasikan, mengantarkan nilai/ value kepada pelanggan. Maksud dari nilai/value tersebut adalah perbandingan relatif antara pendapatan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan.

Studi atau analisis pemasaran dari perspektif makro dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan yang umum dapat dilakukan adalah; pendekatan fungsi, kelembagaan, sistem, dan struktur pasar (Asmarantaka 2012).

1. Pendekatan fungsi

Pendekatan fungsi adalah pendekatan studi pemasaran dari aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem pemasaran yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen (kepuasan).

2. Pendekatan kelembagaan

Pendekatan kelembagaan membantu mengerti mengapa terdapat spesialisasi pedagang perantara dalam sistem pemasaran, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada suatu tempat, bagaimana karakter dari berbagai jenis pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara dan juga susunan dan organisasi dari aktivitas pemasaran dalam produk agribisnis atau industri pangan.

3. Pendekatan Sistem (The System Approach)

Pendekatan sistem menekankan pada keseluruhan sistem. Artinya pendekatan yang secara kontinyu dan efisien dari seluruh sub-sub sistem yang ada di dalam aliran produk/ jasa mulai dari petani produsen primer sampai ke konsumen akhir.

(32)

Konsep Subsistem Jasa dan Penunjang

Subsistem jasa dan penunjang merupakan aktivitas penunjang untuk memperlancar dan mengembangkan subsistem yang lain. Aktivitas ini misalnya lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, dan lain-lain (Saragih 2010).

Lembaga penyuluhan berfungsi memberikan layanan informasi dan pembinaan teknik produksi, budidaya, dan manajemen. Lembaga keuangan seperti perbankan, modal ventura, dan asuransi memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.

Manajemen Strategi

Strategi merupakan sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir dari setiap perusahaan. Sebuah perusahaan dituntut untuk mengembangkan strategi yang antisipatif terhadap kecenderungan-kecenderungan baru guna mencapai dan mempertahankan posisi bersaingnya. Beberapa definisi tentang strategi seperti yang dinyatakan dalam beberapa literatur, antara lain: Mintzberg (1993), menyatakan bahwa strategi adalah pola atau rencana yang mengintegrasikan sasaran utama, kebijakan, dan tindakan organisasi disusun menjadi satu kesatuan yang terpadu. Formulasi strategi yang baik akan membantu menyusun dan mengalokasikan sumber daya organisasi ke dalam sikap yang khas dan aktif berdasarkan kompetensi internal dan kelemahan yang dimiliki dalam mengantisipasi perubahan lingkungan. Menurut Jauch dan Glueck (1988), strategi didefinisikan sebagai rencana yang disatukan, menyeluruh serta terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Maksud dari rencana yang disatukan adalah mengikat semua bagian perusahaan menjadi satu, sedangkan maksud dari strategi yang bersifat menyeluruh adalah meliputi semua aspek penting perusahaan. Adapun maksud dari strategi sifat terpadu yaitu semua bagian rencana serasi satu sama lain dan bersesuaian. Menurut David (2005), strategi merepresentasikan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan jangka panjang. Jangka waktu untuk tujuan dan strategi harus konsisten, biasanya antara dua sampai lima tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa strategi adalah cara untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dalam suatu kondisi lingkungan tertentu

Manajemen strategi adalah seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, kuangan/ akuntansi, produksi/ operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional (David 2010).

(33)

suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Manajemen strategi merupakan suatu proses yang dinamik karena berlangsung secara terus menerus dalam suatu organisasi. Setiap strategi selalu memerlukan peninjauan ulang dan bahkan mungkin perubahan di masa depan. Salah satu alasan utamanya adalah karena kondisi yang dihadapi satu organisasi, baik yang sifatnya internal maupun eksternal selalu berubah-ubah pula. Dengan perkataan lain, strategi manajemen dimaksudkan agar organisasi menjadi satuan yang mampu menampilkan kinerja tinggi karena organisasi yang berhasil adalah organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Terdapat dua belas tahap dalam proses manajemen strategi yaitu: (1) perumusan misi organisasi (perusahaan); (2) penentuan profil organisasi; (3) analisis dan pilihan strategi; (4) penetapan sasaran jangka panjang; (5) penentuan strategi induk; (6) penentuan strategi operasional; (7) penentuan sasaran jangka pendek; (8) perumusan kebijaksanaan; (9) pelembagaan strategi; (10) penciptaan sistem pengawasan; (11) penciptaan sistem penilaian; (12) penciptaan sistem umpan balik (Siagian 2011).

Konsep Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Menurut David (2009:229), menyatakan bahwa matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dihadapi perusahaan terdiri dari aspek sumberdaya manusia, pemasaran, produksi dan operasi, keuangan dan akuntasi dan sistem informasi. Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut persoalan ekonomi, politik dan pemerintahan, sosial budaya, teknologi, lingkungan, demografi, persaingan di pasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternal perusahaan berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Matriks IFE dan EFE terdiri dari kolom bobot, rating, dan total nilai yang merupakan hasil kali dari bobot dan rating. Untuk kolom bobot dan rating diisi sesuai dengan nilainya yang merupakan hasil dari pengelompokan faktor-faktor internal dan eksternal berdasarkan tingkat kepentingannya.

Konsep Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi.

(34)

1. Kekuatan ( Strengths) :

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar.

2. Kelemahan (Weaknesses)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

3. Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan–kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.

4. Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/ panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

Konsep Arsitektur Strategik

(35)

Menurut Yoshida (2006), untuk menyusun sebuah arsitektur strategik yang lengkap perlu memperhatikan komponen inti yang merupakan komponen krusial dan komponen pendamping yang merupakan turunan lanjutan komponen inti. Komponen inti arsitektur strategik berupa visi, misi perusahaan, sasaran atau tujuan organisasi, dan tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan. Komponen pendamping arsitektur strategik adalah kompetensi inti organisasi dan strategicintent. Setelah menganalisis komponen inti dan komponen pendamping, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis yang disiapkan sebelumnya. Perancangan arsitektur strategik dengan menggunakan pendekatan yang kedua dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Perencanaan strategi dengan pendekatan arsitektur strategik (Sumber : Djohar dalam Yoshida 2006)

a. Visi dan Misi Organisasi

Visi organisasi adalah pernyataan tentang cita-cita yang ingin dicapai di masa mendatang (what do we want to become). Misi organisasi adalah pernyataan tentang alasan keberadaan organisasi (the reason for being). Visi dan misio rganisasi harus dinyatakan secara jelas sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang salah bagi setiap anggota organisasi.

b. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Analisis ini merupakan pemindaian terhadap faktor-faktor internal dane ksternal yang mempengaruhi organisasi saat ini dan di masa yang akan datang. Alat analisis internal yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis rantai nilai, sedangkan analisis lingkungan eksternal menggunakan analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi) dan analisis lingkungan Porter.

c. Industry Foresight (Redefinisi Masa Depan Industri)

Industry foresight memberikan gambaran tentang hal-hal yang potensial dalam organisasi untuk dikembangkan di masa depan dan memungkinkan organisasi untuk mengambil posisi sebagai pemimpin. Dengan menyusun suatu masa depan industri, maka organisasi akan dapat mengontrol evolusi industrinya dan membentuk masa depannya sendiri.

d. Strategic Challenge (Tantangan Organisasi)

Hamel dan Yosida (2006) mengatakan bahwa tantangan organisasi adalah sarana atau tata cara operasional yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh organisasi untuk memperoleh keunggulan bersaing yang baru secara bertahap.

Visi/Misi

Analisis Internal Industry Foresight Analisis Eksternal

Arsitektur Strategik

Tantangan

Organisasi

Sasaran

Program Strategi &

(36)

Tantangan organisasi merupakan rencana awal yang perlu dipersiapkan organisasi meliputi potensi bisnis dan perkiraan investasi yang diperlukan untuk merealisasikan bisnis baru. Tantangan organisasi mengidentifikasikan titik fokus untuk pembangunan kapabilitas organisasi dalam jangka pendek maupun menengah.

e. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai merupakan tujuan organisasi yang telah dikuantifisir dengan baik. Sasaran diidentifikasi dengan memperjelas visi, misi, dan tujuan perusahaan. Biasanya sasaran perusahaan merupakan visi, misi, dan tujuan perusahaan.

Untuk menggambarkan peta arsitektur strategik sendiri belum ada standar

yang baku. Gambar arsitektur strategik harus dapat memperlihatkan ’jalan perubahan’ yang akan ditempuh organisasi untuk mewujudkan visi, misi dan tujuannya. Arsitektur strategik merupakan alat yang dapat dimanfaatkan organisasi untuk memenangkan persaingan dalam industri tertentu. Memenangkan persaingan tersebut dilakukan dengan cara membangun sendiri kekuatan inti organisasi, dan mengembangkan sendiri batasan industri. Dengan demikian kekuatan inti yang ada dapat dimaksimalkan untuk meraih kemenangan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Pengembangan komoditas kentang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan diversifikasi pangan. Kentang merupakan komoditas subsektor hortikultura yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Perannya yang pentings ebagai salah satu sumber bahan pangan baik dalam bentuk segar maupun olahan, sumber pendapatan masyarakat, serta sebagai komoditas ekspor Indonesia menjadikan kentang sebagai komoditas yang patut mendapat prioritas perhatian dari pemerintah dan masyarakat.

Kabupaten Solok merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai untuk budidaya kentang. Kabupaten Solok memiliki beberapa komoditas unggulan pertanian dan kentang merupakan komoditas yang menjadi andalan di kabupaten ini.

Tujuan pembangunan pada sektor pertanian di Kabupaten Solok diarahkan pada upaya peningkatan mutu, produksi dan pemasaran hasil pertanianserta mengembangkan usahatani terpadu guna memantapkan swasembada pangan, memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, meningkatkan komoditi-komoditi ekspor, komoditi bahan-bahan industri dalam negeri, meningkatkan taraf hidup petani, mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta mendorong peran serta swasta untuk mengembangkan potensi pertanian. Salah satu upaya untuk mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Solok, ditempuh melalui pengembangan agribisnis komoditas kentang yang menjadi komoditas unggulan dan pada saat sekarang mulai dibudidayakan komoditas Kentang Merah.

Gambar

Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun 2007-2013
Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013
Gambar 1 Lingkup dan pembangunan sistem dan usaha agribisnis
Gambar 2 Perencanaan strategi dengan pendekatan arsitektur strategik
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Heuristik adalah teknik yang dirancang untuk memecahkan persoalan dengan mengabaikan apakah solusi dapat terbukti benar

Advanced magnetic resonance imaging (MRI) methods, including diffusion-weighted imaging and magnetic resonance angiography (MRA), are highly sensitive for the detection of

Rumah Sakit dengan kemampuan pelayanan Gawat Darurat Level 1 yang dapat diakses masyarakat di Kabupaten Batang tahun 2012 adalah 100%, sedangkan untuk

Maksudnya imperatif kebebasan sebagai hak-hak warga yang asasi (civil rights) harus dihormati dan ditegakkan oleh pengemban kekuasaan negara dimana pun dan kapan pun,

• Petersen, Christian (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Is Goodwill Value Relevance – Dannish Persepective” berusaha mencari tahu dampak goodwill dan penurunan

http://www.associatedcontent.com/article/31672/plea_bargaining_in_the_criminal_just ice.html diakses pada hari Senin, 11 Februari 2019 Pukul 11:33 WIB).. tidak menjunjung nilai

Lewat penelitian kualitatif yang dilakukan serta hasil analisa terhadap data fisik (bentuk ruang dan sistem pencahayaan buatan) dan data non fisik (persepsi ruang, persepsi

Kebutuhan akan bahan kimia di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya industri PVC khususnya industri Vinil Chloride Monomer dimana produk