• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesepakatan Kerjasama

Dalam dokumen Nihonteki Na Bijinesu No Kōshō (Halaman 33-38)

BAB III NEGOSIASI BISNIS ALA JEPANG

3.2 Kesepakatan Kerjasama

Kesepakatan kerjasama akan tercapai apabila kedua belah pihak bersedia menurunkan tuntutan dan keinginan masing-masing. Untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan, konsesi harus dibuat. Anda dapat menawarkan konsesi anda sendiri tetapi jangan sarankan apa yang harus mereka perbuat. Persilahkan mereka untuk menawarkan ide dan pemikirannya sendiri.

Kesalahan yang terjadi berkenaan dengan masalah konsesi adalah terjebak dalam tawaran konsesi mereka yang sangat bermurah hati dan apa yang mereka katakan merupakan tawaran terakhir. Ini adalah bagian dari taktik orang Jepang, sehingga tidak perlu ditanggapi dengan serius. Orang Jepang menyadari bahwa mereka tidak mengelabui anda, tetapi ini adalah bagian dari tata kerama mereka. Anda juga dapat menggunakan taktik ini untuk keperluan anda sendiri, tapi jangan menyudutkan pihak lain. Bila anda perhatikan dengan seksama, mereka juga tidak pernah menyudutkan anda.

Bila sebuah perjanjian yang memuaskan kedua belah pihak sudah tercapai, tibalah saatnya menandatangani kontrak. Bagi orang Jepang, langkah yang paling penting pada tahapan ini adalah rumusan perjanjian yang dituangkan ke dalam sebuah pernyataan tertulis mengenai pokok-pokok perjanjian. Dalam upacara resmi, ini akan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Bahkan, pada tahap ini, mereka akan menjadi sangat khawatir kalau anda membawa ahli hukum dalam tim anda. Tata cara kontrak yang umum berlaku bagi orang barat adalah kontrak yang dirancang untuk melindungi kepentingan seseorang. Kalau anda melakukan seperti ini, anda akan dianggap lebih sebagai lawan ketimbang mitra kerja. Bagi

orang Jepang, keikutsertaan ahli hukum dalam penandatanganan kontrak kerjasama merupakan suatu cerminan dari alpanya perasaan saling percaya.

Orang Jepang ingin mendapat jaminan bahwa mereka telah memasuki suatu babak hubungan kerjasama yang sangat harmonis. Aspek yang paling penting dari tata cara penandatanganan kontrak bagi orang Jepang adalah kesempatan untuk meninjau kembali perjanjian yang sudah disepakati, terutama dalam hal terjadinya perubahan keadaan.

Bagi orang Jepang, upacara resmi adalah langkah akhir yang sangat penting dalam hal pencapaian kata sepakat. Upacara pencapaian kata sepakat ini harus dihadiri oleh para pejabat penting dari kedua perusahaan yang akan menggalang kerjasama timbal-balik, termasuk semua yang terlibat dalam proses negosiasi. Upacara seperti ini akan dilengkapi dengan banyak sekali pidato, pemberian tandamata, foto serta diakhiri dengan sebuah resepsi yang sangat meriah. Bila penandatanganan dilakukan di luar Jepang, mungkin upacara ini dapat dipersingkat, tetapi upacara resmi dan resepsi perlu tetap dilakukan.

Kemudian ditindaklanjuti dengan surat-menyurat yang penuh dengan keakraban dari semua mereka yang terlibat. Sebuah surat ucapan selamat yang bersifat resmi dan optimistik sebaiknya juga dikirimkan oleh pimpinan perusahaan kepada pimpinan perusahaan Jepang. Namun demikian, surat-menyurat resmi tidak dapat mengambil alih hubungan yang bersifat tatap muka. Jika suatu waktu anda merasa perlu untuk mundur, atau menolak sebuah transaksi, maka anda harus melakukannya dengan cara yang tidak melukai perasaan mitra Jepang atau tidak membuat mereka kehilangan muka. Anda harus

menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya sembari memperlihatkan raut muka penyesalan kepada mitra Jepang. Katakanlah pada mereka bahwa anda memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mempertimbangkannya, atau nyatakanlah penolakan secara samar-samar bahwa anda sangat sulit menerimanya. Penolakan haruslah bersifat tidak langsung, dan sebaiknya disampaikan oleh orang tengah anda. Pastikan orang tengah anda mengetahui pasti alasan penolakan dan sangat mampu menyampaikannya dalam bahasa yang halus dan tidak menyinggung.

Bila suatu perjanjian sudah disimpulkan, maka pemeliharaan hubungan harus tetap dilakukan agar hubungan dimaksud bisa berjalan sebagaimana mestinya. Kirimlah surat penghargaan kepada setiap orang yang terlibat dalam negosiasi pendahuluan. Surat-menyurat yang disertai dengan tukar-menukar foto keluarga akan sangat bermanfaat, karena anda telah dapat melibatkan perasaan dan keakraban keluarga ke dalam hubungan perjanjian resmi.

Nantinya catatan-catatan pribadi dari waktu ke waktu akan berguna dalam memelihara perasaan persahabatan yang hangat dan akrab. Bila hanya memperlakukan hubungan tersebut semata-mata sebagai hubungan bisnis, anda akan dianggap tidak lebih hanyalah sebuah wujud perusahaan asing yang banyak terdapat di mana-mana lengkap dengan konotasi yang melekat di dalamnya.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Proses negosiasi dengan Jepang dikenal alot dan memakan waktu. Di beberapa

pertemuan pertama orang Jepang biasanya tidak akan menyinggung tentang bisnis

sedikitpun, namun hanya perbincangan ringan seperti berbagai pengalaman pribadi,

hobi, olahraga serta memperlihatkan foto-foto keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk

menumbuhkan perasaan keakraban dan kekeluargaan serta suasana keramah-tamahan

yang berkesan. Namun, sering kali pola-pola ini membuat mitra asingnya merasa bosan

dan jenuh. Oleh karena itu, bagi mitra asingnya haruslah beradaptasi dengan

tradisi-tradisi negosiasi bisnis yang tidak efisien ini. Kalau tidak dilakukan mitra asing akan

merasa kesulitan dan kesempatan untuk bekerjasama tidak akan tercapai.

Beberapa tahapan dalam proses negosiasi bisnis Jepang yaitu, waktu saling

mengenal, keputusan bersama, tim perunding, kesungguhan hati atau basa-basi, tidak

4.2. Saran

1. Penulis mengharapkan Karya Tulis ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca

pada umumnya.

2. Sebagai negara berkembang, pelaku bisnis Indonesia hendaknya dapat

mengambil pelajaran positif pada etos bisnis Jepang yang notabenenya

adalah negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Agar bermanfaat dan

DAFTAR PUSTAKA

1. Graham, Jhon L. And Yoshiro Sano. 1984. Smart Bargaining: Doing Business

with the Japanese, Cambridge, MA: Balinger Publishing.

2. Imai, Imasaki. 1975. Never Take Yes for an; An Inside Look At Japanese

Business for Foreign Businessmen, Tokyo: Simul Press.

3. Smith, Robert J. 1983. Japanese Society; Tradition, Self and the Social Order,

New York: Cambridge University Press.

Dalam dokumen Nihonteki Na Bijinesu No Kōshō (Halaman 33-38)

Dokumen terkait