II. STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Pariwisata
2.4 Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas
Komunitas (community) merupakan sekelompok orang yang hidup
bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka berkembang menjadi sebuah kelo pok hidup (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interests). Dalam sosiologi, secara harfiah makna komunitas adalah asyarakat sete pat “oeka to, 1999 .
Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan
kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya, ada social relationship
yang kuat di antara mereka, pada satu batasan geografis tertentu. Elemen dasar yang membentuk adalah adanya interaksi yang intensif di antara anggotanya, dibandingkan dengan orang-orang diluar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan sosial, terkait kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat. Komunitas dapat dibedakan atas berbagai pola, atas dasar ukuran (besar dan kecil), atas dasar level (lokal, nasional, internasional), riel atau tidak real (virtual), bersifat kooperatif atau kompetitif, serta formal atau informal. Pada perkembangannya konsep komunitas dipakai secara lebih luas, untuk kesatuan hidup yang berada
pada suatu wilayah tertentu disebut o u ity of pla es , misalnya
sekelompok masyarakat yang tinggal pada suatu lokasi wisata dan membentuk kelompok pencinta pariwisata dan sebagainya sedangkan hubungan yang diikat karena kesamaan kepentingan namun tidak tinggal dalam satu wilayah geografis
tertentu (borderless) disebut dengan o u ity of i terest , misalnya
sekelompok orang yang berada pada suatu pemasaran perhotelan dan agen perjalanan.
Paradigma pembangunan saat ini telah bergeser dari pendekatan
pembangunan yang cenderung top down menjadi pembangunan dari bawah
(bottom up) yang lebih menuju aktifitas dengan komunitas. Secara umum ada
tiga bentuk aktifitas dengan komunitas (community practice) ini yaitu social
action, social planning dan community development (Adi, 2003). Konsep
pembangunan saat ini lebih berbasis pada community development dan
community based management yang dilakukan melalui capacity building dan empowernment. Community Development (CD) adalah suatu konsep yang luas mencakup berbagai bentuk upaya dengan mengaplikasikan teori dan praktek berupa kepemimpinan lokal, para aktivis, melibatkan warga dan kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan bagi komunitas lokal melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat.
Dalam prakteknya para pelaksana community development melakukan
identifikasi masalah, mengidentifikasi sumber daya setempat, menganalisa struktur kekuasaan lokal dan berbagai hal lain di dalam masyarakat.
Ke udia ada juga ko sep Co u ity-Based Ma age e t CBM ya g juga e ga dalka kepada ko u itas dimana komunitas sebagai pelaku utama pembangunan. Semua yang datang dari luar hanyalah pendukung untuk membantu komunitas. Komunitas didukung melalui berbagai hal mulai dari
mengembangkan networks and linkages. CBM dapat dilakukan pada komunitas manapun baik perikanan, kehutanan maupun pariwisata. Pengembangan dari
konsep CBM ini adalah Co u ity-Based Resour e Ma age e t CBRM dan
Co u ity-Based Natural Resour e Ma age e t CBNRM) yang lebih menekankan pada manajemen sumber daya alam dan lingkungan oleh, untuk dan dengan komunitas lokal (Gibbs dan Bromley, 1989). Keberlanjutan CBNRM sangat tergantung pada partisipasi komunitas lokal. Mereka akan aktif jika mereka mampu melihat keuntungan dengan keterlibatannya dan memiliki akses (property right) terhadap sumber daya. Untuk itu, penting untuk memahami pengetahuan lokal masyarakat setempat, membangkitkan motivasi untuk melakukan konservasi serta memilih organisasi lokal yang kuat. Ada tiga tujuan utama CBNRM yaitu : (1) peningkatan kesejahteraan dan keterjaminan hidup masyarakat lokal, (2) peningkatan konservasi sumber daya alam, dan (3) pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat akan terlibat bila mereka melihat
ada keuntungan (tangible benefit) secara kasat mata dari sisi produk yang
dihasilkan, jasa yang diberikan ataupun pendapatan yang bisa mereka peroleh. Dala hal pariwisata ada istilah ekowisata di a a ekowisata dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah, budaya di suatu daerah dimana pola wisatanya membantu masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam dan konservasi lingkuan. Aspek kunci dalam ekowisata adalah jumlah pengunjung ke lokasi wisata dibatasi dan diatur agar sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat, pola wisata ramah lingkungan dan ramah budaya atau adat setempat, membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal, serta modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak terlalu besar.
Ekowisata berbasis masyarakat ini menitikberatkan peran aktif komunitas, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan, dimana penghasilan dari
ekowisata ini adalah jasa-jasa wisata untuk turis, fee pemandu, ongkos
transportasi, penyediaan penginapan (home stay), menjual kerajinan, dll. Pola ekowisata berbasis masyarakat ini bukan berarti bahwa masyarakat menjalankan usaha ekowisata sendiri tetapi harus ada tataran implementasi ekowisata yang dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan suatu daerah.
Beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam perencanaan ekowisata berbasis komunitas ini adalah adanya partisipasi masyarakat dan edukasi seperti pembentukan panitia atau organisasi masyarakat pengelola kegiatan wisata di
daerahnya yang didukung oleh pemerintah, menggunakan prinsip-prinsip local
ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan terhadap sarana dan prasarana di lokasi wisata, adanya nilai ekonomi dan
edukasi bagi masyarakat seperti sarana akomodasi yang ramah lingkungan, adanya pemandu yang merupakan orang setempat, dirintis, dikelola dan
dipelihara oleh masyarakat setempat sampai penentuan biaya (fee) untuk
wisatawan ditentukan oleh masyarakat setempat. Pola pengembangan wisata seperti ini harus menciptakan kondisi dimana masyarakat diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.