HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
Dirgantara Dewataputra Wanda
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.
THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS
UNIVERSITY IN YOGYAKARTA
Dirgantara Dewataputra Wanda
ABSTRACT
This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication is α = 0,904, whereas loneliness
questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson Product Moment correlation
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Dirgantara Dewataputra Wanda
099114103
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
Disusun oleh :
Dirgantara Dewataputra Wanda
NIM : 099114103
Telah Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing Skripsi
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
Disusun oleh :
Dirgantara Dewataputra Wanda
NIM : 099114103
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 13 Februari 2015
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji :
Nama lengkap Tanda Tangan
Penguji I P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. ………
Penguji II Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi ………
Penguji III Debri Pristinella, M.Si ………
Yogyakarta, ………
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
HALAMAN MOTTO
“Work Hard In Silence, Let the
Success Make the Noise”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Saya persembahkan Skripsi ini kepada:
Bibir-bibir mereka yang selalu bertanya,
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 Januari 2015
Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
Dirgantara Dewataputra Wanda
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.
viii
THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS
UNIVERSITY IN YOGYAKARTA
Dirgantara Dewataputra Wanda
ABSTRACT
This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication isα = 0,904, whereas loneliness questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson Product Moment correlation because the data obtained came from normal data. The result of correlation showed correlation coefficient -0,443 and p = 0,000 (p < 0,01). It means there is a negative correlation between competence communication with loneliness on new and newcomers student university in Yogyakarta.
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :
Nama : Dirgantara Dewataputra Wanda
Nomor Mahasiswa : 099114103
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : Januari 2015
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini.
Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses
penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Dosen pembimbing skripsi saya ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A
yang selalu sabar dan memberi arahan selama proses skripsi ini. Terima
kasih sekali ibu, apa yang ibu ajarkan akan selalu saya ingat.
4. Dosen penguji skripsi saya ibu Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi, dan ibu
Debri Pristinella, M. Si yang telah menguji tugas akhir saya.
5. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu
selama saya menempuh bangku kuliah.
6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: mas Gandung, mbak Nanik, pak Gi, mas
Muji dan mas Doni. Terima kasih untuk keramahannya. Maaf kalau sering
merepotkan dan bertanya urusan kuliah. Terima kasih sudah membantu
xi
7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan
kebarhasilan saya. Tetap semangat meraih mimpi dan cita-cita ya
teman-teman.
8. Terima kasih pada bapak dan ibu serta Bintang yang selalu mendoakan,
memberikan semangat, menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai.
Terima kasih sudah mempercayakan saya untuk belajar mandiri dan
bertanggung jawab atas pilihan saya, selalu bersyukur bisa memiliki
kalian.
9. Flavia Norpina Sungkit, M.Psi., Psi. yang membantu saya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Makasi yo cik.
10.Terima kasih kepada “geng koplo” ada Engger dan Anju. Dua manusia dengan sifat dan muka yang berbeda.
11. Sahabat-sahabat alumni SMA yang sampai kuliah dan suka bikin film
hingga nongkrong bersama Gusbay, Maundri, Panjul, Harsanto, dan Dias.
Nama-nama yang ini agak malas sebenarnya ditulis karena bikin malu
negara.
12. Teman-teman sepermainan saya Richard, Rima, Karlina, dan Eka. Terima
kasih sudah mau menyelesaikan masa akhir kuliah bersama-sama.
13. Terima kasih untuk orang-orang yang sudah membantu seperti Uki, Yoha,
Fandra, Julius, Lala, Erga, Brandan, Andre Patinkin, Gustav, Nana, Eek,
Gita, Dinda, Agnes, Andang, Pakdhe, Leza, Martha, Gaby, Fany, Andro,
xii
14. Keluarga besar UKF basket Psikologi yang ada Albert, Partok, Randy,
Yosua, Kribo, Koh Ronald, Koh Cing He, Bang Martin, Bram, Abe,
Anggoro, Plentong, Ochy, Baskoro, Mbak Tina, Ruthi, Novi, Stevi,
Angga, Ayik, Anik, Hans, Ariston, Zelda, Erlin, Radit, Eddy, Ndaru, Rudi,
Sita, dan lain-lain.
15. Terima kasih untuk Jevon, Ifan, Mas Hardi, Ian, Ito, dan Bintang. Terima
kasih untuk dukungan, bantuan, dan tempat berkeluh kesah.
16. Teman-teman pencetus “Psylocker” ada Aji, Boncel, Randy lagi, Kunto,
Vico, Anton, Gondrong, dan Brandan. Terima kasih sudah sempat
meluangkan waktu bersama dan jangan sampai maha karya kita ini bubar.
17. Keluarga besar UKF Psynema. Terima kasih sudah mengijinkan saya
berkarya bersama kalian. Semoga saya selalu bisa menjadi bagian dari
kalian.
18.Keluarga besar “DFC”, ada Beni, Grego, Yosua, Haha, Vincent, Brandan,
Bayu, Gede, dan lain-lain yang saya lupa siapa saja. Terima kasih atas
perayaannya yang memalukan.
19. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu karena banyak sekali.
20. Teman-teman alumni SMA Kolese De Britto khususnya angkatan 2009.
Terima kasih sudah mendukung.
xiii
22. Teman-teman sahabat susah hilang bersama ada Anto, Vicky, Vina,
Mamat, Blacky, Robert, dan Cikli. Jangan terlalu banyak menghabiskan
uang ya teman-teman.
23. Terima kasih kepada saudara-saudara dari satu daerah. Om Ade, Sanca,
Sania, Erik, Isto, Anto, Viyata, Lopez, Nona, Bucheri, Soccer, Ospen, dan
Soni.
24. Teman-teman di UNISON terutama mas betet, Samira, Mas Koen, Dion,
Patrik, Robert, Elisa, Okvi, Timo, Wahjoe, dan lain-lain.
25. Terima kasih pada Matt, Angie, Hana, Teh Ingga, Fani, Bella, Zizo, Eva,
Malvin, Astri, Kelvin, Aldo, Bela, Cello, Amanda, dan Steven. Mereka
saudara-saudara terbaik yang pernah ada.
26. Terima kasih kepada seluruh pihak yang belum dapat subjek ucapkan
secara satu-satu. Semoga Tuhan memberi lebih dari yang kalian berikan
pada ku.
Peneliti menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha
Esa, sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapa pun.
Mohon maaf apabila ada salah kata. Sekian
Peneliti
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ...xx
BAB I. PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...7
xv
D. Manfaat Penelitian ...7
1. Manfaat Teoritis ...7
2. Manfaat Praktis...7
BAB II. LANDASAN TEORI ...8
A. Kesepian ...8
1. Definisi Kesepian ...8
2. Manifestasi Kesepian ...10
3. Tipe Kesepian ...11
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian...13
4. Penyebab Kesepian...16
5. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang ...17
B. Kompetensi Komunikasi...19
1. Definisi Komunikasi ...19
2. Definisi Komputensi Komunikasi ...20
3. Aspek Kompetensi Komunikasi ...21
4. Dampak Kompetensi Komunikasi...24
C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang...24
D. Skema Penelitian...27
xvi
BAB III. METODE PENELITIAN...29
A. Jenis Penelitian...29
B. Identifikasi Variabel Penelitian...29
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...29
1. Kompetensi Komunikasi ...29
2. Kesepian ...30
D. Subjek Penelitian...31
E. Metode Pengambilan Data ...31
1. Skala Kompetensi Komunikasi ...32
2. Skala Kesepian ...33
F.Validitas dan Realibitas ...35
1. Validitas Skala... 35
2. Seleksi Item ...35
3. Realibilitas...39
G. Metode Analisis Data ...40
1. Uji Asumsi...40
2. Uji Hipotesis...41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...42
xvii
B. Deskripsi Subjek Penelitian ...43
C. Deskripsi Data Penelitian...44
D. Hasil Penelitian ...46
1. Uji Asumsi...46
2. Uji Hipotesis...49
E. Pembahasan...50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...55
A. Kesimpulan ...55
B. Saran...55
1. Bagi Mahasiswa Pendatang...55
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ...56
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item... 33
Tabel 2 Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item... 34
Tabel 3 Distribusi Item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item ... 37
Tabel 4 Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item ... 38
Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 43
Tabel 6 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 43
Tabel 7 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 44
Tabel 8 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 45
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Hubungan antara Komptensi Komunikasi dengan Kesepian
pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta ... 27
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Try Out ...62
Lampiran 2. Reliabilits Skala ...76
Lampiran 3. Skala Penelitian ...84
Lampiran 4. Deskripsi Subjek...96
Lampiran 5. Uji Asumsi...98
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjalin hubungan antara manusia satu dengan manusia lain
merupakan bagian dalam kebutuhan seseorang. Kebutuhan dalam menjalin
relasi menjadi kebutuhan primer yang perlu dipenuhi. Ketika kebutuhan
seseorang tersebut tidak dapat terpenuhi, akan timbul perasaan tidak puas
terhadap hubungan yang dijalinnya. Hal tersebut kemudian mengakibatkan
depresi dan berujung pada sebuah distress afektif yang disebut sebagai
kesepian (Hulme, 2000).
Kesepian merupakan distress afeksi yang muncul dikarenakan
seseorang merasa tidak puas terhadap hubungan yang dijalinnya. Akibat
yang sering muncul ketika seseorang mengalami kesepian adalah
munculnya perasaan negatif seperti putus asa, merasa tidak memiliki harga
diri, dan menolak bergabung dengan kelompok (Ruth dan Warren (1982).
“Saya merasa sangat kesepian ketika menjadi mahasiswa
mengenal mereka. Hal ini saya capai dengan tidak mudah.”
(Santrock, 2012:113)
Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh
salah satu mahasiswa baru. Dalam pernyataan tersebut muncul sebuah
pernyataan yang menunjukkan indikasi adanya perasaan kesepian yang
dialami oleh mahasiswa tersebut. Mahasiswa baru memang memiliki
risiko mengalami kesepian. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah
penelitian oleh Carolyn dan Russel (dalam Sears, 1985) yang menyatakan
bahwa 75% mahasiswa baru mengalami kesepian semenjak mereka datang
ke kampus pada minggu awal perkuliahan. Hasil lebih lanjut menunjukkan
bahwa 40% mengatakan bahwa mereka mengalami kesepian dengan
intensitas sedang hingga intensitas tinggi.
Pada mahasiswa ternyata ditemukan faktor lain yang memiliki
keterkaitan dengan perasaan kesepian. Penelitian yang dilakukan oleh
Erlenawati dkk (2007) mengungkapkan bahwa 200 mahasiswa di Australia
yang berasal luar Australia memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Dua
dari tiga kelompok hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka
pernah mengalami masalah dengan kesepian dan terisolasi, terutama pada
bulan-bulan awal setelah pindah di universitas mereka yang baru.
Hal ini rupanya berbeda dengan hasil yang ditemukan di
Yogyakarta. Sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta justru
menunjukkan adanya nilai yang rendah terkait dengan kesepian pada
menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang rendah dialami oleh
mahasiswa angkatan baru yang ada di Yogyakarta.
Yogyakarta menjadi salah satu tujuan dimana mahasiswa dari luar
datang untuk menempuh pendidikan di kota ini. Setiap tahun, Yogyakarta
mengalami peningkatan dalam jumlah calon mahasiswa yang masuk ke
perguruan tinggi di Yogyakarta. Sebagai contoh, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang mengalami peningkatan sebesar
50% dari tahun 2011 yang berjumlah 3200-an menjadi 4839. Di
universitas lain seperti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta
jumlah mahasiswa baru mengalami peningkatan sekitar 30% dari sekitar
3200 mahasiswa pada tahun 2011 menjadi 3800 mahasiswa
(republika.com). Pada tahun 2013 tercatat sekitar 310.860 mahasiswa dari
33 provinsi di Indonesia yang menempuh pendidikan di Yogyakarta. Dari
jumlah tersebut 244.739 orang atau dapat dikatakan 78,7% adalah
mahasiswa dari luar daerah Yogyakarta (kompas.com). Melihat dari hasil
penelitian-penelitian sebelumnya, jumlah yang tidak sedikit ini beresiko
memunculkan perasaan kesepian pada mereka.
Beberapa peneliti mengungkapkan cara beberapa mahasiswa
mengatasi perasaan kesepiannya. Pada penelitian Carolyn dan Russel
(dalam Sears, 1985) ditemukan sebuah fakta menarik yaitu ketika para
mahasiswa yang telah diteliti tersebut dipanggil kembali setelah tujuh
bulan, ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa mampu mengatasi
pada saat musim semi, hanya 25% mahasiswa yang masih mengalami
kesepian. Sears (1985) melihat bahwa sikap dari mahasiswa menjadi
penentu mahasiswa tersebut dalam mengatasi masalah kesepiannya.
Mahasiswa yang memiliki sikap dengan harapan positif bahwa mereka
akan berhasil mendapatkan teman dan memiliki penilaian yang baik
mengenai kepribadian dan dirinya sendiri memiliki peluang lebih besar
dalam mengatasi kesepiannya. Realita (2014) juga mengungkapkan bahwa
harga diri yang tinggi memiliki hubungan dengan kesepian yang dialami
oleh mahasiswa.
Jones (dalam Sears, 1985) juga mengamati bahwa mahasiswa yang
kesepian berinteraksi dengan cara yang lebih terfokus pada diri sendiri
dibandingkan apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang tidak kesepian.
Jones mengungkapkan bahwa dalam melakukan percakapan pada orang
baru, mahasiswa yang kesepian mengajukan lebih sedikit pertanyaan
mengenai orang lain dan memberikan respons yang lebih lambat dalam
mengomentari kenalannya. Mereka cenderung bersifat negativistik dan
sibuk dengan diri sendiri serta kurang responsif terhadap orang lain.
Penelitian lain yang dilakukan Solano (dalam Sears, 1985)
menyatakan bahwa mahasiswa yang kesepian biasanya memiliki pola
pengungkapan diri yang tidak wajar. Mereka lebih mencurahkan isi hati
kepada seseorang yang baru saja dikenal atau lebih sedikit
menyatakan bahwa tingkat pengungkapan yang tidak tepat ini dapat
mengganggu hubungan yang akrab.
Peplau dan Pearlman (dalam Santrock, 2002) menjelaskan adanya
dua rekomendasi bagaimana individu yang mengalami kesepian dapat
mengurangi rasa kesepiannya. Rekomendasi yang pertama adalah dengan
mengubah hubungan sosial yang sekarang. Mengubah hubungan sosial
yang dimaksudkan adalah tidak terlalu mengandalkan keberadaan
orang-orang yang jauh. Individu dituntut untuk membangun relasi baru
ditempatnya sekarang. Rekomendasi yang kedua adalah mengubah
kebutuhan dan keinginan sosial. Rokeach (dalam Santrock, 2002) juga
menyatakan bahwa cara yang paling langsung dan memuaskan untuk
mengurangi kesepian adalah dengan memperbaiki hubungan sosial. Jones
(dalam Sears, 1985) mengungkapkan bahwa salah satu cara yang
digunakan dalam menjalin hubungan sosial oleh manusia adalah melalui
komunikasi. Dia juga mengungkapkan tentang dalam membangun sebuah
hubungan sosial hingga mencapai tahap hubungan dekat seperti
persahabatan, komunikasi yang baik menjadi cara yang efektif.
Komunikasi yang efektif akan muncul apabila individu memiliki
kompetensi komunikasi yang baik.
Shockley dan Zalabak (2006) mengungkapkan bahwa kompetensi
komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi
yang baik dan benar dengan mengandalkan pengetahuan (knowledge),
menggunakan hal tersebut dengan tepat dalam berkomunikasi. Spitzberg
dan Cupach (1989) juga menyatakan bahwa kompetensi komunikasi
mengacu kepada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran
lingkungan (context) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan
bentuk pesan komunikasi. Pengetahuan tentang tata cara perilaku non
verbal misalnya seperti kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta
kedekatan fisik juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi
(Shockley & Zalabak, 2006).
Kompetensi komunikasi ini penting dalam kehidupan
bermahasiswa. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Djamilah dan
Wahyudin (2010) yang mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi
dibutuhkan mahasiswa dalam bekerja secara kelompok. Salah satu contoh
yang nampak pada penelitiannya adalah ketika mengerjakan tugas
kelompok, mahasiswa dengan memiliki kompetensi komunikasi yang
baik, dapat memiliki persamaan dalam mempersepsikan sebuah teori yang
abstrak. Penelitian lain juga membuktikan bahwa memiliki kompetensi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan antara kompetensi komunikasi dan
kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan
pendatang di Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan
wawasan dalam ilmu psikologi khususnya dalam psikologi sosial dan
psikologi komunikasi tentang kompetensi komunikasi dan kesepian
pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang perasaan kesepian dan kompetensi komunikasi pada
mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Selain itu, dengan
penelitian ini, diharapkan dapat membantu dalam mengenali tingkat
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesepian
1. Definisi Kesepian
Dalam kenyataannya, manusia dikenal sebagai mahluk sosial.
Manusia memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lainnya
sehingga tidak dapat hidup sendiri. Manusia hidup secara bergantungan
tidak hanya karena mereka saling membutuhkan, tetapi mereka juga saling
tertarik antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila kebutuhan akan
ketertarikan dan keakraban tidak terpenuhi maka manusia akan merasa
tertekan. Manusia merasa dirinya ditolak dan terkurung dalam diri sendiri
pada saat keadaan seperti itu. Pada tahap yang lebih lanjut maka manusia
akan merasa kesepian (Hulme, 2000).
Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan kesepian
sebagai kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan sosial yang
mendasar. Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah kasih sayang, integrasi
sosial, harga diri, rasa persatuan yang dapat dipercaya, bimbingan, dan
kesempatan untuk mengasuh. Definsi tersebut sejalan dengan definisi
kesepian menurut Ruth dan Warren (1982) yang menjelaskan bahwa
individu mengalami kegagalan dalam memenuhi salah satu kebutuhan
dalam bersosial dan menunjukkan emosi dengan yang lainnya. Distress
afektif adalah sebagai perasaan atau perubahan perilaku yang bersifat
buruk dan disebabkan oleh stress (Ruth dan Warren, 1982).
Kesepian tidak selalu bersamaan dengan kesendirian. Kesepian
dan kesendirian memiliki perbedaan dan tidak dapat disamakan. Kesepian
lebih menunjuk kepada keadaan kegelisahan subyektif yang dirasakan
pada saat hubungan sosial mengalami kehilangan ciri-ciri pentingnya.
Kehilangan ciri-ciri penting dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Kehilangan bersifat kuantitatif adalah ketika seorang individu merasa
tidak memiliki teman seperti yang diinginkan. Kehilangan bersifat
kualitatif adalah ketika individu merasa hubungannya dangkal atau kurang
memuaskan seperti yang diharapkan. Kesepian terjadi dalam diri
seseorang dan sulit untuk dideteksi dengan hanya melihat orang itu saja.
Kesendirian itu berbeda dengan kesepian, kesendirian merupakan keadaan
terpisah dari orang lain yang bersifat obyektif. Kesendirian pada diri
individu dapat bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan (Sears,
Freedman, dan Peplau, 1985).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik definisi kesepian
adalah keadaan distress afeksi karena ketidakpuasan atau kegagalan
2. Manifestasi Kesepian
Peplau dan Perlman (1982) menjelaskan bahwa kesepian dapat
dilihat dan dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam
berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi :
a. Manifestasi afektif
Manifestasi afektif merupakan perwujudan dari kesepian yang
berkaitan dengan perasaan negatif individu. Beberapa contoh perasaan
negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu malu, bosan, mudah marah,
tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas, tidak senang berada
diantara banyak orang, tidak puas dengan persahabatan yang dibina,
dan sedih karena tidak memiliki teman.
b. Manifestasi kognitif
Peplau dan Perlman (1982) menyatakan bahwa individu yang
merasakan kesepian memiliki suatu pola umum, yaitu memiliki tingkat
self-focus yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri
sendiri dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga
menambahkan bahwa orang yang merasa kesepian merasa rendah diri,
menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara negarif. Pada
mahasiswa yang mengalami kesepian secara umum dapat menjadi
kurang mampu untuk berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian
c. Manifestasi perilaku
Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang
berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan
emosi individu. Contoh perilaku negatif yang dialami oleh mahasiswa
yaitu menjauh, menolak bergabung dengan kelompok, menyendiri
dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar menghadapi teman, dan
diam ketika terlibat dalam percakapan.
3. Tipe Kesepian
Menurut Sadler (2008, dalam Latifa 2007) terdapat lima tipe
kesepian, yaitu:
a. Interpersonal Loneliness
Interpersonal loneliness terjadi ketika individu merindukan
sosok orang lain yang pernah dekat dengannya dan melibatkan
kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru
untuk dicintai. Namun ketika individu menemukan orang yang
potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi
kesedihan yang terdahulu, maka individu akan menolak. Contoh yang
sering terjadi pada mahasiswa adalah ketika individu mengalami
yang berbeda. Robert (dalam Sears dkk, 1991) juga mengungkapkan
hal yang serupa dengan konsep interpersonal loneliness yang disebut
sebagai kesepian emosional.
b. Social Loneliness
Kesepian sosial dirasakan ketika individu merasa tidak ingin
terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi
kesejahteraan dirinya dan tidak ada hal yang dapat dia lakukan untuk
mengatasi hal tersebut. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang
terpaksa meninggalkan keluarganya untuk melanjutkan studi di kota
lain karena di daerahnya tidak terdapat universitas.
c. Culture Shock
Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan
kebudayaan yang baru, seperti perindahan tempat kerja, pindah rumah,
dan lain-lain. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah
kesulitan beradaptasi karena memiliki bahasa yang berbeda dan
kebiasaan yang berbeda.
d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness)
Kesepian kosmik terkadang dialami oleh setiap orang.
Kesepian kosmik disebut juga sebagai kesepian eksistensial. Kesepian
kosmik memiliki makna perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin
adalah pengalaman terisolasi ketika seseorang yang kesepian
menghadapi kematian.
e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness)
Kesepian ini timbul dari dalam hati individu, baik yang berasal
dari situasi masa kini maupun sebagai reaksi dari trauma-trauma masa
lalu. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang tidak ingin menjalin
pertemanan karena pernah dikucilkan dan dijauhi ketika SMA.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian
Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi kesepian
(Brehm dalam Sari, 2010), yaitu:
a. Usia
Stereotip umum menggambarkan bahwa usia tua sebagai masa
penuh kesepian. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang
dilakukan Pearlman (dalam Taylor dkk, 2009) bahwa kesepian
paling sering terjadi di kalangan remaha dan dewasa awal dan
paling jarang dirasakan oleh orang-orang yang lebih tua. Hal
tersebut dikarenakan orang yang lebih muda mengalami masa
keluarga yang dikenal dan harus bertemu orang-orang baru serta
membangun kehidupan sosial yang baru.
b. Sosio-Ekonomi
Kesepian lebih lazim dialami oleh orang-orang miskin
dibandingkan orang yang cukup kaya. Hubungan yang baik akan
lebih mudah dijaga apabila orang memiliki cukup banyak waktu
dan uang untk aktivitas senggang (Taylor dkk, 2009). Hal yang
serupa juga ditemkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Page
dan Cole yang menyatakan bahwa anggota keluarga dengan
penghasilan rendah lebih mengalami kesepian dibandingkan
anggota keluarga dengan penghasilan tinggi.
c. Status Pernikahan
Pinquart (dalam Taylor dkk, 2009) mengungkapkan bahwa
orang yang tinggal dengan pasangan cenderung tidak kesepian.
Manfaat hidup bersama ini lebih besar bagi orang-orang yang
menikah dibandingkan bagi orang yang hidup bersama tanpa
ikatan pernikahan. Namun demikian, disebutkan juga bahwa
beberapa orang yang menikah juga merasakan kesepian. Hal ini
dikarenakan pernikahan mereka tidak memuaskan secara personal
atau karena mereka kekurangan teman di luar hubungan
d. Gender
Menurut Borys dan Perlman (1985), perempuan lebih sering
mengalami kesepian dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini
dikarenakan laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara jelas
dibandingkan perempuan. Selain itu, berdasarkan stereotip peran
gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
e. Karakteristik Latar Belakang Lain
Rubenstein, Shaver, dan Hazan (dalam Peplau, 1988)
mengungkapkan bahwa individu dengan latar belakang orang tua
bercerai akan lebih beresiko kesepian dibandingkan dengan
individu dengan latar belakang orang tua yang tidak bercerai.
Semakin muda usia individu ketika orang tuanya bercerai, maka
semakin tinggi tingkat kesepian yang dialami oleh individu
tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Taylor, dkk (2009) bahwa
anak dari orang tua yang bercerai biasanya lebih cenderung
mengalami kesepian saat ia dewasa dibandingkan anak dari
keluarga yang harmonis. Menurut Hurlock (1990), hal ini
dikarenakan perceraian orang tua dapat berpengaruh buruk
pengembangan rasa tidak percaya diri, perasaan tidak aman, takut,
dan harga diri rendah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kesepian adalah usia, sosio-ekonomi, status pernikahan,
gender, dan karakteristik latar belakang lain.
5. Penyebab Kesepian
Kesepian dapat terjadi dikarenakan beberapa hal. Terkadang
kesepian terjadi karena perubahan pola hidup seseorang yang jauh dari
teman dan relasi secara intim. Situasi seperti ini terjadi seringkali ketika
seseorang berpindah ke tempat baru, mendapat pekerjaan, terpisah dari
teman dan orang terdekat (Taylor, Peplau, dan Sears, 1994). Situasi ini
juga diperkuat oleh pernyataan Santrock (2002) yang menyetujui adanya
pengaruh jauhnya teman dekat dengan kesepian.
Penolakan dalam menjalin relasi antar individu juga menjadi
penyebab dalam kesepian. Kegagalan dalam menjalin relasi yang
berbentuk penolakan membuat individu mengalami penurunan harga diri
dan pesimis. Harga diri yang rendah dan pesimis memiliki resiko
mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan yang dialami oleh individu
lain (Santrock, 2002). Faktor kepribadian seseorang juga dapat menjadi
cenderung lebih introvert dan pemalu, lebih sadar-diri, dan kurang asertif
cenderung menderita kesepian dibandingkan dengan yang ekstrovert dan
asertif (Sears et al, 1985).
Sears (1985) menunjukkan penyebab lain yang disebabkan karena
kehilangan orang yang berarti dalam diri individu. Sosok fisik orang
tersebut mungkin dirasa tidak terlalu penting, namun keberadaan sosok
yang selalu memahami dirinya dan ingin menerima keberadaan diri
individulah yang menyebabkan dirinya merasa kesepian. Hal ini seperti
yang dialami oleh seorang janda yang kehilangan suaminya.
Jadi dapat dikatakan bahwa penyebab kesepian adalah adanya
perubahan pola hidup seseorang, jauhnya hubungan relasi individu dengan
teman dan kerabat, faktor kepribadian seseorang, dan kehilangan orang
yang berarti pada individu.
6. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang
Santrock (2002) menjelaskan bahwa kesepian pada mahasiswa
baru dan pendatang sering terjadi karena individu mulai mengenal adanya
ketertarikan secara sosioemosional terhadap beberapa individu lain. Pada
tahap ini, individu mulai meningkatkan kualitas relasi antar sesama. Daya
tarik, cinta, dan persahabatan membuat individu menjadi tempat untuk
mahasiswa baru dan pendatang terjadi ketika individu mulai merasa tidak
puas dengan keadaan atau relasi sosialnya. Penolakan dalam relasi
persahabatan dan cinta membuat individu merasa ditolak dalam kelompok
dan terisolasi.
Transisi sosial dari sekolah menengah atas menuju ke perguruan
tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu
meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak
mahasiswa baru merasa ada yang salah dengan dirinya ketika bertemu
dengan orang baru dan membangun kehidupan sosial yang baru. Para
mahasiswa baru biasanya tidak dapat membawa popularitas dan
kedudukan sosial dari sekolah menengah atas ke dalam lingkungan
universitas. Pemain basket terkenal di sekolah menengah atas akan
kehilangan popularitasnya di universitas karena ada pemain basket yang
lebih hebat daripada dirinya. Mahasiswa optimis dan tingkat harga diri
yang tinggi lebih mungkin mengatasi kesepian mereka pada akhir tahun
mereka menjadi mahasiswa baru. Tidak jarang juga ditemukan banyak
B. KOMPETENSI KOMUNIKASI 1. Definisi Komunikasi
Banyak tokoh mencoba mendefinsikan kata komunikasi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi didefinisikan sebagai
penyampaian dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih yang memungkinkan pesan itu bisa diterima dan dipahami (Reality,
2008). Hal ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Taylor,
Teresa, Arthur, dan Thomas (1986) yang mengungkapkan bahwa
komunikasi merupakan sebuah proses dimana manusia menerima stimulus
(pesan) dan menginterpretasikannya setiap saat.
West dan Turner (2007); Larry dan Deborah (2002) menyatakan
definisi komunikasi sebagai proses sosial yang menggunakan simbol baik
secara verbal maupun non verbal. Proses sosial yang dimaksud ialah
proses yang dilakukan oleh manusia dalam mengembangkan dan
membangun relasi antar individu. Dalam proses membangun relasi
tersebut mereka saling berkomunikasi dengan menggunakan simbol baik
secara verbal maupun non verbal. Komunikasi secara verbal ialah
komunikasi dengan menggunakan kata dapat berupa bahasa (sistem
lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi).
Sedangkan non verbal ialah komunikasi tanpa menggunakan kata dapat
Turner, 2007). Noel Gist dalam bukunya Fundamentals of Sociology
(dalam Siahaan, 2000) juga mengungkapkan bahwa interaksi sosial
meliputi pengoperan arti-arti dengan menggunakan lambang-lambang
maka disebut sebagai komunikasi.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan proses interaksi sosial yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dalam menyampaikan pesan (stimulus) dalam bentuk
baik verbal maupun non verbal dan menerimanya yang kemudian dapat
diinterpretasikan sehingga pesan dapat dipahami.
2. Definisi Kompetensi Komunikasi
Littlejohn dan Jabusch (1982, dalam Zalabak & Shockley, 2006),
mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai suatu kemampuan dan
keinginan seseorang untuk berparitisipasi dengan penuh tanggung jawab
di dalam suatu transaksi tertentu sebagai upaya untuk memaksimalkan
hasil dari suatu proses diskusi. Sedangkan Jablin dan Sias (dalam Payne,
2005) mendefinisikan kompetensi komunikasi merupakan sejumlah
kemampuan, selanjutnya disebut resources, yang dimiliki oleh seorang
komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Keduanya
mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan yang
Kompetensi komunikasi diartikan sebagai seperangkat
kemampuan seorang komunikator untuk menggunakan berbagai sumber
daya yang ada di dalam proses komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi
komunikasi adalah pemanfaatan segala kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk berkomunikasi secara baik dengan menggunakan
pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif (Meyers, 2012). Ditambahkan pula,
Zalabak dan Shockley (2006) mendefinisikan kompetensi komunikasi
sebagai suatu kemampuan komunikasi yang terdiri dari pengetahuan,
kepekaan, keterampilan, dan nilai-nilai. Kompetensi komunikasi muncul
dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (Zalabak & Shockley, 2006).
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan komunikasi
seseorang yang terdiri dari pengetahuan, kepekaan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang muncul dari interaksi, teori, praktek, dan analisis.
3. Aspek Kompetensi Komunikasi
Shockley dan Zalabak (2006) menyebutkan aspek-aspek yang
terdapat dalam kompetensi komunikasi, yaitu:
a. Knowledge Competency
Knowledge competency merupakan kemampuan untuk
merupakan pemahaman dari teori dan prinsip-prinsip. Di samping itu,
knowledge competency merupakan dasar yang penting untuk
mendukung kepekaan individu terhadap kehidupan, untuk memandu
keterampilan individu, dan untuk memahami penerapan standar etika
serta nilai-nilai pribadi dalam berbagai pengaturan organisasi.
Knowledge competency dapat dikembangkan melalui eksplorasi dan
interaksi secara aktif yang merupakan bagian dari proses alami
komunikasi antarpribadi. Sebagai contoh, mahasiswa baru akan
dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan sesama mahasiswa dan
mampu untuk menyesuaikan cara berbicara dengan kondisi
lingkungan sekitar.
b. Sensitivity Competency
Sensitivity atau kepekaan diartikan sebagai kemampuan untuk
merasakan secara tepat makna dari perasaan yang diutarakan oleh
orang lain. Hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk memahami
apa yang orang lain rasakan dan lakukan. Kemampuan individu ini
dapat dikembangkan melalui pemeriksaan pribadi tentang penggunaan
teori-teori komunikasi. Sebagai contoh adalah mahasiswa yang dapat
memberikan feedback yang tepat dan peka terhadap kondisi dan
c. Skill Competency
Skill competency merupakan kemampuan untuk menganalisis
lingkungan dengan seksama dan untuk menjalankan atau memulainya
diperlukan pesan secara efektif. Dalam hal ini skill competency
berfokus pada pengembangan kemampuan menganalisis dan
kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam berbagai setting.Skill
competency ini dapat dikembangkan melalui analisis dan berlatih di
setiap kesempatan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa harus bisa
mengkondisikan dirinya ketika berbicara dengan sesame mahasiswa
dan cara berkomunikasinya harus meyakinkan agar bisa dipercaya
oleh mahasiswa yang lain.
d. Values Competency
Values atau nilai-nilai menekankan pada pentingnya
mengambil tanggung jawab pribadi untuk komunikasi yang efektif dan
dengan demikian dapat memberikan kontribusi terhadap keunggulan
organisasi. Values competency dapat dikembangkan dengan diskusi
yang dilakukan oleh seseorang secara bertanggung jawab untuk
berpartisipasi dalam komunikasi. Di dalam values competency,
kesuksesan sebuah kelompok dapat diawali dengan keterlibatan atau
peran seseorang dalam komunikasi yang efektif. Sebagai contoh,
menjadi pendapatnya kepada sesame mahasiswa, terutama yang
berhubungan dengan tanggung jawab atas perkembangannya.
4. Dampak Kompetensi Komunikasi
Arroyo (2010) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi
memiliki dampak terhadap interaksi hubungan antar individu. Arroyo
(2010) juga mengungkapkan bahwa adanya kompetensi komunikasi yang
baik mendukung kualitas relasi yang dibangun. Korelasi antara
kompetensi komunikasi dengan penerimaan dalam berelasi ini juga
diungkapkan oleh Leclerc (2014). Dalam penelitiannya, Leclerc (2014)
melihat adanya penerimaan yang lebih baik dikarenakan adanya
kemampuan dalam berkomunikasi atau kompetensi komunikasi yang baik.
Dalam penelitiannya disebutkan juga bahwa individu dapat membangun
kepercayaannya pada orang lain dengan menggunakan kompetensi
komunikasi yang dimilikinya.
C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta
Manusia dikenal sebagai mahluk sosial. Hulme (2000) menyatakan
bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri. Hal tersebut dikarenakan
Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk bersosialisasi dan memiliki
teman. Kebutuhan bersosialisasi ini membuat manusia berinteraksi antara satu
manusia dengan manusia lainnya melibatkan proses komunikasi.
Komunikasi dijelaskan sebagai sarana yang diciptakan oleh manusia
untuk saling mengerti. Mereka saling bertukar informasi antara satu individu
dengan individu lainnya (Taylor dkk, 1986). Mereka menggunakan bahwa
baik secara verbal maupun non-verbal agar individu lain paham terhadap apa
yang diinformasikan oleh individu sebelumnya (West dan Turner, 2007).
Kesalahan yang muncul dalam penyampaian pesan yang salah dapat
berdampak tidak tercapainya informasi secara jelas dan dapat
diinterpretasikan secara salah. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan
dalam menyampaikan pesan dan dapat menyampaikan secara efektif
dibutuhkan kemampuan yang disebut sebagai kompetensi komunikasi atau
disebut juga sebagai kemampuan berkomunikasi.
Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi memiliki hubungan erat
dengan interaksi dan pertemanan yang terbentuk. Komunikasi merupakan
salah satu unsur seorang mahasiswa dalam menjalin relasi dengan
lingkungannya. Kompetensi komunikasi yang baik dapat membantu
mahasiswa tersebut dalam menjalin relasi dengan mahasiswa lain. Ketika
relasi yang terbentuk baik, maka mahasiswa akan terpenuhi kebutuhan akan
komunikasi buruk. Mereka yang kurang memiliki kompetensi komunikasi
akan kesulitan dalam menjalin relasi dengan individu lain dan individu
tersebut akan kesulitan dalam beradaptasi ditempat yang baru. Beradaptasi
dan melakukan interaksi untuk membangun relasi juga sering dilakukan oleh
para calon mahasiswa yang mengalami transisi sosial karena ingin menempuh
pendidikan yang lebih tinggi (Santrock, 2002).
Kegagalan atau keberhasilan seorang mahasiswa baru dan pendatang
ini dalam menjalin relasi akan mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan
dalam terpenuhnya kebutuhan sosialnya. Ketika kebutuhan sosial mereka
tercukupi, maka mereka tidak memiliki masalah dalam kehidupannya. Hal ini
berlawanan ketika kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi. Mahasiswa baru
dan pendatang ini akan merasa dirinya gagal dalam membangun relasi.
Perasaan gagal dalam membangun relasi inilah yang memunculkan
perilaku-perilaku negatif seperti tidak percaya diri untuk membangun relasi. Pada
akhirnya mahasiswa tersebut merasa dirinya tidak dibutuhkan dan merasa
gagal. Kegagalan tersebut berakibat pada perubahan perilaku menjadi negatif
pada diri manusia tersebut (Peplau dan Pearlman, 1982). Perubahan negatif
yang terjadi pada perilaku individu seperti menjauh dari kegiatan sosial,
menolak bergabung dengan kelompok, diam ketika terlibat percakapan, dan
lain-lain (Peplau dan Pearlman, 1982). Dalam keadaan tanpa individu lain
D. Skema Penelitian
Bagan 1
Hubungan antara Kompetensi Komunikasi dengan Kesepian Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta
Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi tinggi
Berhasil memenuhi kebutuhan sosial
Kesepian Menurun
Gagal memenuhi kebutuhan sosial
Kesepian Meningkat Adanya Kebutuhan
Bersosialisasi
Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi rendah
Kompetensi Komunikasi tinggi
membantu proses komunikasi
Kompetensi Komunikasi rendah
E. Hipotesis
Berdasarkan dinamika penelitian yang telah dijelaskan, maka dapat
dikemukakan hipotesis dari penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan
negatif antara kompetensi komunikasi mahasiswa baru dan pendatang di
Yogyakarta dengan kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan
pendatang di Yogyakarta. Semakin tinggi kompetensi komunikasi yang
dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta, maka semakin
rendah kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan pendatang di
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian
korelasional merupakan penelitian yang menghubungkan antara variabel
independen dengan variabel dependen (Suryabrata, 2008). Pada penelitian ini,
peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel kompetensi
komunikasi dan variabel kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di
Yogyakarta.
B. Identifikasi Variabel
Variabel independen : kompetensi komunikasi
Variabel dependen : kesepian
C. Definisi Operasional
1. Kompetensi Komunikasi
Kompetensi komunikasi adalah kemampuan komunikasi
mahasiswa baru dan pendatang yang terdiri dari pengetahuan (knowledge),
kepekaan (sensitivity), keterampilan (skill), dan nilai-nilai yang muncul
dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (values) yang diukur dengan
skala kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi diukur
aspek-aspek tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala
kompetensi komunikasi maka semakin tinggi kompetensi berkomunikasi
mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor
kompetensi komunikasi rendah, maka semakin rendah kompetensi
berkomunikasi mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.
2. Kesepian
Kesepian adalah keadaan menurunnya motivasi dan distress afeksi
karena ketidakpuasan atau kegagalan mahasiswa baru dan pendatang
dalam menjalin hubungan atau relasi sosialnya. Alat ukur skala kesepian
untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat kesepian seseorang dapat
dibuat berdasarkan manifestasi kesepian sebagai berikut :
a. Manifestasi afektif adalah wujud dari kesepian yang berkenaan
dengan perubahan-perubahan pada perasaan negatif individu
b. Manifestasi kognitif adalah perwujudan kesepian yang berkenaan
dengan tingkat self-focus yang tinggi, rendah diri, menilai diri
mereka sendiri dan orang lain secara negatif, serta kurang mampu
berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian secara efektif
c. Manifestasi perilaku adalah perwujudan kesepian yang berkenaan
dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi
individu
Kesepian diukur menggunakan skala kesepian yang dibuat
semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala kesepian maka
semakin tinggi rasa kesepian yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan
pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor kesepian rendah maka,
maka semakin rendah rasa kesepian pada mahasiswa baru dan
pendatang di Yogyakarta.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa baru yang diidentifikasikan
sebagai angkatan 2014 dan merupakan mahasiswa pendatang yang dijelaskan
sebagai mahasiswa berasal dari luar provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jenis pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling
dimana penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan
dipandang memenuhi kriteria (Taniredja & Mustafidah, 2011).
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan skala yang terdiri dari dua skala. Skala tersebut adalah skala
kompetensi komunikasi dan kesepian yang disusun oleh peneliti. Skala yang
dipilih oleh peneliti adalah skala Likert yang merupakan alat untuk mengukur
sikap pada suatu penelitian. Pada kedua skala yang digunakan terdiri dari
empat alternatif jawaban. Alternatif jawaban Netral tidak diberikan, hal ini
dikarenakan peneliti ingin meminimalisir adanya jawaban netral yang
subjek kurang memaknai pernyataan yang ada sebagai bagian dari perilaku
subjek. Selain itu jawaban netral dapat menutupi karakter personal yang
sesungguhnya dalam diri individu (Friedenberg,1995).
Kedua skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibuat
menjadi satu kesatuan booklet skala. Perincian skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Skala Kompetensi Komunikasi
Skala yang digunakan untuk mengukur kompetensi komunikasi
adalah skala kompetensi komunikasi. Skala ini terdiri dari pernyataan –
pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan
pernyataan positif yang mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak
mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Dalam penelitian ini subjek diminta untuk memilih empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar,
2009). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari keempat alternatif
jawaban yang menggambarkan keadaan diri subjek berdasarkan
pernyataan yang diberikan.
Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4,
Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat
Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban
unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak
Tabel 1
Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item
Aspek Item Total %
Favorable Unfavorable
Pengetahuan 14, 15, 19,
26, 33, 34
1, 8, 11, 21,
27, 37
12 25
Kepekaan 7, 10, 22, 24,
45, 46
2, 16, 28, 38,
39, 44
12 25
Keterampilan 3, 17, 18, 25,
32, 47
6, 9, 29, 36,
40, 43
12 25
Nilai-nilai 4, 12, 23, 30,
41, 48
5, 13, 20, 31,
35, 42
12 25
Total 24 24 48 100
b. Skala Kesepian
Skala yang digunakan untuk mengukur kesepian adalah skala
kesepian. Skala ini terdiri dari pernyataan – pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang
alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar, 2009). Subjek diminta untuk
memilih salah satu dari keempat alternatif jawaban yang menggambarkan
keadaan diri subjek berdasarkan pernyataan yang diberikan.
Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4,
Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat
Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban
unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak
[image:56.595.101.514.238.680.2]Sesuai (TS) adalah 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4.
Tabel 2
Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item
Aspek Item Total %
Favorable Unfavorable
Afektif 4 , 10, 15, 17,
30, 33, 37
3, 7, 23, 24,
27, 39
13 33,3
Kognitif 1, 8, 12, 16,
28, 31, 36
6, 9, 20, 25,
32, 38
13 33,3
Perilaku 5, 14, 18, 21,
26, 29, 34
2, 11, 13, 19,
22, 35
13 33,3
F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala
Validitas skala adalah kesesuaian skala untuk mengukur atribut
yang hendak diukur (Sarwono, 2006). Skala dapat dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila disusun berdasarkan batasan yang jelas dan
terindentifikasi dengan baik (Azwar, 2009).
Pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi
dilakukan dengan melihat relevansi item – item yang digunakan dapat mengukur variabel yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Validitas isi
dilakukan dengan metode expert judgement dalam hal ini dosen
pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi menguji kesesuaian item
yang dibuat dengan aspek-aspek yang digunakan dalam variabel
penelitian. (Azwar, 2009).
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan dengan menggunakan daya beda item,
yaitu koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor
total skala yang nantinya menghasilkan koefisien korelasi item total (rix).
Koefisien korelasi item total memiliki rentang angka dari 0 sampai dengan
1,00 dengan tanda positif atau negatif. Koefisien korelasi yang semakin
mendekati angka 1,00 dikatakan memiliki daya diskriminasi yang baik.
Hal ini menunjukkan item memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya,
diskriminasi tidak baik dan kualitas item dikatakan tidak baik. Item yang
memiliki kualitas yang tidak baik, tidak dapat digunakan dalam skala dan
akan digugurkan (Azwar, 2009). Seleksi item menggunakan korelasi item
total yang diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Item yang nantinya
dipilih adalah item yang memiliki kualitas yang baik, yaitu memiliki
korelasi item total (rix) ≥ 0,30. Namun, apabila jumlah item yang lolos
ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan batas criteria menjadi 0,25 sehingga
jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2009).
a. Skala Kompetensi Komunikasi
Berdasarkan hasil uji coba item skala kompetensi komunikasi
yang dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 32 item yang sahih dari
48 item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item
total (rix) ≥ 0,25. Penggunaan batasan (rix) ≥ 0,25 karena jumlah
item yang dibutuhkan tidak mencukupi dengan jumlah yang
diinginkan untuk menjaga komposisi tiap aspek. Distribusi item
Tabel 3
Distribusi item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item
Aspek
Item
Total Favorable Unfavorable
Pengetahuan
14,15, 19,26, 33, 34
1,8, 11, 21, 27, 37
12
Kepekaan
7, 10, 22, 24,
45, 46
2,16,28,38, 39,
44
12
Keterampilan
3, 17, 18, 25,
32,47
6, 9,29, 36,40,
43
12
Nilai-nilai 4, 12, 23,30,
41,48
5,13, 20, 31, 35, 42
12
Total 48
Keterangan: item yang dicetak tebal adalah item yang tidak sahih.
Pada skala kompetensi komunikasi dari 48 item yang
diujikan terdapat 16 item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah
item dengan nomor 1, 5, 8, 13, 15, 16, 26, 28, 29, 30, 38, 40, 43, 44,
47, dan 48. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi ≤0,25
yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda
yang rendah. (Azwar, 2009). Dengan demikian item-item tersebut
pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak
diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.
b. Skala Kesepian
Berdasarkan hasil uji coba item skala kesepian yang
dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 27 item yang sahih dari 39
item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item total
[image:60.595.100.528.196.703.2](rix) ≥ 0,30. Distribusi item pada skala kesepian dapat dilihat pada
tabel 5
Tabel 4
Distribusi item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item
Aspek
Item
Total Favorable Unfavorable
Afektif
4 ,10,15, 17,
30, 33, 37
3, 7, 23, 24, 27, 39
13
Kognitif
1,8, 12,16,28, 31, 36
6, 9, 20, 25,32, 38
13
Perilaku
5,14,18, 21, 26, 29, 34
2,11,13, 19, 22, 35
13
Total 39
Pada skala kesepian dari item yang diujikan terdapat 12
item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah item dengan nomor
3, 8, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 28, 30, dan 32. Item-item tersebut
memiliki koefisien korelasi≤0,30 yang berarti pernyataan pada item
-item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2009).
Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang
baik untuk digunakan dalam pengambilan data. Item-item tersebut
dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk
pengambilan data.
3. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan konsistensi alat ukur atau instrumen
dalam melakukan suatu pengukuran dari waktu ke waktu. Koefisien
reliabilitas berada pada rentang angka antara 0 hingga 1,00. Koefisien
reliabilitas yang mendekati angka 1,00 maka dikatakan semakin reliabel.
Sebaliknya, koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0 dikatakan
semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2009). Reliabilitas alat ukur diuji
menggunakan Alpha (∝) Cronbach untuk mendapatkan konsistensi
internal dari tes dan diolah menggunakan penghitungan SPSS 16.0 for
Windows.
a. Skala Kompetensi Komunikasi
Koefisien skala harga diri sebelum dipilih item yang baik
menghasilkan α = 0,904. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00.
b. Skala Kesepian
Koefisien skala kesepian sebelum dipilih item yang baik
adalah α = 0,844. Setelah dipilih 27 item yang baik maka
menghasilkan α = 0,879. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan
reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00
G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistic yang harus dipenuhi pada
analisis data. Setidaknya ada dua uji asumsi yang akan dilakukan pada
penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Berikut ini adalah uji
asumsi yang harus dipenuhi dalam penelitian.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian
berasal dari populasi dengan sebaran normal. Uji ini perlu dilakukan
karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi
normalitas sebaran (Santoso, 2010). Jika nilai sig. atau p > 0,05 maka
dapat disimpulkan hipotesis nol gagal ditolak, yang berarti data yang
diuji memiliki distribusi yang tidak berbeda dari data yang normal, atau
maka dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak, yang berarti data yang
diuji memiliki distribusi tidak normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang
hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Peningkatan kuantitas pada
satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan kuantitas pada
variabel lainnya. Penurunan kuantitas pada satu variabel, akan diikuti
secara linear oleh penurunan kuantitas pada variabel lainnya. Uji
linearitas digunakan untuk melihat bagaimana kekuatan hubungan
antara dua variabel. Jika nilai sig n. atau p > 0,05 maka terdapat
hubungan tidak linier atau hubungan antara dua variabel lemah
(Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Analisis peneitian ini menggunakan metode Product Moment
Pearson. Uji korelasi Product Moment Pearson digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dan tergantung. Koefisien yang dihasilkan
bernilai -1 hingga +1, yang menunjukkan apakah hubungan tersebut positif
atau negatif (Prasetyo, 2008). Jika nilai sig. (p) < 0,05 maka H0 ditolak,
atau ada hubungan yang signifikan antara dua variabel. Sebaliknya jika
nilai sig. (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 18
Januari 2015. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar skala di
beberapa lokasi yang berbeda, disesuaikan dengan ketersediaan subjek
penelitian. Skala yang digunakan ada dua yaitu: skala kesepian untuk
mengukur tingkat kesepian, dan skala kompetensi komunikasi untuk
mengukur tingkat kemampuan dalam berkomunikasi.
Pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 20 Desember 2014,
peneliti menyebarkan 80 skala yang digunakan untuk try out. Pada tanggal
21 Desember 2014, jumlah skala try out yang dapat digunakan sejumlah
56 skala. Hal tersebut dikarenakan terdapat 24 skala yang tidak kembali.
Peneliti menggunakan 56 skala tersebut untuk dilakukannya seleksi item.
<