• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nihonteki Na Bijinesu No Kōshō

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nihonteki Na Bijinesu No Kōshō"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

NIHONTEKI NA BIJINESU NO KŌSHŌ

Dikerjakan

O

L

E

H

MUHAMMAD ABDUH

NIM : 082203054

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

NIHONTEKI NO BIJINESU

NO KŌSHŌ

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian Program Pendidikan Non- Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang

.

Dikerjakan OLEH :

MUHAMMAD ABDUH NIM : 082203054

Pembimbing, Pembaca,

Prof. Drs. Hamzon Situmorang M.S.Ph.D Zulnaidi S.S.M.Hum

NIP. 19580704 1984 12 1 001 NIP. 19600822 1988 03 1 002

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001

Panitia Ujian :

(4)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program studi D3 Bahasa Jepang Ketua Program Studi

Zulnaidi, S.S.M.Hum

NIP. 19670807 2004 01 1 001

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Selawat dan Salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi MUHAMMAD SAW, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universita Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “Negoisasi Bisnis Ala Jepang”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang sangat bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang,M.S. Ph.D, selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat terselesaikan.

(6)

5. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

6. Terististimewa kepada Keluarga Besar penulis, Ayahanda Alm. Hasan Kalbar SZ. Dan Ibunda Saedah Thahir. Juga kepada kakak-kakak tercinta Muhammad Mukhlis,S.Hut., dan Muhammad Iqbal, Amd., serta adik perempuan bungsu Putri Rizki. Terima kasih atas semua dukungannya dan doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

(7)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I

PENDAHULUAN

... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Metode Penulisan ... 2

1.4. Tujuan Penulisan ... 2

BAB II GAMBARAN UMUM ... 4

2.1. Sejarah Bisnis dan Ekonomi Jepang... 4

2.2. Pengertian Negosiasi Bisnis... 7

2.3. Konsep Dasar Kebudayaan Jepang dalam Bisnis... 11

BAB III NEGOSIASI BISNIS ALA JEPANG..

... 16

3.1 Proses Negosiasi ... 16

3.1.1. Waktu untuk saling mengenal... 16

3.1.2. Keputusan bersama... 17

3.1.3. Tim Perunding... 18

3.1.4. Kesungguhan hati atau basa-basi... 19

3.1.5. Tidak pernah menyatakan tidak... 20

3.1.6. Biarkan perundingan berkembang... 21

(8)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

... 25 4.1 Kesimpulan ... 25 4.2 Saran ... 26

(9)

ABSTRAK

NEGOSIASI BISNIS ALA JEPANG

Dalam melakukan negosiasi bisnis dengan orang Jepang, terdapat banyak nilai-nilai etiket tradisional jepang yang sangat kompleks. Etiket-etiket ini akan menentukan berhasil tidaknya suatu negosiasi dan lobi bisnis tersebut. Mitra dituntut untuk mengaplikasikan etiket-etiket tersebut apabila ingin mencapai kata sepakat dan akhirnya berhasil bekerjasama.

Proses negoisasi ini akan memakan waktu yang lama dan bertele-tele. Oleh sebab itu untuk langkah awal mitra haruslah menyiapkan kebesaran hati dan kesabaran yang tinggi untuk melewati tahapan-tahapan negosiasi yang kadang sangat membosankan dan tidak efisien. Adapun alasan mengapa negosiasi dengan mitra Jepang memerlukan kesabaran yang ekstra tinggi adalah :

• Setiap tahapan dalam proses perundingan cenderung akan berlangsung

dalam jangka waktu yang lebih panjang dari apa yang dibayangkan.

• Membutuhkan lebih banyak orang yang terlibat di dalam tim perunding.

• Kita tidak mengetahui dengan pasti di mana posisi kita sampai kontrak

ditandatangani.

(10)

seperti iklim, kesan terhadap Jepang, perjalan wisata, hobi, golf dan lain-lain. Selain itu saling membagi pengalaman pribadi, seperti membagikan foto keluarga, akan memperlihatkan adanya perasaan keakraban dan kekeluargaan.

Tim perunding biasanya terdiri dari seorang penerjemah, penengah, kepala eksekutif, para manajer menengah yang berwenang merumuskan keputusan, staf oprasional yang melakukan tawar-menawar, dan kemungkinan ahli keuangan dan ahli tekhnik. Sebagai tambahan biasanya juga terdapat seorang yang memiliki tanggung jawab utama untuk mendengar dan membaca isyarat-isyarat kunci dan menyampaikan pesan.

Bagi orang Jepang, kesungguh-sungguhan berarti menghargai kebaikan orang lain dengan cara tidak mengatakan sesuatu yang diperkirakan akan membuatnya kehilangan muka. Dengan demikian, “kebenaran” yang mendasar seringkali terpaksa disembunyikan, dimaksudkan untuk menghindari konfrontasi atau serangan langsung terhadap orang lain. Poin-poin ketidaksepakatan mungkin akan terungkap, namun orang Jepang cenderung akan mengungkapkannya dengan cara yang samar-samar dan disampaikan secara tidak langsung. Keterusterangan dan keterbukaan tentang segala sesuatu yang terjadi bisa dianggap sebuah penghinaan dan penyerangan.

(11)

memberikan tanggapan yang bersifat menghindar. Diam juga dianjurkan kalau merasa ragu.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Jepang merupakan contoh menarik perpaduan harmonis antara modern dan tradisional. “Negri Matahari Terbit” ini tidak hanya memancarkan sinar kemajuan industri dan tekhnologi, melainkan juga memiliki keunikan budaya yang tak tenggelam di tengah arus modrenisasi. Oleh sebab itu, di Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini akan tampak segala sesuatunya berbeda secara fundamental. Budaya Jepang yang diwarnai semangat Konfusianisme dan Shintoisme sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan etos bisnis.

Struktur dan hierarki dalam bisnis dan perusahaan Jepang sangat kuat. Hierarki yang kuat juga tercermin dalam negosiasi bisnis. Proses negosiasi

biasanya dimulai dari Eksekutif level, kemudian dilanjutkan pada level menengah, meskipun demikian keputusan dibuat secara kolektif.

(13)

negosiasi bisnis masyarakat Jepang, kemudian menuangkannya ke dalam kertas karya yang berjudul “Negosiasi Bisnis Ala Jepang”.

1.2. Rumusan Masalah

Negosiasi bisnis Jepang terkenal sangat alot dan bertele-tele, bahkan kadang membuat jenuh mitra asingnya. Walaupun demikian, seperti kita ketahui Jepang merupakan negara dengan bisnis dan ekonomi termaju di dunia. Bebagai perusahaan dari Amerika dan Eropa beramai-ramai berinvestasi di Jepang. Disinilah perlu diuraikan apa rahasia dan kiat-kiat orang Jepang dalam keberhasilannya berbisnis.

1.3. Metode penulisan

Dalam kertas karya ini penulis menggunaka metode kepustakaan yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku atau mencari di internet. Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan ke dalam kertas karya ini.

1.4. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis mengangkat ‘Negosiasi Bisnis Ala Jepang” sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguak rahasia keberhasilan orang Jepang dalam dunia bisnis.

(14)

3. Untuk mengetahui seberapa besar dan penting pengaplikasian nilai-nilai

tradisional dalam berbisnis.

(15)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1. Sejarah Bisnis dan Ekonomi Jepang

Sejak periode Meiji (1868-1912), Jepang mulai menganut ekonomi pendidikan Barat diterapkan di Jepang, dan ribuan orang Jepang dikirim ke Amerika Serikat dan Eropa untuk belajar. Lebih dari 3.000 orang Eropa dan Amerika didatangkan sebagai tenaga pengajar di Jepang. Pada awal periode Meiji, pemerintah membangun jalan kereta api, jalan raya, dan memulai reformasi kepemilikan tanah. Pemerintah membangun pabrik dan galangan kapal untuk dijual kepada swasta dengan harga murah. Sebagian dari perusahaan yang didirikan pada periode Meiji berkembang menjadi antaranya masih beroperasi hingga kini.

(16)

setelah terjadi kemerosotan volume ekspor akibat menguatnya yen. Akibatnya, terjadi surplus menyebabkan harg adanya "mitos tanah" bahwa harga tanah tidak akan jatuh. Ekonomi gelembung Jepang jatuh pada awal tahun 1990-an akibat dikeluarkan Bank of Japan pada 1989, dan kenaikan tingkat diskonto resmi menjadi 6%. Pada 1990, pemerintah mengeluarkan sistem baru pajak penguasaan tanah dan bank diminta untuk membatasi pendanaan aset properti. Indeks rata-rata Nikkei dan harga tanah jatuh pada Desember 1989 dan musim gugur 1990. Pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi pada 1990-an, dengan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi riil hanya 1,7% sebagai akibat penanaman modal yang tidak efisien dan penggelembungan harga aset pada 1980-an. Institusi keuangan menanggung jaminan tanah atau saham. Usaha pemerintah mengembalikan pertumbuhan ekonomi hanya sedikit yang berhasil dan selanjutnya terhambat ole

(17)

perkakas, berasal dari sektor jasa. listrik sangat mengandalkan

Dalam dan termasuk salah satu negara maju denga usaha yang beranggotakan perusahaan yang saling memiliki kerja sama bisnis dan kepemilikan saham. Negosiasi upa antara manajemen dan serikat buruh dilakukan setiap awal bisnis Jepang mengenal konsep-konsep lokal, seper

berdasarkan senioritas dan jamina gelembung yang diikuti kebangkrutan besar-besaran dan pemutusan hubungan kerja menyebabkan jaminan pekerjaan seumur hidup mulai ditinggalkan. Perusahaan Jepang dikenal dengan metode manajemen seperti Jepang menempati urutan ke-5 negara paling Pasifik.

(18)

5,6%. Produk ekspor unggulan Jepang adalah alat transportasi

impor terbesar bagi Jepang pada tahun 2006 adala perkakas

Jepang adalah negara pengimpor hasil laut terbesar di dunia (senilai AS$ 14 miliar). Jepang berada di peringkat ke-6 setelah

(19)

2.2. Pengertian Negosiasi Bisnis

• Negosiasi

Negosiasi adalah dimaksudkan untuk mencapai pemahaman, menyelesaikan titik perbedaan, atau keuntungan-keuntungan dalam hasil dialog, untuk menghasilkan kesepakatan atas program tindakan, untuk menawar individu ata kerajinan hasil untuk memenuhi berbagai kepentingan dua orang / pihak yang terlibat dalam proses negosiasi. Negosiasi adalah proses di mana setiap pihak yang terlibat dalam negosiasi mencoba untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri pada akhir proses. Negosiasi ini dimaksudkan untuk tujuan di

Negosiasi terjadi dalam bisnis, organisasi nirlaba, cabang pemerintah, proses hukum, antara bangsa dan dalam situasi pribadi seperti perkawinan, perceraian, orangtua, dan kehidupan sehari-hari. Studi tentang subjek ini disebut

pembelian negosiator leverage, juru runding perdamaian, negosiator

penyanderaan, atau mungkin bekerja di bawah judul lain, seperti

(20)

• Bisnis

(21)

Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

2.3. Konsep Dasar Kebudayaan Jepang dalam Bisnis

Sebelum melakukan perundingan bisnis dengan orang Jepang, sebaiknya kita mengetahui dan mempertimbangkan beberapa konsep dasar kebudayaan yang sangat mendasar bagi orang Jepang. Konsep-konsep ini benar-benar mempengaruhi karakter orang Jepang, dalam cara hidup mereka sehari-hari dalam hal ini dalam berbisnis.

Tanpa memahami konsep-konsep dasar yang berfungsi sebagai acuan dalam bertingkah laku, seseorang akan cenderung salah paham terhadap tanda-tanda dan akan menghadapi kesulitan untuk memutuskan tindakan atau reaksi yang tepat. Berikut adalah beberapa konsep dasar kebudayaan dalam berbisnis.

a. Honne dan Tatemae – Esensi dan Bentuk

Hubungan antara Honne, yang umumnya diterjemahkan dengan ‘”substansi” atau “esensi”, dan Tatemae atau “bentuk”, adalah seperti hubungan antara kebenaran yang nyata dengan kebenaran umum.

(22)

mengetahuinya, tetapi mereka berpura-pura tidak mengetahui. Fakta bahwa anda mengetahui bahwa mereka mengetahui pekerjaan sampingan anda itu disebut Honne- sedangkan kepura-puraan mereka bahwa mereka tidak mengetahuinya

adalah Tatemae.

b. Amae – Ketergantungan yang Manis

Amae berasal dari akar kata yang sama, yakni amai yang berarti manis.

Dalam bahasa Inggris tidak ada terjemahan langsung dari kata amae. Selama ini, kata tersebut disamakan dengan kebaikan, hasil perlindungan seorang ibu pada bayinya sekaligus ketergantungan si bayi pada ibunya. Amae dan ketergantungan ini sangat dianjurkan sampai pada tingkat di mana kebanyakan orang Jepang harus mempertahankan sejumlah bentuk hubungan semacam ini.

Jepang adalah masyarakat vertical, maka berbagai hubungan justru berlangsung antara kelompok atau individu superior dengan kelompok atau individu inferior, yang sangat berbeda dengan yang apa umumnya berlangsung di tengah-tengah masyarakat horizontal, dimana kebanyakann hubungan kental justru berlangsung antara orang-orang sederajat.

(23)

salah-satu kelompok penting misalnya, keluarga, klub, perusahaan, sekolah dan lain-lain.

Tanpa dukungan hubungan yang sudah mapan ini, orang Jepang tidak dapat mempercayai orang lain untuk memahami segala kelemahannya dari ras malu atau kehilangan muka. Harus mempraktekkan pengendalian diri dan mengatasi semua rintangan untuk melindungi dirinya sendiri, karena tanpa hubungan amae, seorang dapat meramalkan bagaimana orang lain akan bertingkah laku.

c. Oyabun-Kobun – Guru-Murid

Hubungan Oyabun-Kobun adalah pola-pola peninggalan dari zaman feodal Jepang sekitar tahun 1185-1868. istilah ini berasal dari kata oya yang secara harafiah berarti “orangtua” dan ko yang berarti “anak”, namun oyabun-kobun biasanya menggambarkan hubungan antara dosen dengan mahasiswa atau antara guru dan murid.

(24)

diikat secara paternalistic dengan juragan yang menyediakan segala kebutuhan anak buah atas prestasi kerja mereka terhadap perusahaan.

d. Sempai-Kohai – Senior-Junior

Sempai (senior) dan Kohai (junior) adalah istilah-istilah yang menunjukkan bentuk hubungan vertikal lainnya di dalam adat dan tradisi Jepang. Sempai adalah seseorang yang senior, biasanya karena dia masuk ke instansi

tertentu sebelum Kohai (junior) melakukannya. Hubungan tersebut membawa ikatan yang kuat terhadap kewajiban seumur hidup, walaupun sebenarnya hal itu merupakan tradisi perhimpunan perguruan Judo.

Sempai sering bertindak sebagai seorang penasihat. Ini merupakan hubungan amae yaitu sempai menuruti kehendak Kohai yang masih belum berpengalaman sebagai imbalan bagi Kohai yang menutupi kelemahan-kelemahan sempai 9yang karena hunbungan amae mereka, sempai tidak merasa keberatan mengungkapkan segala kelemahan yang dimilikinya). Seperti halnya dengan hubungan oyabun-kobun, ini merupakan bentuk hubungan di mana keberhasilan ataupun kegagalan salah-satu pihak akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pihak lain.

e. Dengan dan Tanpa Kelompok

(25)

Di luar lingkaran ini, ketentuan dan kaidah tingkah laku tidak digambarkan dengan jelas, dan di bawah kondisi seperti inilah etiket orang Jepang nyaris tidak diterapkan. Hal ini mungkin sangat mengherankan bagi orang asing yang melihat orang Jepang yang biasanya bersifat formal dan santun, kini bertindak dalam tatacara yang sangat informal dan bersahaja. Misalnya, di tengah keramaian di mana berbeda dengan yang umumnya berlaku – orang bisa saling mendesak, mendorong dan karenanya cenderung melalaikan tata karma tradisi dan sopan santun. Ketidaksantunan ini bukan sengaja ditunjukkan kepada anda semata-mata karena anda orang asing, walaupun pada saat itu terasa demikian. Pada saat nanti kita akan melihat bahwa dorong-mendorong itu adalah hal yang lumrah dan tidak pandang bulu.

(26)

BAB III

NEGOSISASI BISNIS ALA JEPANG

3.1. Proses Negoisasi Bisnis

Bila anda duduk di meja perundingan dengan pengusaha Jepang, etiket yang berlaku berubah menjadi lebih kompleks dibanding dengan apa yang telah digambarkan sebelumnya. Seperangkat faktor sosial mulai memainkan peranannya. Tanamkan harapan agar sesuai dengan apa yang biasanya terjadi dalam keseluruhan proses perundingan, hal ini nantinya akan mengurangi kadar kekecewaan anda apabila perundingan tidak berhasil. Berikut adalah beberapa tahapan dalam proses negosiasi bisnis:

3.1.1. Waktu Untuk Saling Mengenal

(27)

iklim, persahabatan yang saling menguntungkan, kesan kita terhadap Jepang, perjalanan kita, kesukaan, golf dan olahraga lain, merupakan rangkaian topik pembukaan yang sangat tepat untuk merenggangkan urat saraf sekaligus dapat membantu memperlancar pembahasan tentang topik yang lebih serius. Saling membagi pengalaman pribadi, seperti memperlihatkan foto anak, akan memperlihatkan adanya perasaan keakraban dan kekeluargaan yang ikhlas.

Walau demikian , kita jangan merasa bahwa harus mengisi setiap peluang atau selang waktu kosong yang terjadi di tengah-tengah pembicaraan. Di Jepang, banyak perasaan orang diungkapkan dengan isyarat. Jangan merasa rugi atau khawatir karena bersikap diam.

Karena di Jepang, hubungan yang ideal adalah hubungan yang berwawasan jauh, maka semua pihak harus merasa terpanggil untuk ikut bertanggung jawab dan membangun sikap kehati-hatian yang cermat. Orang Jepang cenderung menjamin bahwa hubungan bisnis yang baru akan berubah secara perlahan-lahan berdasarkan tata tertib yang berlaku. Bagi mereka, hubungan yang telah terjalin dan suasana yang harmonis dalam pertemuan pertama ini jauh lebih penting saat itu ketimbang kemungkinan keuntungan jangka panjang yang mungkin bisa diraih di kemudian hari. Tahapan yang dirintis ini merupakan tahapan yang mempunyai dampak sangat besar terhadap negoisasi di kemudian hari.

3.1.2. Keputusan Bersama

(28)

lama. Walaupun beberapa perusahaan baru yang dipimpin langsung oleh pendiri yang merangkap sebagai direktur utama mempunyai kewenangan yang menyeluruh atas pengambilan keputusan, tetapi pembagian kewenangan secara tradisional dalam proses pengambilan keputusan adalah jauh lebih umum terjadi.

Proposal rencana kegiatan perusahaan Jepang umumnya diprakarsai oleh manajer tingkat menengah dan bawah, dalam bentuk ringi-sho, suatu usulan tertulis yang sebelum disampaikan ke atas terlebih dahulu harus dibagikan secara horizontal kepada pejabat setingkat. Setiap orang yang terlibat harus membubuhi tanda persetujuannya dengan cara memberikan paraf koordinasi. Proses ini disebut ringi-seido atau “permohonan bagi sistem keputusan kelompok bagi orang Jepang”. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat karena banyaknya diskusi informal yang harus dilakukan sebelum ringi-sho disusun.

Di dalam perundingan, ini berarti bahwa anda perlu mendapat dukungan dan keyakinan seluruh anggota kelompok, bukan hanya satu orang, yang berarti anda juga membutuhkan tingkat kesabaran yang lebih tinggi dari yang biasanya. Akhirnya, keputusan dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat dengan dukungan, bahkan dari seluruh pihak yang terlibat.

3.1.3. Tim Perunding

(29)

oprasional yang melakukan tawar-menawar, dan kemungkinan ahli keuangan dan ahli tekhnik. Sebagai tambahan, biasanya juga terdapat seorang juga yang memiliki tanggung jawab utama untuk mendengar, melihat isyarat-isyarat kunci dan menyampaikan pesan-pesan.

Kehadiran para asisten seperti ini tidak hanya menambah gengsi tim perunding, tetapi juga akan menghadapi jajaran staf oprasional pihak Jepang, yang merupakan perunding sesungguhnya di sini. Di samping itu, hubungan informal antara anggota tim tingkat bawahan adalah saluran komunikasi yang terpenting antara kedua tim perunding. Bila ada masalah yang muncul, yang sekiranya akan sangat merusak harmoni suasana kalangan atas dari kedua belah pihak, maka umumnya permasalahan ini dapat dipecahkan dalam pembicaraan terbuka antara staf oprasional pada jam istirahat minum. Untuk kemudian honne dapat saling diungkapkan. Hubungan pada tingkatan bawahan ini perlu dibangun sedini mungkin.

Disarankan juga melengkapi tim dengan seorang yang hanya berfungsi untuk memperhatikan dan mendengar. Pengamat seperti ini dapat menghitung dengan tepat berapa lama waktu yang diperlukan lawan negoisasi untuk mengungkapkan suatu permasalahan, sebagai indikator yang baik untuk menentukan prioritas.

(30)

indikasi yang kuat tentang tidak adanya rasa kepercayaan terhadap lawan negoisasi.

Jika perundingan dilakukan di luar Jepang, biasanya sebelumnya kita sudah mengetahui jumlah dan posisi orang-orang yang datang dan susunlah tim kita dengan sesuai. Sudah dipastikan, orang Jepang akan melakukan pengamatan dan perhitungan yang sama atas orang-orang asing lawan negosiasi mereka.

1.1.4. Kesungguhan Hati atau Basa-basi

Ketika kesungguh-sungguhan dalam negosiasi bisnis dilaksanakan oleh kedua belah pihak, diskusi yang menyertainya cenderung berjalan secara terbuka dengan potensi salah pengertian yang sangat minimal. Ini akan terbukti apabila kedua belah pihak memiliki konsepsi yang sama tentang apa yang dimaksud dengan kesungguh-sungguhan, bukan pengertian yang berbeda seperti halnya perbedaan budaya antara Barat dan Timur.

(31)

Poin-poin ketidaksepakatan mungkin akan terungkap, namun orang Jepang cenderung akan mengungkapkannya dengan cara yang samar-samar dan disampaikan secara tidak langsung. Keterusterangan dan keterbukaan tentang segala sesuatu yang terjadi bisa dianggap sebagai sebuah penghinaan dan penyerangan.

1.1.5. Tidak Pernah Menyatakan Tidak

Sejalan dengan keinginan orang Jepang untuk tidak kehilangan muka dan mempertahankan harmoni, maka mereka cenderung tidak pernah menyatakan tidak. Ini terjadi karena etika Jepang menyatakan bahwa hal ini adalah lebih penting ketimbang kebenaran pernyataan yang mungkin bisa diucapkannya. Untuk menghindari sikap yang kurang sopan, mereka lebih menyukai untuk tidak memberikan tanggapan yang bersifat menghindar.

Jawaban yang tegas, baik dari anda maupun orang Jepang tidaklah diharapkan. Diam berarti merupakan tanggapan atau suatu alasan tertentu yang kalau ditanggapi dapat menyebabkan pihak lain kehilangan muka. Diam juga dianjurkan kalau anda ragu pada waktu anda tidak harus menjawab.

1.1.6. Biarkan Perundingan Berkembang

(32)

Cara yang tepat untuk penyampaian tidak langsung seperti ini sebagai berikut: “Saya sangat setuju dengan semua hal yang baru saja anda utarakan, namun saya ingin sekali mengajukan sebuah pertanyaan kecil”, atau “Pada prinsipnya, saya setuju dengan pandangan anda, tetapi saya perlu membahasnya terlebih dahulu dengan atasan saya”. Anda akan sering sekali mendengar ungkapan tersebut diucapkan oleh mitra Jepang anda, karena orang yang sedang dihadapi dalam sebuah perundingan bisa saja tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan. Metode umum untuk menghindari pertentangan terbuka adalah dengan menggunakan jasa perantara (chukai-sha). Melalui perantara, anda dapat bersikap teruns terang dan langsung sebagaimana yang anda inginkan tanpa harus menghadapi resiko menyinggung perasaan pihak lain. Hanya pertentangan yang terbukalah yang dapat menyebabkan orang lain kehilangan muka.

(33)

3.2. Kesepakatan Kerjasama

Kesepakatan kerjasama akan tercapai apabila kedua belah pihak bersedia menurunkan tuntutan dan keinginan masing-masing. Untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan, konsesi harus dibuat. Anda dapat menawarkan konsesi anda sendiri tetapi jangan sarankan apa yang harus mereka perbuat. Persilahkan mereka untuk menawarkan ide dan pemikirannya sendiri.

Kesalahan yang terjadi berkenaan dengan masalah konsesi adalah terjebak dalam tawaran konsesi mereka yang sangat bermurah hati dan apa yang mereka katakan merupakan tawaran terakhir. Ini adalah bagian dari taktik orang Jepang, sehingga tidak perlu ditanggapi dengan serius. Orang Jepang menyadari bahwa mereka tidak mengelabui anda, tetapi ini adalah bagian dari tata kerama mereka. Anda juga dapat menggunakan taktik ini untuk keperluan anda sendiri, tapi jangan menyudutkan pihak lain. Bila anda perhatikan dengan seksama, mereka juga tidak pernah menyudutkan anda.

(34)

orang Jepang, keikutsertaan ahli hukum dalam penandatanganan kontrak kerjasama merupakan suatu cerminan dari alpanya perasaan saling percaya.

Orang Jepang ingin mendapat jaminan bahwa mereka telah memasuki suatu babak hubungan kerjasama yang sangat harmonis. Aspek yang paling penting dari tata cara penandatanganan kontrak bagi orang Jepang adalah kesempatan untuk meninjau kembali perjanjian yang sudah disepakati, terutama dalam hal terjadinya perubahan keadaan.

Bagi orang Jepang, upacara resmi adalah langkah akhir yang sangat penting dalam hal pencapaian kata sepakat. Upacara pencapaian kata sepakat ini harus dihadiri oleh para pejabat penting dari kedua perusahaan yang akan menggalang kerjasama timbal-balik, termasuk semua yang terlibat dalam proses negosiasi. Upacara seperti ini akan dilengkapi dengan banyak sekali pidato, pemberian tandamata, foto serta diakhiri dengan sebuah resepsi yang sangat meriah. Bila penandatanganan dilakukan di luar Jepang, mungkin upacara ini dapat dipersingkat, tetapi upacara resmi dan resepsi perlu tetap dilakukan.

(35)

menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya sembari memperlihatkan raut muka penyesalan kepada mitra Jepang. Katakanlah pada mereka bahwa anda memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mempertimbangkannya, atau nyatakanlah penolakan secara samar-samar bahwa anda sangat sulit menerimanya. Penolakan haruslah bersifat tidak langsung, dan sebaiknya disampaikan oleh orang tengah anda. Pastikan orang tengah anda mengetahui pasti alasan penolakan dan sangat mampu menyampaikannya dalam bahasa yang halus dan tidak menyinggung.

Bila suatu perjanjian sudah disimpulkan, maka pemeliharaan hubungan harus tetap dilakukan agar hubungan dimaksud bisa berjalan sebagaimana mestinya. Kirimlah surat penghargaan kepada setiap orang yang terlibat dalam negosiasi pendahuluan. Surat-menyurat yang disertai dengan tukar-menukar foto keluarga akan sangat bermanfaat, karena anda telah dapat melibatkan perasaan dan keakraban keluarga ke dalam hubungan perjanjian resmi.

(36)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Proses negosiasi dengan Jepang dikenal alot dan memakan waktu. Di beberapa

pertemuan pertama orang Jepang biasanya tidak akan menyinggung tentang bisnis

sedikitpun, namun hanya perbincangan ringan seperti berbagai pengalaman pribadi,

hobi, olahraga serta memperlihatkan foto-foto keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk

menumbuhkan perasaan keakraban dan kekeluargaan serta suasana keramah-tamahan

yang berkesan. Namun, sering kali pola-pola ini membuat mitra asingnya merasa bosan

dan jenuh. Oleh karena itu, bagi mitra asingnya haruslah beradaptasi dengan

tradisi-tradisi negosiasi bisnis yang tidak efisien ini. Kalau tidak dilakukan mitra asing akan

merasa kesulitan dan kesempatan untuk bekerjasama tidak akan tercapai.

Beberapa tahapan dalam proses negosiasi bisnis Jepang yaitu, waktu saling

mengenal, keputusan bersama, tim perunding, kesungguhan hati atau basa-basi, tidak

(37)

4.2. Saran

1. Penulis mengharapkan Karya Tulis ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca

pada umumnya.

2. Sebagai negara berkembang, pelaku bisnis Indonesia hendaknya dapat

mengambil pelajaran positif pada etos bisnis Jepang yang notabenenya

adalah negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Agar bermanfaat dan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Graham, Jhon L. And Yoshiro Sano. 1984. Smart Bargaining: Doing Business

with the Japanese, Cambridge, MA: Balinger Publishing.

2. Imai, Imasaki. 1975. Never Take Yes for an; An Inside Look At Japanese

Business for Foreign Businessmen, Tokyo: Simul Press.

3. Smith, Robert J. 1983. Japanese Society; Tradition, Self and the Social Order,

New York: Cambridge University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian berarti ketika subjek mendapatkan dukungan sosial baik dari orang tua ataupun teman berupa pujian, penguatan dan pendampingan serta subjek memiliki