• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dan program pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi dan program pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna"

Copied!
267
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

PARIWISATA BAHARI DI KABUPATEN NATUNA

R I S W A N D I

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

(3)

RINGKASAN

RISWANDI. Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan ROKHMIN DAHURI.

Kabupaten Natuna berada di wilayah Propinsi Kepulauan Riau memiliki potensi pariwisata alam dan pariwisata bahari yang cukup besar untuk dikembangkan. Saat ini potensi di sektor ini belum memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan daerah. Penerimaan terbesar APBD Kabupaten Natuna berasal dana perimbangan sebesar 90,53 persen dimana dana perimbangan yang diperoleh terbesar adalah dari bagi hasil minyak dan gas. Ketergantungan Kabupaten Natuna terhadap SDA Migas ini sangat rentan dan tidak bisa terus menerus diandalkan, karena sumber daya alam minyak dan gas ini memiliki jangka waktu tertentu dan merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga sumber daya alam pariwisata bisa menjadi alternatif sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjadi sektor yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, pengurangan kemiskinan yang selanjutnya menjadi prioritas pembangunan Kabupaten Natuna pada masa yang akan datang. Saat ini pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Natuna belum berkembang, belum terfokus pada satu lokasi dan belum ada strategi dan program pengembangan pariwisata bahari yang tepat untuk dilaksanakan. Namun, Natuna mempunyai potensi daerah wisata bahari yang cukup baik untuk dikembangkan dimana ada delapan lokasi wisata bahari potensial untuk dikembangkan. Tujuan kajian ini adalah : 1) Mengidentifikasi lokasi objek wisata bahari yang menjadi prioritas untuk dikembangkan; 2) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dalam pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna; 3) Merumuskan alternatif-alternatif strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna; 4) Menentukan strategi dan program yang dapat dilaksanakan pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Indeks Persepsi Responden terhadap empat faktor yaitu Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas dan Ancilliary, Analisis Internal dan Eksternal (IFE-EFE), Analisis SWOT dan Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

(4)

pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna adalah akses ke Kabupaten Natuna yang masih sulit.

(5)

.

SUMMARY

RISWANDI. Strategy and Development Program of Marine Tourism in Natuna Regency. Supervised by YUSMAN SYAUKAT and ROKHMIN DAHURI.

Natuna Regency, located in the province of Riau Islands, has a great potential for the development of nature tourism and marine tourism. Currently the potential in this sector has not contributed significantly to the region development. The largest revenue of Natuna’s is from the fund balance of 90.53 percent, which is mostly obtained from the shared profits of oil and gas. Natuna’s dependence on oil and gas is very vulnerable and can not continuously be maintained because these natural resources of oil and gas has a certain period of time and can not be renewed, so the natural resources for tourism can be an alternative source of regional revenue (PAD) and a sector that can contribute to economic growth, job creation, and poverty reduction and then become the development priorities in Natuna regency in the future. Atpresent, the tourism sector in Natuna is undeveloped, not yet focused on one location and there is no appropriate strategy and development program of marine tourism to be implemented. However, Natuna has a great potential for the development of marine tourism, i.e., there are eight potential locations for the development of marine tourism. The objectives of this study were 1) to identify the location of marine tourism objects to be prioritized for development, 2) to examine the internal and external factors of development marine tourism in Natuna regency, 3) to formulate alternative strategies in the development of marine tourism in Natuna, 4) to determine the strategies and programs that can be implemented by the local government to develop marine tourism in Natuna regency. The study used the analysis of Respondents Perceptions Index on four factors: Attractions, Amenity, Accessibility and Ancillary; Internal and External Analysis (IFE - EFE), SWOT Analysis; and QSPM Analysis (Quantitative Strategic Planning Matrix).

(6)

From the resulted analysis of internal and external factors through the IFE- EFE and SWOT matrix, six alternative strategies were formulated. Then, from the results of QSPM analysis, a sequence of priorities was obtained, namely: 1) to facilitate accessibility and building tourism infrastructure and facilities, 2) to develop a marine tourism on land and marine conservation areas available, 3) to enhance cooperation with the surrounding regions that have grown to open tourism track to Natuna, 4) to improve the quality of human resources that manage tourism especially marine tourism, 5) to make effective budget to build a community-based marine tourism, 6) to enhance cooperation between the government, private sectors and communities for sustainable marine tourism..

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

PARIWISATA BAHARI DI KABUPATEN NATUNA

R I S W A N D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul : Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna

Nama : Riswandi

NIM : H252110035

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah

Pascasarjana

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Kajian Pembangunan Daerah ini dengan judul “Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna” dapat di selesaikan. Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saya menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan dan saran-saran yang diberikan, semenjak penyusunan proposal sampai selesainya kajian ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada. :

1. Ibunda Hj. Maimon dan Ayahanda H. Syamsuddin Ali yang selalu memberikan dorongan, do’a dan semangat.

2. Istri saya, Maya Supa Indah Prasti yang telah memberikan dorongan moril dan juga anak-anak kami yang tersayang : Zelfya Healthy Debella dan Zelhinsky Alfaro Mellodio.

3. Bapak Drs. H. Ilyas Sabli, MSi selaku Bupati Natuna beserta seluruh jajaran pemerintah Kabupaten Natuna atas kesempatan dan dukungan sehingga saya dapat mengikuti pendidikan ini.

4. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec selaku Ketua Program Studi beserta seluruh civitas akademika Program Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Bapak Amdat, SEi dan Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, semangat dan motivasi sehingga kajian ini dapat diselesaikan.

Saya menyadari dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita, Amin.

Bogor, Desember 2013

(12)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Kajian 5

1.4 Kegunaan Kajian 5

II. STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Pariwisata 96

2.2 Empat Aspek dalam Penawaran Destinasi Pariwisata 9

2.3 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan 10

2.4 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas 13

2.5 Perkembangan Wisata Bahari 15

2.6 Konsep Wisata Bahari 17

2.7 Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata 18

2.8 Metode Indeks Persepsi Responden 19

2.9 Manajemen Strategis 20

2.9.1 Peluang Eksternal dan Peluang Internal 22

2.9.2 Analisis SWOT 22

2.9.3 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif 23

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 27

3.3 Metode Pengumpulan Data 27

3.4 Metode Penentuan Sampel 28

3.5 Metode Analisis Data 29

3.5.1 Analisis Indeks Persepsi Responden 29

3.5.2 Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal

dan Faktor-Faktor Eksternal 31

3.5.3 Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan

EFE (Eksternal Factor Evaluation) 32

3.5.4 Analisis Matriks IE 33

3.5.5 Analisis Matriks SWOT 34

3.5.6 Analisis Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) 35

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 36

4.2 Kondisi Demografis 37

(13)

4.4 Kondisi Pariwisata dan Perhotelan 44

4.5 Program Pengembangan Pariwisata 45

4.5.1 Visi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Natuna 46 4.5.2 Misi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Natuna 46 4.5.3 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Pariwisata

Kabupaten Natuna 47

4.5.4 Strategi dan Kebijakan Pengembangan Pariwisata

Kabupaten Natuna 48

4.5.4 Program Pengembangan Pariwisata

Kabupaten Natuna 50

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Objek Wisata Bahari Prioritas 51

5.1.1 Persepsi Responden Terhadap Atraksi Daya Tarik Wisata 59 5.1.2 Persepsi Responden Terhadap Aksesibilitas 61

5.1.3 Persepsi Responden Terhadap Amenitas 63

5.1.4 Persepsi Responden Terhadap Ancilliary 64

5.1.5 Persepsi Responden Terhadap Faktor Empat A 65

5.2 Faktor Internal dan Eksternal 67

5.2.1 Faktor Strategis Internal 67

5.2.2 Faktor Strategis Eksternal 71

5.3 Matriks IFE - EFE 75

5.3.1 Hasil Evaluasi Faktor Internal 75

5.3.2 Hasil Evaluasi Faktor Eksternal 76

5.4 Matriks Internal Eksternal (IE) 77

5.5 Matriks SWOT 78

5.5.1 Strategi S-O (Strengths – Opportunities) 80

5.5.2 Strategi S-T (Strengths – Threats) 80

5.5.3 Strategi W-O (Weaknesses – Opportunities) 80

5.5.4 Strategi W-T (Weaknesses – Threats) 81

5.6 Matriks QSPM 81

VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

6.1 Visi dan Misi Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna 83

6.2 Rancangan Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari

di Kabupaten Natuna 83

6.3 Rancangan Program dan Kegiatan Pengembangan

Pariwisata Bahari Kabupaten Natuna 87

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan 90

7.2 Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 92

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Pengembangan Pariwisata yang Sustainable versus Non Sustainable 13

2.2 Matrik SWOT 23

2.3 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif 24

3.1 Data yang Diperlukan dalam Penelitian 28

3.2 Analisis Indeks Persepsi Responden Untuk Menentukan Lokasi

Wisata Bahari Prioritas 30

3.3 Indeks Atraksi Daya Tarik Wisata 30

3.4 Indeks Aksesibilitas 30

3.5 Indeks Amenitas 30

3.6 Indeks Ancilliary 31

3.7 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal 32

3.8 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal 33

4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Natuna 37

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Struktur Mata Pencaharian Kabupaten

Natuna 38

4.3 Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas

Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 38

4.4 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2007-2011 (Persen) 39

4.5 PDRB Kabupaten Natuna Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) 39 4.6 Distribusi PDRB Kabupaten Natuna

Atas Dasar Harga Berlaku (persen) 40

4.7 Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Kepulauan Riau Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2009-2011 40

4.8 PDRB Perkapita Kabupaten Natuna (Rupiah) 41

4.9 PDRB Regional Perkapita Kabupaten Natuna (Rupiah) 42

4.10 PDRB Perkapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku

Kabupaten/Kota di Propinsi Kepulauan Riau 2009-2011 (Rupiah) 42 4.11 Realisasi Penerimaan Keuangan Kabupaten Natuna (Rupiah) 43 4.12 Realisasi Pengeluaran APBD Kabupaten Natuna (Rupiah) 43

4.13 Sarana Hotel/Penginapan di Kabupaten Natuna 44

4.14 Jumlah Objek Wisata Kabupaten Natuna 45

5.1 Objek Wisata Bahari Daerah Kabupaten Natuna 51

5.2 Lokasi Terumbu Karang untuk Pengembangan Pariwisata Bahari

di Kabupaten Natuna 52

5.3 Indeks Persepsi Responden Terhadap Atraksi Daya Tarik Wisata 60

5.4 Indeks Persepsi Responden Terhadap Aksesibilitas 62

5.5 Indeks Persepsi Responden Terhadap Amenitas 63

5.6 Indeks Persepsi Responden Terhadap Ancilliary 64

5.7 Indeks Persepsi Responden Terhadap Faktor Empat A 65

5.8 Nilai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

(15)

5.9 Matriks Hasil Perhitungan Internal Factor Evaluation (IFE) 76 5.10 Matriks Hasil Perhitungan External Factor Evaluation (EFE) 77 5.11 Matriks SWOT Pengembangan Pariwisata Bahari

di Kabupaten Natuna 79

5.12 Hasil Analisis QSPM 82

6.1 Rancangan Program dan Kegiatan Pengembangan

(16)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Pariwisata Berkelanjutan Menurut WTO 12

2.2 Skema Konsep Ekowisata Bahari 17

2.3 Manajemen Strategis 22

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Strategi Pengembangan

Pariwisata Bahari Kabupaten Natuna 25

3.2 Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal dalam

Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna 31

3.3 Matriks Internal - Eksternal 34

4.1 Peta Administratif Kabupaten Natuna 36

5.1 Peta Lokasi Objek Wisata Daerah Kabupaten Natuna 52

5.2 Kondisi Pantai Teluk Selahang 53

5.3 Kondisi Pulau Senoa 54

5.4 Dermaga di Pulau Senoa 54

5.5 Pembangkit Listrik Hybrid Tenaga Surya dan Angin di Pulau Senoa 55

5.6 Kondisi Pantai dan Pemandangan di Pulau Senoa 55

5.7 Gua Sarang Burung Walet di Pulau Senoa 55

5.8 Kondisi Pantai Sengiap 56

5.9 Kondisi Pantai Teluk Buton 56

5.10 Kondisi Pantai Sisi di Serasan 57

5.11 Kondisi Pantai Batu Kasah Cemaga 58

5.12 Kondisi Pantai Teluk Depeh 58

5.13 Kondisi Pulau Kembang 59

5.14 Keindahan Pantai Teluk Selahang 61

5.15 Kondisi Pantai Berbatu di Pantai Teluk Selahang 61

5.16 Kesenian Rakyat Permainan Alu di Pantai Teluk Selahang 61 5.17 Makanan Khas Kernas dan Lempar yang Dijual di Pantai Teluk Selahang 61

5.18 Fasilitas Transportasi Menuju Natuna 63

5.19 Peta Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Natuna 69

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia

Menurut Pintu Masuk 96

2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

ke Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 97

3 Kuesioner Penentuan Lokasi Pariwisata Bahari Prioritas 99

4 Kuesioner Penentuan Bobot dan Rating Faktor Strategis

Internal dan Eksternal 103

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pariwisata merupakan bagian yang terintegrasi dalam proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai cita cita bangsa indonesia sebagai bangsa yang mandiri, maju, adil dan makmur. Selain itu pembangunan pariwisata juga sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam hal peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. (Kemenparekraf, 2011)

Potensi alam dan budaya yang besar dapat dijadikan modal untuk mengembangkan industri pariwisata baik di tingkat nasional ataupun daerah . Potensi yang dimiliki dapat dikembangkan sebagai potensi pengembangan kegiatan perekonomian yang cepat menghasilkan devisa (quick yielding). Untuk menggalakkan pembangunan perekonomian dengan suatu pertumbuhan yang berimbang, kepariwisataan diharapkan dapat memegang peranan yang menentukan dan dapat dijadikan katalisator untuk mengembangkan sektor-sektor lain secara bertahap (Spillane, 1989).

Pembangunan pariwisata ini berdampak multi sektor dan berperan penting untuk peningkatan penyerapan tenaga kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan memberikan kontribusi dalam penerimaan negara yang dihasilkan dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara di dalam negeri yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan rasa cinta tanah air serta berperan dalam mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut pembangunan kepariwisataan ini juga berperan dalam upaya untuk meningkatkan jati diri bangsa dan mendorong kesadaran dan kebanggaan masyarakat terhadap kekayaan budaya bangsa. Selain itu pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk pelestarian sumber daya alam dengan menawarkan produk produk pariwata berkelanjutan seperti ekowisata, wisata bahari dan wisata-wisata lainnya.

Kecenderungan pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia cukup signifikan, dimana kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tumbuh 9,62% dari 6,5 juta menjadi 7,2 juta pada tahun 2011, sementara perolehan devisa tahun 2011 US$ 8,5 milyar atau tumbuh 11,8% dibanding tahun 2010 sebesar US$ 7,6 milyar. Tingginya perolehan devisa pariwisata seiring dengan meningkatnya pengeluaran wisman yang tahun 2010 US$ 1.085,75/orang menjadi US$ 1.118,26/orang perkunjungan pada tahun 2011. Sementara pengeluaran wisatawan nusantara (wisnus) meningkat dari 150,49 trilyun pada tahun 2010 menjadi 158,88 trilyun pada triwulan keempat tahun 2011 (Pusdatin Kemanparekraf, 2011). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dapat dilihat pada lampiran 1.

(19)

yang berjumlah 1,9 juta jiwa atau 27,72%. Sedangkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Propinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 1,7 juta jiwa pada tahun 2011, dimana wisatawan mancanegara masuk melalui empat pintu masuk yaitu pintu masuk Batam lewat jalur udara dan laut, pintu masuk Tanjungpinang lewat jalur laut, pintu masuk Tanjung Uban lewat jalur laut dan pintu masuk Tanjung Balai Karimun juga lewat jalur laut. Untuk melihat jumlah wisatawan mancanegara ke Propinsi Kepulauan Riau berdasarkan asal wisatawan dan pintu masuk dapat dilihat pada lampiran 2.

Sebagian besar wisatawan yang masuk ke Propinsi Kepulauan Riau adalah melalui Batam yaitu berjumlah 1,1 juta atau 68% dari total kunjungan ke Propinsi Kepulauan Riau dan berkontribusi sebesar 12,68% dari total kunjungan secara nasional. Asal wisatawan yang paling banyak masuk ke Propinsi Kepulauan Riau adalah wisatawan dari Singapura yang berjumlah 0,9 juta atau 53%. Hal ini dikarenakan jarak yang sangat dekat antara Singapura dan Batam, transportasi dan aksesibilitas yang mudah serta sudah tersedianya atraksi wisata dan fasilitas penunjang pariwisata di Batam.

Saat ini semenjak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, masing masing pemerintah daerah berupaya mengoptimalkan potensi, aset dan sumber daya yang dimiliki agar bisa memberikan kontribusi bagi perkembangan pembangunan dan perekonomian. Setiap daerah harus mencermati sektor-sektor strategis dan potensial untuk dikembangkan sesuai dengan karakteristik daerah (kondisi geografis, sumber daya alam dan sosial budaya masyarakat) sehingga produktif dan dapat membantu menopang pembangunan daerah, memberikan nilai manfaat serta menghasilkan produktifitas yang tinggi bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan. Untuk menentukan arah pembangunan perekonomian daerah (ingin memperoleh satu poin dalam pelaksanaan otonomi daerah) maka tidak ada pilihan lain kecuali membangun perekonomian berbasiskan karakteristik dan sumber daya lokal.

Kabupaten Natuna yang berada di wilayah Propinsi Kepulauan Riau, memiliki potensi yang sangat besar di sektor pariwisata. Hanya saja potensi pariwisata di sini belum dikelola secara maksimal oleh pemerintah dan semua stake holder sehingga sektor ini belum bisa memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (RIPPDA Natuna, 2010).

Sektor andalan Kabupaten Natuna saat ini adalah sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (migas) tetapi harus disadari bahwa pemanfaatan sumber daya alam migas itu tidak bisa terus menerus diandalkan. Sumber daya alam migas akan habis pada batas waktu tertentu dan tidak dapat diperbaharui, maka diharapkan sumber daya alam pariwisata menjadi alternatif, menjadi sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjadi sektor yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, pengurangan kemiskinan, dan media dalam menciptakan keharmonisan sosial dan kecintaan terhadap budaya dan lingkungan, yang selanjutnya dijadikan prioritas pembangunan daerah pada masa yang akan datang.

(20)

213.588 jiwa/tahun pada tahun 2012. Pengunjung yang berkunjung ke lokasi wisata di Kabupaten Natuna ini sebagian besar adalah wisatawan lokal atau wisatawan asal Natuna yang berada dekat dengan lokasi wisata yang ada di Kabupaten Natuna. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara, Kabupaten Natuna belum memberikan konstribusi yang signifikan, karena beberapa hambatan yang dihadapi seperti terbatasnya infrastruktur, masih kurangnya prasarana dan sarana pendukung yang tersedia, sulitnya akses dan transportasi ke lokasi wisata meskipun potensi alam dan potensi wisata baharinya cukup besar. Saat ini wilayah Kabupaten Natuna belum masuk kedalam kategori pintu masuk wisatawan mancanegara di Propinsi Kepulauan Riau.

Dengan melihat kekhasan dan keunikan wilayah Kabupaten Natuna, potensi potensi pariwisata yang tersedia di Kabupaten Natuna dan juga dengan memperhatikan kelanjutan pembangunan pariwisata jangka panjang maka jenis pariwisata yang potensial dan perlu dikembangkan di Kabupaten Natuna adalah pariwisata alam yang berupa alam pantai dan pesisir serta pariwisata bahari yang berupa laut, terumbu karang, berbagai jenis ikan dan habitat lainnya. Tetapi saat ini potensi pariwisata alam dan pariwisata bahari yang ada di Kabupaten Natuna ini belum bisa secara maksimal memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor ini belum bisa memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (BPS,2010).

Perlu adanya suatu perencanaan yang terpadu, lebih terfokus, strategi-strategi dan program-program yang tepat sasaran dalam mengembangkan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna. Untuk itu penulis ingin memberikan konstribusi terhadap pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna melalui penelitian dengan topik “Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna”. Diharapkan kegiatan pengembangan pariwisata bahari dapat meningkatkan pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Natuna.

1.2 Perumusan Masalah

(21)

Sisi, Pantai Batu Kasah Cemaga, Pulau Kembang, Batu Senduyung dan Batu Catur (RIPPDA Kabupaten Natuna, 2010).

Sesuai dengan potensi pariwisata dan karakteristik lokasi wisata yang tersedia di Kabupaten Natuna bahwa pariwisata bahari merupakan pariwisata yang tepat untuk dikembangkan dengan ciri khas yang dimiliki oleh wilayah Kabupaten Natuna dengan kondisi geografisnya, topografisnya yang unik, pemandangan alam dan keindahan terumbu karangnya yang menarik sehingga bila dikembangkan melalui program pengembangan yang tepat, sektor pariwisata akan bisa berkembang dan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat Kabupaten Natuna.

Saat ini pengembangan lokasi wisata bahari di Kabupaten Natuna masih belum terfokus di satu lokasi wisata sehingga hal ini akan menyulitkan karena keterbatasannya anggaran pengembangan pariwisata di Kabupaten Natuna. Untuk itu perlu ditentukan suatu lokasi wisata yang prioritas untuk dikembangkan terlebih dahulu agar anggaran yang digunakan untuk pengembangan sektor ini tepat sasaran dan terukur. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi permasalahan bagi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna sehingga pengembangan sumber daya manusia yang tepat di suatu lokasi wisata yang prioritas dikembangkan akan mengefektifkan anggaran bagi pengembangan sumber daya manusia pariwisata. Untuk itu yang menjadi permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah lokasi objek wisata bahari mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan ?

(22)

bahari di Kabupaten belum berkembang. Dengan melihat kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna sebagai mana telah disebutkan di atas, perlu di identifikasi faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari, dan faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata bahari. Jadi permasalahan yang dirumuskan selanjutnya adalah apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas Kabupaten Natuna ?

Untuk pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas di Kabupaten Natuna perlu adanya suatu strategi pengembangan yang tepat bagi pemerintah agar program pembangunan kepariwisataan ini bisa berjalan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Dengan kondisi wilayah Kabupaten Natuna yang jauh, sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang kurang, kondisi geografis dimana pulaunya yang terpisah-pisah, pariwisata bahari harus dibangun dan dikembangkan secara terencana, terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan agar memberikan kontribusi bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Perlu adanya suatu strategi yang tepat dalam pengembangan sektor pariwisata ini agar program pembangunan pengembangan pariwisata yang dilaksanakan pemerintah daerah bisa efektif dan efisien. Maka masalah yang perlu dirumuskan selanjutnya adalah bagaimana strategi-strategi dan apa strategi terbaik serta program yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Natuna dalam pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas ?

1.3 Tujuan Kajian

Berdasarkan latar belakang dan perumuan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi lokasi objek wisata bahari yang menjadi prioritas untuk dikembangkan.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas Kabupaten Natuna.

3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif strategi pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas Kabupaten Natuna.

4. Menentukan strategi alternatif terbaik serta program yang dapat dilaksanakan pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata bahari di lokasi wisata bahari prioritas Kabupaten Natuna.

1.4 Kegunaan Kajian

Kegunaan yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Pemerintah Kabupaten Natuna, sebagai bahan acuan dan informasi dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai strategi pengembangan pariwisata bahari Kabupaten Natuna.

2. Pihak Swasta, sebagai acuan dan informasi dalam mengembangkan investasi di sektor pariwisata.

(23)

II. STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Pariwisata

Secara etimologis, kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu pula dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Wardiyanto, 2010).

Selain itu ada bermacam pengertian lain mengenai pariwisata yaitu Mcintosh (1984) menyatakan bahwa pariwisata adalah : “A composite of activities, services and industries that delivers a travel experience, transportation, activity and other hospitality service available for individuals or group that are away from home”. Dari definisi tersebut menyatakan bahwa pariwisata adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan wisatawan baik individu maupun berkelompok dengan menikmati jasa dan insustri pariwisata, transportasi, akomodasi, restoran, hiburan dan sebagainya (Mulyadi dan Nurhayati, 2002).

Hunzieker dan Kraft (Yoeti, 2001) mengemukakan definisi pariwisata dengan batasan yang lebih bersifat teknis yang diterima secara offisial oleh The Association Experts Scientific Internationale des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST), batasan yang diberikan sebagai berikut : “Tourism is the sum of the phenomenom and relationships arising from the travel and stay of non resident, in so far as they do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity” (pariwisata adalah gabungan dari gejala dan hubungan-hubungan yang muncul dari adanya perjalanan dan tinggal sementara dari orang-orang yang bukan penduduk setempat, sejauh mereka tidak menunjukkan keinginan untuk menetap dan sejauh mereka tidak berhubungan dengan kegiatan yang menghasilkan uang).

Wahab (1975) merumuskan pengertian pariwisata sebagai berikut : “A Propeseful human activity that serves as a link between people either within one some country or beyond the geographical limits the states. It involves the temporary displacement of people to another region, country or continent for the satisfaction of varied needs other than exercising a renumerated function” (Suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri/diluar negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap).

Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, disebutkan pengertian pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

(24)

1) Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi kehendak ingin tahunya, untuk mengendorkan ketegangan sarafnya, untuk melihat sesuatu yang baru, untuk menikmati keindahan alam, atau bahkan untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota.

2) Pariwisata untuk Rekreasi (Recreation Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, yang ingin menyegarkan keletihan dan kelelahannya.

3) Pariwisata untuk Kebudayaan (Cultural Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya keinginan untuk mempelajari adat istiadat, kelembagaan, dan cara hidup rakyat daerah lain selain itu untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau untuk ikut serta dalam festival-festival seni musik, teater, tarian rakyat, dan lain-lain.

4) Pariwisata untuk Olahraga (Sports Tourism) Jenis ini dapat dibagi dalam dua kategori :

a. Big Sports Event, pariwisata yang dilakukan karena adanya

peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympiade Games, World Cup, dan lain-lain.

b. Sporting Tourism of the Practitioner, yaitu pariwisata olahraga bagi

mereka yang ingin berlatih dan mempraktekan sendiri, seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, dan lain-lain.

5) Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism)

Perjalanan usaha ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada pelakunya baik pilihan daerah tujuan maupun pilihan waktu perjalanan.

6) Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism)

Konvensi sering dihadiri oleh ratusan dan bahkan ribuan peserta yang biasanya tinggal beberapa hari di kota atau negara penyelenggara.

(25)

Pariwisata sebagai sesuatu fenomena sosial, terbentuk oleh berbagai faktor sekaligus berpengaruh terhadap banyak aspek kehidupan manusia. Soeriaatmaja (1997) mengatakan bahwa pariwisata melibatkan tiga unsur penting, yakni unsur dinamik, menyangkut urusan perjalanan atau gerakan menuju suatu daerah tujuan wisata; unsur statik, merupakan tempat terjadinya kegiatan wisata; dan unsur interaksi, yakni yang merupakan akibat dari keberadaan dua unsur penting sebelumnya. Kegiatan pariwisata, merupakan hasil interaksi antara wisatawan dengan masyarakat sekitar pada saat wisatawan mengunjungi objek wisata atau daya tarik wisata. Pariwisata dapat pula dipandang sebagai suatu fenomena geografis, kegiatan pariwisata akan senantiasa terpengaruh atau bahkan tergantung pada ciri khas yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, baik mengenai masyarakatnya, maupun kondisi topografisnya. Setiap wilayah geografis mempunyai ciri khasnya masing-masing, pengembang pariwisata perlu memahami masalah ini supaya mereka dapat memasarkan kekhasan daerah tujuan wisata yang akan dijualnya kepada calon wisatawan secara tepat. Misalnya, ada daerah tertentu yang menarik karena : pemandangan alamnya yang sejuk, topografinya yang unik, keadaan lautnya yang memiliki keanekaragaman hayati yang dapat disaksikan dengan jelas, atraksi budayanya yang unik, dinamika sosial ekonomi masyarakatnya, dll.

Pariwisata merupakan kegiatan bersenang-senang yang melibatkan banyak orang, ditandai dengan adanya perpindahan (mobilisasi) dari satu tempat yang merupakan tempat tinggalnya ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya, dimana perpindahan ini tidak bertujuan untuk menetap atau mencari nafkah. Fenomena ini menimbulkan berbagai macam unit usaha (kegiatan bisnis) yang menimbulkan berbagai dampak positif maupun dampak negatif bagi pembangunan daerah.

Dalam kegiatan pariwisata banyak komponen yang terlibat, masing-masing saling berkaitan pengaruh mempengaruhi sehingga membentuk sebuah sistem. Komponen yang dimaksud adalah : jasa pelayanan pariwisata, sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan dan lingkungan. Aktifitas pariwisata secara tidak langsung melibatkan kehidupan sosial, baik itu masyarakat sebagai wisatawan maupun sebagai penyedia objek pariwisata dan penerima wisatawan. Hubungan sosial masyarakat ini sangat berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan. Semakin erat dan harmonis hubungan antara wisatawan dengan masyarakat penerima didaerah tujuan wisatawan, semakin cepat perkembangan pariwisatanya. Dengan kegiatan pariwisata ini masyarakat bisa berinteraksi dan bertransaksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dapat terlibat secara langsung dan aktif dalam dunia pariwisata misalnya sebagai karyawan sementara atau karyawan tetap di industri penyedia jasa pelayanan pariwisata seperti ; biro perjalanan wisata (travel agency), hotel, villa, bungalow, restoran, transportasi dan lain sebagainya.

(26)

sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan sebagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan untuk sementara waktu dalam rangka menambah wawasan bidang sosial kemasyarakatan, sistem perilaku dari manusia itu sendiri dengan berbagai dorongan kepentingan sesuai dengan budaya yang berbeda-beda yang berhubungan dengan upaya untuk mencari kesenangan, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

Pada dasarnya hakikat pariwisata adalah mengandalkan adanya keunikan, kekhasan dan keindahan alam dan budaya yang tumbuh dalam suatu masyarakat. Hakikat ini merupakan kerangka dasar konsepsi pariwisata yang kemudian berkembang menjadi iklim pariwisata nasional. Dan diketahui juga tujuan pembangunan pariwisata indonesia adalah mewujudkan indonesia sebagai daerah tujuan wisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai dan berdaya saing tinggi.

2.2 Empat Aspek Dalam Penawaran Destinasi Pariwisata

Inti dari produk pariwisata adalah destinasi wisata dan inilah yang menjadi daya tarik utama berkembangnya industri pariwisata. Destinasi berkaitan dengan sebuah tempat atau wilayah yang mempunyai keunggulan dan ciri khas, baik secara geografi maupun budaya, sehingga dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi dan menikmatinya. Semua produk yang berkaitan dengan perjalanan sebelum, selama, dan sesudah mengunjungi suatu destinasi, adalah produk-produk pendukung industri pariwisata. Produk-produk tersebut menyatu dan tidak bisa dipisahkan untuk menciptakan pengalaman yang “memuaskan” bagi wisatawan. Jika salah satu produk membuat wisatawan kecewa, maka secara keseluruhan wisatawan akan kecewa terhadap destinasi tersebut. Untuk membuat sebuah destinasi wisata yang unggul, menurut Cooper (1993) dalam buku yang berjudul Tourism : Principle and Practise, juga pernah dikutip oleh Prof. Dr. I Gede Pitana dalam sambutannya di seminar Cooperation in the Development of Education and Tourism in Global Era pada 31 Mei 2012 di Surabaya, sebelum sebuah destinasi diperkenalkan dan dijual, terlebih dahulu harus mengkaji empat aspek utama (4A) yang harus dimiliki, yaitu atraksi, aksesibilitas, amenitas dan ancilliary.

1) Atraksi

(27)

menikmati pemandangan alam, suasana pantai, danau, bangunan dan lain lain, selain itu ada yang perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu dan disajikan sebagai suatu pertunjukan seperti seni budaya daerah, pertandingan olahraga dan lain lain.

2) Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi wisata. Akses jalan raya dan ketersediaan sarana transportasi yang baik merupakan aspek penting bagi sebuah destinasi wisata. Banyak sekali wilayah di Indonesia yang mempunyai keindahan alam dan budaya yang layak untuk dijual kepada wisatawan, tetapi tidak mempunyai aksesibilitas yang baik, sehingga ketika diperkenalkan dan dijual, tak banyak wisatawan yang tertarik untuk mengunjunginya. Perlu juga diperhatikan bahwa akses jalan yang baik saja tidak cukup tanpa diiringi dengan ketersediaan sarana transportasi. Bagi individual tourist, transportasi umum sangat penting karena kebanyakan mereka mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent, sehingga sangat bergantung kepada sarana dan fasilitas publik yang tersedia ke lokasi wisata.

3) Amenitas

Amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas berkaitan dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap serta restoran atau warung untuk makan dan minum dan fasilitas pendukung lainnya yang mungkin juga diinginkan dan diperlukan oleh wisatawan, seperti toilet umum, rest area, tempat parkir, klinik kesehatan, dan sarana ibadah. Tentu saja fasilitas-fasilitas tersebut juga perlu melihat dan mengkaji situasi dan kondisi dari destinasi sendiri dan kebutuhan wisatawan. Tidak semua amenitas harus berdekatan dan berada di daerah utama destinasi, contohnya untuk destinasi alam dan peninggalan bersejarah sebaiknya agak berjauhan dari amenitas yang bersifat komersial, seperti hotel, restoran, rest area dan lain lain.

4) Ancilliary

Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut. Ini menjadi penting karena walaupun destinasi sudah mempunyai atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang baik, tapi jika tidak ada yang mengatur dan mengurus maka destinasi tersebut akan terbengkalai dan tidak bisa memberikan nilai jual bagi wisatawan. Organisasi bisa merupakan sebuah perusahaan atau organisasi masyarakat dimana akan melakukan tugasnya seperti sebuah perusahaan. Organisasi ini mengelola destinasi sehingga bisa memberikan keuntungan kepada pihak terkait seperti pemerintah, masyarakat sekitar, wisatawan, lingkungan dan para stakeholder lainnya.

2.3 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut The World Conservation

Union (WCU) adalah proses pembangunan suatu tempat atau daerah tanpa

mengurangi nilai guna dari sumber daya yang sudah ada. Secara umum hal ini dapat dicapai dengan pengawasan dan pemeliharaan terhadap sumber-sumber daya yang sekarang ada, agar dapat dinikmati untuk masa yang akan datang. Pembangunan kepariwisataan bertahan lama menghubungkan wisatawan sebagai penyokong dana terhadap fasilitas pariwisata dengan pemeliharaan

(28)

konsep pariwisata berkelanjutan adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan kebutuhan saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan (hidup) generasi penerus di waktu yang akan datang. Arti lebih jauh, dalam pembangunan hendaknya jangan menghabiskan atau menguras sumber daya pariwisata untuk jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kelanjutan pembangunan pariwisata jangka panjang di waktu yang akan datang. Tourism

Stream, action strategy yang diambil dari Glo e’90 o fere e Va ouver,

Canada (J. Swarbroke, 1998) menyatakan bahwa, kepariwisataan berkelanjutan

(sustainable tourism) didefinisikan sebagai bentuk dari pengembangan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat sekitar,

memberikan image yang positif bagi wisatawan, pemeliharaan kualitas

lingkungan hidup yang tergantung dari masyarakat sekitar dan wisatawan itu sendiri.

Daya dukung (carring capacity) adalah kunci bagi pengembangan kepariwisataan bertahan lama (sustainable tourism). Konsep ini mengacu pada penggunaan secara maksimal dari suatu daya tarik wisata tanpa mengakibatkan kerusakan sumber-sumber yang ada, yang dapat mengurangi kepuasan turis atau menambah masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Prinsip lain dari

sustainable tourism yang juga kurang lebih sama dengan konsep-konsep yang

sudah ditulis sebelumnya antara lain :

1. Lingkungan hidup mempunyai nilai yang tersirat sebagai asset dari

pariwisata, yang keberadaannya harus dipertimbangkan untuk jangka panjang.

2. Kepariwisataan harus dapat dikenalkan sebagai aktivitas yang positif yang dapat memberikan keuntungan yang potensial kepada masyarakat di tempat-tempat lain disekitarnya.

3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga

lingkungan hidup dapat bertahan untuk jangka panjang dan kegiatan pariwisata tidak boleh membawa dampak yang tidak diharapkan.

4. Kegiatan kepariwisataan dan pengembangan-pengembangannya harus

mempertimbangkan derajat kealamian dan karakter dari tempat dimana mereka berlokasi.

5. Keserasian antara kebutuhan wisatawan, tempat, dan penduduk sekitar harus dicari dan dipertemukan.

McIntyre (1993) dalam buku yang berjudul Sustainable Tourism

Development Guide for Local Planner dinyatakan bahwa ada tiga komponen

penting yang saling terkait dalam pengembangan sustainable tourism dan apabila ketiga komponen ini dilibatkan maka akan terjadi peningkatan kualitas hidup. Ketiga komponen yang dimaksud adalah:

1. Industri pariwisata

(29)

untuk mengembangkan bisnis. Dalam industri pariwisata yang dimaksud dengan penawaran adalah terdiri dari transportasi, atraksi wisata, fasilitas wisatawan, pelayanan dan semua yang berhubungan dengan infrastruktur, serta informasi dan promosi, industri pariwisata mencari lingkungan bisnis yang sehat dengan tersedianya jaminan keamanan, keuangan, tenaga kerja yang terlatih dan bertanggung jawab, atraksi yang berkualitas sehingga dapat mendatangkan wisatawan yang terus menerus.

2. Lingkungan

Agar kepariwisataan dapat bertahan lama maka tipe dan tingkat aktivitas kepariwisataan harus diseimbangkan dengan kapasitas tersedianya sumber daya, baik alam maupun buatan. Carrying capacity adalah hal yang mendasar dalam perlindungan dan pengembangan kepariwisataan bertahan lama. Konsep ini mengacu pada penggunaan secara maksimal terhadap sumber daya yang tersedia tanpa menyebabkan dampak negatif terhadap sumber-sumber daya tersebut, tanpa mengurangi kepuasan wisatawan, atau tanpa menambah masalah sosial, ekonomi, dan budaya di area obyek wisata tersebut.

Tiga aspek dari lingkungan kepariwisataan, adalah : (a) Ecological, yaitu berhubungan dengan lingkungan alam, (b) Sociocultural, yang berhubungan dengan dampak terhadap kehidupan masyarakat dan kebudayaannya, (c)

Facility, yang berhubungan dengan pengalaman pengunjung. Dalam

mengembangkan kepariwisataan bertahan lama, sangat penting

mempertimbangkan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup dan kepuasan

pengunjung seperti yang ditekankan sebelumnya, jika produk

kepariwisataan merosot dalam kualitas, maka secara pasti akan terjadi kemerosotan ekonomi pariwisata.

3. Masyarakat

(30)

untuk tenaga kerja terlatih, memperbaiki fasilitas dan aktivitas rekreasi dan budaya yang juga bisa dinikmati oleh penduduk, dan peningkatan penghargaan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pihak yang merencanakan pengembangan harus mengikutsertakan masyarakat sejak awal tahap perencanaan. Penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Gambar 2.1 Pariwisata Berkelanjutan menurut WTO

Dari berbagai konsep yang sudah dijelaskan mengenai konsep sustainable tourism, maka dapat diketahui klasifikasi pengembangan pariwisata yang sustainable atau yang non sustainable dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengembangan Pariwisata yang Sustainable versus Non Sustainable

Sustainable Non Sustainable

4. Tekanan dan keuntungan yang disebarkan 5. Developer (pengembang) lokal

3. Memusatkan pola pada obyek tertentu

4. Menambah kapasitor

5. Developer dari luar 6. Tenaga kerja dari luar

7. Arsitektur tidak asli (non vernacular)

rilaku Turis/Wisatawan

(31)

2.4 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas

Komunitas (community) merupakan sekelompok orang yang hidup

bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka berkembang menjadi sebuah

kelo pok hidup (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common

interests). Dalam sosiologi, secara harfiah makna komunitas adalah asyarakat

sete pat “oeka to, 1999 .

Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya, ada social relationship yang kuat di antara mereka, pada satu batasan geografis tertentu. Elemen dasar yang membentuk adalah adanya interaksi yang intensif di antara anggotanya, dibandingkan dengan orang-orang diluar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan sosial, terkait kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat. Komunitas dapat dibedakan atas berbagai pola, atas dasar ukuran (besar dan kecil), atas dasar level (lokal, nasional, internasional), riel atau tidak real (virtual), bersifat kooperatif atau kompetitif, serta formal atau informal. Pada perkembangannya konsep komunitas dipakai secara lebih luas, untuk kesatuan hidup yang berada

pada suatu wilayah tertentu disebut o u ity of pla es , misalnya

sekelompok masyarakat yang tinggal pada suatu lokasi wisata dan membentuk kelompok pencinta pariwisata dan sebagainya sedangkan hubungan yang diikat karena kesamaan kepentingan namun tidak tinggal dalam satu wilayah geografis

tertentu (borderless) disebut dengan o u ity of i terest , misalnya

sekelompok orang yang berada pada suatu pemasaran perhotelan dan agen perjalanan.

Paradigma pembangunan saat ini telah bergeser dari pendekatan

pembangunan yang cenderung top down menjadi pembangunan dari bawah

(bottom up) yang lebih menuju aktifitas dengan komunitas. Secara umum ada tiga bentuk aktifitas dengan komunitas (community practice) ini yaitu social

action, social planning dan community development (Adi, 2003). Konsep

pembangunan saat ini lebih berbasis pada community development dan

community based management yang dilakukan melalui capacity building dan

empowernment. Community Development (CD) adalah suatu konsep yang luas

mencakup berbagai bentuk upaya dengan mengaplikasikan teori dan praktek berupa kepemimpinan lokal, para aktivis, melibatkan warga dan kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan bagi komunitas lokal melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat.

Dalam prakteknya para pelaksana community development melakukan

identifikasi masalah, mengidentifikasi sumber daya setempat, menganalisa struktur kekuasaan lokal dan berbagai hal lain di dalam masyarakat.

Ke udia ada juga ko sep Co u ity-Based Ma age e t CBM ya g

juga e ga dalka kepada ko u itas dimana komunitas sebagai pelaku

(32)

mengembangkan networks and linkages. CBM dapat dilakukan pada komunitas manapun baik perikanan, kehutanan maupun pariwisata. Pengembangan dari

konsep CBM ini adalah Co u ity-Based Resour e Ma age e t CBRM dan

Co u ity-Based Natural Resour e Ma age e t CBNRM) yang lebih

menekankan pada manajemen sumber daya alam dan lingkungan oleh, untuk dan dengan komunitas lokal (Gibbs dan Bromley, 1989). Keberlanjutan CBNRM sangat tergantung pada partisipasi komunitas lokal. Mereka akan aktif jika mereka mampu melihat keuntungan dengan keterlibatannya dan memiliki akses (property right) terhadap sumber daya. Untuk itu, penting untuk memahami pengetahuan lokal masyarakat setempat, membangkitkan motivasi untuk melakukan konservasi serta memilih organisasi lokal yang kuat. Ada tiga tujuan utama CBNRM yaitu : (1) peningkatan kesejahteraan dan keterjaminan hidup masyarakat lokal, (2) peningkatan konservasi sumber daya alam, dan (3) pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat akan terlibat bila mereka melihat ada keuntungan (tangible benefit) secara kasat mata dari sisi produk yang dihasilkan, jasa yang diberikan ataupun pendapatan yang bisa mereka peroleh.

Dala hal pariwisata ada istilah ekowisata di a a ekowisata dapat

diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah, budaya di suatu daerah dimana pola wisatanya membantu masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam dan konservasi lingkuan. Aspek kunci dalam ekowisata adalah jumlah pengunjung ke lokasi wisata dibatasi dan diatur agar sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat, pola wisata ramah lingkungan dan ramah budaya atau adat setempat, membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal, serta modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak terlalu besar.

Ekowisata berbasis masyarakat ini menitikberatkan peran aktif komunitas, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan, dimana penghasilan dari ekowisata ini adalah jasa-jasa wisata untuk turis, fee pemandu, ongkos transportasi, penyediaan penginapan (home stay), menjual kerajinan, dll. Pola ekowisata berbasis masyarakat ini bukan berarti bahwa masyarakat menjalankan usaha ekowisata sendiri tetapi harus ada tataran implementasi ekowisata yang dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan suatu daerah.

(33)

edukasi bagi masyarakat seperti sarana akomodasi yang ramah lingkungan, adanya pemandu yang merupakan orang setempat, dirintis, dikelola dan dipelihara oleh masyarakat setempat sampai penentuan biaya (fee) untuk wisatawan ditentukan oleh masyarakat setempat. Pola pengembangan wisata seperti ini harus menciptakan kondisi dimana masyarakat diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.

2.5 Perkembangan Wisata Bahari

Pengembangan berasal dari kata kembang yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) berarti mekar terbuka atau membentang, menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Perkembangan adalah suatu keadaan yang berubahnya suatu wilayah, keadaan, maupun sistem kepercayaan. Perkembangan merupakan proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development). Perkembangan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai perubahan yang dialami oleh keadaan tertentu yang dialami olah suatu wilayah atau tempat yang memiliki kegiatan di dalamnya dan dapat menciptakan perubahan fisik, sosial, ekonomi, budaya dan tradisi dalam suatu lingkup yang berskala besar maupun kecil.

Sedangkan wisata bahari adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kesenangan, tantangan, pengalaman baru, kesehatan yang hanya dapat dilakukan di wilayah perairan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan dimasa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung di antaranya berperahu, berenang, snorkeling

(menyelam dipermukaan), diving (menyelam), memancing, dan lain-lain.

Kegiatan tidak langsung seperti olahraga pantai, piknik, menikmati atmosfer laut, dan lain-lain (Siti Nurisyah, 2001). Konsep wisata bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1995) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.

(34)

bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi selancar, mendayung dan sebagainya. Aktivitas bahari ini dapat dijumpai di daerah Bunaken Sulawesi Utara, Wakatobi, Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan di Lombok, Pulau Rajaampat di Papua serta beberapa kawasan pesisir pulau Bali, termasuk salah satunya berada di pesisir pantai Sanur.

Wisata bahari menurut Ardika (2000) adalah wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Keraf (2000) wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang. Sarwono (2000) wisata bahari adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan diatas permukaan di wilayah laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata bahari adalah segala aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta segala potensinya sebagai suatu daya tarik yang unik untuk dinikmati. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pariwisata bahari adalah segala bentuk aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta potensinya sebagai suatu daya tarik wisata dalam batasan dimulai dari jalan setapak pedestrian sampai 100 meter setelah reef. Perlunya mengetahui batasan wilayah pesisir (coastal zone) lebih jelas karena belum adanya definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian adanya kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore) (Dahuri, 2008). Menurut Soegiarto (1976) definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun kegiatan yang disebabkan oleh manusia (Dahuri, 2008).

2.6 Konsep Wisata Bahari

(35)

memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya. (Siti Nurisyah, 2001). Prinsip utama ekowisata dapat juga di aplikasikan karena wisata bahari termasuk bagian dari ekowisata ini dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah pada pasal I dan pada pasal II. Maka dari itu ada lima prinsip utama dari ekowisata yang di rumuskan oleh Choy dan Heillbronn (1996), yaitu :

1. Lingkungan : ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu.

2. Masyarakat : ekowisata harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat.

3. Pendidikan dan pengalaman : ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.

4. Berkelanjutan : ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Manajemen ; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan

ecotourism yang berkelanjutan. Skema konsep wisata bahari terlihat pada

Gambar 2.2.

Gambar. 2.2 Skema Konsep Ekowisata Bahari

Gambar 2.2. menunjukkan bahwa output langsung yang diperoleh berupa hiburan dan pengetahuan sedangkan output langsung bagi alam yakni adanya

Alam

Output langsung Input

Input Output Tak

Langsung

Output langsung

Wisata Bahari

Konservasi alam

(36)

insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konsevasi alam. Output tidak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari.

2.7 Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata

Tregoe dan Zemmerman (1980) mendefinisikan strategi sebagai suatu kerangka yang membimbing serta mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi.

Menurut Stephanie K. Marrus (1984) mendefinisikan strategi merupakan suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, yang disertai penyusunan suatu cara atau tujuan yang dapat dicapai. Menurut Chandler (1962) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya.

Christensen (1965) mendefinisikan strategi merupakan alat untuk mencapai keunggulan bersaing. Begitu pula halnya Porter (1985) mendifinisikan strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna (Suwantoro, 1997). Suwantoro (1997) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomi culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya.

Menurut Yoeti (1997), pengembangan pariwisata perlu memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Wisatawan (Tourist)

Harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan.

2. Transportasi

Harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju.

3. Atraksi/obyek wisata

Atraksi dan objek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti: a) Apa yang dapat dilihat (something to see), b) Apa yang dapat dilakukan (something to do), c) Apa yang dapat dibeli (something to buy).

4. Fasilitas pelayanan

Fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restoran, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, akses komunikasi dan telepon yang ada di DTW tersebut.

(37)

Diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan harus menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya:

a. Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan kedaerahannya dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya.

b. Melakukan koordinasi di antara bermacam-macam usaha, lembaga, instansi dan jawatan yang ada dan bertujuan untuk mengembangkan industri pariwisata.

c. Mengusahakan memasyarakatkan pengertian pariwisata pada orang banyak, sehingga mereka mengetahui untung dan ruginya bila pariwisata dikembangkan sebagai suatu industri.

d. Mengadakan program riset yang bertujuan untuk memperbaiki produk wisata dan pengembangan produk-produk baru guna dapat menguasai pasaran di waktu yang akan datang.

6. Merumuskan kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan salah satu hal utama dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah.

Berdasarkan pengertian tersebut yang dimaksud dengan strategi pengembangan pariwisata bahari dalam penelitian ini adalah usaha-usaha terencana yang disusun secara sistimatis yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki pariwisata bahari sehingga keberadaan pariwisata bahari itu lebih diminati oleh wisatawan.

2.8 Metode Indeks Persepsi Responden

Indeks ataupun skala adalah ukuran gabungan buat suatu variabel. Perbedaan pokoknya terletak pada penentuan skor. Skala disusun atas dasar penunjukan skor pada pola pola atribut, artinya penyusunan skala diperhatikan intensitas struktur dari atribut-atribut yang hendak diukur, sedangkan indeks adalah akumulasi skor untuk tiap pertanyaan ke responden sesuai dengan variabel-variabel yang akan diukur (Singarimbun, 1989). Metode Indeks Persepsi Responden digunakan untuk menentukan ukuran persepsi responden terhadap beberapa pilihan alternatif untuk penentuan dalam pengambilan keputusan. Metote ini digunakan untuk membantu perencana dalam pengambilan keputusan dan mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang terakumulasi menggambarkan urutan prioritas paling besar mengakibatkan urutan prioritas alternatif menjadi lebih nyata dan jelas. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyusunan indeks adalah sebagai berikut :

1. Menyeleksi pertanyaan

Gambar

Gambar 2.1 Pariwisata Berkelanjutan menurut WTO
Gambar 2.2.
Tabel 2.2 Matriks SWOT
Gambar 2.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kategori yang ketiga adalah kategori sosiolinguistik dengan cara pandang lain, yang termasuk dalam kajian ini adalah kajian-kajian empiris penggunaan bahasa dalam

Berdasarkan nilai akar ciri yang tertera pada Tabel 91 dan indeks pilihan lokasi perumahan oleh penghuni, ada tiga variabel dari komponen fisik yang memiliki nilai akar ciri

Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran tentang kehidupan manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan sebab dan

Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk Satuan Pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum

Dengan sampul keras (hard cover) yaitu menjilid dengan cover tebal atau karton yang mempunyai berat diatas 320 gram. Sebagai pustakawan kita harus dapat memperbaiki dokumen yang

Untuk melaksanakan tugasnya, Dinas Sosial mempunyai fungsi : perumusan kebijakan teknis di bidang social, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

Sistem informasi akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen

dalam penulisan beberapa dalam penulisan beberapa bagian dari bagian dari mind map mind map SIkap: SIkap: Mind map Mind map dibuat dengan dibuat dengan mandiri, cermat mandiri,