• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Kesepian

1. Definisi Kesepian

Dalam kenyataannya, manusia dikenal sebagai mahluk sosial. Manusia memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak dapat hidup sendiri. Manusia hidup secara bergantungan tidak hanya karena mereka saling membutuhkan, tetapi mereka juga saling tertarik antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila kebutuhan akan ketertarikan dan keakraban tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tertekan. Manusia merasa dirinya ditolak dan terkurung dalam diri sendiri pada saat keadaan seperti itu. Pada tahap yang lebih lanjut maka manusia akan merasa kesepian (Hulme, 2000).

Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan kesepian sebagai kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar. Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah kasih sayang, integrasi sosial, harga diri, rasa persatuan yang dapat dipercaya, bimbingan, dan kesempatan untuk mengasuh. Definsi tersebut sejalan dengan definisi kesepian menurut Ruth dan Warren (1982) yang menjelaskan bahwa kesepian adalah distres afektif seorang individu yang muncul karena

individu mengalami kegagalan dalam memenuhi salah satu kebutuhan dalam bersosial dan menunjukkan emosi dengan yang lainnya. Distress afektif adalah sebagai perasaan atau perubahan perilaku yang bersifat buruk dan disebabkan oleh stress (Ruth dan Warren, 1982).

Kesepian tidak selalu bersamaan dengan kesendirian. Kesepian dan kesendirian memiliki perbedaan dan tidak dapat disamakan. Kesepian lebih menunjuk kepada keadaan kegelisahan subyektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial mengalami kehilangan ciri-ciri pentingnya. Kehilangan ciri-ciri penting dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan bersifat kuantitatif adalah ketika seorang individu merasa tidak memiliki teman seperti yang diinginkan. Kehilangan bersifat kualitatif adalah ketika individu merasa hubungannya dangkal atau kurang memuaskan seperti yang diharapkan. Kesepian terjadi dalam diri seseorang dan sulit untuk dideteksi dengan hanya melihat orang itu saja. Kesendirian itu berbeda dengan kesepian, kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain yang bersifat obyektif. Kesendirian pada diri individu dapat bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik definisi kesepian adalah keadaan distress afeksi karena ketidakpuasan atau kegagalan individu dalam menjalin hubungan atau relasi sosialnya.

2. Manifestasi Kesepian

Peplau dan Perlman (1982) menjelaskan bahwa kesepian dapat dilihat dan dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi :

a. Manifestasi afektif

Manifestasi afektif merupakan perwujudan dari kesepian yang berkaitan dengan perasaan negatif individu. Beberapa contoh perasaan negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu malu, bosan, mudah marah, tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas, tidak senang berada diantara banyak orang, tidak puas dengan persahabatan yang dibina, dan sedih karena tidak memiliki teman.

b. Manifestasi kognitif

Peplau dan Perlman (1982) menyatakan bahwa individu yang merasakan kesepian memiliki suatu pola umum, yaitu memiliki tingkat self-focus yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga menambahkan bahwa orang yang merasa kesepian merasa rendah diri, menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara negarif. Pada mahasiswa yang mengalami kesepian secara umum dapat menjadi kurang mampu untuk berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian mereka secara efektif.

c. Manifestasi perilaku

Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi individu. Contoh perilaku negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu menjauh, menolak bergabung dengan kelompok, menyendiri dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar menghadapi teman, dan diam ketika terlibat dalam percakapan.

3. Tipe Kesepian

Menurut Sadler (2008, dalam Latifa 2007) terdapat lima tipe kesepian, yaitu:

a. Interpersonal Loneliness

Interpersonal loneliness terjadi ketika individu merindukan sosok orang lain yang pernah dekat dengannya dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru untuk dicintai. Namun ketika individu menemukan orang yang potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan yang terdahulu, maka individu akan menolak. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah ketika individu mengalami kehilangan sahabat dekatnya karena harus melanjutkan studi di kota

yang berbeda. Robert (dalam Sears dkk, 1991) juga mengungkapkan hal yang serupa dengan konsep interpersonal loneliness yang disebut sebagai kesepian emosional.

b. Social Loneliness

Kesepian sosial dirasakan ketika individu merasa tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi kesejahteraan dirinya dan tidak ada hal yang dapat dia lakukan untuk mengatasi hal tersebut. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang terpaksa meninggalkan keluarganya untuk melanjutkan studi di kota lain karena di daerahnya tidak terdapat universitas.

c. Culture Shock

Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan yang baru, seperti perindahan tempat kerja, pindah rumah, dan lain-lain. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah kesulitan beradaptasi karena memiliki bahasa yang berbeda dan kebiasaan yang berbeda.

d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness)

Kesepian kosmik terkadang dialami oleh setiap orang. Kesepian kosmik disebut juga sebagai kesepian eksistensial. Kesepian kosmik memiliki makna perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain. Kesepian kosmik

adalah pengalaman terisolasi ketika seseorang yang kesepian menghadapi kematian.

e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness)

Kesepian ini timbul dari dalam hati individu, baik yang berasal dari situasi masa kini maupun sebagai reaksi dari trauma-trauma masa lalu. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang tidak ingin menjalin pertemanan karena pernah dikucilkan dan dijauhi ketika SMA.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi kesepian (Brehm dalam Sari, 2010), yaitu:

a. Usia

Stereotip umum menggambarkan bahwa usia tua sebagai masa penuh kesepian. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pearlman (dalam Taylor dkk, 2009) bahwa kesepian paling sering terjadi di kalangan remaha dan dewasa awal dan paling jarang dirasakan oleh orang-orang yang lebih tua. Hal tersebut dikarenakan orang yang lebih muda mengalami masa transisi sosial seperti meninggalkan dunia tempat tinggal dan

keluarga yang dikenal dan harus bertemu orang-orang baru serta membangun kehidupan sosial yang baru.

b. Sosio-Ekonomi

Kesepian lebih lazim dialami oleh orang-orang miskin dibandingkan orang yang cukup kaya. Hubungan yang baik akan lebih mudah dijaga apabila orang memiliki cukup banyak waktu dan uang untk aktivitas senggang (Taylor dkk, 2009). Hal yang serupa juga ditemkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Page dan Cole yang menyatakan bahwa anggota keluarga dengan penghasilan rendah lebih mengalami kesepian dibandingkan anggota keluarga dengan penghasilan tinggi.

c. Status Pernikahan

Pinquart (dalam Taylor dkk, 2009) mengungkapkan bahwa orang yang tinggal dengan pasangan cenderung tidak kesepian. Manfaat hidup bersama ini lebih besar bagi orang-orang yang menikah dibandingkan bagi orang yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Namun demikian, disebutkan juga bahwa beberapa orang yang menikah juga merasakan kesepian. Hal ini dikarenakan pernikahan mereka tidak memuaskan secara personal atau karena mereka kekurangan teman di luar hubungan pernikahan mereka.

d. Gender

Menurut Borys dan Perlman (1985), perempuan lebih sering mengalami kesepian dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara jelas dibandingkan perempuan. Selain itu, berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

e. Karakteristik Latar Belakang Lain

Rubenstein, Shaver, dan Hazan (dalam Peplau, 1988) mengungkapkan bahwa individu dengan latar belakang orang tua bercerai akan lebih beresiko kesepian dibandingkan dengan individu dengan latar belakang orang tua yang tidak bercerai. Semakin muda usia individu ketika orang tuanya bercerai, maka semakin tinggi tingkat kesepian yang dialami oleh individu tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Taylor, dkk (2009) bahwa anak dari orang tua yang bercerai biasanya lebih cenderung mengalami kesepian saat ia dewasa dibandingkan anak dari keluarga yang harmonis. Menurut Hurlock (1990), hal ini dikarenakan perceraian orang tua dapat berpengaruh buruk terhadap konsep diri anak karena anak akan bertumubuh dengan

pengembangan rasa tidak percaya diri, perasaan tidak aman, takut, dan harga diri rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian adalah usia, sosio-ekonomi, status pernikahan, gender, dan karakteristik latar belakang lain.

5. Penyebab Kesepian

Kesepian dapat terjadi dikarenakan beberapa hal. Terkadang kesepian terjadi karena perubahan pola hidup seseorang yang jauh dari teman dan relasi secara intim. Situasi seperti ini terjadi seringkali ketika seseorang berpindah ke tempat baru, mendapat pekerjaan, terpisah dari teman dan orang terdekat (Taylor, Peplau, dan Sears, 1994). Situasi ini juga diperkuat oleh pernyataan Santrock (2002) yang menyetujui adanya pengaruh jauhnya teman dekat dengan kesepian.

Penolakan dalam menjalin relasi antar individu juga menjadi penyebab dalam kesepian. Kegagalan dalam menjalin relasi yang berbentuk penolakan membuat individu mengalami penurunan harga diri dan pesimis. Harga diri yang rendah dan pesimis memiliki resiko mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan yang dialami oleh individu lain (Santrock, 2002). Faktor kepribadian seseorang juga dapat menjadi penyebab mengapa individu mengalami kesepian. Individu yang

cenderung lebih introvert dan pemalu, lebih sadar-diri, dan kurang asertif cenderung menderita kesepian dibandingkan dengan yang ekstrovert dan asertif (Sears et al, 1985).

Sears (1985) menunjukkan penyebab lain yang disebabkan karena kehilangan orang yang berarti dalam diri individu. Sosok fisik orang tersebut mungkin dirasa tidak terlalu penting, namun keberadaan sosok yang selalu memahami dirinya dan ingin menerima keberadaan diri individulah yang menyebabkan dirinya merasa kesepian. Hal ini seperti yang dialami oleh seorang janda yang kehilangan suaminya.

Jadi dapat dikatakan bahwa penyebab kesepian adalah adanya perubahan pola hidup seseorang, jauhnya hubungan relasi individu dengan teman dan kerabat, faktor kepribadian seseorang, dan kehilangan orang yang berarti pada individu.

6. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang

Santrock (2002) menjelaskan bahwa kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang sering terjadi karena individu mulai mengenal adanya ketertarikan secara sosioemosional terhadap beberapa individu lain. Pada tahap ini, individu mulai meningkatkan kualitas relasi antar sesama. Daya tarik, cinta, dan persahabatan membuat individu menjadi tempat untuk menunjukkan eksistensi dan keberadaan dirinya. Kesepian pada

mahasiswa baru dan pendatang terjadi ketika individu mulai merasa tidak puas dengan keadaan atau relasi sosialnya. Penolakan dalam relasi persahabatan dan cinta membuat individu merasa ditolak dalam kelompok dan terisolasi.

Transisi sosial dari sekolah menengah atas menuju ke perguruan tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak mahasiswa baru merasa ada yang salah dengan dirinya ketika bertemu dengan orang baru dan membangun kehidupan sosial yang baru. Para mahasiswa baru biasanya tidak dapat membawa popularitas dan kedudukan sosial dari sekolah menengah atas ke dalam lingkungan universitas. Pemain basket terkenal di sekolah menengah atas akan kehilangan popularitasnya di universitas karena ada pemain basket yang lebih hebat daripada dirinya. Mahasiswa optimis dan tingkat harga diri yang tinggi lebih mungkin mengatasi kesepian mereka pada akhir tahun mereka menjadi mahasiswa baru. Tidak jarang juga ditemukan banyak mahasiswa di tingkat lebih tinggi mengalami kesepian (Santrock, 2002).

B. KOMPETENSI KOMUNIKASI

Dokumen terkait