• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Propolis Secara Topikal Terhadap Proses Reepitelisasi Epidermis pada Luka Bakar Mencit (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Propolis Secara Topikal Terhadap Proses Reepitelisasi Epidermis pada Luka Bakar Mencit (Mus musculus)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira

15% berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif. Kulit bervariasi

mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada

palpebra, bibir, dan preputium. Sedangkan kulit yang tebal dan tegang, terdapat di

telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, kulit lembut

terdapat pada leher dan badan, sedangkan kulit dengan rambut kasar terdapat pada

kepala (Wasitaatmadja, 2011).

Secara histologis, kulit terdiri atas dua lapisan (Eroschenko, 2012), yaitu:

a. Epidermis

Epidermis adalah lapisan nonvaskular yang dilapisi epitel berlapis gepeng

dengan lapisan tanduk dengan jenis dan lapisan sel yang berbeda-beda. Terdapat

empat jenis sel di epidermis kulit, dengan keratinosit sebagai sel dominan.

Keratinosit membelah, tumbuh bergerak ke atas, dan mengalami keratinisasi atau

kornifikasi, dan membentuk lapisan epidermis protektif bagi kulit. Selain itu

terdapat juga jenis sel lainnya yang jumlahnya lebih sedikit di epidermis, yaitu

melanosit, sel langerhans, dan sel Merkel.

Terdapat lima lapisan sel pada epidermis, yaitu:

1) Stratum basal (germinativum), adalah lapisan paling dalam atau dasar di

epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel kolumnar hingga kuboid

yang terletak pada membran basalis yang memisahkan epidermis dan dermis.

Sel di stratum basal berfungsi sebagai sel induk bagi epidermis. Karena itu, di

lapisan ini banyak ditemukan aktivitas mitosis. Sel membelah dan mengalami

pematangan sewaktu bermigrasi ke atas menuju lapisan superfisial.

2) Stratum spinosum, terdiri dari empat sampai enam tumpukan sel. Pada sediaan

(2)

memperlihatkan banyak tonjolan sitoplasma, atau spina (duri), yang keluar

dari permukaannya. Pembentukan filamen keratin berlanjut di lapisan ini yang

kemudian tersusun membentuk berkas tonofilamen. Tonofilamen

mempertahankan kohesi diantara sel dan menghasilkan resistensi terhadap

abrasi epidermis.

3) Stratum granulosum, terdiri dari 3-5 lapis sel gepeng yang berisi granula

keratohialin basofilik. Kombinasi granula keratohialin dan tonofilamen di sel

ini menghasilkan keratin lunak kulit.

4) Stratum lucidum, yang translusen dan kurang jelas. Lapisan ini hanya

ditemukan pada kulit tebal. Sel-selnya tersusun rapat dan tidak memiliki

nukleus atau organel dan telah mati. Sel-sel gepeng ini mengandung filamen

keratin yang padat.

5) Stratum korneum, adalah lapisan kulit kelima dan paling luar. Semua nukleus

dan organel telah lenyap dari sel. Stratum korneum terutama terdiri dari sel

mati yang gepeng berisi filamen keratin lunak. Sel superfisial berkeratin di

lapisan ini secara terus-menerus dilepaskan atau mengalami deskuamasi serta

diganti oleh sel baru yang muncul dari stratum basal di sebelah dalam. Selama

proses keratinisasi, enzim-enzim hidrolitik merusak nukleus dan organel

sitoplasma yang kemudian lenyap ketika sel terisi oleh keratin.

b. Dermis

Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengikat epidermis. Dermis juga

mengandung derivatif epidermal misalnya kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan

folikel rambut. lapisan dermis dibentuk oleh dua lapisan, yaitu stratum papillare

dan stratum reticulare.

Stratum papillare dibentuk oleh banyak tonjolan ke atas pada lapisan

superfisial dermis. Tonjolan ini disebut papillae, yang saling menjalin dengan

evaginasi epidermis, disebut cristae cutis (epidermal ridges). Lapisan ini terdiri

atas jaringan ikat longgar tidak teratur, kapiler, pembuluh darah, fibroblas,

(3)

Stratum reticulare adalah lapisan dermis yang lebih dalam. Lapisan ini

lebih dalam dan ditandai oleh serat jaringan ikat padat tidak teratur (terutama

kolagen tipe I), dan kurang seluler dibandingkan dengan stratum papillare. Tidak

terdapat batas yang jelas antara kedua lapisan dermis karena stratum papillare

menyatu dengan stratum reticulare.

Dibawah lapisan dermis terdapat hipodermis, atau jaringan subkutan, yaitu

jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ

dibawahnya, memungkinkan kulit bergeser diatasnya. Hipodermis sering

mengandung sel-sel lemak dengan jumlah yang bervariasi (Mescher, 2012). Selain

itu, pada lapisan hipodermis juga terdapat pembuluh darah, saraf, dan limfe

(Wasitaatmadja, 2011).

Gambar 2.1. Histologi kulit Sumber: Mescher A.L., 2012.

2.2. Luka Bakar 2.2.1. Definisi

Luka adalah kerusakan atau gangguan integritas normal dari kulit dan

jaringan pada tubuh. Luka merupakan proses mekanik seperti insisi bedah atau

luka fisik karena api (Taylor et al. dalam Nurmalisa, 2012). Brunner dan Suddarth

(2010) menyatakan bahwa luka merupakan terganggunya kontinuitas sel-sel yang

kemudian diikuti dengan penyembuhan luka sebagai respon dari kerusakan

(4)

Sedangkan luka bakar (combustion) merupakan respon kulit dan jaringan

subkutan terhadap trauma suhu/termal (Grace dan Borley, 2006). Menurut

Moenadjat (2009) luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan

jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat

tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang

sangat rendah. Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka

bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut (Brunner dan Suddarth, 2010).

2.2.2. Klasifikasi

2.2.2.1. Bedasarkan Penyebabnya

Menurut Grace dan Borley (2006), klasifikasi luka bakar berdasarkan

penyebabnya adalah:

a. Trauma suhu/termal, dapat disebabkan oleh paparan terhadap sumber panas

yang kering (api, logam panas) atau lembab (cairan atau gas panas).

b. Trauma listrik, dapat menyebabkan kulit hangus dan kerusakan jaringan lebih

dalam akibat arus listrik yang menjalar. Selain itu, juga dapat menyebabkan

henti jantung.

c. Trauma kimiawi, dapat disebabkan karena kelalaian, kecelakaan kerja, baik di

pabrik ataupun laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam

peperangan. Kandungan zat kimia yang bersifat asam atau basa dapat

menyebabkan kerusakan jaringan kulit.

d. Trauma radiasi, awalnya dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke

bagian kulit yang lebih dalam. Trauma ini berhubungan dengan penggunaan

radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik

pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar terlalu

(5)

2.2.2.2. Bedasarkan Kedalaman Kerusakan Jaringan (Luka)

Klasifikasi luka bakar berdasarkan kerusakan jaringan luka (Moenadjat,

2009), antara lain:

a. Luka bakar derajat I

Kerusakan jaringan terbatas pada bagian permukaan (superfisial) yaitu

epidermis, sehingga dermal-epidermal junction tetap utuh. Kulit kering,

hiperemik memberikan efloresensi berupa eritema. Terdapat nyeri karena

ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Tidak ada masalah klinis yang berarti dan

penyembuhan luka bakar (regenerasi epitel) terjadi secara spontan dalam waktu

5-7 hari.

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial

dermis. Menimbulkan reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Luka bakar

derajat II dibedakan menjadi dua, yaitu dangkal dan dalam.

Pada luka bakar derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn),

terdapat kerusakan mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis.

Hal ini menyebabkan dermal-epidermal junction mengalami kerusakan, sehingga

terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bula, blister). Lepuh ini

merupakan karakteristik luka bakar derajat dua dangkal. Bila epidermis terlepas

(terkelupas), terlihat dasar luka kemerahankadang pucatedematus, dam

eksudatif. Penyembuhan terjadi secara spontan, umumnya memerlukan waktu

antara 10-14 hari.

Pada luka bakar derajat II dalam (Deep partian thickness burn), terdapat

kerusakan mengenai dua pertiga bagian superfisial dermis. Sehingga apendises

kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea terkena. Sering

dijumpai eskar tipis di permukaan (harus dibedakan eskar pada luka bakar derajat

(6)

c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh bagian kulit dan lapisan yang lebih dalam.

Kulit yang terbakar tampak lebih putih atau pucat karena terbentuk eskar (jaringan

yang mengalami kerusakan akibat trauma termis). Terjadi kerusakan / kematian

pada ujung-ujung saraf sensoris sehingga penderita hilang sensasi dan tidak

merasakan nyeri. Proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.

(a) derajat I (b) derajat II (c) derajat III

Gambar 2.2. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan Sumber: University of Virginia Health System, 2015.

2.2.3. Komplikasi

Komplikasi luka bakar berdasarkan waktu terjadinya, yaitu segera, awal,

dan lanjut. Komplikasi segera luka bakar adalah sindrom kompartemen dari luka

bakar sirkumferensial. Sebagai contoh, luka bakar pada ekstremitas

mengakibatkan iskemia ekstremitas dan luka bakar toraks dapat menyebabkan

hipoksia oleh karena gagal napas rekstriktif (Grace dan Borley, 2006).

Adapun komplikasi awal luka bakar meliputi hiperkalemia akibat adanya

sitolisis pada luka bakar yang luas, gagal ginjal akut (kombinasi dari hipovolemia,

sepsis, dan toksin jaringan), infeksi, dan ulkus akibat stres (ulkus Curling) (Grace

dan Borley, 2006).

Sedangkan komplikasi lanjut luka bakar adalah terjadinya kontraktur.

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan

dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini

disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka bakar

(7)

2.2.4. Proses Penyembuhan Luka Bakar

Penyembuhan luka bakar merupakan proses yang kompleks. Proses ini

melibatkan banyak jenis sel dan mediator yang mengatur perbaikan jaringan.

Berhasilnya penyembuhan luka dan regenerasi jaringan tergantung pada proses

hemostasis, inflamasi, sistesis matriks, proliferasi, kontraksi luka, dan perbaikan

jaringan dalam mengembalikan fungsi jaringan (Santoso, 2010).

Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang timbul segera

setelah terjadinya luka hingga 3-4 hari. Pada fase ini terjadi dua aktivitas

fisiologis, yaitu hemostasis (pembekuan darah) dan fase inflamasi seluler. Selama

proses hemostasis, pembuluh darah yang terputus pada luka yang menyebabkan

perdarahan akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan

ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), dan reaksi hemostasis (Nurmalisa,

2012).

Jaringan yang rusak dan sel mast akan mengeluarkan histamin dan mediator

lain sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang tidak rusak. Hal ini

juga akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan cairan yang kaya protein

berpindah ke ruang interstisial. Terjadilah perbedaan tekanan onkotik yang

akhirnya menyebabkan edema atau pembengkakan (Santoso, 2010).

Aktivitas kedua adalah fase inflamasi seluler, dimana terjadi proses migrasi

leukosit polimorfonuklear dan makrofag keluar dari kapiler dan masuk ke daerah

yang rusak sebagai reaksi terhadap agen kemotaktik yang dipacu oleh adanya

cedera (Santoso, 2010). Selanjutnya, leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang

membantu dalam mencerna bakteri dan kotoran luka. Sedangkan makrofag akan

menelan mikroorganisme dan sel-sel debris melalui proses fagositosis. Selain itu,

makrofag juga akan mengeluarkan angiogenesis growth factor (AGF) yang

merangsang pertumbuhan sel epitel dan pembuluh darah baru serta menarik

(8)

b. Fase Proliferasi

Fase ini berlangsung sejak berakhirnya fase inflamasi hingga akhir minggu

ketiga. Aktivitas utama selama fase ini adalah angiogenesis dan membentuk

kembali permukaan luka melalui proses epitelisasi (Nurmalisa, 2012).

Angiogenesis berperan penting pada proses penyembuhan luka. Pembuluh

kapiler baru akan membawa oksigen yang cukup ke daerah luka karena biasanya

terdapat keadaan hipoksia dan turunnya tekanan oksigen (Pradipta, 2010).

Peran fibroblas juga sangat besar pada proses ini. Fibroblas akan aktif

bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka. Kemudian fibroblas

akan berproliferasi dan mengeluarkan beberapa substansi, seperti kolagen, elastin,

asam hialuronat, fibronektin, dan proteoglikans. Substansi ini berperan dalam

membangun jaringan baru (Pradipta, 2010).

Pada proses epitelisasi, fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor

(KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi dimulai

dari pinggir luka hingga membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.

Untuk membantu jaringan tersebut menutup luka, fibroblas akan mengubah

strukturnya menjadi myofibloblas yang berperan dalam kontraksi jaringan. Fase

proliferasi akan berakhir jika epitel kulit dan lapisan kolagen telah terbentuk

(Pradipta, 2010).

c. Fase Maturasi

Fase ini merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka. Fase ini

berlangsung dari akhir minggu ketiga hingga berbulan-bulan, bahkan lebih dari

satu tahun, bergantung pada derajat dan luas luka bakar. Pada fase ini, terjadi

proses penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan

gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk.

Jaringan kolagen parut terus diatur dan meningkatkan kekuatannya selama

beberapa bulan. Pada akhirnya biasanya timbul jaringan parut yang terdiri atas

sedikit sel yang berpigmen (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang

daripada kulit normal, pucat tipis, lemas, dan tak ada rasa sakit maupun gatal

(9)
(10)

2.3.1. Komposisi Propolis

Komposisi propolis sangat bervariasi tergantung pada letak geografisnya.

Propolis mengandung zat gizi yang lengkap dan kompleks, seperti terlihat pada

tabel dibawah ini.

2.3.2. Manfaat Propolis Pada Proses Penyembuhan Luka Bakar

Beberapa tahun terakhir, propolis telah menjadi pusat perhatian para

peneliti di dunia. Hal ini disebabkan karena manfaatnya baik sebagai obat ataupun

industri kimia. Manfaat tersebut diantaranya sebagai antiinflamasi, antibakteri,

dan mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Penelitian oleh Olczyk, et al.,

menunjukkan bahwa propolis dapat menstimulasi peningkatan vitronectin,

laminin, dan heparan sulfate / heparin yang berperan penting dalam proses

penyembuhan luka bakar. Hal ini berupa stimulasi migrasi keratinosit, proliferasi

sel epidermis dan fibroblas, yang berperan dalam proses reepitelisasi dan

(11)

Senyawa kimia pada propolis yang bermanfaat dalam proses penyembuhan

luka bakar, diantaranya adalah:

a. Flavonoid

Propolis mempunyai kandungan flavonoid yang paling banyak

dibandingkan dengan produk lebah lain, seperti madu, royal jelly, dan pollen.

Flavonoid yang terkandung didalam propolis bersifat antioksidan yang dapat

mencegah infeksi dan mempercepat regenerasi epitel (Nurmalisa, 2012).

Aktivitas propolis dalam melawan beberapa jenis bakteri telah banyak

dilaporkan. Propolis dapat membunuh bakteri gram positif (Staphylococcus

aureus), bakteri gram negatif (Salmonella sp.), dan berbagai bakteri patogen

anaerob di mulut (Mawarti, 2012). Aktivitas antibakteri ini disebabkan karena

kandungan flavonoid dan asam aromatik dan ester yang terkandung dalam resin

propolis. Galangin, pinocembrin, dan pinostrobin adalah senyawa didalam

flavonoid yang memiliki efek terbesar dalam melawan bakteri. Selain itu, ferulic

dan caffeic acid juga berperan dalam aktivitas antibakteri ini (Marcucci, 1995).

Quercetin, kaemferol, epigenin, dan luteolin yang terkandung dalam

flavonoid berperan dalam meningkatkan tumbuhnya jaringan baru sebagai akibat

dari sifat tissue strengthening dan regenerative effect berbagai senyawa tersebut

(Nurmalisa, 2012).

Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) adalah komponen bioaktif alami yang

diperoleh dari flavonoid propolis melalui proses ekstraksi pada sarang lebah.

CAPE adalah senyawa polifenol dengan cincin catechol yang berperan penting

dalam berbagai aktivitas biologis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa CAPE

efektif dalam melawan berbagai keadaan patologis, seperti infeksi, stres oksidatif,

inflamasi, kanker, diabetes, neurodegenerasi, dan kecemasan. CAPE menghambat

reaksi oksidatif yang berlebihan akibat adanya proses inflamasi maupun

metabolisme sel pada luka. CAPE menghambat pelepasan asam arakhidonat dari

membran sel serta menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 sehingga tidak

(12)

c. Lilin dan asam lemak

Lilin yang terkandung didalam propolis mengandung ikatan ester, asam

lemak, dan rantai alkohol hidrokarbon yang sebagian besar tidak aktif secara

kimia. Lilin propolis mengandung mikroelemen yang berperan dalam mengobati

luka bakar (Nurmalisa, 2012).

d. Polen dan Asam amino

Polen merupakan penyumbang kadar protein dalam propolis. Dari semua

asam amino yang terdapat dalam propolis, arginin dan prolin tergolong yang

terbanyak, yakni 45,8%. Arginin dapat menstimulasi regenerasi jaringan karena

berperan dalam produksi asam nukleat (DNA) (Susanto, 2010).

e. Mineral dan vitamin

Komposisi mineral yang terkandung dalam propolis sangat lengkap.

Mineral yang terbanyak pada propolis adalah kalium, magnesium, kalsium, fosfat,

dan besi (Campos, et al., 2008). Mineral berperan penting dalam fungsi imunitas,

antioksidan, penyembuhan luka, dll. (Moenadjat, 2009).

Vitamin yang terkandung didalam propolis. Diantaranya β-Carotene, B1

(tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin), B5 (asam pantotenat) , B6 (piridoksin), C

(asam askorbat), H (biotin), asam folat, dan vitamin E (tokoferol) (Campos,

2008). Vitamin berguna dalam sintesis protein, memperbaiki fungsi imunitas, dan

berperan sebagai antioksidan, juga dibutuhkan pada proses penyembuhan luka.

Gambar

Gambar 2.1. Histologi kulit
Gambar 2.2. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
Tabel 2.1. Komposisi Propolis

Referensi

Dokumen terkait

The developed techniques for such data processing, analysing and visualization allows to establish correspondences between 3D models obtained in different conditions, to

Setelah berdiskusi, siswa mampu membuat teks petunjuk tentang menghemat energi dengan benar.. Setelah berdiskusi, siswa mampu menyajikan teks petunjuk dalam

Mengembalikan data kepada setiap Kanwil Kemenag Provinsi untuk diperbaiki, apabila data yang diterima dari Kanwil Kemenag Provinsi tersebut dinilai belum benar, lengkap

The recognition stage is focusing on estimating the similarity of the captured object and the reference objects by matching an observed image descriptor and the reference

Tujuan dari penelitian : (1) Merancang bangun peralatan penyiraman otomatis pada lahan kering, (2) Menentukan cara yang efektif dan efisien, (3) Mengetahui unjuk

Tujuan kajian adalah untuk meninjau pelaksanaan Program Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) di kolej komuniti Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia melalui dua aspek

The teacher asks the students to form groups of three and read the explanation on procedure on page 29 of Student’s Book. The students have to write the procedure to do or to

Caring adalah esensi keperawatan, yaitu inti nilai-nilai moral keperawatan yang berdasarkan nilai kemanusiaan dan mendahulukan kesejahteraan orang lain, dalam hal ini adalah klien