• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESEMPATAN KERJA PENDUDUK DALAM

5.3 Kesempatan Kerja Penduduk Berdasarkan Perubahan Antar Waktu

Perubahan komoditas karet ke komoditas sawit perkebunan PTPN VIII memiliki dampak nyata pada kesempatan kerja penduduk pinggir perkebunan yaitu Kampung Cimulang Ujung, Kampung Ciheleut, Kampung Gunung Leutik dan Kampung Hulurawa. Perubahan kesempatan kerja ditunjukkan dengan ragam pekerjaan yang dimiliki penduduk sebelum dan setelah komoditas sawit. Perubahan ragam pekerjaan tersebut dapat dilihat pada laki-laki dan perempuan. hasil yang ditunjukkan merupakan persentasi perubahan jumlah individu bekerja dari total masing-masing di kampung. Persentasi hasil dari setiap kampung dibandingkan dengan kampung lain, sehingga menunjukkan perbandingan kesempatan kerja berdasrkan jenis kelamin di berbagai sektor.

Kampung yang lebih dekat dengan perkebunan lebih banyak yang bekerja di perkebunan dibandingkan dengan kampung yang berada jauh dari perkebunan. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Kampung Gunung Leutik dan Cimulang Ujung yang berada di tengah perkebunan sekitar 30 persen dari responden dulunya bekerja di perkebunan. Posisi Ciheleut di pinggir perkebunan dan dekat kantor perkebunan tidak mampu menarik kesempatan kerja pertanian-perkebunan lebih besar dibandingkan kampung Cimulang Ujung yang berada didalam perkebunan.

Perbedaan terlihat jelas pada perubahan kesempatan kerja perempuan setelah konvenrsi komoditas sawit. Hampir semua kampung tidak ada yang bekerja di perkebunan. Menurut informan hal tersebut terjadi karena jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sawit lebih sedikit meski luas afdeling meningkat (komoditas karet 1 afdeling 50 Ha sedangkan sawit 1 Afdeling 500 hektar), perubahan pola pekerjaan menjadi borongan atau pekerja harian lepas, serta anggapan kerja di perkebunan sawit terlalu berat untuk perempuan.

Tabel 18. Kesempatan Kerja Perempuan Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Kesempatan Kerja Kampung Dalam Kampung Luar C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa sblm Stlh sblm stlh sblm stlh sblm stlh Pertanian pangan dan

perikanan

0 30,8 0 50 0 6,3 30 40

Pertanian-Perkebunan 30,8 0 31,1 0 6,3 0 0 0 Non Pertanian Sekunder 0 7,7 0 6,3 0 6,3 0 10 Non Pertanian tersier 15,4 46,2 18,8 25 12,5 56,3 50 40 Lain-lain 38,5 15,4 37,5 18,8 50 31,3 50 10

sekolah 15,4 0 12,5 0 31,3 0 10 0

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan :

Sblm = Sebelum penanaman sawit (Tahun 200), Stlh = Setelah penanaman sawit (setelah Tahun 2000)

Mengalami penurunan kesempatan kerja di pertanian perkebunan tetapi kesempatan kerja perempuan meningkat di bidang pertanian pangan dan perikanan. Penduduk dalam perkebunan bekerja ke luar kampung menjadi buruh pertanian ke kampung lain bahkan ke desa lain. Jumlah perempuan yang sekolah tidak ada setelah komoditas sawit ini menunjukkan bahwa perempuan telah masuk dalam pekerjaan atau menjadi ibu rumah tangga. Tetapi jumlah “lain-lain” (Ibu rumah tangga) mengalami penurunan di semua kampung hal tersebut menunjukkan perempuan yang bekerja mengalami peningkatan. Kesempatan kerja perempuan tersebar di berbagai bidang terkecuali bidang pertanian-perkebunan. Seperti yang diungkapkan oleh keluarga bapak Atang, dulunya di kampung Cimulang Ujung banyak perempuan bekerja di perkebunan karet bahkan sebagai pegawai tetap. Tetapi karena mereka dianggap sudah tua dan keterampilan yang dimiliki tidak memadai mereka tidak dipakai lagi sebagai pekerja perkebunan sawit. Padahal saat komoditas sawit perempuan-perempuan tersebut selain bekerja di perkebunan mereka juga bisa menanam singkong di dalam perkebunan, hal tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Mayoritas perempuan-perempuan pekerja perkebunan dulu menjadi pengrajin sapu lidi (non pertanian tersier) untuk dijual ke tengkulak dan memunguti pelepah sawit untuk digunakan sendiri sebagai bahan bakar atau dijual ke tengkulak.

Tabel 19. Kesempatan Kerja Laki-Laki Sebelum dan Setelah Sawit di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Kesempatan Kerja Kampung Dalam Kampung Luar C. Ujung G. Leutik Ciheleut Hulurawa sblm Stlh sblm stlh sblm stlh sblm stlh Pertanian pangan dan

perikanan

15 0 0 32,4 10,3 8,6 13,2 50 Pertanian-Perkebunan 17,5 0 24,5 5,9 8,6 8,6 0 0 Non Pertanian Sekunder 30 65 41,2 53 22,4 55,2 36,8 0 Non Pertanian tersier 12,5 25 17,6 8,8 25,9 10,3 13,2 44,7 Lain-lain 12,5 25 17,6 8,8 25,9 10,3 13,2 5,3

sekolah 22,5 0 14,7 0 27,6 0 15,8 0

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan :

Sblm = Sebelum penanaman sawit (Tahun 200), Stlh = Setelah penanaman sawit (setelah Tahun 2000)

Berdasarkan Tabel 19, kesempatan kerja laki-laki di bidang pertanian- perkebunan tidak jauh berbeda dengan perempuan. Kesempatan kerja pertanian- perkebunan mengalami penurunan dan yang masih bekerja di perkebunan hanya yang menetap di kampung yang terletak di dekat perkebunan. Setelah perubahan komoditas sawit kesempatan kerja masyarakat di bidang non pertanian tersier dan pertanian pangan dan perikanan meningkat. Hal tersebut menunjukkan perubahan pekerjaan penduduk yang dahulu di pertanian-perkebunan beralih ke non pertanian tersier dan pertanian pangan dan perikanan.

Hal berbeda di temui pada penduduk Kampung Dalam (Hulurawa). Sebelum dan setelah sawit penduduk banyak bekerja di sektor pertanian pangan dan perikanan bahkan mengalami peningkatan. Penduduk kampung Hulurawa juga tidak ada yang bekerja di sektor pertanian-perkebunan bahkan sejak sebelum sawit. Berikut penuturan responden mengenai hal tersebut:

Dulu saya bekerja di pabrik kimia Jakarta bahkan telah menjadi kepala bagian. Tetapi suatu hari saya berpikir untuk berhenti dan kembali ke desa menjadi petani. Saya berpikir untuk apa gaji besar tetapi di umur yang belum cukup tua uang saya akan habis untuk biaya pengobatan akibat akumulasi bahan kimia. Saya sangat sedih melihat kondisi rekan-rekan yang banyak mengidap penyakit dan

mati muda akibat akumulasi bahan kimia. Akhirnya saya memutuskan kembali menjadi petani dengan pikiran dulu orang tua saya bisa hidup makmur dan mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat pendidikan tinggi hanya sebagai petani. Mereka juga sangat menikmati masa tua mereka.” (Bapak Safrudin, Petani Hulurawa)

Dulu saya pernah bekerja di garmen dan pabrik roti tapi setelah 10 tahun bekerja tidak ada yang bisa kumpulkan untuk ditabung. Hanya mampu untuk menyewa 800 m2 sawah. Kemudian saya memperoleh pinjaman dari keluarga istri saya yang kemudian digunakan untuk menyewa sawah. Semakin luas lahan yang saya kuasai secara bertahap keluar dari pabrik. Hingga sampai saat ini saya memiliki 17 Ha lahan yang diperoleh dari gadai, sewa dan membeli. Selain lahan tersebut keuntungan dari pertanian saya mampu membuat kolam renang seluas ± 1 Ha sebagai media rekreasi penduduk desa dan telah memiliki rumah yang cukup layak “ (Bapak Sohip, Petani Hulurawa)

Secara umum perubahan kesempatan kerja penduduk perempuan dan laki- laki Kampung Dalam dan luar perkebunan dapat dilihat dari Tabel 18 dan 19. Namun yang perlu diingat adalah kesempatan kerja penduduk sangat dinamis sehingga selain kesempatan kerja yang telah ditunjukkan diatas hanya pekerjaan utama dari masing-masing individu. Beberapa pekerjaan sampingan dan tidak tetap masyarakat lakukan untuk mempertahankan dan mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

BAB VI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA Bab ini menjelaskan dan menganalisa hubungan antara faktor internal (meliputi ; jenis kelamin, pendidikan, umur dan status sosial) dan faktor eksternal (meliputi: akses informasi tentang kesempatan kerja dan akses trasportasi) dengan kesempatan kerja. Kesempatan kerja penduduk di Kampung Luar dan Kampung Dalam di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder, non pertanian tersier.

6.1 Faktor Internal 6.1.1 Jenis kelamin

Kesempatan Kerja laki-laki dan perempuan penduduk Kampung Luar dan Kampung Dalam memiliki kesempatan kerja berbeda. Laki-laki memiliki kesempatan kerja di semua sektor sedangkan perempuan tidak, terutama untuk kesempatan kerja di pertanian-perkebunan. Pola kesempatan kerja laki-laki di Kampung Dalam dan Kampung Luar relatif sama berbeda dengan perempuan.

Berdasarkan Tabel 15 (halaman 40) ditunjukkan bahwa antar jenis kelamin hampir tidak ada perbedaan antara penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar. Namun demikian, keterlibatan perempuan di bidang produktif cukup tinggi. Kesempatan kerja perkebunan hanya tersedia untuk laki-laki. Baik dari Kampung Dalam dan Kampung Luar tidak ada perempuan yang bekerja di pertanian- perkebunan. Menurut Kepala Afdeling 2 Kebun Cimulang hal tersebut terjadi karena perempuan dianggap tidak cocok melakukan kegiatan di perkebunan sawit. Kecuali untuk pekerjaan kecil seperti membersihkan rumput di sekitar sawit Pekerjaan perkebunan membutuhkan tenaga yang kuat.

Tabel 20. Kesempatan Kerja menurut Jenis Kelamin di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Jenis Kelamin Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ

PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT

Laki-laki 13,6 6,1 6,1 74,2 100 25,7 3,0 13,9 47,4 100 Perempuan 22,2 0,0 11,1 66,7 100 68,4 0,0 21,1 10,5 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian - Perkebunan,

Berdasarkan tabel diatas, kesempatan kerja laki-laki di kampung dalam dan kampung luar memiliki kesempatan dan pola yang sama yaitu non pertanian tersier, pertanian pangan-perikanan, non pertanian sekunder dan pertanian- perkebunan. Berbeda dengan perempuan Kampung Dalam dan Kampung Luar, kesempatan kerja utama penduduk Kampung Dalam adalah non pertanian tersier sedangkan Kampung Luar pertanian pangan-perikanan. Hal tersebut merupakan pengaruh dari Kampung Hulurawa (Kampung Luar) yang masih memiliki sumber daya lahan lua sehingga kesempatan kerja di pertanian pangan-perikanan besar. Data tersebut menunjukkan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar dipengaruhi oleh jenis Kelamin

6.1. 2 Pendidikan

Secara umum tingkat pendidikan penduduk Kampung Dalam lebih rendah dibandingkan Kampung Luar. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi penduduk Kampung Luar memiliki kesempatan kerja lebih beragam di semua sektor. Pekerjaan dengan pendidikan tinggi di sektor-sektor tersebut tidak lagi mengandalkan kekuatan tenaga individu (buruh) tetapi lebih kepada keterampilan.

Tabel 21. Kesempatan Kerja menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Tingkat Pendidikan

Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ

PP P- Per PS PT PP P- Per PS PT Tidak sekolah 14,3 0 0 85,7 100 20,0 0 0 80 100 SD 24,0 10,0 4,0 62,0 100 22,2 0 11,1 66,7 100 SMP 14,3 7,1 11,9 66,7 100 41,4 0 13,8 48,3 100 SMA dan Univ 0 0 23,0 77,0 100 17,6 4,4 17,6 68,3 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,

PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Tidak sekolah kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar hanya terpusat pada pekerjaan pertanian dan perikanan, dan non pertanian tersier. Pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) persentase penduduk bekerja di sektor non pertanian menurun, bergeser ke sektor pertanian-perkebunan di Kampung Dlam dan sektor non pertanian sekunder di Kampung Luar. Pada

Kampung Dalam keragaman kesempatan kerja antar sektor tinggi pada tingkat pendidikan SMP, sedabgkan di tingkat SMA kesempatan kerja hanya pada sektor non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Kampung Luar pada tingkat pendidikan SMP kesempatan kerja di bidang pertanian pangan dan perikanan meningkat pesat. Mengalami penurunan kembali di tingkat SMA dan Universitas dimana keragaman kesempatan kerja antar sektor paling tinggi. Gambaran ini menunjukkan tingkat pendidikan mempengaruhi kesempatan kerja, namun pola kesempatan kerja antar sektor berbeda yang terjadi di Kampung Dalam dan Kampung Luar.

6.1.3 Umur

Tabel 22 menunjukkan kesempatan kerja non pertanian tersier menjadi pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk untuk semua golongan umur sedangkan di sektor lain terjadi fluktuasi penurunan dan peningkatan kesempatan kerja. Usia produktif muda (15-29 tahun) mayoritas bekerja di non pertanian tersier. Usia produktif tengah (30-44 tahun) memiliki kesempatan kerja yang lebih tersebar di beragam sektor. Usia produktif tua (45-59 tahun) bekerja di sektor pertanian pangan- perikanan.

Tabel 22. Kesempatan Kerja menurut Umur di Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011(dalam Persen).

Umur (tahun)

Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ

PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT 15-29 7,3 0 19,5 73,2 100 6,7 0 20 73,3 100 30-44 18,1 8,3 2,8 70,8 100 32,6 4,3 15,2 47,8 100 45-59 61,3 8,3 0 30,4 100 37,9 3,4 6,9 51,7 100 Semua Umur 17,7 5,8 7,2 69,3 100 24,2 2,5 15 58,3 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,

PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Pada usia 15-29 tahun penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar bekerja di pertanian pangan dan perikanan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier dengan perbandingan tiap kampung relatif hampir sama. Umur 30-44 tahun terjadi penurunan kesempatan kerja di sektor non pertanian tersier

dan sekunder, terutama penduduk di Kampung Luar terjadi penurunan dari 73,3 persen menjadi 47,8 persen (non pertanian tersier) dan 19,5 persen menjadi 2,8 persen di Kampung Dalam (non pertanian sekunder). Pada tingkat umur ini kesempatan kerja meningkat di sektor pertanian-perkebunan di Kampung Dalam dan Kampung Luar. Pada tingkat usia produktif 45-59 tahun terjadi peningkan di sektor pertanian dan perikanan untuk Kampung Dalam dan Kampung Luar, tetapi mengalami penurunan di tiga sektor lain yaitu pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Hal tersebut terjadi di usia tua penduduk lebih memilih pekerjaan yang dekat dengan akses trasportasi. Akibatnya penduduk Kampung Dalam yang bekerja di pertanian pangan- perikanan dan pertanian-perkebunan tinggi, sedangkan penduduk Kampung Luar bekerja di sektor pertanian pangan-perikanan dan non pertanian tersier. Penyebaran kesempatan kerja penduduk Kampung dalam dan Kampung Luar berbeda di semua sektor pada umur yang sama tetapi berbeda umur 15-29 tahun. Penyebaran kesempatan kerja yang berbeda pada setiap tingkatan umur menunjukkan kesempatan kerja penduduk di pengaruhi umur.

6.1.4 Status Sosial

Kesempatan kerja pada status sosial tinggi dan rendah di Kampung Dalam dan Kampung Luar berbeda. Pada status sosial tinggi dan rendah antara Kampung Dalam dan Kampung Luar memiliki penyebaran kesempatan kerja berbeda. Kesempatan kerja di sektor pertanian pangan-perikanan dan pertanian-perkebunan mengalami peningkatan pada status sosial rendah terutama di Kampung Dalam, sedangkan Kampung Luar mengalami peningkatan di sektor pertanian- perkebunan dan non pertanian sekunder. Namun penyebaran kesempatan kerja penduduk Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan rendah sama.

Tabel 23. Kesempatan Kerja Menurut Status Sosial di Kampung Luar dan Dalam, Tahun 2011 (dalam Persen).

Status Sosial Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT

Tinggi 8,5 0 14,9 76,6 100 25,6 1,3 14,1 60 100 Rendah 21 9,3 3,5 66,3 100 21,4 4,8 16,7 57,1 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,

Kesempatan kerja non pertanian tersier menjadi kegiatan utama penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar dengan status sosial tinggi maupun penduduk dengan status sosial rendah. Pada kesempatan kerja penduduk Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan rendah berikut urutan kesempatan kerja paling tinggi ke rendah yaitu; non pertanian tersier, pertanian pangan- perikanan, non pertanian sekunder kemudian non pertanian-perkebunan. Sedangkan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam berbeda no pertanian sekunder menempati posisi kedua pada status sosial tinggi kemudian pertanian pangan - perikanan, berkebalikan dengan status sosial rendah. Pada Penduduk Kampung Dalam dengan status sosial tinggi tidak ada penduduk yang bekerja di sektor pertanian-perkebunan, sedangkan pada status sosial rendah terlihat peningkatan kesempatan kerja yang signifikan di sektor pertanian-perkebunan. Sektor pertanian-perkebunan di Kampung Luar juga mengalami peningkatan pada tingkat sosial rendah, bedanya pada status sosial tinggi ada penduduk yang bekerja di sektor tersebut. Terlihat adanya perbedaan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar dengan status sosial tinggi dan status sosial rendah.

6.2 Faktor Eksternal 6.2.1 Akses Informasi

Perbandingan kesempatan kerja berdasarkan akses informasi Kampung Dalam dan Kampung Luar, tidak memiliki perbedaan yang menonjol kecuali untuk pekerjaan di sektor pertanian-perkebunan. Kemudahan memperoleh informasi (mengenai adanya kesempatan kerja non pertanian sekunder dan non pertanian tersier di luar kampung ) mendorong penduduk memanfaatkan pekerjaan di sektor non pertanian tersier. Ketika informasi sulit diperoleh, penduduk Kampung dalam bekerja di sektor pertanian-perkebunan lokasi kerja dekat, sedangkan penduduk Kampung Luar bekerja di sektor non pertanian sekunder. Salah satu penyebab hal tersebut adalah Kampung Luar lebih dekat dengan akses trasportasi dan jarak tempat tinggal dekat pabrik.

Tabel 24. Kesempatan Kerja menurut Akses Informasi Kampung Dalam dan Luar Perkebunan, 2011 (dalam Persen).

Akses Informasi

Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ

PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT

Mudah 10,7 1,0 2,9 74,5 100 26,5 3,0 7,1 63,3 100 Sulit 5,7 20,0 20,0 54,3 100 13,6 0 50 36,4 100

Kampung Cimulang Ujung Kampung Ciheleut

Mudah 14,5 1,8 3,6 80 100 0,0 6,25 4,2 89,6 100

Sulit 10 20 5 65 100 13,6 0,0 50 36,4 100

Kampung Gunung Leutik Kampung Hulurawa Mudah 29,8 0,0 2,1 68,1 100 52 0,0 10 38 100

Sulit 0,0 20 40 40 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,

PS = Non Pertanian Sekunder, PT = NonPertanian Tersier

Berdasarkan Tabel 24 diatas menunjukkan ragam yang hampir sama untuk kesempatan kerja penduduk Cimulang Ujung, Gunung Leutik, Ciheleut dan Hulurawa di berbagai sektor dengan akses informasi sulit dan mudah. Pada data Kampung Dalam dan Kampung Luar ditunjukkan semakin mudah akses informasi maka kesempatan kerja di bidang non pertanian tersier dan pertanian pangan- perikanan tinggi. Kesempatan kerja terendah adalah pertanian perkebunan. Berbeda dengan akses informasi sulit kesempatan kerja paling tinggi adalah non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Terjadi hal menarik di sektor pertanian perkebunan memiliki persentase cukup tinggi yaitu 20 persen. (Kampung Dalam), sedangkan Kampung Luar tidak ada. Dimungkinkan terjadi hal tersebut karena luasan wilayah kampung yang berada dalam perkebunan sedikit dan sumberdaya lain (Sarana dan lahan) lebih mendukung. Sehingga informasi kesempatan kerja di sektor pertanian-perkebunan penduduk Kampung Dalam lebih tinggi di bandingkan Kampung Luar. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan akses informasi sulit menyebabkan penduduk memanfaatkan kesempatan kerja di perkebunan. Semakin mudah informasi tentang kesempatan kerja menyebabkan penduduk semakin banyak bekerja di luar kampung, sedangkan semakin sulitnya informasi, semakin penduduk akan memanfaatkan pekerjaan di sekitar kampungnnya.

Tabel 25. Kesempatan Kerja menurut Ragam Informasi yang di Terima Masyarakat Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Informasi Penduduk

Kampung Dalam Kampung Luar

Pertanian pangan dan perikanan 12,9 24,1

Pertanian-perkebunan 4,4 1,8

Non pertanian sekunder 28,9 9,8

Non Pertanian tersier 53,8 64,3

Jumlah 100 100

memperoleh informasi tentang kesempatan kerja terbesar penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar adalah di sektor non pertanian tersier dan sekunder, hal ini menjadi salah satu sebab utama banyak penduduk bekerja di sektor tersebut. Akses informasi mudah juga diperoleh penduduk untuk sektor pertanian pangan dan perikanan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan kesempatan kerja penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar dipengaruhi oleh akses informasi

6.2.2 Akses Transportasi

Kampung Dalam dipilih karena akses trasportasi sulit dan Kampung Luar dipilih karena akses trasportasi mudah. Membandingkan Kampung Dalam dan Kampung Luar Nampak bahwa secara umum non pertanian tersier memberikan kesempatan kerja terbesar, diikuti pertanian pangan-perikanan dan non pertanian sekunder. Kesempatan kerja terkecil adalah pertanian-perkebunan

Akses transportasi memberikan kemudahan penduduk untuk menjangkau lokasi kerja. semakin mudah akses transportasi semakin banyak penduduk yang bekerja di luar kampung. Berdasarkan kondisi keempat kampung tersebut, kesempatan kerja yang ditawarkan di luar kampung mereka adalah di sektor non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Penduduk Kampung Dalam dan Kampung Luar memiliki persentase hampir sama besar untuk kesempatan kerja di non pertanian tersier yaitu 69,3 persen dan 58,3 persen. Tetapi untuk akses transportasi mudah terutama di Kampung Luar persentase kesempatan kerja di

pertanian pangan dan perikanan juga cukup besar yaitu 24,2 persen (data lengkap di Tabel 26). Berdasarkan data tersebut tidak ada perbedaan kesempatan kerja yang ditunjukkan dari mudah dan sulitnya akses transportasi Kampung Dalam dan luar, sehingga dapat disimpulkan akses transportasi tidak mempengaruhi kesempatan kerja. Tetapi akses Transportasi dapat menjadi faktor antara untuk kesempatan kerja dengan faktor internal dan eksternal, karena posisi desa didalam dan di luar langsung mengidentifikasi mudah dan sulit akses transportasi. Sulinya akses trasportasi menyebabkan kesulitan keluar kampung untuk menempuh pendidikan keluar, informasi terbatas, umur tua lebih memilih bekerja di dalam kampung, dan sedikit perempuan maupun laki-laki yang bekerja keluar kampung.

Tabel 26. Kesempatan Kerja menurut Akses Transportasi Kampung Dalam dan Kampung Luar, Tahun 2011 (dalam Persen).

Akses Trasportasi

Kampung Dalam Ʃ Kampung Luar Ʃ

PP P-Per PS PT PP P-Per PS PT

Mudah 0,0 0,0 0,0 0,0 100 24,2 2,5 15 58,3 100 Sulit 17,5 5,8 7,3 69,3 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 Keterangan : PP = Pertanian Pangan - Perikanan, P-Per = Pertanian-Perkebunan,

BAB VII

Dokumen terkait