• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS

UNIVERSITY IN YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRACT

This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication is α = 0,904, whereas loneliness

questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson Product Moment correlation

(3)

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda

099114103

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda

NIM : 099114103

Telah Disetujui Oleh

Dosen Pembimbing Skripsi

(5)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda

NIM : 099114103

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 13 Februari 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji :

Nama lengkap Tanda Tangan

Penguji I P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. ………

Penguji II Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi ………

Penguji III Debri Pristinella, M.Si ………

Yogyakarta, ………

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Work Hard In Silence, Let the

Success Make the Noise”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan Skripsi ini kepada:

Bibir-bibir mereka yang selalu bertanya,

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Januari 2015

Penulis,

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS

UNIVERSITY IN YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRACT

This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication isα = 0,904, whereas loneliness questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson Product Moment correlation because the data obtained came from normal data. The result of correlation showed correlation coefficient -0,443 and p = 0,000 (p < 0,01). It means there is a negative correlation between competence communication with loneliness on new and newcomers student university in Yogyakarta.

(11)

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :

Nama : Dirgantara Dewataputra Wanda

Nomor Mahasiswa : 099114103

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : Januari 2015

Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses

penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing skripsi saya ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A

yang selalu sabar dan memberi arahan selama proses skripsi ini. Terima

kasih sekali ibu, apa yang ibu ajarkan akan selalu saya ingat.

4. Dosen penguji skripsi saya ibu Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi, dan ibu

Debri Pristinella, M. Si yang telah menguji tugas akhir saya.

5. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu

selama saya menempuh bangku kuliah.

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: mas Gandung, mbak Nanik, pak Gi, mas

Muji dan mas Doni. Terima kasih untuk keramahannya. Maaf kalau sering

merepotkan dan bertanya urusan kuliah. Terima kasih sudah membantu

(13)

xi

7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan

kebarhasilan saya. Tetap semangat meraih mimpi dan cita-cita ya

teman-teman.

8. Terima kasih pada bapak dan ibu serta Bintang yang selalu mendoakan,

memberikan semangat, menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai.

Terima kasih sudah mempercayakan saya untuk belajar mandiri dan

bertanggung jawab atas pilihan saya, selalu bersyukur bisa memiliki

kalian.

9. Flavia Norpina Sungkit, M.Psi., Psi. yang membantu saya dalam

menyelesaikan tugas akhir ini. Makasi yo cik.

10.Terima kasih kepada “geng koplo” ada Engger dan Anju. Dua manusia dengan sifat dan muka yang berbeda.

11. Sahabat-sahabat alumni SMA yang sampai kuliah dan suka bikin film

hingga nongkrong bersama Gusbay, Maundri, Panjul, Harsanto, dan Dias.

Nama-nama yang ini agak malas sebenarnya ditulis karena bikin malu

negara.

12. Teman-teman sepermainan saya Richard, Rima, Karlina, dan Eka. Terima

kasih sudah mau menyelesaikan masa akhir kuliah bersama-sama.

13. Terima kasih untuk orang-orang yang sudah membantu seperti Uki, Yoha,

Fandra, Julius, Lala, Erga, Brandan, Andre Patinkin, Gustav, Nana, Eek,

Gita, Dinda, Agnes, Andang, Pakdhe, Leza, Martha, Gaby, Fany, Andro,

(14)

xii

14. Keluarga besar UKF basket Psikologi yang ada Albert, Partok, Randy,

Yosua, Kribo, Koh Ronald, Koh Cing He, Bang Martin, Bram, Abe,

Anggoro, Plentong, Ochy, Baskoro, Mbak Tina, Ruthi, Novi, Stevi,

Angga, Ayik, Anik, Hans, Ariston, Zelda, Erlin, Radit, Eddy, Ndaru, Rudi,

Sita, dan lain-lain.

15. Terima kasih untuk Jevon, Ifan, Mas Hardi, Ian, Ito, dan Bintang. Terima

kasih untuk dukungan, bantuan, dan tempat berkeluh kesah.

16. Teman-teman pencetus “Psylocker” ada Aji, Boncel, Randy lagi, Kunto,

Vico, Anton, Gondrong, dan Brandan. Terima kasih sudah sempat

meluangkan waktu bersama dan jangan sampai maha karya kita ini bubar.

17. Keluarga besar UKF Psynema. Terima kasih sudah mengijinkan saya

berkarya bersama kalian. Semoga saya selalu bisa menjadi bagian dari

kalian.

18.Keluarga besar “DFC”, ada Beni, Grego, Yosua, Haha, Vincent, Brandan,

Bayu, Gede, dan lain-lain yang saya lupa siapa saja. Terima kasih atas

perayaannya yang memalukan.

19. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu karena banyak sekali.

20. Teman-teman alumni SMA Kolese De Britto khususnya angkatan 2009.

Terima kasih sudah mendukung.

(15)

xiii

22. Teman-teman sahabat susah hilang bersama ada Anto, Vicky, Vina,

Mamat, Blacky, Robert, dan Cikli. Jangan terlalu banyak menghabiskan

uang ya teman-teman.

23. Terima kasih kepada saudara-saudara dari satu daerah. Om Ade, Sanca,

Sania, Erik, Isto, Anto, Viyata, Lopez, Nona, Bucheri, Soccer, Ospen, dan

Soni.

24. Teman-teman di UNISON terutama mas betet, Samira, Mas Koen, Dion,

Patrik, Robert, Elisa, Okvi, Timo, Wahjoe, dan lain-lain.

25. Terima kasih pada Matt, Angie, Hana, Teh Ingga, Fani, Bella, Zizo, Eva,

Malvin, Astri, Kelvin, Aldo, Bela, Cello, Amanda, dan Steven. Mereka

saudara-saudara terbaik yang pernah ada.

26. Terima kasih kepada seluruh pihak yang belum dapat subjek ucapkan

secara satu-satu. Semoga Tuhan memberi lebih dari yang kalian berikan

pada ku.

Peneliti menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha

Esa, sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapa pun.

Mohon maaf apabila ada salah kata. Sekian

Peneliti

(16)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ...xx

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...7

(17)

xv

D. Manfaat Penelitian ...7

1. Manfaat Teoritis ...7

2. Manfaat Praktis...7

BAB II. LANDASAN TEORI ...8

A. Kesepian ...8

1. Definisi Kesepian ...8

2. Manifestasi Kesepian ...10

3. Tipe Kesepian ...11

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian...13

4. Penyebab Kesepian...16

5. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang ...17

B. Kompetensi Komunikasi...19

1. Definisi Komunikasi ...19

2. Definisi Komputensi Komunikasi ...20

3. Aspek Kompetensi Komunikasi ...21

4. Dampak Kompetensi Komunikasi...24

C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang...24

D. Skema Penelitian...27

(18)

xvi

BAB III. METODE PENELITIAN...29

A. Jenis Penelitian...29

B. Identifikasi Variabel Penelitian...29

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...29

1. Kompetensi Komunikasi ...29

2. Kesepian ...30

D. Subjek Penelitian...31

E. Metode Pengambilan Data ...31

1. Skala Kompetensi Komunikasi ...32

2. Skala Kesepian ...33

F.Validitas dan Realibitas ...35

1. Validitas Skala... 35

2. Seleksi Item ...35

3. Realibilitas...39

G. Metode Analisis Data ...40

1. Uji Asumsi...40

2. Uji Hipotesis...41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...42

(19)

xvii

B. Deskripsi Subjek Penelitian ...43

C. Deskripsi Data Penelitian...44

D. Hasil Penelitian ...46

1. Uji Asumsi...46

2. Uji Hipotesis...49

E. Pembahasan...50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...55

A. Kesimpulan ...55

B. Saran...55

1. Bagi Mahasiswa Pendatang...55

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ...56

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item... 33

Tabel 2 Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item... 34

Tabel 3 Distribusi Item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item ... 37

Tabel 4 Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item ... 38

Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 43

Tabel 6 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 43

Tabel 7 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 44

Tabel 8 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 45

(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Hubungan antara Komptensi Komunikasi dengan Kesepian

pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta ... 27

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Try Out ...62

Lampiran 2. Reliabilits Skala ...76

Lampiran 3. Skala Penelitian ...84

Lampiran 4. Deskripsi Subjek...96

Lampiran 5. Uji Asumsi...98

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjalin hubungan antara manusia satu dengan manusia lain

merupakan bagian dalam kebutuhan seseorang. Kebutuhan dalam menjalin

relasi menjadi kebutuhan primer yang perlu dipenuhi. Ketika kebutuhan

seseorang tersebut tidak dapat terpenuhi, akan timbul perasaan tidak puas

terhadap hubungan yang dijalinnya. Hal tersebut kemudian mengakibatkan

depresi dan berujung pada sebuah distress afektif yang disebut sebagai

kesepian (Hulme, 2000).

Kesepian merupakan distress afeksi yang muncul dikarenakan

seseorang merasa tidak puas terhadap hubungan yang dijalinnya. Akibat

yang sering muncul ketika seseorang mengalami kesepian adalah

munculnya perasaan negatif seperti putus asa, merasa tidak memiliki harga

diri, dan menolak bergabung dengan kelompok (Ruth dan Warren (1982).

“Saya merasa sangat kesepian ketika menjadi mahasiswa

(24)

mengenal mereka. Hal ini saya capai dengan tidak mudah.”

(Santrock, 2012:113)

Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh

salah satu mahasiswa baru. Dalam pernyataan tersebut muncul sebuah

pernyataan yang menunjukkan indikasi adanya perasaan kesepian yang

dialami oleh mahasiswa tersebut. Mahasiswa baru memang memiliki

risiko mengalami kesepian. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah

penelitian oleh Carolyn dan Russel (dalam Sears, 1985) yang menyatakan

bahwa 75% mahasiswa baru mengalami kesepian semenjak mereka datang

ke kampus pada minggu awal perkuliahan. Hasil lebih lanjut menunjukkan

bahwa 40% mengatakan bahwa mereka mengalami kesepian dengan

intensitas sedang hingga intensitas tinggi.

Pada mahasiswa ternyata ditemukan faktor lain yang memiliki

keterkaitan dengan perasaan kesepian. Penelitian yang dilakukan oleh

Erlenawati dkk (2007) mengungkapkan bahwa 200 mahasiswa di Australia

yang berasal luar Australia memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Dua

dari tiga kelompok hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka

pernah mengalami masalah dengan kesepian dan terisolasi, terutama pada

bulan-bulan awal setelah pindah di universitas mereka yang baru.

Hal ini rupanya berbeda dengan hasil yang ditemukan di

Yogyakarta. Sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta justru

menunjukkan adanya nilai yang rendah terkait dengan kesepian pada

(25)

menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang rendah dialami oleh

mahasiswa angkatan baru yang ada di Yogyakarta.

Yogyakarta menjadi salah satu tujuan dimana mahasiswa dari luar

datang untuk menempuh pendidikan di kota ini. Setiap tahun, Yogyakarta

mengalami peningkatan dalam jumlah calon mahasiswa yang masuk ke

perguruan tinggi di Yogyakarta. Sebagai contoh, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang mengalami peningkatan sebesar

50% dari tahun 2011 yang berjumlah 3200-an menjadi 4839. Di

universitas lain seperti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta

jumlah mahasiswa baru mengalami peningkatan sekitar 30% dari sekitar

3200 mahasiswa pada tahun 2011 menjadi 3800 mahasiswa

(republika.com). Pada tahun 2013 tercatat sekitar 310.860 mahasiswa dari

33 provinsi di Indonesia yang menempuh pendidikan di Yogyakarta. Dari

jumlah tersebut 244.739 orang atau dapat dikatakan 78,7% adalah

mahasiswa dari luar daerah Yogyakarta (kompas.com). Melihat dari hasil

penelitian-penelitian sebelumnya, jumlah yang tidak sedikit ini beresiko

memunculkan perasaan kesepian pada mereka.

Beberapa peneliti mengungkapkan cara beberapa mahasiswa

mengatasi perasaan kesepiannya. Pada penelitian Carolyn dan Russel

(dalam Sears, 1985) ditemukan sebuah fakta menarik yaitu ketika para

mahasiswa yang telah diteliti tersebut dipanggil kembali setelah tujuh

bulan, ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa mampu mengatasi

(26)

pada saat musim semi, hanya 25% mahasiswa yang masih mengalami

kesepian. Sears (1985) melihat bahwa sikap dari mahasiswa menjadi

penentu mahasiswa tersebut dalam mengatasi masalah kesepiannya.

Mahasiswa yang memiliki sikap dengan harapan positif bahwa mereka

akan berhasil mendapatkan teman dan memiliki penilaian yang baik

mengenai kepribadian dan dirinya sendiri memiliki peluang lebih besar

dalam mengatasi kesepiannya. Realita (2014) juga mengungkapkan bahwa

harga diri yang tinggi memiliki hubungan dengan kesepian yang dialami

oleh mahasiswa.

Jones (dalam Sears, 1985) juga mengamati bahwa mahasiswa yang

kesepian berinteraksi dengan cara yang lebih terfokus pada diri sendiri

dibandingkan apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang tidak kesepian.

Jones mengungkapkan bahwa dalam melakukan percakapan pada orang

baru, mahasiswa yang kesepian mengajukan lebih sedikit pertanyaan

mengenai orang lain dan memberikan respons yang lebih lambat dalam

mengomentari kenalannya. Mereka cenderung bersifat negativistik dan

sibuk dengan diri sendiri serta kurang responsif terhadap orang lain.

Penelitian lain yang dilakukan Solano (dalam Sears, 1985)

menyatakan bahwa mahasiswa yang kesepian biasanya memiliki pola

pengungkapan diri yang tidak wajar. Mereka lebih mencurahkan isi hati

kepada seseorang yang baru saja dikenal atau lebih sedikit

(27)

menyatakan bahwa tingkat pengungkapan yang tidak tepat ini dapat

mengganggu hubungan yang akrab.

Peplau dan Pearlman (dalam Santrock, 2002) menjelaskan adanya

dua rekomendasi bagaimana individu yang mengalami kesepian dapat

mengurangi rasa kesepiannya. Rekomendasi yang pertama adalah dengan

mengubah hubungan sosial yang sekarang. Mengubah hubungan sosial

yang dimaksudkan adalah tidak terlalu mengandalkan keberadaan

orang-orang yang jauh. Individu dituntut untuk membangun relasi baru

ditempatnya sekarang. Rekomendasi yang kedua adalah mengubah

kebutuhan dan keinginan sosial. Rokeach (dalam Santrock, 2002) juga

menyatakan bahwa cara yang paling langsung dan memuaskan untuk

mengurangi kesepian adalah dengan memperbaiki hubungan sosial. Jones

(dalam Sears, 1985) mengungkapkan bahwa salah satu cara yang

digunakan dalam menjalin hubungan sosial oleh manusia adalah melalui

komunikasi. Dia juga mengungkapkan tentang dalam membangun sebuah

hubungan sosial hingga mencapai tahap hubungan dekat seperti

persahabatan, komunikasi yang baik menjadi cara yang efektif.

Komunikasi yang efektif akan muncul apabila individu memiliki

kompetensi komunikasi yang baik.

Shockley dan Zalabak (2006) mengungkapkan bahwa kompetensi

komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi

yang baik dan benar dengan mengandalkan pengetahuan (knowledge),

(28)

menggunakan hal tersebut dengan tepat dalam berkomunikasi. Spitzberg

dan Cupach (1989) juga menyatakan bahwa kompetensi komunikasi

mengacu kepada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran

lingkungan (context) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan

bentuk pesan komunikasi. Pengetahuan tentang tata cara perilaku non

verbal misalnya seperti kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta

kedekatan fisik juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi

(Shockley & Zalabak, 2006).

Kompetensi komunikasi ini penting dalam kehidupan

bermahasiswa. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Djamilah dan

Wahyudin (2010) yang mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi

dibutuhkan mahasiswa dalam bekerja secara kelompok. Salah satu contoh

yang nampak pada penelitiannya adalah ketika mengerjakan tugas

kelompok, mahasiswa dengan memiliki kompetensi komunikasi yang

baik, dapat memiliki persamaan dalam mempersepsikan sebuah teori yang

abstrak. Penelitian lain juga membuktikan bahwa memiliki kompetensi

(29)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah terdapat hubungan antara kompetensi komunikasi dan

kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan

pendatang di Yogyakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan

wawasan dalam ilmu psikologi khususnya dalam psikologi sosial dan

psikologi komunikasi tentang kompetensi komunikasi dan kesepian

pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang perasaan kesepian dan kompetensi komunikasi pada

mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Selain itu, dengan

penelitian ini, diharapkan dapat membantu dalam mengenali tingkat

(30)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesepian

1. Definisi Kesepian

Dalam kenyataannya, manusia dikenal sebagai mahluk sosial.

Manusia memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lainnya

sehingga tidak dapat hidup sendiri. Manusia hidup secara bergantungan

tidak hanya karena mereka saling membutuhkan, tetapi mereka juga saling

tertarik antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila kebutuhan akan

ketertarikan dan keakraban tidak terpenuhi maka manusia akan merasa

tertekan. Manusia merasa dirinya ditolak dan terkurung dalam diri sendiri

pada saat keadaan seperti itu. Pada tahap yang lebih lanjut maka manusia

akan merasa kesepian (Hulme, 2000).

Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan kesepian

sebagai kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan sosial yang

mendasar. Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah kasih sayang, integrasi

sosial, harga diri, rasa persatuan yang dapat dipercaya, bimbingan, dan

kesempatan untuk mengasuh. Definsi tersebut sejalan dengan definisi

kesepian menurut Ruth dan Warren (1982) yang menjelaskan bahwa

(31)

individu mengalami kegagalan dalam memenuhi salah satu kebutuhan

dalam bersosial dan menunjukkan emosi dengan yang lainnya. Distress

afektif adalah sebagai perasaan atau perubahan perilaku yang bersifat

buruk dan disebabkan oleh stress (Ruth dan Warren, 1982).

Kesepian tidak selalu bersamaan dengan kesendirian. Kesepian

dan kesendirian memiliki perbedaan dan tidak dapat disamakan. Kesepian

lebih menunjuk kepada keadaan kegelisahan subyektif yang dirasakan

pada saat hubungan sosial mengalami kehilangan ciri-ciri pentingnya.

Kehilangan ciri-ciri penting dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Kehilangan bersifat kuantitatif adalah ketika seorang individu merasa

tidak memiliki teman seperti yang diinginkan. Kehilangan bersifat

kualitatif adalah ketika individu merasa hubungannya dangkal atau kurang

memuaskan seperti yang diharapkan. Kesepian terjadi dalam diri

seseorang dan sulit untuk dideteksi dengan hanya melihat orang itu saja.

Kesendirian itu berbeda dengan kesepian, kesendirian merupakan keadaan

terpisah dari orang lain yang bersifat obyektif. Kesendirian pada diri

individu dapat bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan (Sears,

Freedman, dan Peplau, 1985).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik definisi kesepian

adalah keadaan distress afeksi karena ketidakpuasan atau kegagalan

(32)

2. Manifestasi Kesepian

Peplau dan Perlman (1982) menjelaskan bahwa kesepian dapat

dilihat dan dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam

berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi :

a. Manifestasi afektif

Manifestasi afektif merupakan perwujudan dari kesepian yang

berkaitan dengan perasaan negatif individu. Beberapa contoh perasaan

negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu malu, bosan, mudah marah,

tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas, tidak senang berada

diantara banyak orang, tidak puas dengan persahabatan yang dibina,

dan sedih karena tidak memiliki teman.

b. Manifestasi kognitif

Peplau dan Perlman (1982) menyatakan bahwa individu yang

merasakan kesepian memiliki suatu pola umum, yaitu memiliki tingkat

self-focus yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri

sendiri dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga

menambahkan bahwa orang yang merasa kesepian merasa rendah diri,

menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara negarif. Pada

mahasiswa yang mengalami kesepian secara umum dapat menjadi

kurang mampu untuk berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian

(33)

c. Manifestasi perilaku

Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang

berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan

emosi individu. Contoh perilaku negatif yang dialami oleh mahasiswa

yaitu menjauh, menolak bergabung dengan kelompok, menyendiri

dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar menghadapi teman, dan

diam ketika terlibat dalam percakapan.

3. Tipe Kesepian

Menurut Sadler (2008, dalam Latifa 2007) terdapat lima tipe

kesepian, yaitu:

a. Interpersonal Loneliness

Interpersonal loneliness terjadi ketika individu merindukan

sosok orang lain yang pernah dekat dengannya dan melibatkan

kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru

untuk dicintai. Namun ketika individu menemukan orang yang

potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi

kesedihan yang terdahulu, maka individu akan menolak. Contoh yang

sering terjadi pada mahasiswa adalah ketika individu mengalami

(34)

yang berbeda. Robert (dalam Sears dkk, 1991) juga mengungkapkan

hal yang serupa dengan konsep interpersonal loneliness yang disebut

sebagai kesepian emosional.

b. Social Loneliness

Kesepian sosial dirasakan ketika individu merasa tidak ingin

terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi

kesejahteraan dirinya dan tidak ada hal yang dapat dia lakukan untuk

mengatasi hal tersebut. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang

terpaksa meninggalkan keluarganya untuk melanjutkan studi di kota

lain karena di daerahnya tidak terdapat universitas.

c. Culture Shock

Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan

kebudayaan yang baru, seperti perindahan tempat kerja, pindah rumah,

dan lain-lain. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah

kesulitan beradaptasi karena memiliki bahasa yang berbeda dan

kebiasaan yang berbeda.

d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness)

Kesepian kosmik terkadang dialami oleh setiap orang.

Kesepian kosmik disebut juga sebagai kesepian eksistensial. Kesepian

kosmik memiliki makna perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin

(35)

adalah pengalaman terisolasi ketika seseorang yang kesepian

menghadapi kematian.

e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness)

Kesepian ini timbul dari dalam hati individu, baik yang berasal

dari situasi masa kini maupun sebagai reaksi dari trauma-trauma masa

lalu. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang tidak ingin menjalin

pertemanan karena pernah dikucilkan dan dijauhi ketika SMA.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi kesepian

(Brehm dalam Sari, 2010), yaitu:

a. Usia

Stereotip umum menggambarkan bahwa usia tua sebagai masa

penuh kesepian. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang

dilakukan Pearlman (dalam Taylor dkk, 2009) bahwa kesepian

paling sering terjadi di kalangan remaha dan dewasa awal dan

paling jarang dirasakan oleh orang-orang yang lebih tua. Hal

tersebut dikarenakan orang yang lebih muda mengalami masa

(36)

keluarga yang dikenal dan harus bertemu orang-orang baru serta

membangun kehidupan sosial yang baru.

b. Sosio-Ekonomi

Kesepian lebih lazim dialami oleh orang-orang miskin

dibandingkan orang yang cukup kaya. Hubungan yang baik akan

lebih mudah dijaga apabila orang memiliki cukup banyak waktu

dan uang untk aktivitas senggang (Taylor dkk, 2009). Hal yang

serupa juga ditemkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Page

dan Cole yang menyatakan bahwa anggota keluarga dengan

penghasilan rendah lebih mengalami kesepian dibandingkan

anggota keluarga dengan penghasilan tinggi.

c. Status Pernikahan

Pinquart (dalam Taylor dkk, 2009) mengungkapkan bahwa

orang yang tinggal dengan pasangan cenderung tidak kesepian.

Manfaat hidup bersama ini lebih besar bagi orang-orang yang

menikah dibandingkan bagi orang yang hidup bersama tanpa

ikatan pernikahan. Namun demikian, disebutkan juga bahwa

beberapa orang yang menikah juga merasakan kesepian. Hal ini

dikarenakan pernikahan mereka tidak memuaskan secara personal

atau karena mereka kekurangan teman di luar hubungan

(37)

d. Gender

Menurut Borys dan Perlman (1985), perempuan lebih sering

mengalami kesepian dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

dikarenakan laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara jelas

dibandingkan perempuan. Selain itu, berdasarkan stereotip peran

gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki

dibandingkan dengan perempuan.

e. Karakteristik Latar Belakang Lain

Rubenstein, Shaver, dan Hazan (dalam Peplau, 1988)

mengungkapkan bahwa individu dengan latar belakang orang tua

bercerai akan lebih beresiko kesepian dibandingkan dengan

individu dengan latar belakang orang tua yang tidak bercerai.

Semakin muda usia individu ketika orang tuanya bercerai, maka

semakin tinggi tingkat kesepian yang dialami oleh individu

tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Taylor, dkk (2009) bahwa

anak dari orang tua yang bercerai biasanya lebih cenderung

mengalami kesepian saat ia dewasa dibandingkan anak dari

keluarga yang harmonis. Menurut Hurlock (1990), hal ini

dikarenakan perceraian orang tua dapat berpengaruh buruk

(38)

pengembangan rasa tidak percaya diri, perasaan tidak aman, takut,

dan harga diri rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi kesepian adalah usia, sosio-ekonomi, status pernikahan,

gender, dan karakteristik latar belakang lain.

5. Penyebab Kesepian

Kesepian dapat terjadi dikarenakan beberapa hal. Terkadang

kesepian terjadi karena perubahan pola hidup seseorang yang jauh dari

teman dan relasi secara intim. Situasi seperti ini terjadi seringkali ketika

seseorang berpindah ke tempat baru, mendapat pekerjaan, terpisah dari

teman dan orang terdekat (Taylor, Peplau, dan Sears, 1994). Situasi ini

juga diperkuat oleh pernyataan Santrock (2002) yang menyetujui adanya

pengaruh jauhnya teman dekat dengan kesepian.

Penolakan dalam menjalin relasi antar individu juga menjadi

penyebab dalam kesepian. Kegagalan dalam menjalin relasi yang

berbentuk penolakan membuat individu mengalami penurunan harga diri

dan pesimis. Harga diri yang rendah dan pesimis memiliki resiko

mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan yang dialami oleh individu

lain (Santrock, 2002). Faktor kepribadian seseorang juga dapat menjadi

(39)

cenderung lebih introvert dan pemalu, lebih sadar-diri, dan kurang asertif

cenderung menderita kesepian dibandingkan dengan yang ekstrovert dan

asertif (Sears et al, 1985).

Sears (1985) menunjukkan penyebab lain yang disebabkan karena

kehilangan orang yang berarti dalam diri individu. Sosok fisik orang

tersebut mungkin dirasa tidak terlalu penting, namun keberadaan sosok

yang selalu memahami dirinya dan ingin menerima keberadaan diri

individulah yang menyebabkan dirinya merasa kesepian. Hal ini seperti

yang dialami oleh seorang janda yang kehilangan suaminya.

Jadi dapat dikatakan bahwa penyebab kesepian adalah adanya

perubahan pola hidup seseorang, jauhnya hubungan relasi individu dengan

teman dan kerabat, faktor kepribadian seseorang, dan kehilangan orang

yang berarti pada individu.

6. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang

Santrock (2002) menjelaskan bahwa kesepian pada mahasiswa

baru dan pendatang sering terjadi karena individu mulai mengenal adanya

ketertarikan secara sosioemosional terhadap beberapa individu lain. Pada

tahap ini, individu mulai meningkatkan kualitas relasi antar sesama. Daya

tarik, cinta, dan persahabatan membuat individu menjadi tempat untuk

(40)

mahasiswa baru dan pendatang terjadi ketika individu mulai merasa tidak

puas dengan keadaan atau relasi sosialnya. Penolakan dalam relasi

persahabatan dan cinta membuat individu merasa ditolak dalam kelompok

dan terisolasi.

Transisi sosial dari sekolah menengah atas menuju ke perguruan

tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu

meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak

mahasiswa baru merasa ada yang salah dengan dirinya ketika bertemu

dengan orang baru dan membangun kehidupan sosial yang baru. Para

mahasiswa baru biasanya tidak dapat membawa popularitas dan

kedudukan sosial dari sekolah menengah atas ke dalam lingkungan

universitas. Pemain basket terkenal di sekolah menengah atas akan

kehilangan popularitasnya di universitas karena ada pemain basket yang

lebih hebat daripada dirinya. Mahasiswa optimis dan tingkat harga diri

yang tinggi lebih mungkin mengatasi kesepian mereka pada akhir tahun

mereka menjadi mahasiswa baru. Tidak jarang juga ditemukan banyak

(41)

B. KOMPETENSI KOMUNIKASI 1. Definisi Komunikasi

Banyak tokoh mencoba mendefinsikan kata komunikasi. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi didefinisikan sebagai

penyampaian dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih yang memungkinkan pesan itu bisa diterima dan dipahami (Reality,

2008). Hal ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Taylor,

Teresa, Arthur, dan Thomas (1986) yang mengungkapkan bahwa

komunikasi merupakan sebuah proses dimana manusia menerima stimulus

(pesan) dan menginterpretasikannya setiap saat.

West dan Turner (2007); Larry dan Deborah (2002) menyatakan

definisi komunikasi sebagai proses sosial yang menggunakan simbol baik

secara verbal maupun non verbal. Proses sosial yang dimaksud ialah

proses yang dilakukan oleh manusia dalam mengembangkan dan

membangun relasi antar individu. Dalam proses membangun relasi

tersebut mereka saling berkomunikasi dengan menggunakan simbol baik

secara verbal maupun non verbal. Komunikasi secara verbal ialah

komunikasi dengan menggunakan kata dapat berupa bahasa (sistem

lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi).

Sedangkan non verbal ialah komunikasi tanpa menggunakan kata dapat

(42)

Turner, 2007). Noel Gist dalam bukunya Fundamentals of Sociology

(dalam Siahaan, 2000) juga mengungkapkan bahwa interaksi sosial

meliputi pengoperan arti-arti dengan menggunakan lambang-lambang

maka disebut sebagai komunikasi.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

komunikasi merupakan proses interaksi sosial yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih dalam menyampaikan pesan (stimulus) dalam bentuk

baik verbal maupun non verbal dan menerimanya yang kemudian dapat

diinterpretasikan sehingga pesan dapat dipahami.

2. Definisi Kompetensi Komunikasi

Littlejohn dan Jabusch (1982, dalam Zalabak & Shockley, 2006),

mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai suatu kemampuan dan

keinginan seseorang untuk berparitisipasi dengan penuh tanggung jawab

di dalam suatu transaksi tertentu sebagai upaya untuk memaksimalkan

hasil dari suatu proses diskusi. Sedangkan Jablin dan Sias (dalam Payne,

2005) mendefinisikan kompetensi komunikasi merupakan sejumlah

kemampuan, selanjutnya disebut resources, yang dimiliki oleh seorang

komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Keduanya

mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan yang

(43)

Kompetensi komunikasi diartikan sebagai seperangkat

kemampuan seorang komunikator untuk menggunakan berbagai sumber

daya yang ada di dalam proses komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi

komunikasi adalah pemanfaatan segala kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk berkomunikasi secara baik dengan menggunakan

pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif (Meyers, 2012). Ditambahkan pula,

Zalabak dan Shockley (2006) mendefinisikan kompetensi komunikasi

sebagai suatu kemampuan komunikasi yang terdiri dari pengetahuan,

kepekaan, keterampilan, dan nilai-nilai. Kompetensi komunikasi muncul

dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (Zalabak & Shockley, 2006).

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan komunikasi

seseorang yang terdiri dari pengetahuan, kepekaan, keterampilan, dan

nilai-nilai yang muncul dari interaksi, teori, praktek, dan analisis.

3. Aspek Kompetensi Komunikasi

Shockley dan Zalabak (2006) menyebutkan aspek-aspek yang

terdapat dalam kompetensi komunikasi, yaitu:

a. Knowledge Competency

Knowledge competency merupakan kemampuan untuk

(44)

merupakan pemahaman dari teori dan prinsip-prinsip. Di samping itu,

knowledge competency merupakan dasar yang penting untuk

mendukung kepekaan individu terhadap kehidupan, untuk memandu

keterampilan individu, dan untuk memahami penerapan standar etika

serta nilai-nilai pribadi dalam berbagai pengaturan organisasi.

Knowledge competency dapat dikembangkan melalui eksplorasi dan

interaksi secara aktif yang merupakan bagian dari proses alami

komunikasi antarpribadi. Sebagai contoh, mahasiswa baru akan

dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan sesama mahasiswa dan

mampu untuk menyesuaikan cara berbicara dengan kondisi

lingkungan sekitar.

b. Sensitivity Competency

Sensitivity atau kepekaan diartikan sebagai kemampuan untuk

merasakan secara tepat makna dari perasaan yang diutarakan oleh

orang lain. Hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk memahami

apa yang orang lain rasakan dan lakukan. Kemampuan individu ini

dapat dikembangkan melalui pemeriksaan pribadi tentang penggunaan

teori-teori komunikasi. Sebagai contoh adalah mahasiswa yang dapat

memberikan feedback yang tepat dan peka terhadap kondisi dan

(45)

c. Skill Competency

Skill competency merupakan kemampuan untuk menganalisis

lingkungan dengan seksama dan untuk menjalankan atau memulainya

diperlukan pesan secara efektif. Dalam hal ini skill competency

berfokus pada pengembangan kemampuan menganalisis dan

kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam berbagai setting.Skill

competency ini dapat dikembangkan melalui analisis dan berlatih di

setiap kesempatan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa harus bisa

mengkondisikan dirinya ketika berbicara dengan sesame mahasiswa

dan cara berkomunikasinya harus meyakinkan agar bisa dipercaya

oleh mahasiswa yang lain.

d. Values Competency

Values atau nilai-nilai menekankan pada pentingnya

mengambil tanggung jawab pribadi untuk komunikasi yang efektif dan

dengan demikian dapat memberikan kontribusi terhadap keunggulan

organisasi. Values competency dapat dikembangkan dengan diskusi

yang dilakukan oleh seseorang secara bertanggung jawab untuk

berpartisipasi dalam komunikasi. Di dalam values competency,

kesuksesan sebuah kelompok dapat diawali dengan keterlibatan atau

peran seseorang dalam komunikasi yang efektif. Sebagai contoh,

(46)

menjadi pendapatnya kepada sesame mahasiswa, terutama yang

berhubungan dengan tanggung jawab atas perkembangannya.

4. Dampak Kompetensi Komunikasi

Arroyo (2010) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi

memiliki dampak terhadap interaksi hubungan antar individu. Arroyo

(2010) juga mengungkapkan bahwa adanya kompetensi komunikasi yang

baik mendukung kualitas relasi yang dibangun. Korelasi antara

kompetensi komunikasi dengan penerimaan dalam berelasi ini juga

diungkapkan oleh Leclerc (2014). Dalam penelitiannya, Leclerc (2014)

melihat adanya penerimaan yang lebih baik dikarenakan adanya

kemampuan dalam berkomunikasi atau kompetensi komunikasi yang baik.

Dalam penelitiannya disebutkan juga bahwa individu dapat membangun

kepercayaannya pada orang lain dengan menggunakan kompetensi

komunikasi yang dimilikinya.

C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta

Manusia dikenal sebagai mahluk sosial. Hulme (2000) menyatakan

bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri. Hal tersebut dikarenakan

(47)

Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk bersosialisasi dan memiliki

teman. Kebutuhan bersosialisasi ini membuat manusia berinteraksi antara satu

manusia dengan manusia lainnya melibatkan proses komunikasi.

Komunikasi dijelaskan sebagai sarana yang diciptakan oleh manusia

untuk saling mengerti. Mereka saling bertukar informasi antara satu individu

dengan individu lainnya (Taylor dkk, 1986). Mereka menggunakan bahwa

baik secara verbal maupun non-verbal agar individu lain paham terhadap apa

yang diinformasikan oleh individu sebelumnya (West dan Turner, 2007).

Kesalahan yang muncul dalam penyampaian pesan yang salah dapat

berdampak tidak tercapainya informasi secara jelas dan dapat

diinterpretasikan secara salah. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan

dalam menyampaikan pesan dan dapat menyampaikan secara efektif

dibutuhkan kemampuan yang disebut sebagai kompetensi komunikasi atau

disebut juga sebagai kemampuan berkomunikasi.

Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi memiliki hubungan erat

dengan interaksi dan pertemanan yang terbentuk. Komunikasi merupakan

salah satu unsur seorang mahasiswa dalam menjalin relasi dengan

lingkungannya. Kompetensi komunikasi yang baik dapat membantu

mahasiswa tersebut dalam menjalin relasi dengan mahasiswa lain. Ketika

relasi yang terbentuk baik, maka mahasiswa akan terpenuhi kebutuhan akan

(48)

komunikasi buruk. Mereka yang kurang memiliki kompetensi komunikasi

akan kesulitan dalam menjalin relasi dengan individu lain dan individu

tersebut akan kesulitan dalam beradaptasi ditempat yang baru. Beradaptasi

dan melakukan interaksi untuk membangun relasi juga sering dilakukan oleh

para calon mahasiswa yang mengalami transisi sosial karena ingin menempuh

pendidikan yang lebih tinggi (Santrock, 2002).

Kegagalan atau keberhasilan seorang mahasiswa baru dan pendatang

ini dalam menjalin relasi akan mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan

dalam terpenuhnya kebutuhan sosialnya. Ketika kebutuhan sosial mereka

tercukupi, maka mereka tidak memiliki masalah dalam kehidupannya. Hal ini

berlawanan ketika kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi. Mahasiswa baru

dan pendatang ini akan merasa dirinya gagal dalam membangun relasi.

Perasaan gagal dalam membangun relasi inilah yang memunculkan

perilaku-perilaku negatif seperti tidak percaya diri untuk membangun relasi. Pada

akhirnya mahasiswa tersebut merasa dirinya tidak dibutuhkan dan merasa

gagal. Kegagalan tersebut berakibat pada perubahan perilaku menjadi negatif

pada diri manusia tersebut (Peplau dan Pearlman, 1982). Perubahan negatif

yang terjadi pada perilaku individu seperti menjauh dari kegiatan sosial,

menolak bergabung dengan kelompok, diam ketika terlibat percakapan, dan

lain-lain (Peplau dan Pearlman, 1982). Dalam keadaan tanpa individu lain

(49)

D. Skema Penelitian

Bagan 1

Hubungan antara Kompetensi Komunikasi dengan Kesepian Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta

Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi tinggi

Berhasil memenuhi kebutuhan sosial

Kesepian Menurun

Gagal memenuhi kebutuhan sosial

Kesepian Meningkat Adanya Kebutuhan

Bersosialisasi

Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi rendah

Kompetensi Komunikasi tinggi

membantu proses komunikasi

Kompetensi Komunikasi rendah

(50)

E. Hipotesis

Berdasarkan dinamika penelitian yang telah dijelaskan, maka dapat

dikemukakan hipotesis dari penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan

negatif antara kompetensi komunikasi mahasiswa baru dan pendatang di

Yogyakarta dengan kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan

pendatang di Yogyakarta. Semakin tinggi kompetensi komunikasi yang

dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta, maka semakin

rendah kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan pendatang di

(51)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian

korelasional merupakan penelitian yang menghubungkan antara variabel

independen dengan variabel dependen (Suryabrata, 2008). Pada penelitian ini,

peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel kompetensi

komunikasi dan variabel kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di

Yogyakarta.

B. Identifikasi Variabel

Variabel independen : kompetensi komunikasi

Variabel dependen : kesepian

C. Definisi Operasional

1. Kompetensi Komunikasi

Kompetensi komunikasi adalah kemampuan komunikasi

mahasiswa baru dan pendatang yang terdiri dari pengetahuan (knowledge),

kepekaan (sensitivity), keterampilan (skill), dan nilai-nilai yang muncul

dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (values) yang diukur dengan

skala kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi diukur

(52)

aspek-aspek tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala

kompetensi komunikasi maka semakin tinggi kompetensi berkomunikasi

mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor

kompetensi komunikasi rendah, maka semakin rendah kompetensi

berkomunikasi mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

2. Kesepian

Kesepian adalah keadaan menurunnya motivasi dan distress afeksi

karena ketidakpuasan atau kegagalan mahasiswa baru dan pendatang

dalam menjalin hubungan atau relasi sosialnya. Alat ukur skala kesepian

untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat kesepian seseorang dapat

dibuat berdasarkan manifestasi kesepian sebagai berikut :

a. Manifestasi afektif adalah wujud dari kesepian yang berkenaan

dengan perubahan-perubahan pada perasaan negatif individu

b. Manifestasi kognitif adalah perwujudan kesepian yang berkenaan

dengan tingkat self-focus yang tinggi, rendah diri, menilai diri

mereka sendiri dan orang lain secara negatif, serta kurang mampu

berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian secara efektif

c. Manifestasi perilaku adalah perwujudan kesepian yang berkenaan

dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi

individu

Kesepian diukur menggunakan skala kesepian yang dibuat

(53)

semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala kesepian maka

semakin tinggi rasa kesepian yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan

pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor kesepian rendah maka,

maka semakin rendah rasa kesepian pada mahasiswa baru dan

pendatang di Yogyakarta.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa baru yang diidentifikasikan

sebagai angkatan 2014 dan merupakan mahasiswa pendatang yang dijelaskan

sebagai mahasiswa berasal dari luar provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jenis pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling

dimana penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan

dipandang memenuhi kriteria (Taniredja & Mustafidah, 2011).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menyebarkan skala yang terdiri dari dua skala. Skala tersebut adalah skala

kompetensi komunikasi dan kesepian yang disusun oleh peneliti. Skala yang

dipilih oleh peneliti adalah skala Likert yang merupakan alat untuk mengukur

sikap pada suatu penelitian. Pada kedua skala yang digunakan terdiri dari

empat alternatif jawaban. Alternatif jawaban Netral tidak diberikan, hal ini

dikarenakan peneliti ingin meminimalisir adanya jawaban netral yang

(54)

subjek kurang memaknai pernyataan yang ada sebagai bagian dari perilaku

subjek. Selain itu jawaban netral dapat menutupi karakter personal yang

sesungguhnya dalam diri individu (Friedenberg,1995).

Kedua skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibuat

menjadi satu kesatuan booklet skala. Perincian skala yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Skala yang digunakan untuk mengukur kompetensi komunikasi

adalah skala kompetensi komunikasi. Skala ini terdiri dari pernyataan –

pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan

pernyataan positif yang mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak

mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Dalam penelitian ini subjek diminta untuk memilih empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS),

Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar,

2009). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari keempat alternatif

jawaban yang menggambarkan keadaan diri subjek berdasarkan

pernyataan yang diberikan.

Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4,

Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat

Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban

unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak

(55)
[image:55.595.99.514.195.591.2]

Tabel 1

Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item

Aspek Item Total %

Favorable Unfavorable

Pengetahuan 14, 15, 19,

26, 33, 34

1, 8, 11, 21,

27, 37

12 25

Kepekaan 7, 10, 22, 24,

45, 46

2, 16, 28, 38,

39, 44

12 25

Keterampilan 3, 17, 18, 25,

32, 47

6, 9, 29, 36,

40, 43

12 25

Nilai-nilai 4, 12, 23, 30,

41, 48

5, 13, 20, 31,

35, 42

12 25

Total 24 24 48 100

b. Skala Kesepian

Skala yang digunakan untuk mengukur kesepian adalah skala

kesepian. Skala ini terdiri dari pernyataan – pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang

(56)

alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai

(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar, 2009). Subjek diminta untuk

memilih salah satu dari keempat alternatif jawaban yang menggambarkan

keadaan diri subjek berdasarkan pernyataan yang diberikan.

Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4,

Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat

Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban

unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak

[image:56.595.101.514.238.680.2]

Sesuai (TS) adalah 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4.

Tabel 2

Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item

Aspek Item Total %

Favorable Unfavorable

Afektif 4 , 10, 15, 17,

30, 33, 37

3, 7, 23, 24,

27, 39

13 33,3

Kognitif 1, 8, 12, 16,

28, 31, 36

6, 9, 20, 25,

32, 38

13 33,3

Perilaku 5, 14, 18, 21,

26, 29, 34

2, 11, 13, 19,

22, 35

13 33,3

(57)

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala

Validitas skala adalah kesesuaian skala untuk mengukur atribut

yang hendak diukur (Sarwono, 2006). Skala dapat dikatakan memiliki

validitas yang tinggi apabila disusun berdasarkan batasan yang jelas dan

terindentifikasi dengan baik (Azwar, 2009).

Pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi

dilakukan dengan melihat relevansi item – item yang digunakan dapat mengukur variabel yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Validitas isi

dilakukan dengan metode expert judgement dalam hal ini dosen

pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi menguji kesesuaian item

yang dibuat dengan aspek-aspek yang digunakan dalam variabel

penelitian. (Azwar, 2009).

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan dengan menggunakan daya beda item,

yaitu koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor

total skala yang nantinya menghasilkan koefisien korelasi item total (rix).

Koefisien korelasi item total memiliki rentang angka dari 0 sampai dengan

1,00 dengan tanda positif atau negatif. Koefisien korelasi yang semakin

mendekati angka 1,00 dikatakan memiliki daya diskriminasi yang baik.

Hal ini menunjukkan item memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya,

(58)

diskriminasi tidak baik dan kualitas item dikatakan tidak baik. Item yang

memiliki kualitas yang tidak baik, tidak dapat digunakan dalam skala dan

akan digugurkan (Azwar, 2009). Seleksi item menggunakan korelasi item

total yang diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Item yang nantinya

dipilih adalah item yang memiliki kualitas yang baik, yaitu memiliki

korelasi item total (rix) ≥ 0,30. Namun, apabila jumlah item yang lolos

ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat

dipertimbangkan untuk menurunkan batas criteria menjadi 0,25 sehingga

jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2009).

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Berdasarkan hasil uji coba item skala kompetensi komunikasi

yang dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 32 item yang sahih dari

48 item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item

total (rix) ≥ 0,25. Penggunaan batasan (rix) ≥ 0,25 karena jumlah

item yang dibutuhkan tidak mencukupi dengan jumlah yang

diinginkan untuk menjaga komposisi tiap aspek. Distribusi item

(59)
[image:59.595.101.526.165.574.2]

Tabel 3

Distribusi item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item

Aspek

Item

Total Favorable Unfavorable

Pengetahuan

14,15, 19,26, 33, 34

1,8, 11, 21, 27, 37

12

Kepekaan

7, 10, 22, 24,

45, 46

2,16,28,38, 39,

44

12

Keterampilan

3, 17, 18, 25,

32,47

6, 9,29, 36,40,

43

12

Nilai-nilai 4, 12, 23,30,

41,48

5,13, 20, 31, 35, 42

12

Total 48

Keterangan: item yang dicetak tebal adalah item yang tidak sahih.

Pada skala kompetensi komunikasi dari 48 item yang

diujikan terdapat 16 item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah

item dengan nomor 1, 5, 8, 13, 15, 16, 26, 28, 29, 30, 38, 40, 43, 44,

47, dan 48. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi ≤0,25

yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda

yang rendah. (Azwar, 2009). Dengan demikian item-item tersebut

(60)

pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak

diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.

b. Skala Kesepian

Berdasarkan hasil uji coba item skala kesepian yang

dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 27 item yang sahih dari 39

item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item total

[image:60.595.100.528.196.703.2]

(rix) ≥ 0,30. Distribusi item pada skala kesepian dapat dilihat pada

tabel 5

Tabel 4

Distribusi item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item

Aspek

Item

Total Favorable Unfavorable

Afektif

4 ,10,15, 17,

30, 33, 37

3, 7, 23, 24, 27, 39

13

Kognitif

1,8, 12,16,28, 31, 36

6, 9, 20, 25,32, 38

13

Perilaku

5,14,18, 21, 26, 29, 34

2,11,13, 19, 22, 35

13

Total 39

(61)

Pada skala kesepian dari item yang diujikan terdapat 12

item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah item dengan nomor

3, 8, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 28, 30, dan 32. Item-item tersebut

memiliki koefisien korelasi≤0,30 yang berarti pernyataan pada item

-item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2009).

Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang

baik untuk digunakan dalam pengambilan data. Item-item tersebut

dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk

pengambilan data.

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi alat ukur atau instrumen

dalam melakukan suatu pengukuran dari waktu ke waktu. Koefisien

reliabilitas berada pada rentang angka antara 0 hingga 1,00. Koefisien

reliabilitas yang mendekati angka 1,00 maka dikatakan semakin reliabel.

Sebaliknya, koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0 dikatakan

semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2009). Reliabilitas alat ukur diuji

menggunakan Alpha () Cronbach untuk mendapatkan konsistensi

internal dari tes dan diolah menggunakan penghitungan SPSS 16.0 for

Windows.

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Koefisien skala harga diri sebelum dipilih item yang baik

(62)

menghasilkan α = 0,904. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00.

b. Skala Kesepian

Koefisien skala kesepian sebelum dipilih item yang baik

adalah α = 0,844. Setelah dipilih 27 item yang baik maka

menghasilkan α = 0,879. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan

reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistic yang harus dipenuhi pada

analisis data. Setidaknya ada dua uji asumsi yang akan dilakukan pada

penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Berikut ini adalah uji

asumsi yang harus dipenuhi dalam penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian

berasal dari populasi dengan sebaran normal. Uji ini perlu dilakukan

karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi

normalitas sebaran (Santoso, 2010). Jika nilai sig. atau p > 0,05 maka

dapat disimpulkan hipotesis nol gagal ditolak, yang berarti data yang

diuji memiliki distribusi yang tidak berbeda dari data yang normal, atau

(63)

maka dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak, yang berarti data yang

diuji memiliki distribusi tidak normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang

hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Peningkatan kuantitas pada

satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan kuantitas pada

variabel lainnya. Penurunan kuantitas pada satu variabel, akan diikuti

secara linear oleh penurunan kuantitas pada variabel lainnya. Uji

linearitas digunakan untuk melihat bagaimana kekuatan hubungan

antara dua variabel. Jika nilai sig n. atau p > 0,05 maka terdapat

hubungan tidak linier atau hubungan antara dua variabel lemah

(Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Analisis peneitian ini menggunakan metode Product Moment

Pearson. Uji korelasi Product Moment Pearson digunakan untuk melihat

hubungan antara variabel bebas dan tergantung. Koefisien yang dihasilkan

bernilai -1 hingga +1, yang menunjukkan apakah hubungan tersebut positif

atau negatif (Prasetyo, 2008). Jika nilai sig. (p) < 0,05 maka H0 ditolak,

atau ada hubungan yang signifikan antara dua variabel. Sebaliknya jika

nilai sig. (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang

(64)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 18

Januari 2015. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar skala di

beberapa lokasi yang berbeda, disesuaikan dengan ketersediaan subjek

penelitian. Skala yang digunakan ada dua yaitu: skala kesepian untuk

mengukur tingkat kesepian, dan skala kompetensi komunikasi untuk

mengukur tingkat kemampuan dalam berkomunikasi.

Pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 20 Desember 2014,

peneliti menyebarkan 80 skala yang digunakan untuk try out. Pada tanggal

21 Desember 2014, jumlah skala try out yang dapat digunakan sejumlah

56 skala. Hal tersebut dikarenakan terdapat 24 skala yang tidak kembali.

Peneliti menggunakan 56 skala tersebut untuk dilakukannya seleksi item.

<

Gambar

Tabel 4 Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item .............................
Gambar 2. Scatterplot...........................................................................................
Tabel 1Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item
Tabel 2Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kualitas persahabatan dan kecerdasan emosi dengan kesepian, tidak terdapat hubungan antara kualitas

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara kompetensi dengan prokrastinasi pada mahasiswa mahasiswa anggota SMF dan BEMF UNIKA Soegijapranata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres akulturasi dan hardiness dengan prestasi akademik pada mahasiswa pendatang di Unika

Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan negatif antara konsep diri dan kesepian pada perempuan

Kesimpulan dari penelitian adalah: (1) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasi orangtua-anak dengan perilaku bullying pada siswa SMK. Artinya

Hipotesis pada penelitian ini adalah semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin rendah kesepian yang dimiliki.. Pengambilan data dilakukan

Dijelaskan pula dalam penelitiannya Yuhana (2008, h.12) bahwa keterbukaan diri individu terhadap lingkungan akan mempengaruhi kesepian pada mahasiswa, semakin

Kemudian terdapat hasil bahwa korelasi signifikan antara jumlah waktu dan jumlah teman pengguna Path dengan kesepian, namun arahnya negatif, jadi semakin sering memakai Path,