• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Laporan Keuangan Daerah

Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah;

b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah;

c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

(2)

d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya

Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:

a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan

b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:

(3)

b. kewajiban; c. ekuitas; d. pendapatan-LRA; e. belanja; f. transfer; g. pembiayaan;

h. saldo anggaran lebih i. pendapatan-LO; j. beban; dan k. arus kas.

Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berikut:

a) Laporan Realisasi Anggaran;

b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; c) Neraca;

d) Laporan Operasional; e) Laporan Arus Kas;

f) Laporan Perubahan Ekuitas; g) Catatan atas Laporan Keuangan.

Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali:

(4)

(a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum;

(b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasiannya. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa bendahara umum negara/daerah.

Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran memuat anggaran dan realisasi. Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang diperkenankan.

Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di

(5)

masa mendatang. Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi.

Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan keuangan. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran.

2.1.2. Penyajian Laporan Keuangan

Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas.

Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama

(6)

sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.

Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya.

Ruang Lingkup

Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan

(7)

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, PSAP 01 – 2 pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 2.1.2.1. Basis Akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset,kewajiban, dan ekuitas dana.

Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakanakuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, danekuitas dana.

Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas.

2.1.2.2. Tanggung Jawab Pelaporan Keuangan

Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas.

(8)

2.1.2.3. Komponen-Komponen Laporan Keuangan

Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah:

a) Laporan Realisasi Anggaran; b) Neraca;

c) Laporan Arus Kas; dan

d) Catatan atas Laporan Keuangan.

Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumberdaya ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang.

(9)

Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran memuat anggaran dan realisasi.

Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual dan Laporan Perubahan Ekuitas. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan

(10)

keuangan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai lampiran standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-masing.

Pernyataan SAP menggunakan istilah pengungkapan dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

2.1.2.4. Identifikasi Laporan Keuangan

Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun

(11)

bukan merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.

Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan:

a. Nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; b. Cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal

atau konsolidasian dari beberapa entitas pelaporan;

c. Tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;

d. Mata uang pelaporan; dan

e. Tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan keuangan.

Persyaratan di atas dapat dipenuhi dengan penyajian judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah pengguna dalam memahami laporan keuangan.

(12)

Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang.

2.1.2.5. Periode Pelaporan

Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut:

a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan

tertentu seperti arus kas.

Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting agar pengguna yang disajikan untuk periode sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah

(13)

tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.

Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

2.1.2.6. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan.

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:

a) pendapatan; b) belanja; c) transfer;

(14)

d) surplus/defisit; e) pembiayaan;

f) sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.

Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait.

2.1.2.7. Neraca

Menurut PP no. 71 tahun 2010 neraca adalah salah satu komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah posisi aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

Penyajian laporan keuangan berupa neraca adalah penting, sebab pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset

(15)

yang signifikan, utang, dan ekuitas dana. Pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas (Diamond, 2002). Di samping itu, seiring dengan tuntutan yang dikehendaki dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, neraca pembukaan (neraca yang pertama kali dibuat) menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah daerah. Sebab, bila Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) ingin menghasilkan laporan keuangan secara lengkap pada akhir tahun, maka perlu terlebih dahulu disusun neraca pembukaan (opening balance). Apabila hal ini tidak segera diantisipasi oleh pemerintah daerah, maka bukan tidak mungkin reformasi dalam keuangan daerah menjadi terkesan lamban dan mandul (Halim, 2002).

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 1, alinea 49, (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010) dinyatakan bahwa neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: kas dan setara kas; investasi jangka pendek; piutang pajak dan bukan pajak; persediaan; investasi jangka panjang; aset tetap; kewajiban jangka pendek; kewajiban jangka panjang; dan ekuitas dana.

Informasi keuangan di dalam neraca dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

(16)

a.Meningkatkan akuntabilitas untuk para manajer (kepala daerah dan para pejabat pemda) ketika mereka menjadi bertanggung jawab tidak hanya pada kas masuk dan kas keluar, tetapi juga pada aset dan utang yang mereka kelola; b. Meningkatkan transparansi dari aktivitas pemerintah.

Pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas.

c.Memfasilitasi penilaian posisi keuangan dengan menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban.

d. Memberikan informasi yang lebih luas yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan (Diamond, 2002).

Sebaliknya, dengan tidak adanya informasi seperti yang dilaporan dalam neraca akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

a.Pengaruh dari transaksi keuangan pada pemerintah daerah dalam suatu periode tidak tercermin secara penuh, misalnya tidak ada pelaporan mengenai piutang pajak, saldo aktiva persediaan, aktiva dalam konstruksi, kewajiban saat ini untuk menyerahkan (membayar) sejumlah uang atau barang di masa yang akan datang, dsb.

(17)

b. Akuntabilitas terbatas pada penerimaan dan penggunaan kas dan mengabaikan transparansi dan akuntabilitas untuk pengelolaan aset dan utang;

c.Tidak memfasilitasi penilaian posisi keuangan karena tidak menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban.

d. Informasi yang dibutuhkan tidak memadai untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

2.1.2.8. Klasifikasi

Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.

Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan

(18)

untuk keperluan jangka panjang. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.

Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:

a) kas dan setara kas; b) investasi jangka pendek; c) piutang pajak dan bukan pajak; d) persediaan;

e) investasi jangka panjang; f) aset tetap;

g) kewajiban jangka pendek; h) kewajiban jangka panjang; i) ekuitas dana.

Pos-pos selain yang disebutkan di atas disajikan dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu entitas pelaporan.

(19)

Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:

a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;

b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.

Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.

Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya.

Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-faktor

(20)

yang disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan dasar bagi subklasifikasi.

Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya:

(a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut sumbernya;

(b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur akuntansi untuk persediaan;

(c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar yang mengatur tentang aset tetap;

(d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan

peruntukannya;

(f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan;

(g) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat pengendalian dan metode penilaian.

(21)

2.1.2.9. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

2.1.2.10. Laporan Kinerja Keuangan

Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut:

a) Pendapatan dari kegiatan operasional;

b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;

c) Surplus atau defisit.

Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk menyajikan

(22)

dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban.

Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi.

Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi

(23)

pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan tertentu. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi, antara lain meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.

Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka Standar Akuntansi Pemerintahan memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur kinerja secara layak.

(24)

2.1.2.11. Laporan Perubahan Ekuitas

Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos:

a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran;

b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara langsung dalam ekuitas;

c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah.

Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan:

a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta perubahannya selama periode berjalan. b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah,

rekonsiliasi antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah.

2.1.2.12. Catatan atas Laporan Keuangan

Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas

(25)

lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:

a.informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

b. ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;

c.informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;

d. pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

e.pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;

f.informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

(26)

Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.

Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.

2.1.2.13. Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi

Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:

(27)

(a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;

(b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan

(c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.

Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis– basis pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan basis pengukuran tersebut. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:

(28)

(b) Pengakuan belanja;

(c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; (d) Investasi;

(e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;

(f) Kontrak-kontrak konstruksi;

(g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; (h) Kemitraan dengan fihak ketiga; (i) Biaya penelitian dan pengembangan;

(j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;

(k) Dana cadangan;

(l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.

Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan

(29)

akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan SAP.

2.1.2.14. Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya

Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu:

1.Domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas tersebut beroperasi;

2.Penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;

3.Ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan 2.1.3. Aksesibilitas Laporan Keuangan

Aksesibilitas adalah adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Aksesibilitas menurut perspektif tata ruang adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar (Rohman: 2009). Aksesibilitas dalam laporan keuangan sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan (Mulyana: 2006).

Penyajian adalah aspek yang penting dari aksesibilitas. Dengan kata lain laporan keuangan minimalnya harus dapat

(30)

dimengerti dan tersedia bagi mereka yang tertarik dan mau berusaha untuk memahaminya (Henley et al: 1990, dalam Rohman: 2009). Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet:2004). Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem informasi Keuangan Daerah (SIKD).

Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan keuangannya, tidak sekedar menyampaikannya ke DPRD saja, tetapi juga memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan keuangan dengan mudah.

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun

(31)

televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lainnya.

Informasi yang dimuat di dalam SIKD tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 102, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, mencakup:

a. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota; b. Neraca daerah;

c. Laporan Arus Kas;

d. Catatan atas Laporan Keuangan daerah;

e. Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan; f. Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah;

g. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.

(32)

2.1.4. Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak–pihak yang berkepentingan. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien , akuntabel dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai.

Reformasi dalam pemerintahan di Indonesia tidak terlepas dari semangat penegakan demokrasi. Istilah ‘demokrasi’ mengisyaratkan setidaknya tiga elemen esensial: Transparansi, Akuntabilitas dan Keadilan (Shende dan Bennett, 2004). Transparansi merupakan suatu kebebasan untuk mengakses aktivitas politik dan ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Transparansi memungkin semua stakeholders dapat melihat struktur dan fungsi pemerintahan, tujuan dari kebijakan dan proyeksi fiskalnya, serta

(33)

laporan pertanggungjawaban periode yang lalu. Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Konsep keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum, dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam pemerintahannya (Shende dan Bennett, 2004).

Transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu, Mohamad dkk. (2004) menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas, sedangkan esensi dari akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi). Mohamad dkk. (2004) berpendapat bahwa akuntabilitas muncul sebagai jawaban terhadap permasalahan information asymmetry. Teori asimetri informasi beranggapan bahwa banyak terjadi kesenjangan informasi antara pihak manajemen yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak konstituen atau masyarakat yang berada di luar manajemen. Scott (1997) menjelaskan bahwa kelanggengan suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan informasi yang terbuka, seimbangan dan merata bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

(34)

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.

Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Transparansi mengisyaratkan bahwa laporan tahunan tidak hanya dibuat tetapi juga terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, karena aktivitas pemerintah adalah dalam rangka menjalankan amanat rakyat. Sekarang ini, banyak negara mengklasifikasikan catatan atau laporan sebagai Top Secret, Secret, Confidential dan Restricted, dan Official Secrets Acts membuat unauthorized disclosure terhadap suatu criminal offence. Kultur secara umum di banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang, adalah kerahasian (Shende dan Bennet, 2004).

Instrumen utama dari akuntabilitas keuangan adalah anggaran pemerintah, data yang secara periodik dipublikasikan, laporan tahunan dan hasil investigasi dan laporan umum lainnya yang disiapkan oleh agen yang independen. Anggaran tahunan secara khusus mempunyai otoritas legal untuk pengeluaran dana publik, sehingga proses

(35)

penganggaran secara keseluruhan menjadi relevan untuk manajemen fiskal dan untuk melaksanakan akuntabilitas keuangan dan pengendalian pada berbagai tingkat operasi (Shende dan Bennet, 2004).

Reformasi di bidang pengelolaan keuangan daerah terus bergulir yang ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah yang mendahuluinya (Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000). Hal ini merupakan upaya sinkronisasi menyusul keluarnya paket Undang-Undang pengelolaan keuangan negara (Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004) dan revisi paket Undang-Undang otonomi daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan (Undang-Undang-(Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Dalam Peraturan Pemerintah 58 Tahun 2005 (Pasal 1), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah terebut. Bila dilihat dari ruang lingkupnya, keuangan daerah meliputi kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah dan kekayaan daerah

(36)

yang dipisahkan pengurusannya. Kekayaan daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah meliputi APBD dan barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan kekayaan daerah yang dipisahkan pengurusannya meliputi badan-badan usaha milik daerah (Halim, 2002).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur melalui media berupa penyajian laporan keuangan yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik berhak mengetahui informasi tersebut. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa azas umum pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:

(37)

1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

2. Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

4. Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

5. Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. 6. Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

7. Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui

(38)

dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

8. Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

9. Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanannya dan atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.

10.Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional. 11.Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

2.1.5. Hubungan Penyajian Laporan Keuangan Daerah dengan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Pada sektor publik sebagian besar unit organisasinya dibiayai dari pajak, transaksi-transaksi tertentu dan ada pula yang memperoleh pendapatan dari penggunaan fasilitas dan pelayanan. Agar kegiatan unit-unit pemerintah dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyatnya, maka harus ditetapkan cara pemerintah mempertanggungjawabkan

(39)

kegiatannya. Cara untuk menunjukkan pertanggungjawaban antara lain adalah dengan menerbitkan laporan keuangan secara periodik kepada rakyat. Agar laporan dapat dimengerti dan disajikan sesuai dengan ketentuan, diperlukan adanya standar akuntansi yang umum.

Tujuan pelaporan keuangan menurut GASB, dibagi dalam dua konsep dasar yaitu : akuntabilitas (accountibility concept) dan ekuitas antar periode (interperiod equity concept). Dalam konsep akuntabilitas dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah harus memberikan informasi pemakai dalam hal :

a) Menetapkan akuntabilitas

b) Membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik

Akuntabilitas digunakan secara dalam kebijakan publik, tetapi seringkali dalam konteks akuntansi pemerintah, akuntabilitas meliputi :

a. Penyedia informasi mengenai keputusan dan tindakan yang telah diambil selama suatu periode ;

b. Adanya pihak luar yang mereview informasi yang disajikan ; c. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.

Penyajian laporan keuangan daerah dapat memberikan maanfaat sebagai berikut:

1) Meningkatkan akuntabilitas untuk para manajer (kepala daerah dan para pejabat pemda) ketika mereka menjadi bertanggung

(40)

jawab tidak hanya pada kas masuk dan kas keluar, tetapi juga pada aset dan utang yang mereka kelola;

2) Meningkatkan transparansi dari aktivitas pemerintah. Pemerintah umumnya mempunyai jumlah aset yang signifikan dan utang, pengungkapan atas informasi ini merupakan suatu elemen dasar dari transparansi fiskal dan akuntabilitas.

3) Memfasilitasi penilaian posisi keuangan dengan menunjukkan semua sumber daya dan kewajiban.

4) Memberikan informasi yang lebih luas yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan (Diamond, 2002).

Jadi hubungan antara penyajian laporan keuangan daerah dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah dengan adanya penyajian laporan keuangan maka akan tercipta transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah.

2.1.6. Hubungan Aksesibilitas Laporan Keuangan dengan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Aksesibilitas dalam laporan keuangan didefinisikan sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan (Mulyana, 2006). Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap

(41)

masyarakat (Shende dan Bennet, 2004). Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem informasi Keuangan Daerah (SIKD)

Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial (Jones et al., 1985). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas laporan keuangannya, tidak sekedar menyampai-kannya ke DPRD saja, tetapi juga memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau memperoleh laporan keuangan dengan mudah.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, atau cara lainnya.

(42)

2.1.7. Hubungan Penyajian Laporan Keuangan Daerah, Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah dengan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Mardiasmo (2002) menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu : (1) Akuntabilitas kejujuran dan hukum (Accoutability for probity and legality), (2) Akuntabilitas proses (process accountability), (3) Akuntabilitas program (program accountability) (4) Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)

Menurut Sulistoni (2003) pemerintah yang akuntabel memiliki ciri ciri sebagai berikut : (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan secara terbuka, cepat, tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggung jawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.

Akuntabililtas pengelolaan Keuangan daerah adalah kewajiban Pemerintah Daerah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan

(43)

segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang publik kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (DPRD dan masyarakat). Aspek penting yang harus dipertimbangkan ialah : (1) Legalitas penerimaan dan pengeluaran daerah. Setiap transaksi yang dilakukan harus dapat dilacak otoritas legalnya (2) Pengelolaan (stewardship) keuangan daerah secara baik, perlindungan asset fisik dan financial, mencegah terjadinya pemborosan dan salah urus. Prinsip prinsip keuangan daerah meliputi : (1) Adanya suatu sistem akuntansi dan system anggaran yang dapat menjamin bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku (2) Pengeluaran daerah yang dilakukan berorientasi pada pencapaian visi, misi, tujuan sasaran dan hasil (manfaat) yang akan dicapai.

Mardiasmo (2006). Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan dipantau.

Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Dengan

(44)

ketersediaan informasi, masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.

Menurut Sopamah dan Mardiasmo (2003) anggaran yang disusun oleh pihak eksekutip dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu (4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat (4) Terdapat system pemberian informasi kepada publik.

Menurut Hadi Sumarsono (2003) Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan keuangan daerah, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengeloalan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta Pemerintah Daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsip terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Menurut Mursyidi (2009) Transparansi. Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk

(45)

mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang undangan. Dengan demikian dapat dikatakan transparansi dan akuntabilitas merupakan yang tidak terpisah dalam pencapaian pengelolaan keuangan pemerintah dan pemerintahan yang baik.

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Budi

Mulyana (2006)

Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Transparansi dan

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan daerah

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa secara terpisah dan

bersama-sama penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Marjuki Sagala (2011)

Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Transparansi dan

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan daerah

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan

(46)

keuangan daerah baik secara simultan maupun parsial

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Marjuki Sagala (2011). Namun ada beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Marjuki Sagala: 2011) adalah:

(1) Pada penelitian sebelumya, objek yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah adalah Kabupaten Samosir, sedangkan pada penelitian ini, wilayah yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Jepara. (2) Pada penelitian sebelumnya, populasi penelitian hanya penyaji dan

pemakai internal laporan keuangan daerah saja yang dalam hal ini adalah Kepala SKPD, Kepala Bidang, Kepala Seksi dan staf yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan pada penelitian ini, populasi penelitian merupakan pemakai eksternal laporan keuangan daerah yang dalam hal ini populasi yang dituju peneliti adalah anggota DPRD dan LSM di kabupaten Jepara.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

(47)

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Teoritis Variabel Independen Variabel Dependen

H1

H2

H3 2.4. Perumusan Hipotesis

Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris. Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

H2 : Aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

H3 : Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah secara simultan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Penyajian Laporan Keuangan Daerah Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Teoritis  Variabel Independen      Variabel Dependen

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang meliputi data jenis Pajak tertentu pada tahun

Bukti fisik merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan.. menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Karakteristik

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Persepsi Partai Amanat Nasional

Kondisi geologi daerah Laguna Sagara Anakan tergolong unik dan kompleks, sebab lingkungan laguna bagian selatan terdapat batuan sedimen yang berumur tua terdiri dari

Proses selanjutnya sebagai kegiatan akhir dalam penelitian ini adalah analisa data yang dilakukan setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul.

Dengan demikian, sosiologi sastra disini objek kajian utamanya adalah sastra, yang berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang

Aspek assurance (kepastian) mengukur kemampuan dosen, tenaga pendidikan, dan pengelola untuk memberikan keyakinan kepada mahasiswa bahwa pelayanan yang diberikan

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau