• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara harga diri dengan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara harga diri dengan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma - USD Repository"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014 UNIVERSITAS SANATA

DHARMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Realita Kristy Putri Rasadi

099114099

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Whatever you make a request for in prayer, have faith that it has been

given to you, and you will have it.”

- Mark 11:24 -

“ Untuk menempuh sebuah perjalanan panjang, dibutuhkan sebuah

langkah untuk memulai.”

- Realita Kristy

“You only live once, but if you do it right, once is enough.”

Mae West

-“Everything you can imagine is real.”

Pablo Picasso

-“Happines is when what you think, what you say, and what you do are in

harmony.”

(5)

-v

SKRIPSI ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Yang senantiasa menyertai, menjaga dan membimbing hidupku,

Serta

Untuk keluargaku tercinta, pemberian Tuhan yang paling indah

Papa Susilo Adi

Mama Peni Raras Wiji Astuti

Mbah Uyut,

Mas Puput, Mba Rina, Dinda, Dek Bayu

Yang selalu mendukung dan memberikan cinta

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014 UNIVERSITAS SANATA

DHARMA

Realita Kristy Putri Rasadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah ada hubungan antara harga diri dengan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma. Hipotesis pada penelitian ini adalah semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin rendah kesepian yang dimiliki. Subjek dalam penelitian ini adalah 160 mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma dengan rentang usia antara 18 tahun sampai 19 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan dua buah skala yaitu skala harga diri dan skala kesepian. Koefisien reliabilitas dari skala harga diri adalah 0.827 dan koefisien reliabilitas dari skala kesepian adalah 0.881. Hasil penelitian yang diolah menggunakan SPSS 16.0 menghasilkan korelasi negatif sebesar -0.669. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara harga diri dengan kesepian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima.

(8)

viii

THE RELATION BETWEEN SELF-ESTEEM AND LONELINESS TO NEW GRADE 2013/2014 OF SANATA DHARMA UNIVERSITY

Realita Kristy Putri Rasadi

ABSTRACT

This research aim was to determine whether there is a relationship between self-esteem with loneliness to new grade 2013/2014 of Sanata Dharma University. Hypothesis in this research was more higher the level of someone’s self-esteem, more lower the level of loneliness. The research subjects were 160 new grade 2013/2014 of Sanata Dharma University from 18 to 19 years old. Data collecting was distributing the self-esteem scale and loneliness scale. The reliability coefficient of the self-esteem scale was 0.827 and the reliability coefficient of the loneliness scale was 0.881. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -0.669. This condition proved that there was negative correlation between self-esteem with loneliness . Thus,it can be concluded that the hypothesis was accepted.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat

dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

”Hubungan Antara Harga Diri dan Kesepian pada Mahasiswa Baru Angkatan

2013/2014 Universitas Sanata Dharma”, dengan baik.

Selama penulisan Skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak sehingga Skripsi dapat diselesaikan. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan dosen pendamping akademik.

2. Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Psi., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi

yang sudah dengan sabar membimbing saya selama proses pengerjaan

skripsi. Terima kasih untuk senyuman, keramahan dan perhatian yang

membuat saya selalu bersemangat. Ibu sudah seperti ibu kedua untuk saya

setelah ibu di rumah.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang sudah membagi semua ilmu dan

pengalamannya.

5. Karyawan Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mba Nanik, Mas Muji, Mas

Doni, Pak Gik, terima kasih untuk semua nasehat dan bimbingan dalam

(11)

xi

6. Papa ganteng dan mama cantik yang selalu menunggu di rumah. Terima

kasih untuk segala doa, nasehat, bimbingan, dan penguatan yang diberikan

dari jauh. Semoga skripsi ini bisa buat papa sama mama bangga. I love

you, ma,pa…

7. Mas Puput, Mba Rina, Dinda dan dek Bayu yang selalu membuat kangen

untuk pulang ke rumah. Terima kasih untuk semua canda, tawa dan

motivasi kalian selama proses pengerjaan skripsi.

8. Temen-teman ADT (Asisten Divisi Training) dan Mba Etta yang telah

mengenalkan sebuah dunia baru, dunia training. Terima kasih untuk semua

ilmu, kasih sayang dan perhatian. Be a leader,be a family…

9. My beloved sister, teman-teman dalam mengarungi kerasnya dunia

perkuliahan: Lala, Mba Evy, Rani, Ginza, Vera, Ika, Albert, Dinar. Selalu

ada kesan yang menyenangkan saat bersama kalian. Friendship forever…

10. Teman-teman bimbingan Bu Silvi: Odil, Sherly, Novi, Panjul, Angga,

Nana, Yoha, Leza, Mba Lusi. Terima kasih sudah menjadi teman berbagi

dalam hal skripsi. Keep Fighting….

11. Staf Perpustakaan Paingan, khususnya Pak Sunu dan temen-temen mitra

Perpustakaan Paingan: Mba Chandra, Mba Judith, Mba Mengty, Mas

Miko, Rani, Lana, Odil, Keket, Tika, Prima, Nasa, Nisa, Rema, Hani,

Iwan. Terima kasih karena selalu membuat hari-hariku semakin berwarna.

(12)

xii

12. Temen-temen Staff PPKM I 2013: Okvi, Martha, Al, Hoyi, Yulia, Yongki,

sama dek’ Edo. Senang rasanya bisa bekerja bersama kalian orang-orang

dengan kepribadian yang unik. Tetap Rendah Hati dan Luar Biasa….

13. My beloved friends (Forum Delapan): Ningrum, Agnes, Dunie, Dena,

Dina, Linda, Cindy. Kalian akan selalu jadi cerita yang paling manis dalam

perjalanan hidupku.

14. Temen-temen kos dewi: Alvia, Lidya, Nona, Anggi, Raisa, Prisilia, Istri,

Rani, Mita, Nanda, Koko Dicky, Cik Jojo. Teman untuk berbagi cerita,

pengalaman dan ilmu. Senang bisa bersama kalian dan menghabiskan

waktu ketika malam datang. Kos pasti sepi tanpa kalian semua.

15. Temen-temen PMK Eben-Haezer: Alvia, Viona, Raisa, Kak Chris, Lidya,

Leo, Nona, Ita, Mauren, Wisnu, Danar, Nicole, Esti, Novi, Gayu, dan

semua adik-adik angkatan 2013. Bersama kalian aku bisa jadi orang yang

lebih dekat dengan Tuhan. Terima kasih untuk semua dukungan dan

semangat di kala sedih dan senang. God Bless Us…

16. Seluruh mahasiswa baru angkatan 2013 yang sudah bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini dan juga para dosen yang sudah

memberikan ijin untuk membagi kuisioner.

17. Semua teman-teman yang ada di Universitas Sanata Dharma dan

pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik. Berdinamika bersama kalian adalah hal

(13)

xiii

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 29 April 2014

Penulis,

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

(15)

xv

A. Harga diri (Self-esteem) ... 12

1. Pengertian Harga diri ... 12

2. Aspek-aspek Harga diri ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri ... 15

4. Perwujudan Harga diri Rendah dan Harga diri Tinggi ... 16

B. Kesepian ... 18

1. Pengertian Kesepian ... 18

2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian ... 19

3. Tipe Kesepian ... 21

4. Penyebab Kesepian ... 22

5. Aspek-aspek dari Kesepian ... 25

6. Dampak Kesepian ... 26

C. Mahasiswa ... 27

1. Pengertian Mahasiswa ... 27

2. Kesepian pada Mahasiswa Baru ... 28

D. Hubungan antara Harga diri dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru Angkatan 2013/2014 ... 30

E. Bagan ... 32

F. Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Identifikasi Variabel ... 33

(16)

xvi

2. Variabel Dependent ... 33

C. Definisi Operasional ... 33

1. Harga diri (Self-esteem) ………. 33

2. Kesepian ……… 34

D. Subjek Penelitian ... 36

1. Mahasiswa Baru (Angkatan 2013/2014) ... 36

2. Rentang Usia 18-19 tahun ... 36

E. Metode Pengambilan Sampel ... 37

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37

1. Skala Kesepian ... 38

2. Skala Harga diri (Self-esteem) ... 39

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 41

1. Validitas Skala ... 41

A. Pelaksanaan Penelitian ... 48

B. Deskripsi Hasil Data ... 48

1. Deskripsi Subjek Penelitian... 48

(17)

xvii

3. Uji Hipotesis ... 51

4. Statistik Deskriptif (Hasil Tambahan) ... 52

C. Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 . Blue Print Skala Kesepian ... 39

Tabel 3.2 Pemberian Skor pada Skala Kesepian ... 39

Tabel 3.3 Blue Print Skala Harga diri (Self-esteem)... 40

Tabel 3.4 Pemberian Skor pada Skala Harga diri (Self-esteem) ... 41

Tabel 3.5 Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap 1 ... 42

Tabel 3.6 Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap II ... 43

Tabel 3.7 Distribusi Aitem Skala Harga diri pada Uji Tahap I ... 44

Tabel 3.8 Distribusi Aitem Skala Harga diri pada Uji Tahap II ... 45

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 49

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 49

Tabel 4.3 Normalitas Variabel Penelitian ... 50

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 64

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 75

Lampiran 3 Reliabilitas Skala Penelitian ... 83

Lampiran 4 Uji Normalitas ... 88

Lampiran 5 Uji Liniearitas ... 90

Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 92

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia diciptakan dengan dua sisi

yang berbeda. Pada satu sisi, manusia tercipta sebagai mahluk sosial. Sebagai

mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang

lain. Ketika seorang individu menjalin hubungan dengan orang lain, hal ini

memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal fisik dan

psikologis (Fiske, 2004 dalam Peplau, Sears dan Taylor, 2009).

Kebutuhan untuk menjalin relasi dengan orang lain muncul sejak

manusia dilahirkan (Berscheid & Regan, 2005). Hal ini terlihat dari bayi yang

baru dilahirkan membutuhkan perawat ataupun pengasuh untuk memenuhi

segala macam kebutuhannya. Bayi yang baru lahir juga memiliki kemampuan

untuk membentuk ikatan emosional dengan pengasuhnya. Selama hidupnya,

manusia akan terus menerus memenuhi kebutuhan akan hal relasi dengan

orang lain seperti teman, persahabatan maupun kekasih (Baumeister & Leary,

1995 dalam Peplau, Sears dan Taylor, 2009).

Seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan dari relasi sosial yang

mereka miliki. Menurut Robert Weiss (dalam Peplau, Sears dan Taylor,

2000), ada enam hal yang disebut sebagai keuntungan dalam menjalin relasi

yang baik dengan orang lain. Salah satu keuntungan ialah attachment atau

(21)

2

nyaman yang dihasilkan dari relasi sosial yang kita miliki. Sebagai contoh,

bayi yang biasanya memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tuanya.

Apabila relasi sosial yang dimiliki seseorang berada dalam kondisi yang

tidak memuaskan maka akan menimbulkan perasaan loneliness atau kesepian.

Kesepian adalah perasaan tidak menyenangkan secara subjektif yang

dirasakan ketika seseorang kekurangan sesuatu yang penting dalam relasi

sosialnya. Seseorang yang kesepian merasa tidak memiliki teman ataupun

seseorang saat mereka membutuhkannya. Selain itu, seseorang yang merasa

kesepian akan berpikir bahwa relasi sosial mereka tidak memiliki arti atau

tidak memuaskan (Perlman dan Peplau, 1998 dalam Peplau, Sears dan Taylor,

2009).

Kesepian adalah suatu fenomena yang dapat dirasakan oleh semua

orang baik dari kalangan anak-anak hingga lansia. Beberapa penelitian

mengatakan kesepian banyak ditemukan pada remaja dan dewasa awal.

Sedangkan pada usia lansia tingkat kesepian akan berkurang. Sebagai contoh

anak-anak dengan pengalaman perceraian pada kedua orang tuanya memiliki

kecenderungan untuk merasa kesepian pada saat remaja dibanding dengan

anak-anak yang tidak memiliki pengalaman tersebut (Perlman, 1990 dalam

Peplau, Sears dan Taylor, 2000).

Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa kasus yang disebabkan oleh

kesepian. Beberapa kasus antara lain seorang gadis (13 tahun) yang

mengkonsumsi narkoba dikarenakan merasa kesepian dan kekurangan kasih

(22)

sedangkan sang ayah sibuk dengan pekerjaaannya (http://regional.kompas.

com/read/2013/04/12/18015196/TKW.Dituding.Jadi.Penyebab.Maraknya.Nar

koba). Kasus lainnya yaitu seorang guru ngaji (45 tahun) dilaporkan ke pihak

polisi dikarenakan telah menyodomi 10 orang muridnya. Hal ini dikarenakan

sang guru merasa kesepian setelah bercerai dengan istrinya. Berdasarkan

kedua kasus di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang kehilangan seseorang

memiliki hubungan yang dekat akan mengalami kesepian. Kesepian yang

dirasakan diakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian yang dapat

berakibat pada hal-hal buruk seperti memakai narkoba atau pemerkosaan.

Menurut Weiss (dalam Gierveld dan Tilburg, 2006), kesepian dibagi

dalam dua tipe yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial. Kesepian sosial

terjadi ketika seseorang kekurangan relasi dengan jaringan sosial yang lebih

luas (sebagai contoh, teman atau tetangga). Tipe kesepian yang kedua yaitu

kesepian emosional yang dirasakan ketika seseorang kehilangan kelekatan

relasi dengan orang lain (sebagai contoh kehilangan saudara atau sahabat

baik). Kesepian emosional terjadi karena kehilangan seseorang yang memiliki

kedekatan secara khusus, hal ini biasa terjadi pada pasangan yang bercerai.

Kesepian model ini dicirikan dengan perasaan emptiness (kekosongan) dan

forlornness (ditinggalkan).

Beberapa penelitian yang meneliti tentang kesepian (Peplau dan

Perlman dalam Saleh A. Al Khatib, 2006) menemukan bahwa seseorang

dengan kepribadian seperti kurangnya kemampuan sosial, takut akan

(23)

4

Perubahan situasi dalam relasi sosial dan lingkungan juga menjadi faktor

dalam penyebab kesepian. Seseorang akan merasakan kesepian apabila

kehilangan relasi sosialnya dengan orang yang sangat berarti di hidupnya,

seperti kehilangan pasangan hidup atau perceraian.

Menurut Lyons (dalam Taylor, 2000) menyatakan bahwa beberapa

kesepian juga disebabkan karena kondisi hidup yang berubah. Beberapa

perubahan kondisi yang dapat memicu terjadinya kesepian antara lain, pindah

ke kota atau sekolah yang baru, bekerja di lingkungan kerja yang baru. Situasi

lain yang dapat menyebabkan munculnya perasaan kesepian yaitu berpisah

dengan teman dekat atau seseorang yang dicintai, dan berakhirnya sebuah

hubungan yang bermakna.

Faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian pada

mahasiswa baru adalah kegagalan dalam proses penyesuaian diri. Menurut

Haber dan Runyon (dalam Bangun, 2005) mengatakan bahwa salah satu ciri

seseorang yang mampu beradapatasi dengan lingkungan adalah terbentuknya

hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Seseorang dengan penyesuaian

diri yang baik akan merasa nyaman saat bersosialisasi dengan orang lain.

Namun, seseorang yang gagal dalam proses penyesuaian diri akan merasa

terkucil dan memilih untuk menjauh dari lingkungan sosialnya. Penyesuaian

diri adalah kemampuan seseorang untuk mengubah diri sesuai dengan

lingkungannya (Gerungan, 2009). Hal inilah yang memungkinkan memicu

(24)

Transisi dari lingkungan Sekolah Menengah Atas menuju Universitas

memungkinkan terjadinya pengalaman kesepian di kalangan mahasiswa. Hal

ini dikarenakan para mahasiswa yang harus meninggalkan daerah asal dan

keluarga yang mereka kenal. Banyak dari para mahasiswa yang merasa cemas

ketika harus meninggalkan daerah asal mereka dan bertemu dengan

orang-orang yang baru. Di tempat yang baru, mereka harus kembali membentuk

relasi sosial mereka yang baru (Santrock, 1995).

Berdasarkan sebuah wawancara informal peneliti dengan seorang

mahasiswa baru jurusan Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2012,

mengatakan bahwa di tahun pertamanya menjadi seorang mahasiswa sering

mengalami kesepian. Kesepian yang dirasakan lebih dikarenakan rasa rindu

kepada orang tua yang berada di luar kota. Perasaan kesepian yang dirasakan

juga berakibat pada kegiatan kuliahnya yaitu munculnya perasaan malas

untuk masuk kuliah. Ia lebih ingin untuk kembali ke daerah tempat asalnya

untuk bertemu dengan orang tuanya, karena disana ia bisa mendapatkan

perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.

Survey kecil yang dilakukan pada Bulan Mei 2013 kepada 30

responden mahasiswa angkatan baru 2012/2013 Universitas Sanata Dharma

ditemukan bahwa sebanyak 24 responden menyatakan pernah merasa

kesepian. Responden dengan perasaan kesepian berasal dari berbagai daerah,

yaitu 6 responden berasal dari Yogyakarta, 9 responden berasal dari Jawa dan

9 responden berasal dari Luar Pulau Jawa. Sebanyak 10 responden

(25)

6

rumah atau tempat asal mereka. Sebanyak 9 responden juga menyatakan

bahwa mereka merasakan kesepian karena kurang dapat berelasi dengan

teman di lingkungan baru.

Penelitian yang dilakukan setelah 2 minggu tahun ajaran baru dimulai,

menemukan bahwa ada 75% dari 354 mahasiswa di Amerika menyatakan

mereka merasa kesepian setelah mereka masuk dalam dunia Universitas.

Sebanyak 40% diantaranya mengatakan mereka merasakan kesepian dalam

intensitas sedang hingga rendah. Namun, kesepian tidak hanya dialami oleh

mahasiswa baru melainkan mahasiswa pada tingkat akhir pun rentan akan

perasaan kesepian (Santrock, 1995). Menurut Knox, Vail-Smith dan Zusman

mengatakan bahwa sebanyak 25% mahasiswa laki-laki dan 16.7% mahasiswa

perempuan mengalami mengalami kesepian (dalam Saleh A. Al Khatib,

2006).

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, kesepian dapat

berpengaruh pada beberapa segi kehidupan. Sebagai contoh, sebuah

penelitian telah menemukan bahwa kesepian berpengaruh secara signifikan

dengan kesehatan jantung dan tekanan darah (Caspi A, Harrington H., 2006).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kesepian

pada level tertentu dimungkinkan akan mengalami gangguan fisik seperti

jantung dan tekanan darah tinggi. Selain, itu, dari penelitian juga ditemukan

bahwa kesepian dapat memicu simptom depresif pada diri seseorang

(26)

disimpulkan bahwa kesepian yang dialami oleh seseorang sangat

mempengaruhi kesejahteraan seorang individu.

Sebuah penelitian tentang intervensi perasaan kesepian meneliti empat

strategi dalam mengurangi dampak kesepian pada seorang individu. Keempat

strategi dalam intervensi perasaan kesepian yaitu meningkatkan kemampuan

sosial, mengembangkan dukungan sosial, meningkatkan kesempatan dalam

interaksi sosial dan memetakan kognisi sosial yang maladaptif. Dari keempat

strategi tersebut, strategi tentang memetakan kognisi sosial yang maladaptif

adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi dampak kesepian pada

seorang individu. Di dalam strategi ini, diajarkan tentang cognitive behavioral

therapy dimana seseorang dapat mendeteksi perasaan otomatis negatif yang

timbul dalam dirinya. Ketika seseorang dapat mendeteksi perasaan tersebut,

maka seseorang dapat melakukan evaluasi dan kontrol terhadap perasaan

negatif yang dimiliki (Cacioppo, 2011).

Menurut beberapa penelitian, kesepian sering dihubungkan dengan

beberapa tipe kepribadian. Beberapa tipe kepribadian yang sering

dihubungkan dengan kesepian adalah kecemasan sosial dan rendahnya

asertivitas (Bruch, Kaflowitz & Pearl, 1988; Jones, Freemon & Goswick,

1981; Solano & Koester, 1989 dalam Burger, 2000). Seseorang yang merasa

kesepian sering digambarkan sebagai orang yang introvert, cemas dan peka

terhadap penolakan (Russell et al., 1980 dalam Burger 2000) dan tidak jarang

menderita depresi (Koenig, Isaacs, & Schwarts, 1994; Weeks et al., 1980

(27)

8

Seseorang yang kesepian merasa sulit untuk percaya kepada orang lain

(Rotenberg, 1994 dalam Burger, 2000). Selain itu, mereka kurang merasa

nyaman ketika orang lain bersikap terbuka (Rotenberg, 1997 dalam Burger

2000). Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan

sekitar mereka yang berakibat pada kewaspadaan yang berlebihan pada

ancaman lingkungan sosial. Seseorang dengan perasaan kesepian lebih

memandang dunia sebagai tempat yang mengancam dan selalu teringat pada

hubungan sosial yang negatif (Cacioppo, Hawkley, 2010).

Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) mengatakan bahwa salah satu

hal yang berkontribusi dalam pembentukan harga diri adalah perasaan

dihormati dan dihargai oleh orang lain. Ketika orang lain bersikap

menghargai dan menghormati kita, maka kita akan merasa nyaman untuk

berhubungan atau membangun sebuah relasi. Baumeister (dalam

Baumgardner, 2009) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki harga

diri akan memandang diri mereka sebagai individu yang berkompeten dan

menarik.

Rosenberg (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) juga

mengemukakan bahwa harga diri yang dimiliki seseorang dapat membuat

seseorang lebih bahagia, sukses dan nyaman saat berinteraksi dengan orang

lain. Humphreys (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) mengemukakan

bahwa seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki percaya

(28)

penerimaan terhadap diri maupun orang lain. Kedua hal inilah yang dapat

mengurangi dampak kesepian yang dirasakan oleh seseorang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumeister, Campbell,

Krueger dan Vohs (2003), menemukan bahwa harga diri dapat mengurangi

prasangka buruk dan diskriminasi. Bandura (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006)

mengatakan harga diri sebagai sebuah evaluasi yang positif terhadap diri

sendiri. Kohn (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006) juga mengatakan harga diri

sebagai penilaian yang baik pada diri sendiri tentang perilaku atau penilaian

terhadap diri dan karakteristik yang dimiliki.

Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa harga diri yang tinggi dapat

menurunkan tingkat stres. Seseorang dengan tingkat harga diri yang tinggi

memiliki harapan bahwa dirinya diterima oleh orang lain. Hal ini dikarenakan

mereka memiliki rasa nyaman dalam diri yang dapat membuat mereka

berhasil dalam membangun relasi dengan orang lain, sehingga mereka pun

tidak lagi merasa kesepian (Buss, 1995). Sebaliknya, seseorang dengan

tingkat harga diri yang rendah kurang memiliki keyakinan akan penerimaan

dari orang lain, sehingga mereka sangat rentan terhadap penolakan.

Melalui penelitian ini hendak dilihat apakah ada korelasi antara harga

diri dengan perasaan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014

Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini penting dilakukan karena perasaan

kesepian dapat berdampak buruk bagi kehidupan mahasiswa, antara lain

munculnya perasaan depresi (Hermann & Betz dalam Saleh A. Al Khatib,

(29)

10

munculnya suasana hati yang buruk, seperti kecemasan dan kemarahan

(Cacioppo et al., dalam Saleh A. Al Khatib, 2006). Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi yang dapat membantu para mahasiswa baru

dalam mengurangi perasaan kesepian yang dirasakan. Dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi tentang perasaan kesepian yang

selama ini masih dianggap sebagai perasaan yang tidak terlalu penting.

Namun, pada kenyataannya perasaan kesepian memiliki dampak yang cukup

buruk pada kesehatan fisik maupun psikologis.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kesepian pada

mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kesepian pada

mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

perkembangan ilmu psikologi, khususnya bidang sosial dan

perkembangan tentang variabel-variabel lain yang mempengaruhi

(30)

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang perasaan kesepian dan membantu para mahasiswa baru dalam

(31)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) 1. Pengertian Harga diri

Menurut Bandura (1986), harga diri adalah sebuah penilaian

terhadap diri yang didasarkan pada kemampuan pribadi dan segala

nilai-nilai positif dan negatif yang berasal dari budaya. Harga diri juga dapat

diartikan sebagai sebuah komponen penilaian dari konsep diri

(Baumeister dan Coppersmith dalam Crothers, 2009). Harga diri

didasarkan pada perasaan tentang diri dan penilaian yang dibuat oleh diri

sendiri (Brown, 2006). Menurut Santrock (2008), harga diri adalah

penilaian secara global pada diri sendiri.

Coopersmith (1967), harga diri adalah perhargaan terhadap diri

yang diekspresikan dalam sikap seorang individu yang ditujukan untuk

diri sendiri. Harga diri adalah pengalaman subjektif yang disalurkan

kepada orang lain melalui verbal maupun perilaku yang nampak. Harga

diri adalah sebuah perasaan positif maupun negatif tentang diri yang

dihasilkan dari penilaian terhadap diri (Baron, 1995). Sehingga harga diri

dapat dikatakan sebagai penilaian yang dilakukan seseorang tentang baik

dan buruknya diri mereka (Campbell & Epstein dalam Baron, 1995).

Harga diri adalah suatu hasil evaluasi yang dilakukan oleh diri

(32)

diri secara fisik melainkan juga kualitas diri. Harga diri yang dimiliki

seseorang dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada diri

seseorang. Konsep diri adalah sekumpulan informasi yang dapat

menjelaskan siapa diri kita. Ketika seseorang memiliki harga diri yang

tinggi mereka akan merasa bahwa diri mereka baik, menarik,

berkompeten, sehingga hal ini dapat membentuk konsep diri yang baik.

Sebaliknya, seseorang dengan harga diri yang rendah mereka cenderung

memiliki konsep diri yang kurang baik (Campbell, 1990). Mereka

cenderung bersikap pesimis, rentan terhadap kritik atau respon negatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri

adalah penilaian terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif yang

didasarkan pada kemampuan pribadi dan nilai-nilai yang berasal dari

budaya.

2. Aspek-aspek Harga diri

Menurut Coopersmith (1967) ada empat aspek dalam membangun

harga diri, yaitu

a. Keberartian (significance)

Seseorang yang memiliki harga diri dapat diukur melalui

kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang

lain. Seluruh hal ini dapat digolongkan dalam kategori penerimaan

dan ketenaran atau kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan

dari orang lain ditandai dengan kehangatan, ketertarikan dan respon

(33)

14

yang selalu memberikan dukungan dan semangat membuat sang

anak memiliki ketertarikan untuk beraktifitas, menjalin hubungan

dekat dengan orang lain (bersahabat). Pengaruh dari ungkapan kasih

sayang menghasilkan sebuah penghargaan yang kita terima dari

orang lain.

b. Kekuasaan (power)

Hal ini dapat diukur melalui kemampuan seseorang dalam

mengontrol perilakunya dan perilaku orang lain. Dalam beberapa

situasi kekuasaan dinyatakan oleh pengakuan dan rasa hormat yang

diterima. Tindakan untuk meningkatkan keseimbangan sosial,

kepemimpinan, dan kebebasan disampaikan dengan asertif, penuh

semangat, dan penyelidikan pada suatu tindakan. Keberartian

disampaikan oleh pengakuan pada peningkatan akan pengalaman

mandiri dan kontrol terhadap diri sendiri dan orang lain.

c. Kemampuan (competence)

Kemampuan adalah kesuksesan seseorang untuk memenuhi

tuntutan prestasi. Kemampuan ditandai oleh tingginya tingkat

performansi dengan variasi tugas yang sesuai dengan tahapan

usianya. Sebagai contoh, pada remaja putri, kita akan berasumsi

bahwa prestasi di bidang akademik dan atletik adalah dua area yang

digunakan untuk menilai kemampuan. Pelatihan kebebasan dan

prestasi akan meningkatkan keaktifan dan peran kompetitif saat

(34)

didasarkan pada ketangkasan, nilai dan aspirasi yang dimiliki oleh

seseorang.

d. Kebajikan (virtue)

Kebajikan dapat ditandai dengan ketaatan pada moral, etika,

dan prinsip-prinsip religius. Seseorang yang taat pada etika dan

nilai-nilai religius yang mereka terima dan maknai dianggap memiliki

sikap yang positif dengan kesuksesan akan pemenuhan tujuan yang

tinggi. Perasaan berharga yang mereka miliki akan diwarnai dengan

kebajikan, kebenaran, dan spiritualitas.

Berdasarkan rincian di atas terdapat empat aspek yang berpengaruh

pada pembentukan harga diri dalam diri seseorang, yaitu keberartian

(significance), kekuasaan (power), kemampuan (competence), dan

kebajikan (virtue). Keberartian (significance) dapat diukur melalui

kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain.

Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol

perilakunya maupun perilaku orang lain. Kemampuan (competence)

ditandai dengan kesuksesan seseorang dalam memenuhi tanggung jawab

dan tuntutan prestasinya. Kebajikan (virtue) ditandai dengan ketaatan

seseorang pada moral, etika, dan prinsip-prinsip religius.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri

Menurut Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) ada empat faktor

(35)

16

a. Kuantitas dari rasa hormat, penerimaan dan perhatian yang

seseorang terima dari orang yang berarti di hidup mereka.

Akibatnya, kita menghargai diri kita karena kita dihargai.

b. Sejarah dari kesuksesan, status maupun posisi yang kita peroleh di

dunia. Pada umumnya, kesuksesan menghasilkan pengakuan yang

direlasikan dengan status seseorang dalam sebuah komunitas.

Pengakuan adalah salah satu bentuk yang nyata dari harga diri dan

dapat diukur melalui material dari hasil kesuksesan dan penerimaan

sosial.

c. Pengalaman yang diinterpretasi dan dimodifikasi selaras dengan nilai

dan aspirasi seorang individu. Keberhasilan dan kekuatan tidak

secara langsung dapat dirasakan tetapi disaring dengan tujuan dan

nilai-nilai yang ada pada seorang individu.

d. Cara seseorang dalam memberikan respon terhadap devaluasi. Hal

ini dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan

harga diri saat dihadapkan dengan penilaian negatif dari orang lain

ataupun kegagalan yang dialami.

4. Perwujudan Harga diri Rendah dan Harga diri Tinggi

Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki pandangan yang

baik terhadap diri mereka. Mereka memandang diri mereka sebagai

individu yang sukses, memiliki kompetensi dan menarik (Baumeister,

dkk dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, orang dengan harga diri yang

(36)

menggapai tujuan mereka (McFarlin dan Blascovich dalam

Baumgardner, 2009).

Harga diri yang tinggi dapat melawan stres dan perasaan khawatir

yang disebabkan berbagai pengalaman hidup yang merusak gambaran

diri (Baumeister dan Steele dalam Baumgardner, 2009). Harga diri dapat

dijadikan sebagai sumber coping (penanggulangan) dalam melawan

kegagalan, kehilangan, kritik, dan masalah dengan orang lain. Individu

dengan harga diri yang tinggi tidak mudah untuk larut dalam

peristiwa-peristiwa negatif yang dialami dan dapat menjaga harapan-harapan

positif (dalam Baumgardner, 2009).

Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki keyakinan yang

positif terhadap dirinya. Mereka memandang diri mereka sebagai

seseorang yang menarik, menyenangkan dan memiliki kemampuan

(dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, seseorang dengan harga diri

yang tinggi memiliki keyakinan bahwa mereka mendapatkan penerimaan

yang baik dari orang lain. Keyakinan akan penerimaan dari orang lain

yang membuat mereka berhasil membangun hubungan dengan sosialnya

(Buss, 1995).

Ketika seseorang memiliki harga diri yang rendah, mereka

cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka adalah seseorang yang

gagal dan kurang berkompeten. Seseorang dengan harga diri yang rendah

mempunyai pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Selain itu,

(37)

18

peristiwa-peristiwa negatif yang ada dalam hidupnya. Hal inilah yang

membuat mereka sangat sensitif pada alur kehidupan mereka yang naik

turun (Baumeister dkk dalam Baumgardner, 2009).

Seseorang dengan harga diri yang rendah memiliki keyakinan

bahwa orang lain kurang dapat menerima diri mereka. Hal inilah yang

menjadikan mereka kurang dapat bersikap asertif dan sangat rentan

terhadap penolakan dari orang lain (Buss, 1995).

B. KESEPIAN

1. Pengertian Kesepian

Setiap manusia yang ada di dunia lahir sebagai mahluk sosial dan

mahluk individu. Keberadaannya sebagai mahluk sosial mengharuskan

seseorang untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain. Hal ini

dikarenakan mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi

segala macam kebutuhan mereka. Namun pada kenyataannya banyak

individu yang merasa kesulitan untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal

ini akan berakibat pada seseorang yang merasa kesepian.

Kesepian adalah reaksi secara emosional dan kognitif ketika

seseorang memiliki hubungan yang lebih sedikit ataupun kurang

memuaskan bila dibandingkan dengan apa yang diharapkan (Archibald,

Bartholomew & Marx dalam Baron & Byrne, 2003). Seseorang yang

merasa kesepian bukanlah orang yang tidak ingin memiliki teman,

(38)

mendapatkannya (Burger dalam Baron & Byrne 2003). Menurut Perlman

dan Peplau (1994), kesepian adalah perasaan subjektif yang tidak

menyenangkan ketika seseorang kehilangan hal penting dalam hubungan

sosialnya. Seseorang yang merasa kesepian tidak memiliki teman

ataupun jumlah teman yang mereka miliki lebih sedikit dari apa yang

mereka inginkan. Selain itu, seseorang yang merasa kesepian akan

merasa hubungan sosialnya kurang berarti atau kurang memberikan

kepuasan seperti yang dibayangkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah suatu

perasaan yang kurang menyenangkan karena kehilangan hal penting

dalam hubungan sosialnya. Perasaan kesepian yang mereka alami karena

hubungan sosial yang mereka miliki tidak sesuai dengan yang

diharapkan.

2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian

Peplau dan Perlman (1979) membagi manifestasi atau perwujudan

dari perasaan kesepian menjadi tiga kategoris, yaitu

a. Manifestasi afektif

Perasaan kesepian yang seseorang rasakan diwujudkan dalam

bentuk perasaan dan pengalaman yang negatif. Beberapa perasaan

negatif yang dapat muncul adalah kurang bahagia, kurang puas

dengan hubungan sosialnya, pesimis dan depresi. Selain itu, mereka

(39)

20

b. Manifestasi kognitif

Manifestasi kognitif lebih didasarkan pada perhatian atau

fokus yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan perasaan

kesepian akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi secara

efektif. Mereka lebih berfokus pada diri mereka sendiri (

self-focused). Self-focused yang tinggi dapat terlihat dalam hubungan

interpersonalnya, seperti memberikan respon yang sedikit terhadap

pertanyaan yang dilontarkan oleh orang lain. Seseorang dengan

perasaan kesepian akan lebih waspada dalam menjalin hubungan

dengan orang lain. Mereka cenderung bersikap lebih sensitif

terhadap respon yang diberikan oleh orang lain.

c. Manifestasi perilaku (behavioral)

Manifestasi perilaku adalah cerminan dari pemikiran negatif

yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian. Beberapa

perilaku yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian yaitu,

adanya pola yang berbeda dalam hal penyingkapan (self-disclosure)

bila dibandingkan dengan orang yang tidak merasa kesepian. Pada

seseorang yang merasa kesepian, mereka dapat mengungkapkan

seluruh isi hatinya kepada orang lain atau hanya menyimpan semua

permasalahan berat mereka untuk diri mereka sendiri. Kedua,

mereka juga akan menampilkan perilaku yang selalu berfokus hanya

pada diri mereka sendiri. Ketiga, seseorang dengan perasaan

(40)

sosial mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka enggan untuk

mengambil risiko yang mungkin muncul saat mereka akan menjalin

hubungan sosialnya.

3. Tipe Kesepian

Menurut Robert Weiss (Weiss dalam Taylor, Peplau dan Sears

1994) kesepian dibagi menjadi dua tipe, yaitu

a. Emotional loneliness (kesepian secara emosional)

Kesepian secara emosional terjadi ketika seseorang kehilangan

sosok lekat (an intimateattachment figure) yang mereka miliki.

Sebagai contoh, seorang anak kecil yang lekat dengan sosok orang

tuanya atau untuk orang dewasa antara suami istri atau sahabat

dekatnya.

b. Social loneliness (kesepian secara sosial)

Kesepian secara sosial terjadi ketika seseorang kekurangan

relasi atau kurang terhubung dengan jaringan yang lebih luas yang

ada di sekitarnya (perkumpulan atau organisasi).

Menurut Zimmerman (dalam Gierveld, Tilburg, Dykstra, 2006)

membagi kesepian dalam dua tipe, yaitu

a. Kesepian tipe positif

Kesepian ini terjadi saat seseorang lebih memilih untuk pergi

atau meninggalkan kegiatan dalam keseharian mereka. Kemudian

mereka lebih memfokuskan pada tujuan yang lebih tinggi seperti

(41)

22

b. Kesepian tipe negatif

Tipe kesepian ini didasarkan pada perasaan kurang

menyenangkan yang disebabkan karena kurangnya hubungan sosial

atau kontak sosial dengan lingkungan sekitar.

4. Penyebab Kesepian

Menurut Baron and Byrne (2003) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian, yaitu

a. Faktor genetis

Perilaku dapat dipengaruhi oleh genetika. Orang tua dengan

gen yang pesimis, depresi dan interaksi yang bermusuhan dengan

lingkungan sekitar terdapat kemungkinan bahwa keturunan mereka

juga memiliki gen yang sama. Sehingga gen-gen yang diturunkan

tersebut dapat memicu seseorang mengalami perasaan yang sama

yaitu kesepian.

b. Pengalaman individu

Seseorang yang mengalami kesepian sebagai akibat dari

interaksi sosial dengan teman sebaya yang kurang berhasil dapat

dikarenakan pengalaman masa lalunya. Pada masa kanak-kanaknya,

seseorang yang mengalami kesepian dimungkinkan gagal untuk

membangun keterampilan sosialnya sehingga hal ini akan

mempengaruhi interaksi sosialnya di masa dewasa. Sebagai contoh,

(42)

pemalu dan menarik diri sangat memungkinkan mendapatkan

penolakan untuk menjadi teman bermain.

c. Pengaruh budaya

Dalam hal ini setiap budaya yang berbeda memiliki cara

pandang yang berbeda pula terhadap hubungan sosial. Di Amerika

Utara, seseorang yang tidak dapat membangun hubungan yang intim

akan dianggap sebagai suatu kesalahan yang besar. Sedangkan di

Asia Selatan, seseorang dengan perasaan kesepian lebih dikaitkan

pada ketidakmampuan personal, seperti pada kekurangan karakter.

Menurut Burger (2011) terdapat beberapa hal yang menyebabkan

seseorang merasa kesepian, yaitu

a. Pemberian prasangka yang buruk kepada orang lain di setiap situasi

sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Christensen dan Kashy (dalam

Burger, 2011) menunjukkan bahwa saat sekelompok mahasiswa

yang memiliki perasaan kesepian dihadapkan dengan orang yang

baru mereka kenal maka mahasiswa yang memiliki perasaan

kesepian menilai diri mereka lebih baik dibandingkan dengan orang

yang baru mereka kenal. Seseorang dengan perasaan kesepian tidak

banyak menampilkan ketertarikan mereka pada orang lain. Hal ini

dikarenakan mereka merasa ragu-ragu dan telah menaruh curiga

apabila orang yang baru mereka kenal merasa bosan di akhir

(43)

24

b. Kemampuan sosial yang kurang baik

Seseorang dengan kemampuan sosial yang kurang baik

cenderung menghadapi kesulitan saat mereka membangun hubungan

sosialnya dengan orang orang lain. Hal ini dikarenakan mereka tidak

belajar bagaimana cara untuk berinteraksi ataupun berkomunikasi

yang baik dengan orang lain. Berdasarkan sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Jones, Hobbs dan Hockenbury (dalam Burger, 2011)

menunjukkan bahwa individu dengan perasaan kesepian lebih sedikit

menunjukkan ketertarikannya pada orang lain. Seseorang dengan

perasaan kesepian jarang untuk memberikan respon dan komentar

terhadap pernyataan yang diberikan oleh orang lain. Hal ini bukan

dikarenakan sikap mereka kurang sopan kepada orang lain,

melainkan mereka kurang mengerti bagaimana cara untuk

membangun hubungan dengan orang lain.

c. Penyingkapan (disclosure)

Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa

seseorang dengan perasaan kesepian kurang sadar dengan kebiasaan

yang ada di daerah sekitarnya (Chelune, dkk dalam Burger, 2011).

Terkadang mereka dapat terlalu membuka atau gagal dalam

mengungkapkan diri mereka saat orang lain mengharapkannya.

Sehingga tidak jarang orang lain memandang aneh atau bahkan

bersikap menjauh.

(44)

5. Aspek-aspek Kesepian

Seseorang dengan perasaan kesepian memiliki beberapa aspek

(dalam Baron and Byrne, 2005), yaitu

a. Memiliki keterampilan sosial yang kurang baik

Pada dasarnya seseorang dengan kemampuan sosial yang

kurang cenderung tidak sensitif dan kurang tertarik dengan

lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang menjadikan mereka kurang

dapat mendengarkan keterbukaan dari orang lain. Sebaliknya,

mereka lebih memilih untuk selalu membuka diri baik sedikit

maupun banyak kepada orang lain. Pada tingkat yang lebih ekstrim,

seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang sering terlibat

dalam tindakan-tindakan yang merugikan atau menyakiti orang lain.

Hal ini membuat mereka dijauhi oleh orang-orang yang ada di

sekitar mereka dan sulit untuk mendapatkan teman.

b. Negatifitas personal

Negatifitas personal muncul karena seseorang merasa kurang

bahagia atau tidak puas dengan keadaan diri. Negatifitas personal

akan memicu timbulnya kepercayaan bahwa orang lain juga berpikir

negatif tentang mereka. Ketika orang lain merespon secara negatif,

maka negatifitas personal yang ada dalam diri akan makin

(45)

26

c. Rendah diri

Seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang, menyadari

sekali bahwa diri mereka sangatlah buruk dalam fungsi sosialnya.

Sehingga mereka lebih memilih untuk menghindari orang lain, demi

meminimalkan rasa malu dan terhina.

6. Dampak Kesepian

Seseorang dengan perasaan kesepian cenderung menghabiskan

waktunya dengan berbagai kegiatan yang dilakukan seorang diri dan

sedikitnya teman yang mereka miliki. Terkadang mereka merasa

tersingkir oleh orang-orang yang ada di sekitar mereka. Selain itu,

mereka sudah menanamkan sebuah kepercayaan bahwa mereka berbeda

dengan orang yang mereka temui (R. A. Bell, Russell, Peplau & Cutrona

dalam Baron dan Byrne, 2003).

Pada orang-orang yang merasa kesepian akan timbul perasaan

negatif, seperti perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan dan

ketidakpuasan yang dihubungkan dengan perasaan pesimis, bersalah dan

perasaan malu (Anderson dkk, dalam Baron dan Byrne, 2003). Mereka

juga digambarkan sebagai individu yang sulit dalam melakukan

penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar mereka (Lau & Gruen, dalam

(46)

C. MAHASISWA

1. Pengertian Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Djamil, 2008),

mahasiswa adalah siswa di perguruan tinggi. Winkel (2010), mahasiswa

adalah seseorang yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan

tinggi setelah menamatkan pendidikannya ditingkat sekolah menengah

tingkat atas. Saat memasuki tahap pendidikan di perguruan tinggi, maka

seseorang akan mengalami beberapa tantangan baru pada tahap ini.

Beberapa tantangan baru yang akan dihadapi pada tahap perguruan

tinggi, antara lain penyesuaian dengan corak kehidupan di kampus,

penyesuaian tuntutan belajar akademik di masa perguruan tinggi dengan

corak kehidupan dalam suatu asrama atau tempat kos. Selain itu,

seseorang yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi

akan melakukan penyesuain dalam hal pergaulan baru dengan jenis lain.

Menurut UUSPN, Pasal 16, yang menyatakan bahwa pendidikan

tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, PP Nomor 30 Tahun

1990 tentang Pendidikan Tinggi menetapkan: “Tujuan pendidikan tinggi

adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan akademik dan/ atau professional yang dapat

menerapkan, mengembangkan dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan

teknologi dan/ kesenian; serta mengembangkan dan menyebarluaskan

ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau kesenian mengupayakan

(47)

28

memperkaya kehidupan nasional. Sedangkan dalam PP Nomor 3, Tahun

1990 Pasal 4, menjelaskan bahwa pendidikan akademik mengutamakan

peningkatan mutu dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan, seperti

terjadi di sekolah tinggi, institusi serta universitas. Dalam pendidikan

professional diutamakan peningkatan kemampuan penerapan ilmu

pengetahuan, seperti terjadi di akademi, politeknik, sekolah tinggi,

institute dan universitas (yang kelima-limanya adalah suatu satuan

perguruan tinggi yang mandiri) (Winkel dan Hastuti, 2010).

Mahasiswa memiliki rentang usia antara 18/19 tahun sampai 24/25

tahun. Rentang umur tersebut dikelompokkan atas beberapa kelompok

usia 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I

sampai dengan semester IV; dan kelompok usia 21/22 tahun sampai

24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester

VIII (Winkel dan Hastuti, 2010).

2. Kesepian pada Mahasiswa Baru

Kesepian yang terjadi pada seorang individu dapat dipicu oleh

berbagai hal. Beberapa hal yang dapat memicu seseorang merasakan

kesepian yaitu perubahan situasi dalam kehidupan seseorang. Perubahan

situasi yang dialami oleh seseorang mengharuskan mereka untuk

berpisah dari orang terdekat. Sebagai contoh, ketika seseorang harus

berpindah ke suatu kota yang baru atau berpindah ke pekerjaan yang baru

(48)

Ketika seseorang hendak melanjutkan pendidikan dari tingkat

Sekolah Menengah Atas menuju tingkat perguruan tinggi tidak jarang

mengalami kesepian. Kesepian yang mereka alami sering disebabkan

karena mereka harus berpisah berpindah dari tempat asal mereka dan

berpisah dari orang terdekat. Banyak dari mereka merasa cemas karena

harus berpisah dengan keluarga mereka dan tinggal di lingkungan yang

baru. Di lingkungan yang baru, mereka harus membangun relasi dengan

orang-orang baru yang mereka temui. Hal inilah yang memungkinkan

seorang mahasiswa baru merasa kesepian apabila mereka gagal dalam

membangun relasi dan beradaptasi dengan orang-orang baru (Santrock,

1995).

Kesepian yang dirasakan oleh seorang mahasiswa baru juga

disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Menurut Haber dan Runyon (dalam Bangun, 2005)

mengatakan bahwa seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik

dapat membangun hubungan sosial yang baik dengan orang lain.

Seseorang dengan penyesuaian diri yang baik juga merasa nyaman untuk

dapat bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga ketika seorang

mahasiswa baru dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka ia

akan merasa nyaman untuk berhubungan dengan orang lain dan terhindar

dari perasaan kesepian. Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang

(49)

30

D. HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014

Kesepian adalah suatu bentuk emosi ataupun kognitif yang tidak

menyenangkan yang diakibatkan karena hilangnya hal penting dalam

hubungan sosialnya. Seseorang yang merasa kesepian cenderung merasa

hubungan sosialnya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Hal

inilah yang dirasakan oleh seseorang yang hendak melanjutkan

pendidikannya dari tingkat Sekolah Menengah Atas menuju perguruan tinggi.

Mereka akan merasa kesepian karena harus berpisah dari orang terdekat

mereka. Sebagian dari mereka sering merasa cemas karena harus membangun

relasi yang baru di tempat yang baru. Hal inilah yang dapat memicu perasaan

kesepian pada diri seorang mahasiswa baru.

Kesepian yang ada pada diri seseorang dapat disebabkan oleh beberapa

hal. Hal tersebut antara lain kurangnya kemampuan sosial yang dimiliki.

Seseorang dengan kemampuan sosial yang kurang cenderung bersikap kurang

sensitif dan tidak tertarik dengan orang lain. Mereka lebih memilih untuk

selalu membuka diri atau menceritakan diri mereka pada orang lain tanpa

memperhatikan keadaan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan mereka

enggan untuk mau mendengarkan keterbukaan dari orang lain.

Ketika seseorang mengalami kesepian, mereka cenderung memiliki

negativitas personal. Mereka cenderung memiliki keyakinan bahwa orang

lain memiliki pandangan yang negatif terhadap diri mereka. Selain itu,

(50)

Hal ini juga akan berpengaruh pada interaksi sosialnya sehingga orang lain

pun akan merespon perilaku mereka dengan negatif. Seseorang dengan

perasaan kesepian juga memiliki kecenderungan bersikap rendah diri. Mereka

akan menilai diri mereka secara negatif. Sehingga penilaian negatif yang

mereka miliki akan membuat mereka malu atau enggan untuk berelasi dengan

orang lain.

Pandangan terhadap diri yang negatif dan penerimaan dari sosial yang

kurang dapat dihindari ketika seseorang memiliki harga diri yang tinggi.

Harga diri adalah suatu penilaian terhadap diri yang positif maupun negatif

yang didasarkan pada budaya yang mereka miliki.

Seseorang dengan harga diri yang tinggi akan memandang diri mereka

secara positif. Mereka akan merasa bahwa diri mereka adalah individu yang

sukses, menarik dan menyenangkan. Keyakinan inilah yang juga

menimbulkan perasaan bahwa mereka mendapat penerimaan yang positif dari

orang lain. Ketika mereka yakin bahwa orang lain menerima mereka dengan

positif, merekapun dapat membangun hubungan sosial yang baik. Hal inilah

(51)

32

E. BAGAN

Bagan 2. 1 Dinamika Hubungan antara Harga diri dan Kesepian

F. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori mengenai harga diri dan kesepian, maka

penelitian ini mendapatkan sebuah hipotesis bahwa ada hubungan yang

negatif antara harga diri dengan kesepian. Semakin tinggi harga diri yang

dimiliki oleh seseorang maka semakin rendah kesepian yang dirasakan.

Sebaliknya, semakin rendah harga diri yang dimiliki oleh seseorang maka

semakin tinggi kesepian yang dirasakan. Harga diri

Tinggi

Penilaian pada diri yang positif

Keyakinan akan penerimaan yang baik dari orang lain

(52)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian korelasional.

Penelitian korelasional merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan

untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti. Pada penelitian ini

peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel yaitu harga diri dan

kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata

Dharma.

B. Identifikasi Variabel

Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu

1. Variabel Independent

Variabel independent dalam penelitian ini adalah harga diri (

self-esteem).

2. Variabel Dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kesepian.

C. Definisi Operasional

1. Harga diri (Self-esteem)

Harga diri adalah penilaian positif maupun negatif terhadap diri

(53)

34

indikator-indikator yang terdapat dalam empat aspek harga diri yang

dikemukakan oleh Coopersmith (1967), yaitu

a. Keberartian (significance)

1. Perasaan dihargai oleh orang lain

2. Perasaan diperhatikan oleh orang lain

b. Kekuasaan (power)

1. Kemampuan untuk mengontrol perilaku diri sendiri

2. Kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain

c. Kemampuan (competence)

1. Mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik

2. Mampu untuk memecahkan masalah

d. Kebajikan (virtue)

1. Taat pada moral dan etika yang berlaku dalam masyarakat

2. Taat pada prinsip-prinsip religius yang dianut

Perolehan skor yang tinggi pada skala harga diri menunjukkan

bahwa seseorang memiliki tingkat harga diri yang tinggi atau positif,

namun perolehan skor yang rendah pada skala harga diri menunjukkan

bahwa tingkat harga diri yang rendah atau negatif.

2. Kesepian

Kesepian adalah perasaan yang muncul pada diri seseorang ketika

harapannya untuk berhubungan baik dengan orang lain tidak terwujud.

(54)

kesepian pada seseorang didasarkan pada manifestasi (perwujudan) dari

kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman (1979), yaitu

a. Manifestasi afektif

Perasaan kesepian yang seseorang rasakan diwujudkan dalam

bentuk perasaan dan pengalaman yang negatif.

b. Manifestasi kognitif (atau motifasional)

Manifestasi kognitif didasarkan pada perhatian atau fokus yang

dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan perasaan kesepian akan

mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi secara efektif. Mereka

lebih berfokus pada diri mereka sendiri (self-focused).

c. Manifestasi perilaku (behavioral)

Manifestasi perilaku adalah perwujudan pemikiran negatif

yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian berupa perilaku

negatif.

Perolehan skor yang tinggi pada skala kesepian menunjukkan

bahwa seseorang memiliki perasaan kesepian yang tinggi, sedangkan

perolehan skor yang rendah pada skala kesepian menunjukkan bahwa

(55)

36

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa kriteria

yaitu,

1. Mahasiswa Baru (Angkatan 2013/2014)

Menurut Winkel (2010) mahasiswa adalah seseorang yang

melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi setelah

menamatkan pendidikannya ditingkat sekolah menengah tingkat atas.

Mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian adalah mahasiswa baru

angkatan 2013/2014. Mahasiswa baru angkatan 2013/2014 adalah

mahasiswa yang baru memasuki tingkat pendidikan perguruan tinggi

pada tahun ajaran 2013/2014. Menurut Santrock (1995), berpendapat

bahwa seseorang yang mengalami transisi dari masa Sekolah Menengah

Atas menuju tingkat perguruan tinggi tidak jarang mengalami kesepian.

Hal ini dikarenakan pada masa transisi ini mereka harus berpindah dari

tempat asal mereka dan berpisah dengan orang terdekat. Di lingkungan

yang baru mereka harus membangun relasi dengan orang-orang baru

yang mereka temui. Hal inilah yang memungkinkan seorang mahasiswa

baru merasa kesepian apabila mereka gagal dalam membangun relasi dan

beradaptasi dengan orang-orang baru.

2. Rentang Usia 18-19 tahun

Penelitian ini menggunakan subjek dengan rentang usia 18 hingga

19 tahun yang dapat dikategorikan dalam usia remaja (17 hingga 21

(56)

selama masa remaja, sahabat menjadi kebutuhan yang sangat penting

untuk dipenuhi. Sullivan menyatakan bahwa intimasi yang dibangun

pada masa remaja awal dapat memotivasi remaja untuk mencari sahabat.

Namun, apabila seorang remaja gagal dalam membina hubungan yang

akrab seperti persahabatan akan memiliki kemungkinan mengalami

kesepian.

E. Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sample

non probabilitas. Teknik sample non probabilitas adalah teknik pengambilan

sampel dimana setiap anggota tidak memiliki peluang atau kesempatan yang

sama untuk menjadi sampel (Noor, 2012). Pengambilan data dalam penelitian

ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling

dilakukan dengan memilih sampel sesuai kriteria-kriteria tertentu.

Kriteria-kriteria dalam pemilihan sampel antara lain, mahasiswa baru (angkatan 2013)

dan rentang usia 18 sampai dengan 19 tahun (Noor, 2012).

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah skala Likert. Peneliti memilih skala Likert karena skala ini digunakan

untuk mengungkapkan sikap pro dan kontra atau setuju dan tidak setuju

terhadap suatu objek sosial. Skala Likert memuat tentang

(57)

38

dalam penelitian adalah skala tentang kesepian dan skala tentang harga diri

(self-esteem).

Pernyataan sikap yang ada pada skala dibagi dalam dua macam yaitu

aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable berisi tentang

pernyataan-pernyataan yang mendukung dari indikator dari variabel yang

ingin diteliti. Aitem unfavorable berisi tentang pernyataan-pernyataan yang

tidak mendukung indikator dari variabel yang ingin diteliti (Azwar, 2006).

Pada skala terdapat empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak

setuju, dan sangat tidak setuju.

Kedua skala dalam penelitian ini akan dijadikan dalam satu kesatuan

berbentuk booklet. Adapun perincian dari kedua skala yaitu,

1. Skala Kesepian

Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesepian pada

subjek adalah skala kesepian. Aitem-aitem pada skala ini dibuat dalam

dua macam, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem

favorable didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang mendukung

manifestasi (perwujudan) dari perasaan kesepian. Aitem unfavorable

didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung

manifestasi (perwujudan) dari perasaan kesepian. Manifestasi

(perwujudan) dari perasaan kesepian antara lain manifestasi afektif,

manifestasi kognitif, manifestasi perilaku. Skala ini dibuat dengan empat

(58)

(TS), ”sangat tidak setuju” (STS). Jumlah aitem dalam penelitian adalah

Pemberian Skor pada Skala Kesepian

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

2. Skala Harga diri (Self-esteem)

Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat harga diri yang

dimiliki oleh subjek adalah skala harga diri. Aitem-aitem pada skala ini

dibuat dalam dua macam, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable.

(59)

40

mendukung aspek-aspek dari harga diri. Aitem unfavorable didasarkan

pada pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung aspek-aspek dari

harga diri. Aspek-aspek tersebut adalah keberartian (significance),

kekuasaan (power), kemampuan (competence), dan kebajikan (virtue).

Skala ini dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju” (SS), “setuju” (S), “tidak setuju” (TS), ”sangat tidak setuju”

(STS).Jumlah aitem dalam penelitian adalah 56 aitem yang terdiri dari 28

aitem favorable dan 28 aitem unfavorable.

Tabel 3.3

Blue Print Skala Harga diri (Self-esteem)

(60)

Tabel 3.4

Pemberian Skor pada Skala Harga diri (Self-esteem)

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala

Validitas adalah suatu pengukuran yang digunakan untuk

mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengukur apa yang hendak

diukur dalam penelitian. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah validitas isi. Validitas isi didasarkan pada pendapat profesional

(professional judgment). Pada penelitian ini penilaian oleh profesional

dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi

menguji kesesuaian antara aitem-aitem pada skala dengan aspek-aspek

yang akan diukur (Suryabrata, 2008).

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan dengan korelasi aitem total menggunakan

SPSS 16.00 for Windows. Seleksi aitem didasarkan pada daya

diskriminasi aitem yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total

(61)

42

2006). Seleksi aitem ini akan dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji tahap I

dan uji tahap II. Hal ini bertujuan agar aitem-aitem yang akan digunakan

dalam penelitian memiliki daya diskriminasi yang benar-benar baik.

a. Skala Kesepian

Berdasarkan hasil uji coba tahap I aitem skala kesepian yang

dilakukan pada 90 responden didapatkan hasil bahwa sebanyak 27

aitem dinyatakan lolos seleksi dari 42 aitem total awal. Aitem yang

dinyatakan lolos dalam seleksi adalah aitem dengan koefisien

korelasi aitem total (rix) ≥ 0,30. Berikut ini adalah distribusi aitem skala kesepian pada uji coba tahap I,

Tabel 3.5

Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap I

Aspek Aitem Total

aitem yang dinyatakan gugur dalam seleksi.

Pada uji tahap I skala kesepian dari 42 aitem yang diujikan

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3 Blue Print Skala Harga diri (Self-esteem)
Tabel 3.4 Pemberian Skor pada Skala Harga diri (Self-esteem)
Tabel 3.5 Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari variabel yang mempengaruhi kinerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi termasuk dalam faktor fisik

Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas)

Penulis ingin merancang sebuah media promosi dan informasi sebagai penunjang penyelenggaraan kegiatan kampus pada Perguruan Tinggi Raharja dalam bentuk media komunikasi visual

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis konsumsi energi yang digunakan mulai dari tahap pengelolaan tanaman hingga penanganan pasca panen kopi

Tumpukan sampah pada TPA Antang Makassar menghasilkan pencemaran berupa lindi yang mengandung logam berat salah satunya yaitu Timbal (Pb) yang dapat mencemari air sumur

Sementara itu, sebagaimana pada gambar 4.6 nilai periode dominan dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekerasan batuan penyusun yang terdapat dalam

Dimension reduction : the informative bands are selected based on the wavelet transform to produce relevant bands for making use of MLC and to test the effect of dimension

Tujuan Penyusunan Buku Pedoman Keuangan bertujuan memberikan pemahaman yang sama dan sebagai pedoman bagi pengelola keuangan dan pelaksana anggaran pada seluruh program