• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kesepian

kehilangan relasi sosialnya dengan orang yang sangat berarti di hidupnya,

seperti kehilangan pasangan hidup atau perceraian.

Menurut Lyons (dalam Taylor, 2000) menyatakan bahwa beberapa

kesepian juga disebabkan karena kondisi hidup yang berubah. Beberapa

perubahan kondisi yang dapat memicu terjadinya kesepian antara lain, pindah

ke kota atau sekolah yang baru, bekerja di lingkungan kerja yang baru. Situasi

lain yang dapat menyebabkan munculnya perasaan kesepian yaitu berpisah

dengan teman dekat atau seseorang yang dicintai, dan berakhirnya sebuah

hubungan yang bermakna.

Faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian pada

mahasiswa baru adalah kegagalan dalam proses penyesuaian diri. Menurut

Haber dan Runyon (dalam Bangun, 2005) mengatakan bahwa salah satu ciri

seseorang yang mampu beradapatasi dengan lingkungan adalah terbentuknya

hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Seseorang dengan penyesuaian

diri yang baik akan merasa nyaman saat bersosialisasi dengan orang lain.

Namun, seseorang yang gagal dalam proses penyesuaian diri akan merasa

terkucil dan memilih untuk menjauh dari lingkungan sosialnya. Penyesuaian

diri adalah kemampuan seseorang untuk mengubah diri sesuai dengan

lingkungannya (Gerungan, 2009). Hal inilah yang memungkinkan memicu

Transisi dari lingkungan Sekolah Menengah Atas menuju Universitas

memungkinkan terjadinya pengalaman kesepian di kalangan mahasiswa. Hal

ini dikarenakan para mahasiswa yang harus meninggalkan daerah asal dan

keluarga yang mereka kenal. Banyak dari para mahasiswa yang merasa cemas

ketika harus meninggalkan daerah asal mereka dan bertemu dengan

orang-orang yang baru. Di tempat yang baru, mereka harus kembali membentuk

relasi sosial mereka yang baru (Santrock, 1995).

Berdasarkan sebuah wawancara informal peneliti dengan seorang

mahasiswa baru jurusan Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2012,

mengatakan bahwa di tahun pertamanya menjadi seorang mahasiswa sering

mengalami kesepian. Kesepian yang dirasakan lebih dikarenakan rasa rindu

kepada orang tua yang berada di luar kota. Perasaan kesepian yang dirasakan

juga berakibat pada kegiatan kuliahnya yaitu munculnya perasaan malas

untuk masuk kuliah. Ia lebih ingin untuk kembali ke daerah tempat asalnya

untuk bertemu dengan orang tuanya, karena disana ia bisa mendapatkan

perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.

Survey kecil yang dilakukan pada Bulan Mei 2013 kepada 30

responden mahasiswa angkatan baru 2012/2013 Universitas Sanata Dharma

ditemukan bahwa sebanyak 24 responden menyatakan pernah merasa

kesepian. Responden dengan perasaan kesepian berasal dari berbagai daerah,

yaitu 6 responden berasal dari Yogyakarta, 9 responden berasal dari Jawa dan

9 responden berasal dari Luar Pulau Jawa. Sebanyak 10 responden

6

rumah atau tempat asal mereka. Sebanyak 9 responden juga menyatakan

bahwa mereka merasakan kesepian karena kurang dapat berelasi dengan

teman di lingkungan baru.

Penelitian yang dilakukan setelah 2 minggu tahun ajaran baru dimulai,

menemukan bahwa ada 75% dari 354 mahasiswa di Amerika menyatakan

mereka merasa kesepian setelah mereka masuk dalam dunia Universitas.

Sebanyak 40% diantaranya mengatakan mereka merasakan kesepian dalam

intensitas sedang hingga rendah. Namun, kesepian tidak hanya dialami oleh

mahasiswa baru melainkan mahasiswa pada tingkat akhir pun rentan akan

perasaan kesepian (Santrock, 1995). Menurut Knox, Vail-Smith dan Zusman

mengatakan bahwa sebanyak 25% mahasiswa laki-laki dan 16.7% mahasiswa

perempuan mengalami mengalami kesepian (dalam Saleh A. Al Khatib,

2006).

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, kesepian dapat

berpengaruh pada beberapa segi kehidupan. Sebagai contoh, sebuah

penelitian telah menemukan bahwa kesepian berpengaruh secara signifikan

dengan kesehatan jantung dan tekanan darah (Caspi A, Harrington H., 2006).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kesepian

pada level tertentu dimungkinkan akan mengalami gangguan fisik seperti

jantung dan tekanan darah tinggi. Selain, itu, dari penelitian juga ditemukan

bahwa kesepian dapat memicu simptom depresif pada diri seseorang

disimpulkan bahwa kesepian yang dialami oleh seseorang sangat

mempengaruhi kesejahteraan seorang individu.

Sebuah penelitian tentang intervensi perasaan kesepian meneliti empat

strategi dalam mengurangi dampak kesepian pada seorang individu. Keempat

strategi dalam intervensi perasaan kesepian yaitu meningkatkan kemampuan

sosial, mengembangkan dukungan sosial, meningkatkan kesempatan dalam

interaksi sosial dan memetakan kognisi sosial yang maladaptif. Dari keempat

strategi tersebut, strategi tentang memetakan kognisi sosial yang maladaptif

adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi dampak kesepian pada

seorang individu. Di dalam strategi ini, diajarkan tentang cognitive behavioral

therapy dimana seseorang dapat mendeteksi perasaan otomatis negatif yang

timbul dalam dirinya. Ketika seseorang dapat mendeteksi perasaan tersebut,

maka seseorang dapat melakukan evaluasi dan kontrol terhadap perasaan

negatif yang dimiliki (Cacioppo, 2011).

Menurut beberapa penelitian, kesepian sering dihubungkan dengan

beberapa tipe kepribadian. Beberapa tipe kepribadian yang sering

dihubungkan dengan kesepian adalah kecemasan sosial dan rendahnya

asertivitas (Bruch, Kaflowitz & Pearl, 1988; Jones, Freemon & Goswick,

1981; Solano & Koester, 1989 dalam Burger, 2000). Seseorang yang merasa

kesepian sering digambarkan sebagai orang yang introvert, cemas dan peka

terhadap penolakan (Russell et al., 1980 dalam Burger 2000) dan tidak jarang

menderita depresi (Koenig, Isaacs, & Schwarts, 1994; Weeks et al., 1980

8

Seseorang yang kesepian merasa sulit untuk percaya kepada orang lain

(Rotenberg, 1994 dalam Burger, 2000). Selain itu, mereka kurang merasa

nyaman ketika orang lain bersikap terbuka (Rotenberg, 1997 dalam Burger

2000). Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan

sekitar mereka yang berakibat pada kewaspadaan yang berlebihan pada

ancaman lingkungan sosial. Seseorang dengan perasaan kesepian lebih

memandang dunia sebagai tempat yang mengancam dan selalu teringat pada

hubungan sosial yang negatif (Cacioppo, Hawkley, 2010).

Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) mengatakan bahwa salah satu

hal yang berkontribusi dalam pembentukan harga diri adalah perasaan

dihormati dan dihargai oleh orang lain. Ketika orang lain bersikap

menghargai dan menghormati kita, maka kita akan merasa nyaman untuk

berhubungan atau membangun sebuah relasi. Baumeister (dalam

Baumgardner, 2009) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki harga

diri akan memandang diri mereka sebagai individu yang berkompeten dan

menarik.

Rosenberg (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) juga

mengemukakan bahwa harga diri yang dimiliki seseorang dapat membuat

seseorang lebih bahagia, sukses dan nyaman saat berinteraksi dengan orang

lain. Humphreys (dalam Yilmaz, Hamarta, Arslan, 2013) mengemukakan

bahwa seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki percaya

penerimaan terhadap diri maupun orang lain. Kedua hal inilah yang dapat

mengurangi dampak kesepian yang dirasakan oleh seseorang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumeister, Campbell,

Krueger dan Vohs (2003), menemukan bahwa harga diri dapat mengurangi

prasangka buruk dan diskriminasi. Bandura (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006)

mengatakan harga diri sebagai sebuah evaluasi yang positif terhadap diri

sendiri. Kohn (dalam Saleh A. Al Khatib, 2006) juga mengatakan harga diri

sebagai penilaian yang baik pada diri sendiri tentang perilaku atau penilaian

terhadap diri dan karakteristik yang dimiliki.

Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa harga diri yang tinggi dapat

menurunkan tingkat stres. Seseorang dengan tingkat harga diri yang tinggi

memiliki harapan bahwa dirinya diterima oleh orang lain. Hal ini dikarenakan

mereka memiliki rasa nyaman dalam diri yang dapat membuat mereka

berhasil dalam membangun relasi dengan orang lain, sehingga mereka pun

tidak lagi merasa kesepian (Buss, 1995). Sebaliknya, seseorang dengan

tingkat harga diri yang rendah kurang memiliki keyakinan akan penerimaan

dari orang lain, sehingga mereka sangat rentan terhadap penolakan.

Melalui penelitian ini hendak dilihat apakah ada korelasi antara harga

diri dengan perasaan kesepian pada mahasiswa baru angkatan 2013/2014

Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini penting dilakukan karena perasaan

kesepian dapat berdampak buruk bagi kehidupan mahasiswa, antara lain

munculnya perasaan depresi (Hermann & Betz dalam Saleh A. Al Khatib,

10

munculnya suasana hati yang buruk, seperti kecemasan dan kemarahan

(Cacioppo et al., dalam Saleh A. Al Khatib, 2006). Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi yang dapat membantu para mahasiswa baru

dalam mengurangi perasaan kesepian yang dirasakan. Dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi tentang perasaan kesepian yang

selama ini masih dianggap sebagai perasaan yang tidak terlalu penting.

Namun, pada kenyataannya perasaan kesepian memiliki dampak yang cukup

buruk pada kesehatan fisik maupun psikologis.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kesepian pada

mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kesepian pada

mahasiswa baru angkatan 2013/2014 Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

perkembangan ilmu psikologi, khususnya bidang sosial dan

perkembangan tentang variabel-variabel lain yang mempengaruhi

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang perasaan kesepian dan membantu para mahasiswa baru dalam

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) 1. Pengertian Harga diri

Menurut Bandura (1986), harga diri adalah sebuah penilaian

terhadap diri yang didasarkan pada kemampuan pribadi dan segala

nilai-nilai positif dan negatif yang berasal dari budaya. Harga diri juga dapat

diartikan sebagai sebuah komponen penilaian dari konsep diri

(Baumeister dan Coppersmith dalam Crothers, 2009). Harga diri

didasarkan pada perasaan tentang diri dan penilaian yang dibuat oleh diri

sendiri (Brown, 2006). Menurut Santrock (2008), harga diri adalah

penilaian secara global pada diri sendiri.

Coopersmith (1967), harga diri adalah perhargaan terhadap diri

yang diekspresikan dalam sikap seorang individu yang ditujukan untuk

diri sendiri. Harga diri adalah pengalaman subjektif yang disalurkan

kepada orang lain melalui verbal maupun perilaku yang nampak. Harga

diri adalah sebuah perasaan positif maupun negatif tentang diri yang

dihasilkan dari penilaian terhadap diri (Baron, 1995). Sehingga harga diri

dapat dikatakan sebagai penilaian yang dilakukan seseorang tentang baik

dan buruknya diri mereka (Campbell & Epstein dalam Baron, 1995).

Harga diri adalah suatu hasil evaluasi yang dilakukan oleh diri

diri secara fisik melainkan juga kualitas diri. Harga diri yang dimiliki

seseorang dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada diri

seseorang. Konsep diri adalah sekumpulan informasi yang dapat

menjelaskan siapa diri kita. Ketika seseorang memiliki harga diri yang

tinggi mereka akan merasa bahwa diri mereka baik, menarik,

berkompeten, sehingga hal ini dapat membentuk konsep diri yang baik.

Sebaliknya, seseorang dengan harga diri yang rendah mereka cenderung

memiliki konsep diri yang kurang baik (Campbell, 1990). Mereka

cenderung bersikap pesimis, rentan terhadap kritik atau respon negatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri

adalah penilaian terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif yang

didasarkan pada kemampuan pribadi dan nilai-nilai yang berasal dari

budaya.

2. Aspek-aspek Harga diri

Menurut Coopersmith (1967) ada empat aspek dalam membangun

harga diri, yaitu

a. Keberartian (significance)

Seseorang yang memiliki harga diri dapat diukur melalui

kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang

lain. Seluruh hal ini dapat digolongkan dalam kategori penerimaan

dan ketenaran atau kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan

dari orang lain ditandai dengan kehangatan, ketertarikan dan respon

14

yang selalu memberikan dukungan dan semangat membuat sang

anak memiliki ketertarikan untuk beraktifitas, menjalin hubungan

dekat dengan orang lain (bersahabat). Pengaruh dari ungkapan kasih

sayang menghasilkan sebuah penghargaan yang kita terima dari

orang lain.

b. Kekuasaan (power)

Hal ini dapat diukur melalui kemampuan seseorang dalam

mengontrol perilakunya dan perilaku orang lain. Dalam beberapa

situasi kekuasaan dinyatakan oleh pengakuan dan rasa hormat yang

diterima. Tindakan untuk meningkatkan keseimbangan sosial,

kepemimpinan, dan kebebasan disampaikan dengan asertif, penuh

semangat, dan penyelidikan pada suatu tindakan. Keberartian

disampaikan oleh pengakuan pada peningkatan akan pengalaman

mandiri dan kontrol terhadap diri sendiri dan orang lain.

c. Kemampuan (competence)

Kemampuan adalah kesuksesan seseorang untuk memenuhi

tuntutan prestasi. Kemampuan ditandai oleh tingginya tingkat

performansi dengan variasi tugas yang sesuai dengan tahapan

usianya. Sebagai contoh, pada remaja putri, kita akan berasumsi

bahwa prestasi di bidang akademik dan atletik adalah dua area yang

digunakan untuk menilai kemampuan. Pelatihan kebebasan dan

prestasi akan meningkatkan keaktifan dan peran kompetitif saat

didasarkan pada ketangkasan, nilai dan aspirasi yang dimiliki oleh

seseorang.

d. Kebajikan (virtue)

Kebajikan dapat ditandai dengan ketaatan pada moral, etika,

dan prinsip-prinsip religius. Seseorang yang taat pada etika dan

nilai-nilai religius yang mereka terima dan maknai dianggap memiliki

sikap yang positif dengan kesuksesan akan pemenuhan tujuan yang

tinggi. Perasaan berharga yang mereka miliki akan diwarnai dengan

kebajikan, kebenaran, dan spiritualitas.

Berdasarkan rincian di atas terdapat empat aspek yang berpengaruh

pada pembentukan harga diri dalam diri seseorang, yaitu keberartian

(significance), kekuasaan (power), kemampuan (competence), dan

kebajikan (virtue). Keberartian (significance) dapat diukur melalui

kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain.

Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol

perilakunya maupun perilaku orang lain. Kemampuan (competence)

ditandai dengan kesuksesan seseorang dalam memenuhi tanggung jawab

dan tuntutan prestasinya. Kebajikan (virtue) ditandai dengan ketaatan

seseorang pada moral, etika, dan prinsip-prinsip religius.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri

Menurut Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) ada empat faktor

16

a. Kuantitas dari rasa hormat, penerimaan dan perhatian yang

seseorang terima dari orang yang berarti di hidup mereka.

Akibatnya, kita menghargai diri kita karena kita dihargai.

b. Sejarah dari kesuksesan, status maupun posisi yang kita peroleh di

dunia. Pada umumnya, kesuksesan menghasilkan pengakuan yang

direlasikan dengan status seseorang dalam sebuah komunitas.

Pengakuan adalah salah satu bentuk yang nyata dari harga diri dan

dapat diukur melalui material dari hasil kesuksesan dan penerimaan

sosial.

c. Pengalaman yang diinterpretasi dan dimodifikasi selaras dengan nilai

dan aspirasi seorang individu. Keberhasilan dan kekuatan tidak

secara langsung dapat dirasakan tetapi disaring dengan tujuan dan

nilai-nilai yang ada pada seorang individu.

d. Cara seseorang dalam memberikan respon terhadap devaluasi. Hal

ini dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan

harga diri saat dihadapkan dengan penilaian negatif dari orang lain

ataupun kegagalan yang dialami.

4. Perwujudan Harga diri Rendah dan Harga diri Tinggi

Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki pandangan yang

baik terhadap diri mereka. Mereka memandang diri mereka sebagai

individu yang sukses, memiliki kompetensi dan menarik (Baumeister,

dkk dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, orang dengan harga diri yang

menggapai tujuan mereka (McFarlin dan Blascovich dalam

Baumgardner, 2009).

Harga diri yang tinggi dapat melawan stres dan perasaan khawatir

yang disebabkan berbagai pengalaman hidup yang merusak gambaran

diri (Baumeister dan Steele dalam Baumgardner, 2009). Harga diri dapat

dijadikan sebagai sumber coping (penanggulangan) dalam melawan

kegagalan, kehilangan, kritik, dan masalah dengan orang lain. Individu

dengan harga diri yang tinggi tidak mudah untuk larut dalam

peristiwa-peristiwa negatif yang dialami dan dapat menjaga harapan-harapan

positif (dalam Baumgardner, 2009).

Seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki keyakinan yang

positif terhadap dirinya. Mereka memandang diri mereka sebagai

seseorang yang menarik, menyenangkan dan memiliki kemampuan

(dalam Baumgardner, 2009). Selain itu, seseorang dengan harga diri

yang tinggi memiliki keyakinan bahwa mereka mendapatkan penerimaan

yang baik dari orang lain. Keyakinan akan penerimaan dari orang lain

yang membuat mereka berhasil membangun hubungan dengan sosialnya

(Buss, 1995).

Ketika seseorang memiliki harga diri yang rendah, mereka

cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka adalah seseorang yang

gagal dan kurang berkompeten. Seseorang dengan harga diri yang rendah

mempunyai pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Selain itu,

18

peristiwa-peristiwa negatif yang ada dalam hidupnya. Hal inilah yang

membuat mereka sangat sensitif pada alur kehidupan mereka yang naik

turun (Baumeister dkk dalam Baumgardner, 2009).

Seseorang dengan harga diri yang rendah memiliki keyakinan

bahwa orang lain kurang dapat menerima diri mereka. Hal inilah yang

menjadikan mereka kurang dapat bersikap asertif dan sangat rentan

terhadap penolakan dari orang lain (Buss, 1995).

B. KESEPIAN

1. Pengertian Kesepian

Setiap manusia yang ada di dunia lahir sebagai mahluk sosial dan

mahluk individu. Keberadaannya sebagai mahluk sosial mengharuskan

seseorang untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain. Hal ini

dikarenakan mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi

segala macam kebutuhan mereka. Namun pada kenyataannya banyak

individu yang merasa kesulitan untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal

ini akan berakibat pada seseorang yang merasa kesepian.

Kesepian adalah reaksi secara emosional dan kognitif ketika

seseorang memiliki hubungan yang lebih sedikit ataupun kurang

memuaskan bila dibandingkan dengan apa yang diharapkan (Archibald,

Bartholomew & Marx dalam Baron & Byrne, 2003). Seseorang yang

merasa kesepian bukanlah orang yang tidak ingin memiliki teman,

mendapatkannya (Burger dalam Baron & Byrne 2003). Menurut Perlman

dan Peplau (1994), kesepian adalah perasaan subjektif yang tidak

menyenangkan ketika seseorang kehilangan hal penting dalam hubungan

sosialnya. Seseorang yang merasa kesepian tidak memiliki teman

ataupun jumlah teman yang mereka miliki lebih sedikit dari apa yang

mereka inginkan. Selain itu, seseorang yang merasa kesepian akan

merasa hubungan sosialnya kurang berarti atau kurang memberikan

kepuasan seperti yang dibayangkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah suatu

perasaan yang kurang menyenangkan karena kehilangan hal penting

dalam hubungan sosialnya. Perasaan kesepian yang mereka alami karena

hubungan sosial yang mereka miliki tidak sesuai dengan yang

diharapkan.

2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian

Peplau dan Perlman (1979) membagi manifestasi atau perwujudan

dari perasaan kesepian menjadi tiga kategoris, yaitu

a. Manifestasi afektif

Perasaan kesepian yang seseorang rasakan diwujudkan dalam

bentuk perasaan dan pengalaman yang negatif. Beberapa perasaan

negatif yang dapat muncul adalah kurang bahagia, kurang puas

dengan hubungan sosialnya, pesimis dan depresi. Selain itu, mereka

20

b. Manifestasi kognitif

Manifestasi kognitif lebih didasarkan pada perhatian atau

fokus yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan perasaan

kesepian akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi secara

efektif. Mereka lebih berfokus pada diri mereka sendiri (

self-focused). Self-focused yang tinggi dapat terlihat dalam hubungan

interpersonalnya, seperti memberikan respon yang sedikit terhadap

pertanyaan yang dilontarkan oleh orang lain. Seseorang dengan

perasaan kesepian akan lebih waspada dalam menjalin hubungan

dengan orang lain. Mereka cenderung bersikap lebih sensitif

terhadap respon yang diberikan oleh orang lain.

c. Manifestasi perilaku (behavioral)

Manifestasi perilaku adalah cerminan dari pemikiran negatif

yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian. Beberapa

perilaku yang muncul pada seseorang yang merasa kesepian yaitu,

adanya pola yang berbeda dalam hal penyingkapan (self-disclosure)

bila dibandingkan dengan orang yang tidak merasa kesepian. Pada

seseorang yang merasa kesepian, mereka dapat mengungkapkan

seluruh isi hatinya kepada orang lain atau hanya menyimpan semua

permasalahan berat mereka untuk diri mereka sendiri. Kedua,

mereka juga akan menampilkan perilaku yang selalu berfokus hanya

pada diri mereka sendiri. Ketiga, seseorang dengan perasaan

sosial mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka enggan untuk

mengambil risiko yang mungkin muncul saat mereka akan menjalin

hubungan sosialnya.

3. Tipe Kesepian

Menurut Robert Weiss (Weiss dalam Taylor, Peplau dan Sears

1994) kesepian dibagi menjadi dua tipe, yaitu

a. Emotional loneliness (kesepian secara emosional)

Kesepian secara emosional terjadi ketika seseorang kehilangan

sosok lekat (an intimateattachment figure) yang mereka miliki.

Sebagai contoh, seorang anak kecil yang lekat dengan sosok orang

tuanya atau untuk orang dewasa antara suami istri atau sahabat

dekatnya.

b. Social loneliness (kesepian secara sosial)

Kesepian secara sosial terjadi ketika seseorang kekurangan

relasi atau kurang terhubung dengan jaringan yang lebih luas yang

ada di sekitarnya (perkumpulan atau organisasi).

Menurut Zimmerman (dalam Gierveld, Tilburg, Dykstra, 2006)

membagi kesepian dalam dua tipe, yaitu

a. Kesepian tipe positif

Kesepian ini terjadi saat seseorang lebih memilih untuk pergi

atau meninggalkan kegiatan dalam keseharian mereka. Kemudian

mereka lebih memfokuskan pada tujuan yang lebih tinggi seperti

22

b. Kesepian tipe negatif

Tipe kesepian ini didasarkan pada perasaan kurang

menyenangkan yang disebabkan karena kurangnya hubungan sosial

atau kontak sosial dengan lingkungan sekitar.

4. Penyebab Kesepian

Menurut Baron and Byrne (2003) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terbentuknya perasaan kesepian, yaitu

a. Faktor genetis

Perilaku dapat dipengaruhi oleh genetika. Orang tua dengan

gen yang pesimis, depresi dan interaksi yang bermusuhan dengan

lingkungan sekitar terdapat kemungkinan bahwa keturunan mereka

juga memiliki gen yang sama. Sehingga gen-gen yang diturunkan

tersebut dapat memicu seseorang mengalami perasaan yang sama

yaitu kesepian.

b. Pengalaman individu

Seseorang yang mengalami kesepian sebagai akibat dari

interaksi sosial dengan teman sebaya yang kurang berhasil dapat

dikarenakan pengalaman masa lalunya. Pada masa kanak-kanaknya,

seseorang yang mengalami kesepian dimungkinkan gagal untuk

membangun keterampilan sosialnya sehingga hal ini akan

mempengaruhi interaksi sosialnya di masa dewasa. Sebagai contoh,

Dokumen terkait