Analisis kesempatan kerja kerja sektoral di wilayah perkotaan didisagregasi menurut tiga sektor yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor lainnya. Nilai koefisien detereminasi (R2) pada ketiga sektor perkotaan tersebut berkisar antara 0.9827 – 0.9928, yang berarti bahwa variasi nilai variabel endogen (kesempatan kerja) sektoral perkotaan dapat dijelaskan sekitar 98.27 persen hingga 99.28 persen oleh peubah penjelas secara bersama-sama, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk dalam model. Hasil perhitungan nilai F-hitung pada setiap persamaan kesempatan kerja di perkotaan berkisar antara 31.0091 hingga 75.4849, yang berarti peubah penjelas pada setiap persamaan, secara bersama-sama signifikan pada tingkat a =
0.01 (Tabel 9). Uraian hasil pendugaan pada setiap persamaan kesempatan kerja sektoral di perkotaan dijelaskan sebagai berikut
Sektor Pertanian Perkotaan : Hasil analisa partial pada persamaan kesempatan kerja sektor pertanian perkotaan, menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja di sektor pertanian perkotaan dipengaruhi oleh upah rill sektor (WPK), total factor productivity pertanian (TFPP), investasi (INV), Pengeluaran pemerintah (GOV), ekspor (EXPR), impor (IMP), nilai tambah sektor pertanian (NTBP) dan dummy krisis ekonomi, pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0.01, 0.05. Sementara konsumsi masyarakat (CS) dan variabel angkatan kerja (AKK) berpengaruh pada tingkat kesalahan a = 0.15 dan 0.20. Hasil ini menunjukkan bahwa semua variabel dalam model memberi pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja pertanian kota. Variabel seperti upah riil, konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah dan impor berkorelasi negatif dengan variabel endogennya, yang berarti apabila variabel- variabel ini mengalami peningkatan, maka cenderung menurunkan perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian perkotaan.
Dilihat dari nilai elastisitas masing- masing peubah penjelas, maka respon kesempatan kerja pertanian perkotaan terhadap variabel investasi dan nilai tambah bruto sektor pertanian bersifat elastis dalam jangka pendek, sedangkan varibel-variabel lainnya bersifat in-elastis. Akan tetapi dalam jangka panjang selain kedua variabel yang telah disebutkan, maka variabel upah riil dan impor juga bersifat elastis. Nilai elastisitas diartikan sebagai besarnya perubahan pada variabel endogen (dalam satuan persen) sebagai respon atas terjadinya perubahan pada peubah penjelas sebesar 1 persen.
Dalam jangka pendek nilai elastisitas terbesar berasal dari variabel NTBP yakni sebesar 1.7216 yang berarti bahwa apabila nilai tambah bruto pertanian meningkat sebesar 1 persen, maka akan berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja sebesar 1.7216 persen pada sektor pertanian perkotaan. Sedangkan nilai elastisitas terendah berasal dari variabel TFPP yakni 0.0165 untuk jangka pendek dan 0.0301 untuk jangka panjang, dengan hubungan korelasi positif. Gambaran ini menunjukkan bahwa, sifat teknologi pada pertanian kota tidak
mereduksi kesempatan kerja, bahkan dapat mendorong perluasan kesempatan kerja, meskipun kesempatan kerja yang ditimbulkannya relatif kecil.
Tabel 9 Hasil estimasi parameter persamaan kesempatan kerja sektoral di wilayah perkotaan Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004
Elastisitas
PEUBAH Dugaan
Parameter
Probability
t-Statistik JK Pendek JK Panjang
KPK Kesemp. Kerja Pert Kota
Intersept 28588.88 0.1355
Upah Pert Kota (WPK) -0.474927 0.0000 a) -0.5541 -1.0089
TFP Pert (TFPP) 1279.903 0.0078 a) 0.0165 0.0301
Konsumsi Masy (CS) -0.002884 0.1684 -0.5432 -0.9890
Investasi (INV) 0.015884 0.0001 a) 1.2071 2.1979
Pengel. Pemerintah (GOV) -0.009219 0.0468 b) -0.4990 -0.9085
Expor (EXPR) 0.003562 0.0076 a) 0.3305 0.6018
Impor (IMP) -0.006483 0.0017 a) -0.5499 -1.0012
Nilai Tambah Pert. (NTBP) 0.013988 0.0009 a) 1.7216 3.1345
Dummy Krisis Eko. (DKE) 33167.99 0.0000 a) 0.1579 0.2875
Angkat Kerja Kota (AKK) 0.040218 0.1304 0.3735 0.6801
Lag Endogen (Lag KPK) 0.471574 0.0233 b) 0.4508 0.8207
R2 = 0.9827; F-Hitung = 31.0091 a) ; DW = 2.4293
KIK Kesemp. Kerja Industri Kota
Intersept 18838.97 0.0004 a)
Upah Industri Kota (WIK) -0.208652 0.0001 a) -0.4139 -0.5573
TFP Industri (TFPI) -1169.382 0.0259 b) -0.0229 -0.0308
Konsumsi Masy (CS) 0.005378 0.0441 b) 1.5338 2.0653
Investasi (INV) 0.002307 0.0755 c) 0.2655 0.3575
Pengel. Pemerintah (GOV) 0.002377 0.2268 0.1948 0.2623
Expor (EXPR) 0.006764 0.0000 a) 0.9505 1.2799
Impor (IMP) -0.00677 0.0002 a) -0.8696 -1.1709
Nilai Tambah Indust. (NTBI) 0.006779 0.3096 0.3807 0.5126
Dummy Krisis Eko. (DKE) -3696.985 0.3099 -0.0267 -0.0359
Angkat Kerja Kota (AKK) 0.013617 0.4113 0.1915 0.2579
Lag Endogen (Lag KIK) 0.270098 0.1840 0.2574 0.3466
R2 = 0.9635; F-Hitung = 14.3867 a) ; DW = 2.1044
KLK Kesemp. Kerja Sek Lain Kota
Intersept -29108.14 0.1942
Upah Sek Lain Kota (WLK) -0.203635 0.0149 b) -0.0545 -0.0731
TFP Sektor Lain (TFPL) -1309.997 0.4147 -0.0027 -0.0036
Konsumsi Masy (CS) 0.008589 0.0585 c) 0.2533 0.3397
Investasi (INV) 0.03336 0.0000 a) 0.3970 0.5324
Pengel. Pemerintah (GOV) 0.034289 0.0318 b) 0.2906 0.3897
Expor (EXPR) 0.043598 0.0076 a) 0.6335 0.8496
Impor (IMP) -0.044636 0.0089 a) -0.5928 -0.7951
Nilai Tambah S.Lain (NTBL) 0.055009 0.0032 a) 1.4318 1.9202
Dummy Krisis Eko. (DKE) 118674.5 0.0005 a) 0.0885 0.1186
Angkat Kerja Kota (AKK) 0.201516 0.3241 0.2930 0.3930
Lag Endogen (Lag KLK) 0.266598 0.1927 0.2544 0.3412
R2 = 0.9928; F-Hitung = 75.4849 a) ; DW = 1.6140 Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004 Keterangan : a) : Signifikan pada taraf nyata a = 0.01
b) : Signifikan pada taraf nyata a = 0.05 c) : Signifikan pada taraf nyata a = 0.10
Sektor Industri Pengolahan Perkotaan: Hasil pendugaan persamaan kesempatan kerja sektor industri pengolahan di wilayah perkotaan, menunjukkan bahwa, kesempatan kerja di sektor ini selain dipengaruhi oleh upah riil, juga dipengaruhi oleh variabel sumber-sumber pertumbuhan output dari sisi permintaan seperti konsumsi masyarakat, investasi, ekspor dan impor pada tingkat kesalahan a = 0.01; 0.05 dan 0.10. Variabel input residual atau total faktor productivity sektor industri pengolahan (TFPI) juga signifikan pada taraf nyata a
= 0.05, sedangkan variabel nilai tambah industri, dummy krisis ekonomi dan angkatan kerja perkotaan serta lag endogennya tidak memberi pengaruh nyata.
TFPI sebagai input residual dari faktor produksi tenaga kerja dan modal (misalnya teknologi) di sektor industri pengolahan perkotaan, yang signifikan pada taraf nyata a = 0.05, memiliki koefisien korelasi yang negatif. Hal ini diartikan bahwa peningkatan TFPI (misalnya teknologi) akan cenderung mereduksi permintaan tenaga kerja di sektor ini, atau dengan kata lain TFPI di sektor ini umumnya bersifat menghemat tenaga kerja. Akan tetapi penghematan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh variabel ini relatif kecil, yang ditunjukkan oleh nilai elastisitasnya atau respon permintaan tenaga kerja terhadap perubahan input residual (TFPI) yang bersifat in-elastis baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
Industri pengelohan dikenal sebagai sektor usaha yang memiliki komponen bahan baku impor cukup besar, sehingga biaya produksi sektor ini sangat sensitif terhadap nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (exchange rate), merosotnya nilai tukar rupiah pada saat terjadinya krisis ekonomi, berdampak pada melambungnya harga berbagai bahan baku impor, sehingga banyak kegiatan produksi di sektor ini mengalami kemerosotan yang cukup parah bahkan tidak sedikit kegiatan usaha yang mengalami kebangkrutan, sehingga efisiensi pengurangan tenaga kerja menjadi tidak dapat dihindari.
Industri pengolahan yang ada di Sulawesi Selatan pada dasarnya dapat dibagi dua yakni industri yang berorientasi untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dan industri yang berorientasi untuk memenuhi pasar domestik. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan nilai ekspor sulawesi selatan berdampak pada perluasan kesempatan kerja. Hal ini disebabkan karena peningkatan ekspor
merupakan penciri meningkatnya daya saing produk yang diproduksi secara domestik di Sulawesi Selatan, termasuk produk industri pengolahan perkotaan. Karena itu, peningkatan ekspor akan berdampak pada perluasan kesempatan kerja di sektor industri perkotaan.
Sektor Lainnya di Perkotaan : Hasil pendugaan terhadap persamaan kesempatan kerja sektor lainnya di perkotaan menunjukkan bahwa, variabel upah riil, nilai tambah sektor, dummy krisis ekonomi dan variabel sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan, seperti investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor berpengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja di sektor ini pada tingkat kesalahan a = 0.01 dan 0.05 Sementara variabel konsumsi masyarakat signigikan pada tingkat kesalahan a = 0.10. Sedangkan variabel lainnya seperti angkatan kerja dan total factor productivity sektor lainnya (TFPL) tidak berpengaruh nyata.
Peningkatan impor dan peningkatan nilai TFPL di sektor ini, akan menimbulkan penyempitan kesemptan kerja di sektor ini. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang negatif untuk kedua variabel tersebut. Sedangkan variabel-variabel determinan lainnya berkorelasi positif dengan variabel-variabel endogen, yang berarti peningkatan nilai variabel tersebut cenderung memperluas kesempatan kerja sektor ini .
Dilihat dari nilai elastisitas semua peubah penjelas dalam model, maka hanya variabel nilai tambah sektor (NTBL) yang bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, sedangkan peubah lainnya bersifat in-elastis. Dengan membandingkan nilai elastisitas NTBL pada setiap persamaan kesempatan kerja perkotaan, terlihat bahwa respon permintaan tenaga kerja di sektor pertanian dan sektor lain bersifat elastis, sedangkan di sektor industri bersifat inelastis. Perbedaan ini di sebabkan karena sektor industri dikenal sebagai sektor yang hemat tenaga kerja, sedangkan sektor lain, khususnya pertanian di kenal sebagai sektor padat karya. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi jumlah pengangguran perkotaan melalui perluasan kesempatan kerja, maka pertumb uhan ekonomi sebaiknya berbasis pada sektor padat karya seperti pertanian dan sektor lain di perkotaan.