HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014 UNIVERSITAS SANATA
DHARMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Realita Kristy Putri Rasadi
099114099
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“Whatever you make a request for in prayer, have faith that it has been
given to you, and you will have it.”
- Mark 11:24 -
“ Untuk menempuh sebuah perjalanan panjang, dibutuhkan sebuah
langkah untuk memulai.”
- Realita Kristy–
“You only live once, but if you do it right, once is enough.”
Mae West
-“Everything you can imagine is real.”
Pablo Picasso
-“Happines is when what you think, what you say, and what you do are in
harmony.”
-v
SKRIPSI ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Yang senantiasa menyertai, menjaga dan membimbing hidupku,
Serta
Untuk keluargaku tercinta, pemberian Tuhan yang paling indah
Papa Susilo Adi
Mama Peni Raras Wiji Astuti
Mbah Uyut,
Mas Puput, Mba Rina, Dinda, Dek Bayu
Yang selalu mendukung dan memberikan cinta
vii
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014 UNIVERSITAS SANATA
DHARMA
Realita Kristy Putri Rasadi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah ada hubungan antara harga diri dengan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma. Hipotesis pada penelitian ini adalah semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin rendah kesepian yang dimiliki. Subjek dalam penelitian ini adalah 160 mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma dengan rentang usia antara 18 tahun sampai 19 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan dua buah skala yaitu skala harga diri dan skala kesepian. Koefisien reliabilitas dari skala harga diri adalah 0.827 dan koefisien reliabilitas dari skala kesepian adalah 0.881. Hasil penelitian yang diolah menggunakan SPSS 16.0 menghasilkan korelasi negatif sebesar -0.669. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara harga diri dengan kesepian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima.
viii
THE RELATION BETWEEN SELF-ESTEEM AND LONELINESS TO NEW GRADE 2013/2014 OF SANATA DHARMA UNIVERSITY
Realita Kristy Putri Rasadi
ABSTRACT
This research aim was to determine whether there is a relationship between self-esteem with loneliness to new grade 2013/2014 of Sanata Dharma University. Hypothesis in this research was more higher the level of someone’s self-esteem, more lower the level of loneliness. The research subjects were 160 new grade 2013/2014 of Sanata Dharma University from 18 to 19 years old. Data collecting was distributing the self-esteem scale and loneliness scale. The reliability coefficient of the self-esteem scale was 0.827 and the reliability coefficient of the loneliness scale was 0.881. The result was processed by SPSS 16.0 and showed negative correlation in the amount of -0.669. This condition proved that there was negative correlation between self-esteem with loneliness . Thus,it can be concluded that the hypothesis was accepted.
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat
dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
”Hubungan Antara Harga Diri dan Kesepian pada Mahasiswa Baru Angkatan
2013/2014 Universitas Sanata Dharma”, dengan baik.
Selama penulisan Skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga Skripsi dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan dosen pendamping akademik.
2. Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Psi., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi
yang sudah dengan sabar membimbing saya selama proses pengerjaan
skripsi. Terima kasih untuk senyuman, keramahan dan perhatian yang
membuat saya selalu bersemangat. Ibu sudah seperti ibu kedua untuk saya
setelah ibu di rumah.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang sudah membagi semua ilmu dan
pengalamannya.
5. Karyawan Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mba Nanik, Mas Muji, Mas
Doni, Pak Gik, terima kasih untuk semua nasehat dan bimbingan dalam
xi
6. Papa ganteng dan mama cantik yang selalu menunggu di rumah. Terima
kasih untuk segala doa, nasehat, bimbingan, dan penguatan yang diberikan
dari jauh. Semoga skripsi ini bisa buat papa sama mama bangga. I love
you, ma,pa…
7. Mas Puput, Mba Rina, Dinda dan dek Bayu yang selalu membuat kangen
untuk pulang ke rumah. Terima kasih untuk semua canda, tawa dan
motivasi kalian selama proses pengerjaan skripsi.
8. Temen-teman ADT (Asisten Divisi Training) dan Mba Etta yang telah
mengenalkan sebuah dunia baru, dunia training. Terima kasih untuk semua
ilmu, kasih sayang dan perhatian. Be a leader,be a family…
9. My beloved sister, teman-teman dalam mengarungi kerasnya dunia
perkuliahan: Lala, Mba Evy, Rani, Ginza, Vera, Ika, Albert, Dinar. Selalu
ada kesan yang menyenangkan saat bersama kalian. Friendship forever…
10. Teman-teman bimbingan Bu Silvi: Odil, Sherly, Novi, Panjul, Angga,
Nana, Yoha, Leza, Mba Lusi. Terima kasih sudah menjadi teman berbagi
dalam hal skripsi. Keep Fighting….
11. Staf Perpustakaan Paingan, khususnya Pak Sunu dan temen-temen mitra
Perpustakaan Paingan: Mba Chandra, Mba Judith, Mba Mengty, Mas
Miko, Rani, Lana, Odil, Keket, Tika, Prima, Nasa, Nisa, Rema, Hani,
Iwan. Terima kasih karena selalu membuat hari-hariku semakin berwarna.
xii
12. Temen-temen Staff PPKM I 2013: Okvi, Martha, Al, Hoyi, Yulia, Yongki,
sama dek’ Edo. Senang rasanya bisa bekerja bersama kalian orang-orang
dengan kepribadian yang unik. Tetap Rendah Hati dan Luar Biasa….
13. My beloved friends (Forum Delapan): Ningrum, Agnes, Dunie, Dena,
Dina, Linda, Cindy. Kalian akan selalu jadi cerita yang paling manis dalam
perjalanan hidupku.
14. Temen-temen kos dewi: Alvia, Lidya, Nona, Anggi, Raisa, Prisilia, Istri,
Rani, Mita, Nanda, Koko Dicky, Cik Jojo. Teman untuk berbagi cerita,
pengalaman dan ilmu. Senang bisa bersama kalian dan menghabiskan
waktu ketika malam datang. Kos pasti sepi tanpa kalian semua.
15. Temen-temen PMK Eben-Haezer: Alvia, Viona, Raisa, Kak Chris, Lidya,
Leo, Nona, Ita, Mauren, Wisnu, Danar, Nicole, Esti, Novi, Gayu, dan
semua adik-adik angkatan 2013. Bersama kalian aku bisa jadi orang yang
lebih dekat dengan Tuhan. Terima kasih untuk semua dukungan dan
semangat di kala sedih dan senang. God Bless Us…
16. Seluruh mahasiswa baru angkatan 2013 yang sudah bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini dan juga para dosen yang sudah
memberikan ijin untuk membagi kuisioner.
17. Semua teman-teman yang ada di Universitas Sanata Dharma dan
pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Berdinamika bersama kalian adalah hal
xiii
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 29 April 2014
Penulis,
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
xv
A. Harga diri (Self-esteem) ... 12
1. Pengertian Harga diri ... 12
2. Aspek-aspek Harga diri ... 13
3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri ... 15
4. Perwujudan Harga diri Rendah dan Harga diri Tinggi ... 16
B. Kesepian ... 18
1. Pengertian Kesepian ... 18
2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian ... 19
3. Tipe Kesepian ... 21
4. Penyebab Kesepian ... 22
5. Aspek-aspek dari Kesepian ... 25
6. Dampak Kesepian ... 26
C. Mahasiswa ... 27
1. Pengertian Mahasiswa ... 27
2. Kesepian pada Mahasiswa Baru ... 28
D. Hubungan antara Harga diri dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru Angkatan 2013/2014 ... 30
E. Bagan ... 32
F. Hipotesis ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
A. Jenis Penelitian ... 33
B. Identifikasi Variabel ... 33
xvi
2. Variabel Dependent ... 33
C. Definisi Operasional ... 33
1. Harga diri (Self-esteem) ………. 33
2. Kesepian ……… 34
D. Subjek Penelitian ... 36
1. Mahasiswa Baru (Angkatan 2013/2014) ... 36
2. Rentang Usia 18-19 tahun ... 36
E. Metode Pengambilan Sampel ... 37
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37
1. Skala Kesepian ... 38
2. Skala Harga diri (Self-esteem) ... 39
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 41
1. Validitas Skala ... 41
A. Pelaksanaan Penelitian ... 48
B. Deskripsi Hasil Data ... 48
1. Deskripsi Subjek Penelitian... 48
xvii
3. Uji Hipotesis ... 51
4. Statistik Deskriptif (Hasil Tambahan) ... 52
C. Pembahasan ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 . Blue Print Skala Kesepian ... 39
Tabel 3.2 Pemberian Skor pada Skala Kesepian ... 39
Tabel 3.3 Blue Print Skala Harga diri (Self-esteem)... 40
Tabel 3.4 Pemberian Skor pada Skala Harga diri (Self-esteem) ... 41
Tabel 3.5 Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap 1 ... 42
Tabel 3.6 Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap II ... 43
Tabel 3.7 Distribusi Aitem Skala Harga diri pada Uji Tahap I ... 44
Tabel 3.8 Distribusi Aitem Skala Harga diri pada Uji Tahap II ... 45
Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 49
Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 49
Tabel 4.3 Normalitas Variabel Penelitian ... 50
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 64
Lampiran 2 Skala Penelitian ... 75
Lampiran 3 Reliabilitas Skala Penelitian ... 83
Lampiran 4 Uji Normalitas ... 88
Lampiran 5 Uji Liniearitas ... 90
Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia diciptakan dengan dua sisi
yang berbeda. Pada satu sisi, manusia tercipta sebagai mahluk sosial. Sebagai
mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang
lain. Ketika seorang individu menjalin hubungan dengan orang lain, hal ini
memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal fisik dan
psikologis (Fiske, 2004 dalam Peplau, Sears dan Taylor, 2009).
Kebutuhan untuk menjalin relasi dengan orang lain muncul sejak
manusia dilahirkan (Berscheid & Regan, 2005). Hal ini terlihat dari bayi yang
baru dilahirkan membutuhkan perawat ataupun pengasuh untuk memenuhi
segala macam kebutuhannya. Bayi yang baru lahir juga memiliki kemampuan
untuk membentuk ikatan emosional dengan pengasuhnya. Selama hidupnya,
manusia akan terus menerus memenuhi kebutuhan akan hal relasi dengan
orang lain seperti teman, persahabatan maupun kekasih (Baumeister & Leary,
1995 dalam Peplau, Sears dan Taylor, 2009).
Seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan dari relasi sosial yang
mereka miliki. Menurut Robert Weiss (dalam Peplau, Sears dan Taylor,
2000), ada enam hal yang disebut sebagai keuntungan dalam menjalin relasi
yang baik dengan orang lain. Salah satu keuntungan ialah attachment atau
2
nyaman yang dihasilkan dari relasi sosial yang kita miliki. Sebagai contoh,
bayi yang biasanya memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tuanya.
Apabila relasi sosial yang dimiliki seseorang berada dalam kondisi yang
tidak memuaskan maka akan menimbulkan perasaan loneliness atau kesepian.
Kesepian adalah perasaan tidak menyenangkan secara subjektif yang
dirasakan ketika seseorang kekurangan sesuatu yang penting dalam relasi
sosialnya. Seseorang yang kesepian merasa tidak memiliki teman ataupun
seseorang saat mereka membutuhkannya. Selain itu, seseorang yang merasa
kesepian akan berpikir bahwa relasi sosial mereka tidak memiliki arti atau
tidak memuaskan (Perlman dan Peplau, 1998 dalam Peplau, Sears dan Taylor,
2009).
Kesepian adalah suatu fenomena yang dapat dirasakan oleh semua
orang baik dari kalangan anak-anak hingga lansia. Beberapa penelitian
mengatakan kesepian banyak ditemukan pada remaja dan dewasa awal.
Sedangkan pada usia lansia tingkat kesepian akan berkurang. Sebagai contoh
anak-anak dengan pengalaman perceraian pada kedua orang tuanya memiliki
kecenderungan untuk merasa kesepian pada saat remaja dibanding dengan
anak-anak yang tidak memiliki pengalaman tersebut (Perlman, 1990 dalam
Peplau, Sears dan Taylor, 2000).
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa kasus yang disebabkan oleh
kesepian. Beberapa kasus antara lain seorang gadis (13 tahun) yang
mengkonsumsi narkoba dikarenakan merasa kesepian dan kekurangan kasih
sedangkan sang ayah sibuk dengan pekerjaaannya (http://regional.kompas.
com/read/2013/04/12/18015196/TKW.Dituding.Jadi.Penyebab.Maraknya.Nar
koba). Kasus lainnya yaitu seorang guru ngaji (45 tahun) dilaporkan ke pihak
polisi dikarenakan telah menyodomi 10 orang muridnya. Hal ini dikarenakan
sang guru merasa kesepian setelah bercerai dengan istrinya. Berdasarkan
kedua kasus di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang kehilangan seseorang
memiliki hubungan yang dekat akan mengalami kesepian. Kesepian yang
dirasakan diakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian yang dapat
berakibat pada hal-hal buruk seperti memakai narkoba atau pemerkosaan.
Menurut Weiss (dalam Gierveld dan Tilburg, 2006), kesepian dibagi
dalam dua tipe yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial. Kesepian sosial
terjadi ketika seseorang kekurangan relasi dengan jaringan sosial yang lebih
luas (sebagai contoh, teman atau tetangga). Tipe kesepian yang kedua yaitu
kesepian emosional yang dirasakan ketika seseorang kehilangan kelekatan
relasi dengan orang lain (sebagai contoh kehilangan saudara atau sahabat
baik). Kesepian emosional terjadi karena kehilangan seseorang yang memiliki
kedekatan secara khusus, hal ini biasa terjadi pada pasangan yang bercerai.
Kesepian model ini dicirikan dengan perasaan emptiness (kekosongan) dan
forlornness (ditinggalkan).
Beberapa penelitian yang meneliti tentang kesepian (Peplau dan
Perlman dalam Saleh A. Al Khatib, 2006) menemukan bahwa seseorang
dengan kepribadian seperti kurangnya kemampuan sosial, takut akan
4
Perubahan situasi dalam relasi sosial dan lingkungan juga menjadi faktor
dalam penyebab kesepian. Seseorang akan merasakan kesepian apabila
kehilangan relasi sosialnya dengan orang yang sangat berarti di hidupnya,
seperti kehilangan pasangan hidup atau perceraian.
Menurut Lyons (dalam Taylor, 2000) menyatakan bahwa beberapa
kesepian juga disebabkan karena kondisi hidup yang berubah. Beberapa
perubahan kondisi yang dapat memicu terjadinya kesepian antara lain, pindah
ke kota atau sekolah yang baru, bekerja di lingkungan kerja yang baru. Situasi
lain yang dapat menyebabkan munculnya perasaan kesepian yaitu berpisah
dengan teman dekat atau seseorang yang dicintai, dan berakhirnya sebuah
hubungan yang bermakna.
Faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian pada
mahasiswa baru adalah kegagalan dalam proses penyesuaian diri. Menurut
Haber dan Runyon (dalam Bangun, 2005) mengatakan bahwa salah satu ciri
seseorang yang mampu beradapatasi dengan lingkungan adalah terbentuknya
hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Seseorang dengan penyesuaian
diri yang baik akan merasa nyaman saat bersosialisasi dengan orang lain.
Namun, seseorang yang gagal dalam proses penyesuaian diri akan merasa
terkucil dan memilih untuk menjauh dari lingkungan sosialnya. Penyesuaian
diri adalah kemampuan seseorang untuk mengubah diri sesuai dengan
lingkungannya (Gerungan, 2009). Hal inilah yang memungkinkan memicu
Transisi dari lingkungan Sekolah Menengah Atas menuju Universitas
memungkinkan terjadinya pengalaman kesepian di kalangan mahasiswa. Hal
ini dikarenakan para mahasiswa yang harus meninggalkan daerah asal dan
keluarga yang mereka kenal. Banyak dari para mahasiswa yang merasa cemas
ketika harus meninggalkan daerah asal mereka dan bertemu dengan
orang-orang yang baru. Di tempat yang baru, mereka harus kembali membentuk
relasi sosial mereka yang baru (Santrock, 1995).
Berdasarkan sebuah wawancara informal peneliti dengan seorang
mahasiswa baru jurusan Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2012,
mengatakan bahwa di tahun pertamanya menjadi seorang mahasiswa sering
mengalami kesepian. Kesepian yang dirasakan lebih dikarenakan rasa rindu
kepada orang tua yang berada di luar kota. Perasaan kesepian yang dirasakan
juga berakibat pada kegiatan kuliahnya yaitu munculnya perasaan malas
untuk masuk kuliah. Ia lebih ingin untuk kembali ke daerah tempat asalnya
untuk bertemu dengan orang tuanya, karena disana ia bisa mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
Survey kecil yang dilakukan pada Bulan Mei 2013 kepada 30
responden mahasiswa angkatan baru 2012/2013 Universitas Sanata Dharma
ditemukan bahwa sebanyak 24 responden menyatakan pernah merasa
kesepian. Responden dengan perasaan kesepian berasal dari berbagai daerah,
yaitu 6 responden berasal dari Yogyakarta, 9 responden berasal dari Jawa dan
9 responden berasal dari Luar Pulau Jawa. Sebanyak 10 responden
6
rumah atau tempat asal mereka. Sebanyak 9 responden juga menyatakan
bahwa mereka merasakan kesepian karena kurang dapat berelasi dengan
teman di lingkungan baru.
Penelitian yang dilakukan setelah 2 minggu tahun ajaran baru dimulai,
menemukan bahwa ada 75% dari 354 mahasiswa di Amerika menyatakan
mereka merasa kesepian setelah mereka masuk dalam dunia Universitas.
Sebanyak 40% diantaranya mengatakan mereka merasakan kesepian dalam
intensitas sedang hingga rendah. Namun, kesepian tidak hanya dialami oleh
mahasiswa baru melainkan mahasiswa pada tingkat akhir pun rentan akan
perasaan kesepian (Santrock, 1995). Menurut Knox, Vail-Smith dan Zusman
mengatakan bahwa sebanyak 25% mahasiswa laki-laki dan 16.7% mahasiswa
perempuan mengalami mengalami kesepian (dalam Saleh A. Al Khatib,
2006).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, kesepian dapat
berpengaruh pada beberapa segi kehidupan. Sebagai contoh, sebuah
penelitian telah menemukan bahwa kesepian berpengaruh secara signifikan
dengan kesehatan jantung dan tekanan darah (Caspi A, Harrington H., 2006).
Pada penelitian ini ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kesepian
pada level tertentu dimungkinkan akan mengalami gangguan fisik seperti
jantung dan tekanan darah tinggi. Selain, itu, dari penelitian juga ditemukan
bahwa kesepian dapat memicu simptom depresif pada diri seseorang
disimpulkan bahwa kesepian yang dialami oleh seseorang sangat
mempengaruhi kesejahteraan seorang individu.
Sebuah penelitian tentang intervensi perasaan kesepian meneliti empat
strategi dalam mengurangi dampak kesepian pada seorang individu. Keempat
strategi dalam intervensi perasaan kesepian yaitu meningkatkan kemampuan
sosial, mengembangkan dukungan sosial, meningkatkan kesempatan dalam
interaksi sosial dan memetakan kognisi sosial yang maladaptif. Dari keempat
strategi tersebut, strategi tentang memetakan kognisi sosial yang maladaptif
adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi dampak kesepian pada
seorang individu. Di dalam strategi ini, diajarkan tentang cognitive behavioral
therapy dimana seseorang dapat mendeteksi perasaan otomatis negatif yang
timbul dalam dirinya. Ketika seseorang dapat mendeteksi perasaan tersebut,
maka seseorang dapat melakukan evaluasi dan kontrol terhadap perasaan
negatif yang dimiliki (Cacioppo, 2011).
Menurut beberapa penelitian, kesepian sering dihubungkan dengan
beberapa tipe kepribadian. Beberapa tipe kepribadian yang sering
dihubungkan dengan kesepian adalah kecemasan sosial dan rendahnya
asertivitas (Bruch, Kaflowitz & Pearl, 1988; Jones, Freemon & Goswick,
1981; Solano & Koester, 1989 dalam Burger, 2000). Seseorang yang merasa
kesepian sering digambarkan sebagai orang yang introvert, cemas dan peka
terhadap penolakan (Russell et al., 1980 dalam Burger 2000) dan tidak jarang
menderita depresi (Koenig, Isaacs, & Schwarts, 1994; Weeks et al., 1980
8
Seseorang yang kesepian merasa sulit untuk percaya kepada orang lain
(Rotenberg, 1994 dalam Burger, 2000). Selain itu, mereka kurang merasa
nyaman ketika orang lain bersikap terbuka (Rotenberg, 1997 dalam Burger
2000). Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan
sekitar mereka yang berakibat pada kewaspadaan yang berlebihan pada
ancaman lingkungan sosial. Seseorang dengan perasaan kesepian lebih
memandang dunia sebagai tempat yang mengancam dan selalu teringat pada
hubungan sosial yang negatif (Cacioppo, Hawkley, 2010).
Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) mengatakan bahwa salah satu
hal yang berkontribusi dalam pembentukan harga diri adalah perasaan
dihormati dan dihargai oleh orang lain. Ketika orang lain bersikap
menghargai dan menghormati kita, maka kita akan merasa nyaman untuk
berhubungan atau membangun sebuah relasi. Baumeister (dalam
Baumgardner, 2009) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki harga
diri akan memandang diri mereka sebagai individu yang berkompeten dan
menarik.
Rosenberg (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) juga
mengemukakan bahwa harga diri yang dimiliki seseorang dapat membuat
seseorang lebih bahagia, sukses dan nyaman saat berinteraksi dengan orang
lain. Humphreys (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) mengemukakan
bahwa seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki percaya
penerimaan terhadap diri maupun orang lain. Kedua hal inilah yang dapat
mengurangi dampak kesepian yang dirasakan oleh seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumeister, Campbell,
Krueger dan Vohs (2003), menemukan bahwa harga diri dapat mengurangi
prasangka buruk dan diskriminasi. Bandura (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006)
mengatakan harga diri sebagai sebuah evaluasi yang positif terhadap diri
sendiri. Kohn (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006) juga mengatakan harga diri
sebagai penilaian yang baik pada diri sendiri tentang perilaku atau penilaian
terhadap diri dan karakteristik yang dimiliki.
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa harga diri yang tinggi dapat
menurunkan tingkat stres. Seseorang dengan tingkat harga diri yang tinggi
memiliki harapan bahwa dirinya diterima oleh orang lain. Hal ini dikarenakan
mereka memiliki rasa nyaman dalam diri yang dapat membuat mereka
berhasil dalam membangun relasi dengan orang lain, sehingga mereka pun
tidak lagi merasa kesepian (Buss, 1995). Sebaliknya, seseorang dengan
tingkat harga diri yang rendah kurang memiliki keyakinan akan penerimaan
dari orang lain, sehingga mereka sangat rentan terhadap penolakan.
Melalui penelitian ini hendak dilihat apakah ada korelasi antara harga
diri dengan perasaan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014
Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini penting dilakukan karena perasaan
kesepian dapat berdampak buruk bagi kehidupan mahasiswa, antara lain
munculnya perasaan depresi (Hermann & Betz dalam Saleh A. Al Khatib,
10
munculnya suasana hati yang buruk, seperti kecemasan dan kemarahan
(Cacioppo et al., dalam Saleh A. Al Khatib, 2006). Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi yang dapat membantu para mahasiswa baru
dalam mengurangi perasaan kesepian yang dirasakan. Dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang perasaan kesepian yang
selama ini masih dianggap sebagai perasaan yang tidak terlalu penting.
Namun, pada kenyataannya perasaan kesepian memiliki dampak yang cukup
buruk pada kesehatan fisik maupun psikologis.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kesepian pada
mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kesepian pada
mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
perkembangan ilmu psikologi, khususnya bidang sosial dan
perkembangan tentang variabel-variabel lain yang mempengaruhi
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang perasaan kesepian dan membantu para mahasiswa baru dalam
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) 1. Pengertian Harga diri
Menurut Bandura (1986), harga diri adalah sebuah penilaian
terhadap diri yang didasarkan pada kemampuan pribadi dan segala
nilai-nilai positif dan negatif yang berasal dari budaya. Harga diri juga dapat
diartikan sebagai sebuah komponen penilaian dari konsep diri
(Baumeister dan Coppersmith dalam Crothers, 2009). Harga diri
didasarkan pada perasaan tentang diri dan penilaian yang dibuat oleh diri
sendiri (Brown, 2006). Menurut Santrock (2008), harga diri adalah
penilaian secara global pada diri sendiri.
Coopersmith (1967), harga diri adalah perhargaan terhadap diri
yang diekspresikan dalam sikap seorang individu yang ditujukan untuk
diri sendiri. Harga diri adalah pengalaman subjektif yang disalurkan
kepada orang lain melalui verbal maupun perilaku yang nampak. Harga
diri adalah sebuah perasaan positif maupun negatif tentang diri yang
dihasilkan dari penilaian terhadap diri (Baron, 1995). Sehingga harga diri
dapat dikatakan sebagai penilaian yang dilakukan seseorang tentang baik
dan buruknya diri mereka (Campbell & Epstein dalam Baron, 1995).
Harga diri adalah suatu hasil evaluasi yang dilakukan oleh diri
diri secara fisik melainkan juga kualitas diri. Harga diri yang dimiliki
seseorang dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada diri
seseorang. Konsep diri adalah sekumpulan informasi yang dapat
menjelaskan siapa diri kita. Ketika seseorang memiliki harga diri yang
tinggi mereka akan merasa bahwa diri mereka baik, menarik,
berkompeten, sehingga hal ini dapat membentuk konsep diri yang baik.
Sebaliknya, seseorang dengan harga diri yang rendah mereka cenderung
memiliki konsep diri yang kurang baik (Campbell, 1990). Mereka
cenderung bersikap pesimis, rentan terhadap kritik atau respon negatif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri
adalah penilaian terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif yang
didasarkan pada kemampuan pribadi dan nilai-nilai yang berasal dari
budaya.
2. Aspek-aspek Harga diri
Menurut Coopersmith (1967) ada empat aspek dalam membangun
harga diri, yaitu
a. Keberartian (significance)
Seseorang yang memiliki harga diri dapat diukur melalui
kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang
lain. Seluruh hal ini dapat digolongkan dalam kategori penerimaan
dan ketenaran atau kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan
dari orang lain ditandai dengan kehangatan, ketertarikan dan respon
14
yang selalu memberikan dukungan dan semangat membuat sang
anak memiliki ketertarikan untuk beraktifitas, menjalin hubungan
dekat dengan orang lain (bersahabat). Pengaruh dari ungkapan kasih
sayang menghasilkan sebuah penghargaan yang kita terima dari
orang lain.
b. Kekuasaan (power)
Hal ini dapat diukur melalui kemampuan seseorang dalam
mengontrol perilakunya dan perilaku orang lain. Dalam beberapa
situasi kekuasaan dinyatakan oleh pengakuan dan rasa hormat yang
diterima. Tindakan untuk meningkatkan keseimbangan sosial,
kepemimpinan, dan kebebasan disampaikan dengan asertif, penuh
semangat, dan penyelidikan pada suatu tindakan. Keberartian
disampaikan oleh pengakuan pada peningkatan akan pengalaman
mandiri dan kontrol terhadap diri sendiri dan orang lain.
c. Kemampuan (competence)
Kemampuan adalah kesuksesan seseorang untuk memenuhi
tuntutan prestasi. Kemampuan ditandai oleh tingginya tingkat
performansi dengan variasi tugas yang sesuai dengan tahapan
usianya. Sebagai contoh, pada remaja putri, kita akan berasumsi
bahwa prestasi di bidang akademik dan atletik adalah dua area yang
digunakan untuk menilai kemampuan. Pelatihan kebebasan dan
prestasi akan meningkatkan keaktifan dan peran kompetitif saat
didasarkan pada ketangkasan, nilai dan aspirasi yang dimiliki oleh
seseorang.
d. Kebajikan (virtue)
Kebajikan dapat ditandai dengan ketaatan pada moral, etika,
dan prinsip-prinsip religius. Seseorang yang taat pada etika dan
nilai-nilai religius yang mereka terima dan maknai dianggap memiliki
sikap yang positif dengan kesuksesan akan pemenuhan tujuan yang
tinggi. Perasaan berharga yang mereka miliki akan diwarnai dengan
kebajikan, kebenaran, dan spiritualitas.
Berdasarkan rincian di atas terdapat empat aspek yang berpengaruh
pada pembentukan harga diri dalam diri seseorang, yaitu keberartian
(significance), kekuasaan (power), kemampuan (competence), dan
kebajikan (virtue). Keberartian (significance) dapat diukur melalui
kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain.
Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol
perilakunya maupun perilaku orang lain. Kemampuan (competence)
ditandai dengan kesuksesan seseorang dalam memenuhi tanggung jawab
dan tuntutan prestasinya. Kebajikan (virtue) ditandai dengan ketaatan
seseorang pada moral, etika, dan prinsip-prinsip religius.
3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri
Menurut Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) ada empat faktor
16
a. Kuantitas dari rasa hormat, penerimaan dan perhatian yang
seseorang terima dari orang yang berarti di hidup mereka.
Akibatnya, kita menghargai diri kita karena kita dihargai.
b. Sejarah dari kesuksesan, status maupun posisi yang kita peroleh di
dunia. Pada umumnya, kesuksesan menghasilkan pengakuan yang
direlasikan dengan status seseorang dalam sebuah komunitas.
Pengakuan adalah salah satu bentuk yang nyata dari harga diri dan
dapat diukur melalui material dari hasil kesuksesan dan penerimaan
sosial.
c. Pengalaman yang diinterpretasi dan dimodifikasi selaras dengan nilai
dan aspirasi seorang individu. Keberhasilan dan kekuatan tidak
secara langsung dapat dirasakan tetapi disaring dengan tujuan dan
nilai-nilai yang ada pada seorang individu.
d. Cara seseorang dalam memberikan respon terhadap devaluasi. Hal
ini dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan
harga diri saat dihadapkan dengan penilaian negatif dari orang lain
ataupun kegagalan yang dialami.
4. Perwujudan Harga diri Rendah dan Harga diri Tinggi
Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki pandangan yang
baik terhadap diri mereka. Mereka memandang diri mereka sebagai
individu yang sukses, memiliki kompetensi dan menarik (Baumeister,
dkk dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, orang dengan harga diri yang
menggapai tujuan mereka (McFarlin dan Blascovich dalam
Baumgardner, 2009).
Harga diri yang tinggi dapat melawan stres dan perasaan khawatir
yang disebabkan berbagai pengalaman hidup yang merusak gambaran
diri (Baumeister dan Steele dalam Baumgardner, 2009). Harga diri dapat
dijadikan sebagai sumber coping (penanggulangan) dalam melawan
kegagalan, kehilangan, kritik, dan masalah dengan orang lain. Individu
dengan harga diri yang tinggi tidak mudah untuk larut dalam
peristiwa-peristiwa negatif yang dialami dan dapat menjaga harapan-harapan
positif (dalam Baumgardner, 2009).
Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki keyakinan yang
positif terhadap dirinya. Mereka memandang diri mereka sebagai
seseorang yang menarik, menyenangkan dan memiliki kemampuan
(dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, seseorang dengan harga diri
yang tinggi memiliki keyakinan bahwa mereka mendapatkan penerimaan
yang baik dari orang lain. Keyakinan akan penerimaan dari orang lain
yang membuat mereka berhasil membangun hubungan dengan sosialnya
(Buss, 1995).
Ketika seseorang memiliki harga diri yang rendah, mereka
cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka adalah seseorang yang
gagal dan kurang berkompeten. Seseorang dengan harga diri yang rendah
mempunyai pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Selain itu,
18
peristiwa-peristiwa negatif yang ada dalam hidupnya. Hal inilah yang
membuat mereka sangat sensitif pada alur kehidupan mereka yang naik
turun (Baumeister dkk dalam Baumgardner, 2009).
Seseorang dengan harga diri yang rendah memiliki keyakinan
bahwa orang lain kurang dapat menerima diri mereka. Hal inilah yang
menjadikan mereka kurang dapat bersikap asertif dan sangat rentan
terhadap penolakan dari orang lain (Buss, 1995).
B. KESEPIAN
1. Pengertian Kesepian
Setiap manusia yang ada di dunia lahir sebagai mahluk sosial dan
mahluk individu. Keberadaannya sebagai mahluk sosial mengharuskan
seseorang untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain. Hal ini
dikarenakan mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi
segala macam kebutuhan mereka. Namun pada kenyataannya banyak
individu yang merasa kesulitan untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal
ini akan berakibat pada seseorang yang merasa kesepian.
Kesepian adalah reaksi secara emosional dan kognitif ketika
seseorang memiliki hubungan yang lebih sedikit ataupun kurang
memuaskan bila dibandingkan dengan apa yang diharapkan (Archibald,
Bartholomew & Marx dalam Baron & Byrne, 2003). Seseorang yang
merasa kesepian bukanlah orang yang tidak ingin memiliki teman,
mendapatkannya (Burger dalam Baron & Byrne 2003). Menurut Perlman
dan Peplau (1994), kesepian adalah perasaan subjektif yang tidak
menyenangkan ketika seseorang kehilangan hal penting dalam hubungan
sosialnya. Seseorang yang merasa kesepian tidak memiliki teman
ataupun jumlah teman yang mereka miliki lebih sedikit dari apa yang
mereka inginkan. Selain itu, seseorang yang merasa kesepian akan
merasa hubungan sosialnya kurang berarti atau kurang memberikan
kepuasan seperti yang dibayangkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah suatu
perasaan yang kurang menyenangkan karena kehilangan hal penting
dalam hubungan sosialnya. Perasaan kesepian yang mereka alami karena
hubungan sosial yang mereka miliki tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian
Peplau dan Perlman (1979) membagi manifestasi atau perwujudan
dari perasaan kesepian menjadi tiga kategoris, yaitu
a. Manifestasi afektif
Perasaan kesepian yang seseorang rasakan diwujudkan dalam
bentuk perasaan dan pengalaman yang negatif. Beberapa perasaan
negatif yang dapat muncul adalah kurang bahagia, kurang puas
dengan hubungan sosialnya, pesimis dan depresi. Selain itu, mereka
20
b. Manifestasi kognitif
Manifestasi kognitif lebih didasarkan pada perhatian atau
fokus yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan perasaan
kesepian akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi secara
efektif. Mereka lebih berfokus pada diri mereka sendiri (
self-focused). Self-focused yang tinggi dapat terlihat dalam hubungan
interpersonalnya, seperti memberikan respon yang sedikit terhadap
pertanyaan yang dilontarkan oleh orang lain. Seseorang dengan
perasaan kesepian akan lebih waspada dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Mereka cenderung bersikap lebih sensitif
terhadap respon yang diberikan oleh orang lain.
c. Manifestasi perilaku (behavioral)
Manifestasi perilaku adalah cerminan dari pemikiran negatif
yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian. Beberapa
perilaku yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian yaitu,
adanya pola yang berbeda dalam hal penyingkapan (self-disclosure)
bila dibandingkan dengan orang yang tidak merasa kesepian. Pada
seseorang yang merasa kesepian, mereka dapat mengungkapkan
seluruh isi hatinya kepada orang lain atau hanya menyimpan semua
permasalahan berat mereka untuk diri mereka sendiri. Kedua,
mereka juga akan menampilkan perilaku yang selalu berfokus hanya
pada diri mereka sendiri. Ketiga, seseorang dengan perasaan
sosial mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka enggan untuk
mengambil risiko yang mungkin muncul saat mereka akan menjalin
hubungan sosialnya.
3. Tipe Kesepian
Menurut Robert Weiss (Weiss dalam Taylor, Peplau dan Sears
1994) kesepian dibagi menjadi dua tipe, yaitu
a. Emotional loneliness (kesepian secara emosional)
Kesepian secara emosional terjadi ketika seseorang kehilangan
sosok lekat (an intimateattachment figure) yang mereka miliki.
Sebagai contoh, seorang anak kecil yang lekat dengan sosok orang
tuanya atau untuk orang dewasa antara suami istri atau sahabat
dekatnya.
b. Social loneliness (kesepian secara sosial)
Kesepian secara sosial terjadi ketika seseorang kekurangan
relasi atau kurang terhubung dengan jaringan yang lebih luas yang
ada di sekitarnya (perkumpulan atau organisasi).
Menurut Zimmerman (dalam Gierveld, Tilburg, Dykstra, 2006)
membagi kesepian dalam dua tipe, yaitu
a. Kesepian tipe positif
Kesepian ini terjadi saat seseorang lebih memilih untuk pergi
atau meninggalkan kegiatan dalam keseharian mereka. Kemudian
mereka lebih memfokuskan pada tujuan yang lebih tinggi seperti
22
b. Kesepian tipe negatif
Tipe kesepian ini didasarkan pada perasaan kurang
menyenangkan yang disebabkan karena kurangnya hubungan sosial
atau kontak sosial dengan lingkungan sekitar.
4. Penyebab Kesepian
Menurut Baron and Byrne (2003) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian, yaitu
a. Faktor genetis
Perilaku dapat dipengaruhi oleh genetika. Orang tua dengan
gen yang pesimis, depresi dan interaksi yang bermusuhan dengan
lingkungan sekitar terdapat kemungkinan bahwa keturunan mereka
juga memiliki gen yang sama. Sehingga gen-gen yang diturunkan
tersebut dapat memicu seseorang mengalami perasaan yang sama
yaitu kesepian.
b. Pengalaman individu
Seseorang yang mengalami kesepian sebagai akibat dari
interaksi sosial dengan teman sebaya yang kurang berhasil dapat
dikarenakan pengalaman masa lalunya. Pada masa kanak-kanaknya,
seseorang yang mengalami kesepian dimungkinkan gagal untuk
membangun keterampilan sosialnya sehingga hal ini akan
mempengaruhi interaksi sosialnya di masa dewasa. Sebagai contoh,
pemalu dan menarik diri sangat memungkinkan mendapatkan
penolakan untuk menjadi teman bermain.
c. Pengaruh budaya
Dalam hal ini setiap budaya yang berbeda memiliki cara
pandang yang berbeda pula terhadap hubungan sosial. Di Amerika
Utara, seseorang yang tidak dapat membangun hubungan yang intim
akan dianggap sebagai suatu kesalahan yang besar. Sedangkan di
Asia Selatan, seseorang dengan perasaan kesepian lebih dikaitkan
pada ketidakmampuan personal, seperti pada kekurangan karakter.
Menurut Burger (2011) terdapat beberapa hal yang menyebabkan
seseorang merasa kesepian, yaitu
a. Pemberian prasangka yang buruk kepada orang lain di setiap situasi
sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Christensen dan Kashy (dalam
Burger, 2011) menunjukkan bahwa saat sekelompok mahasiswa
yang memiliki perasaan kesepian dihadapkan dengan orang yang
baru mereka kenal maka mahasiswa yang memiliki perasaan
kesepian menilai diri mereka lebih baik dibandingkan dengan orang
yang baru mereka kenal. Seseorang dengan perasaan kesepian tidak
banyak menampilkan ketertarikan mereka pada orang lain. Hal ini
dikarenakan mereka merasa ragu-ragu dan telah menaruh curiga
apabila orang yang baru mereka kenal merasa bosan di akhir
24
b. Kemampuan sosial yang kurang baik
Seseorang dengan kemampuan sosial yang kurang baik
cenderung menghadapi kesulitan saat mereka membangun hubungan
sosialnya dengan orang orang lain. Hal ini dikarenakan mereka tidak
belajar bagaimana cara untuk berinteraksi ataupun berkomunikasi
yang baik dengan orang lain. Berdasarkan sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Jones, Hobbs dan Hockenbury (dalam Burger, 2011)
menunjukkan bahwa individu dengan perasaan kesepian lebih sedikit
menunjukkan ketertarikannya pada orang lain. Seseorang dengan
perasaan kesepian jarang untuk memberikan respon dan komentar
terhadap pernyataan yang diberikan oleh orang lain. Hal ini bukan
dikarenakan sikap mereka kurang sopan kepada orang lain,
melainkan mereka kurang mengerti bagaimana cara untuk
membangun hubungan dengan orang lain.
c. Penyingkapan (disclosure)
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa
seseorang dengan perasaan kesepian kurang sadar dengan kebiasaan
yang ada di daerah sekitarnya (Chelune, dkk dalam Burger, 2011).
Terkadang mereka dapat terlalu membuka atau gagal dalam
mengungkapkan diri mereka saat orang lain mengharapkannya.
Sehingga tidak jarang orang lain memandang aneh atau bahkan
bersikap menjauh.
5. Aspek-aspek Kesepian
Seseorang dengan perasaan kesepian memiliki beberapa aspek
(dalam Baron and Byrne, 2005), yaitu
a. Memiliki keterampilan sosial yang kurang baik
Pada dasarnya seseorang dengan kemampuan sosial yang
kurang cenderung tidak sensitif dan kurang tertarik dengan
lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang menjadikan mereka kurang
dapat mendengarkan keterbukaan dari orang lain. Sebaliknya,
mereka lebih memilih untuk selalu membuka diri baik sedikit
maupun banyak kepada orang lain. Pada tingkat yang lebih ekstrim,
seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang sering terlibat
dalam tindakan-tindakan yang merugikan atau menyakiti orang lain.
Hal ini membuat mereka dijauhi oleh orang-orang yang ada di
sekitar mereka dan sulit untuk mendapatkan teman.
b. Negatifitas personal
Negatifitas personal muncul karena seseorang merasa kurang
bahagia atau tidak puas dengan keadaan diri. Negatifitas personal
akan memicu timbulnya kepercayaan bahwa orang lain juga berpikir
negatif tentang mereka. Ketika orang lain merespon secara negatif,
maka negatifitas personal yang ada dalam diri akan makin
26
c. Rendah diri
Seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang, menyadari
sekali bahwa diri mereka sangatlah buruk dalam fungsi sosialnya.
Sehingga mereka lebih memilih untuk menghindari orang lain, demi
meminimalkan rasa malu dan terhina.
6. Dampak Kesepian
Seseorang dengan perasaan kesepian cenderung menghabiskan
waktunya dengan berbagai kegiatan yang dilakukan seorang diri dan
sedikitnya teman yang mereka miliki. Terkadang mereka merasa
tersingkir oleh orang-orang yang ada di sekitar mereka. Selain itu,
mereka sudah menanamkan sebuah kepercayaan bahwa mereka berbeda
dengan orang yang mereka temui (R. A. Bell, Russell, Peplau & Cutrona
dalam Baron dan Byrne, 2003).
Pada orang-orang yang merasa kesepian akan timbul perasaan
negatif, seperti perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan dan
ketidakpuasan yang dihubungkan dengan perasaan pesimis, bersalah dan
perasaan malu (Anderson dkk, dalam Baron dan Byrne, 2003). Mereka
juga digambarkan sebagai individu yang sulit dalam melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar mereka (Lau & Gruen, dalam
C. MAHASISWA
1. Pengertian Mahasiswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Djamil, 2008),
mahasiswa adalah siswa di perguruan tinggi. Winkel (2010), mahasiswa
adalah seseorang yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan
tinggi setelah menamatkan pendidikannya ditingkat sekolah menengah
tingkat atas. Saat memasuki tahap pendidikan di perguruan tinggi, maka
seseorang akan mengalami beberapa tantangan baru pada tahap ini.
Beberapa tantangan baru yang akan dihadapi pada tahap perguruan
tinggi, antara lain penyesuaian dengan corak kehidupan di kampus,
penyesuaian tuntutan belajar akademik di masa perguruan tinggi dengan
corak kehidupan dalam suatu asrama atau tempat kos. Selain itu,
seseorang yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi
akan melakukan penyesuain dalam hal pergaulan baru dengan jenis lain.
Menurut UUSPN, Pasal 16, yang menyatakan bahwa pendidikan
tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, PP Nomor 30 Tahun
1990 tentang Pendidikan Tinggi menetapkan: “Tujuan pendidikan tinggi
adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan/ atau professional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan
teknologi dan/ kesenian; serta mengembangkan dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau kesenian mengupayakan
28
memperkaya kehidupan nasional. Sedangkan dalam PP Nomor 3, Tahun
1990 Pasal 4, menjelaskan bahwa pendidikan akademik mengutamakan
peningkatan mutu dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan, seperti
terjadi di sekolah tinggi, institusi serta universitas. Dalam pendidikan
professional diutamakan peningkatan kemampuan penerapan ilmu
pengetahuan, seperti terjadi di akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institute dan universitas (yang kelima-limanya adalah suatu satuan
perguruan tinggi yang mandiri) (Winkel dan Hastuti, 2010).
Mahasiswa memiliki rentang usia antara 18/19 tahun sampai 24/25
tahun. Rentang umur tersebut dikelompokkan atas beberapa kelompok
usia 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I
sampai dengan semester IV; dan kelompok usia 21/22 tahun sampai
24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester
VIII (Winkel dan Hastuti, 2010).
2. Kesepian pada Mahasiswa Baru
Kesepian yang terjadi pada seorang individu dapat dipicu oleh
berbagai hal. Beberapa hal yang dapat memicu seseorang merasakan
kesepian yaitu perubahan situasi dalam kehidupan seseorang. Perubahan
situasi yang dialami oleh seseorang mengharuskan mereka untuk
berpisah dari orang terdekat. Sebagai contoh, ketika seseorang harus
berpindah ke suatu kota yang baru atau berpindah ke pekerjaan yang baru
Ketika seseorang hendak melanjutkan pendidikan dari tingkat
Sekolah Menengah Atas menuju tingkat perguruan tinggi tidak jarang
mengalami kesepian. Kesepian yang mereka alami sering disebabkan
karena mereka harus berpisah berpindah dari tempat asal mereka dan
berpisah dari orang terdekat. Banyak dari mereka merasa cemas karena
harus berpisah dengan keluarga mereka dan tinggal di lingkungan yang
baru. Di lingkungan yang baru, mereka harus membangun relasi dengan
orang-orang baru yang mereka temui. Hal inilah yang memungkinkan
seorang mahasiswa baru merasa kesepian apabila mereka gagal dalam
membangun relasi dan beradaptasi dengan orang-orang baru (Santrock,
1995).
Kesepian yang dirasakan oleh seorang mahasiswa baru juga
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Menurut Haber dan Runyon (dalam Bangun, 2005)
mengatakan bahwa seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik
dapat membangun hubungan sosial yang baik dengan orang lain.
Seseorang dengan penyesuaian diri yang baik juga merasa nyaman untuk
dapat bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga ketika seorang
mahasiswa baru dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka ia
akan merasa nyaman untuk berhubungan dengan orang lain dan terhindar
dari perasaan kesepian. Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang
30
D. HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2013/2014
Kesepian adalah suatu bentuk emosi ataupun kognitif yang tidak
menyenangkan yang diakibatkan karena hilangnya hal penting dalam
hubungan sosialnya. Seseorang yang merasa kesepian cenderung merasa
hubungan sosialnya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Hal
inilah yang dirasakan oleh seseorang yang hendak melanjutkan
pendidikannya dari tingkat Sekolah Menengah Atas menuju perguruan tinggi.
Mereka akan merasa kesepian karena harus berpisah dari orang terdekat
mereka. Sebagian dari mereka sering merasa cemas karena harus membangun
relasi yang baru di tempat yang baru. Hal inilah yang dapat memicu perasaan
kesepian pada diri seorang mahasiswa baru.
Kesepian yang ada pada diri seseorang dapat disebabkan oleh beberapa
hal. Hal tersebut antara lain kurangnya kemampuan sosial yang dimiliki.
Seseorang dengan kemampuan sosial yang kurang cenderung bersikap kurang
sensitif dan tidak tertarik dengan orang lain. Mereka lebih memilih untuk
selalu membuka diri atau menceritakan diri mereka pada orang lain tanpa
memperhatikan keadaan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan mereka
enggan untuk mau mendengarkan keterbukaan dari orang lain.
Ketika seseorang mengalami kesepian, mereka cenderung memiliki
negativitas personal. Mereka cenderung memiliki keyakinan bahwa orang
lain memiliki pandangan yang negatif terhadap diri mereka. Selain itu,
Hal ini juga akan berpengaruh pada interaksi sosialnya sehingga orang lain
pun akan merespon perilaku mereka dengan negatif. Seseorang dengan
perasaan kesepian juga memiliki kecenderungan bersikap rendah diri. Mereka
akan menilai diri mereka secara negatif. Sehingga penilaian negatif yang
mereka miliki akan membuat mereka malu atau enggan untuk berelasi dengan
orang lain.
Pandangan terhadap diri yang negatif dan penerimaan dari sosial yang
kurang dapat dihindari ketika seseorang memiliki harga diri yang tinggi.
Harga diri adalah suatu penilaian terhadap diri yang positif maupun negatif
yang didasarkan pada budaya yang mereka miliki.
Seseorang dengan harga diri yang tinggi akan memandang diri mereka
secara positif. Mereka akan merasa bahwa diri mereka adalah individu yang
sukses, menarik dan menyenangkan. Keyakinan inilah yang juga
menimbulkan perasaan bahwa mereka mendapat penerimaan yang positif dari
orang lain. Ketika mereka yakin bahwa orang lain menerima mereka dengan
positif, merekapun dapat membangun hubungan sosial yang baik. Hal inilah
32
E. BAGAN
Bagan 2. 1 Dinamika Hubungan antara Harga diri dan Kesepian
F. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori mengenai harga diri dan kesepian, maka
penelitian ini mendapatkan sebuah hipotesis bahwa ada hubungan yang
negatif antara harga diri dengan kesepian. Semakin tinggi harga diri yang
dimiliki oleh seseorang maka semakin rendah kesepian yang dirasakan.
Sebaliknya, semakin rendah harga diri yang dimiliki oleh seseorang maka
semakin tinggi kesepian yang dirasakan. Harga diri
Tinggi
Penilaian pada diri yang positif
Keyakinan akan penerimaan yang baik dari orang lain
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian korelasional.
Penelitian korelasional merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan
untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti. Pada penelitian ini
peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel yaitu harga diri dan
kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata
Dharma.
B. Identifikasi Variabel
Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu
1. Variabel Independent
Variabel independent dalam penelitian ini adalah harga diri (
self-esteem).
2. Variabel Dependent
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kesepian.
C. Definisi Operasional
1. Harga diri (Self-esteem)
Harga diri adalah penilaian positif maupun negatif terhadap diri
34
indikator-indikator yang terdapat dalam empat aspek harga diri yang
dikemukakan oleh Coopersmith (1967), yaitu
a. Keberartian (significance)
1. Perasaan dihargai oleh orang lain
2. Perasaan diperhatikan oleh orang lain
b. Kekuasaan (power)
1. Kemampuan untuk mengontrol perilaku diri sendiri
2. Kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain
c. Kemampuan (competence)
1. Mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik
2. Mampu untuk memecahkan masalah
d. Kebajikan (virtue)
1. Taat pada moral dan etika yang berlaku dalam masyarakat
2. Taat pada prinsip-prinsip religius yang dianut
Perolehan skor yang tinggi pada skala harga diri menunjukkan
bahwa seseorang memiliki tingkat harga diri yang tinggi atau positif,
namun perolehan skor yang rendah pada skala harga diri menunjukkan
bahwa tingkat harga diri yang rendah atau negatif.
2. Kesepian
Kesepian adalah perasaan yang muncul pada diri seseorang ketika
harapannya untuk berhubungan baik dengan orang lain tidak terwujud.
kesepian pada seseorang didasarkan pada manifestasi (perwujudan) dari
kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman (1979), yaitu
a. Manifestasi afektif
Perasaan kesepian yang seseorang rasakan diwujudkan dalam
bentuk perasaan dan pengalaman yang negatif.
b. Manifestasi kognitif (atau motifasional)
Manifestasi kognitif didasarkan pada perhatian atau fokus yang
dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan perasaan kesepian akan
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi secara efektif. Mereka
lebih berfokus pada diri mereka sendiri (self-focused).
c. Manifestasi perilaku (behavioral)
Manifestasi perilaku adalah perwujudan pemikiran negatif
yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian berupa perilaku
negatif.
Perolehan skor yang tinggi pada skala kesepian menunjukkan
bahwa seseorang memiliki perasaan kesepian yang tinggi, sedangkan
perolehan skor yang rendah pada skala kesepian menunjukkan bahwa
36
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa kriteria
yaitu,
1. Mahasiswa Baru (Angkatan 2013/2014)
Menurut Winkel (2010) mahasiswa adalah seseorang yang
melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi setelah
menamatkan pendidikannya ditingkat sekolah menengah tingkat atas.
Mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian adalah mahasiswa baru
angkatan 2013/2014. Mahasiswa baru angkatan 2013/2014 adalah
mahasiswa yang baru memasuki tingkat pendidikan perguruan tinggi
pada tahun ajaran 2013/2014. Menurut Santrock (1995), berpendapat
bahwa seseorang yang mengalami transisi dari masa Sekolah Menengah
Atas menuju tingkat perguruan tinggi tidak jarang mengalami kesepian.
Hal ini dikarenakan pada masa transisi ini mereka harus berpindah dari
tempat asal mereka dan berpisah dengan orang terdekat. Di lingkungan
yang baru mereka harus membangun relasi dengan orang-orang baru
yang mereka temui. Hal inilah yang memungkinkan seorang mahasiswa
baru merasa kesepian apabila mereka gagal dalam membangun relasi dan
beradaptasi dengan orang-orang baru.
2. Rentang Usia 18-19 tahun
Penelitian ini menggunakan subjek dengan rentang usia 18 hingga
19 tahun yang dapat dikategorikan dalam usia remaja (17 hingga 21
selama masa remaja, sahabat menjadi kebutuhan yang sangat penting
untuk dipenuhi. Sullivan menyatakan bahwa intimasi yang dibangun
pada masa remaja awal dapat memotivasi remaja untuk mencari sahabat.
Namun, apabila seorang remaja gagal dalam membina hubungan yang
akrab seperti persahabatan akan memiliki kemungkinan mengalami
kesepian.
E. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sample
non probabilitas. Teknik sample non probabilitas adalah teknik pengambilan
sampel dimana setiap anggota tidak memiliki peluang atau kesempatan yang
sama untuk menjadi sampel (Noor, 2012). Pengambilan data dalam penelitian
ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
dilakukan dengan memilih sampel sesuai kriteria-kriteria tertentu.
Kriteria-kriteria dalam pemilihan sampel antara lain, mahasiswa baru (angkatan 2013)
dan rentang usia 18 sampai dengan 19 tahun (Noor, 2012).
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah skala Likert. Peneliti memilih skala Likert karena skala ini digunakan
untuk mengungkapkan sikap pro dan kontra atau setuju dan tidak setuju
terhadap suatu objek sosial. Skala Likert memuat tentang
38
dalam penelitian adalah skala tentang kesepian dan skala tentang harga diri
(self-esteem).
Pernyataan sikap yang ada pada skala dibagi dalam dua macam yaitu
aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem favorable berisi tentang
pernyataan-pernyataan yang mendukung dari indikator dari variabel yang
ingin diteliti. Aitem unfavorable berisi tentang pernyataan-pernyataan yang
tidak mendukung indikator dari variabel yang ingin diteliti (Azwar, 2006).
Pada skala terdapat empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju.
Kedua skala dalam penelitian ini akan dijadikan dalam satu kesatuan
berbentuk booklet. Adapun perincian dari kedua skala yaitu,
1. Skala Kesepian
Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesepian pada
subjek adalah skala kesepian. Aitem-aitem pada skala ini dibuat dalam
dua macam, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem
favorable didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang mendukung
manifestasi (perwujudan) dari perasaan kesepian. Aitem unfavorable
didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung
manifestasi (perwujudan) dari perasaan kesepian. Manifestasi
(perwujudan) dari perasaan kesepian antara lain manifestasi afektif,
manifestasi kognitif, manifestasi perilaku. Skala ini dibuat dengan empat
(TS), ”sangat tidak setuju” (STS). Jumlah aitem dalam penelitian adalah
Pemberian Skor pada Skala Kesepian
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
2. Skala Harga diri (Self-esteem)
Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat harga diri yang
dimiliki oleh subjek adalah skala harga diri. Aitem-aitem pada skala ini
dibuat dalam dua macam, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable.
40
mendukung aspek-aspek dari harga diri. Aitem unfavorable didasarkan
pada pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung aspek-aspek dari
harga diri. Aspek-aspek tersebut adalah keberartian (significance),
kekuasaan (power), kemampuan (competence), dan kebajikan (virtue).
Skala ini dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju” (SS), “setuju” (S), “tidak setuju” (TS), ”sangat tidak setuju”
(STS).Jumlah aitem dalam penelitian adalah 56 aitem yang terdiri dari 28
aitem favorable dan 28 aitem unfavorable.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Harga diri (Self-esteem)
Tabel 3.4
Pemberian Skor pada Skala Harga diri (Self-esteem)
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala
Validitas adalah suatu pengukuran yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengukur apa yang hendak
diukur dalam penelitian. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Validitas isi didasarkan pada pendapat profesional
(professional judgment). Pada penelitian ini penilaian oleh profesional
dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi
menguji kesesuaian antara aitem-aitem pada skala dengan aspek-aspek
yang akan diukur (Suryabrata, 2008).
2. Seleksi Aitem
Seleksi aitem dilakukan dengan korelasi aitem total menggunakan
SPSS 16.00 for Windows. Seleksi aitem didasarkan pada daya
diskriminasi aitem yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total
42
2006). Seleksi aitem ini akan dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji tahap I
dan uji tahap II. Hal ini bertujuan agar aitem-aitem yang akan digunakan
dalam penelitian memiliki daya diskriminasi yang benar-benar baik.
a. Skala Kesepian
Berdasarkan hasil uji coba tahap I aitem skala kesepian yang
dilakukan pada 90 responden didapatkan hasil bahwa sebanyak 27
aitem dinyatakan lolos seleksi dari 42 aitem total awal. Aitem yang
dinyatakan lolos dalam seleksi adalah aitem dengan koefisien
korelasi aitem total (rix) ≥ 0,30. Berikut ini adalah distribusi aitem skala kesepian pada uji coba tahap I,
Tabel 3.5
Distribusi Aitem Skala Kesepian pada Uji Tahap I
Aspek Aitem Total
aitem yang dinyatakan gugur dalam seleksi.
Pada uji tahap I skala kesepian dari 42 aitem yang diujikan